Anda di halaman 1dari 16

Bells Palsy pada Usia Dewasa

Uria Ricko Tanguhno Handen


Mahasisiwi Fakultas Kedokteran UKRIDA
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Rickohanden12@gmail.com

Pendahuluan
Bells palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan sini berupa paresis atau paralisis fasial perifer
yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma paralisisfasial
idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh Sir Charles
Bell,meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan penatalaksanaannya, Bells
palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling sering di dunia. Permasalahan yang
ditimbulkan Bells palsy cukup kompleks, diantaranya masalah fungsional, kosmetika dan
psikologis sehingga dapat merugikan tugas profesi penderita dimana permasalahan kapasitas
fisik antara lain berupa asimetris wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi lesi, penurunan
kekuatan otot wajah pada sisi lesi, potensial terjadi kontraktur dan perlengketan jaringan,
potensial terjadi iritasi pada mata sisi lesi, sedangkan permasahan fungsional berupa
gangguan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah, seperti makan dan minum, berkumur,
gangguan menutup mata, gangguan bicara dan gangguan ekspresi wajah. Semua hal ini dapat
menyebabkan individu tersebut menjadi tidak percaya diri sehingga diperlukan terapi secara
cepat dan tepat untuk mencapai pemulihan terbaik fungsi saraf wajah dan penderita dapat
kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari serta bersosialisasi dengan masyarakat.
Pembahasan
Anatomi
Saraf facialis adalah saraf ketujuh. Inti saraf ketujuh ini terletak pada daerah pons. Inti
ini akan mendapat informasi dari girus parasentralis dari korteksmotorik yang mengurus
persarafan dahi ipsilateral dan kontralateral. Traktuskortikalis serebrum juga mensarafi

belahan kontralateral bagian wajah lainnya. Nukleus motorik hanya mengurus saraf fasialis
ipsilateral. Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:
1.

Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah.

2.

Saraf intermedius (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang
membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.
a) Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke
korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus
traktus solitarius.
b) Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatoriussuperior.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleu sini, berpisah dari saraf
fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan di perjalanannya akan bercabang dua
yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan
berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion
submandibularis.

Dari

sana,

impuls

berjalan

keglandula

sublingualis

dan

submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.


c) Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian
daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus.Daerah overlapping
(disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum,
meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.
Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI dan keluar di
bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara saraf VII
dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuk imeatus akustikus internus. Di dalam
meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam
kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis ,
saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat
motorik menyebar diatas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi
glandula parotis. Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan
saraf VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus.1

Gambar 1. Anatomi Saraf Fasialis1


Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu
segmen labirin, segmen timpani dan segmen mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir
kanal akustik internus dan gangliongenikulatum, panjang segmen ini 2-4 milimeter. Segmen
timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal gangliongenikulatum dan berjalan
ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra ovalis) dan
stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang
segmen ini kira-kira 12 milimeter. Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding
medial dan superior kavum timpani, perubahan posisi dari segmen timpani menjadi segmen
mastoid, disebut segmen piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling
posterior dari saraf VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya
segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid, panjang segmen ini 15-20
milimeter. Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan gerakan
ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga, ada hubungan dengan gangglion basalis. Jika
bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin
terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan
dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar

pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien.2
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, dari keluhan-keluhan tersebut dan dasar
teori dari anamnesis, maka hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain:
1. Identitas Pasien
Berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal pemeriksaan.
2. Keluhan Utama
Keluhan mata kiri tidak dapat ditutup dan mulutnya mencong ke kanan sejak 1 hari
yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal yang perlu ditanyakan antara lain: Kapan anda mulai menyadari masalah tersebut?
Kapan pertama kali masalah tersebut muncul? Apakah ada kesulitan bicara, menelan,
keluhan gerak (kaku, lemah, gemetar, gerak involunter)? Apakah terdapat nyeri
tengkuk? Apakah terdapat parestesia, hipestesia? Apakah ada mual, muntah, kejang?
Apakah ada gangguan penglihatan, gangguan pengecapan, gangguan pendengaran?
4. Riwayat penyakit Dahulu
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah anda mengalami gangguan berikut;
hipertensi/ kolesterol tinggi/ demam rheumatik/ epilepsi/ diabetes? Apakah anda
pernah mengalami Pulmonal Emboli dan Deep Vein Thrombosis? Apakah anda pernah
dirawat di rumah sakit?
5. Riwayat pengobatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah pasien sedang menjalani
pengobatan? Obat apa yang dipakai? Bagaimana perkembangannya? Apakah anda
menggunakan obat-obatan yang tidak diresepkan? Apakah anda memiliki alergi obat
atau zat lainnya?
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah ada keluarga anda yang mengalami
masalah yang sama? Apakah terdapat kelainan familial yang diwariskan? Apakah ada
keluarga yang mengalami stroke, darah tinggi, DM?
7. Riwayat Alergi
Apakah pasien menderita alergi terhadap obat-obatan tertentu atau faktor lain.
8. Riwayat Sosial-Ekonomi

Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah pasien merokok? Berapa batang
sehari dan sudah berapa lama? Apakah pasien minum alkohol? Berapa banyak yang
diminum dalam seminggu? 2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat selalu diperlukan dalam evaluasi pasien. Paralisis
fasialis mudah didiagnosis dengan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk menyingkirkan
kelainan sepanjang perjalanan saraf dan kemungkinan penyebab lain. Adapun pemeriksaan
yang dilakukan adalah pemeriksaan gerakan dan ekspresi wajah. Pemeriksaan ini akan
menemukan kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena. Kemudian, pasien diminta
menutup mata dan mata pasien pada sisi yang terkena memutar ke atas. Bila terdapat
hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada telinga pasien maka suara akan terdengar lebih
jelas pada sisi cabang muskulus stapedius yang paralisis.3
Dalam mendiagnosis kelumpuhan saraf fasialis, harus

dibedakan

kelumpuhan

sentral atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada bagian bawah wajah saja, otot
dahi masih dapat berkontraksi karena otot dahi dipersarafi oleh korteks sisi ipsi dan
kontra lateral sedangkan kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi

wajah.

Derajat

kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan sistim
House-Brackmann. Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan
letak lesi saraf fasialis dengan.
Tes Gustometri dilakukan untuk menilai fungsi saraf khorda timpani dengan
menilai pengecapan pada lidah 2/3 anterior dengan rasa manis, asam dan asin. Tes ini sangat
subjektif. Disamping

fungsi pengecapan, khorda timpani juga berperan dalam fungsi

salivasi. Kita dapat menilai fungsi duktus Whartons dengan mengukur produksi saliva
dalam 5 menit. Bila Produksi saliva berkurang dapat diprediksi khorda timpani tidak
berfungsi baik. Pada kasus Bells palsy sering terdapat kesenjangan topografi saraf fasialis
seperti pada pasien terdapat kehilangan fungsi lakrimasi sedangkan reflek stapedius dan
fungsi pengecapan masih normal atau dapat juga fungsi lakrimasi dan reflek stapedius
mengalami ganguan, tetapi fungsi salivasinya masih normal. Hal ini disebabkan karena
terdapatnya multipel inflamasi dan demyelinisasi disepanjang perjalanan saraf fasialis
dari batang otak ke cabang perifer. Untuk fungsi pendengaran dapat dilakukan uji Rinne,
Weber, dan Schwabach.3
Tanda klinis yang membedakan Bells palsy dengan stroke atau kelainan yang bersifat
sentral lainnya adalah tidak terdapatnya kelainan pemeriksaan saraf kranialis lain, motorik
5

dan sensorik ekstremitas dalam batas normal, dan pasien tidak mampu mengangkat alis dan
dahi pada sisi yang lumpuh.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan

penunjang memiliki peranan penting dalam menegakkan diagnosis.

Bells palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu dilakukan
untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis. Setiap pasien dengan
kelumpuhan saraf fasialis dianjurkan menjalani pemeriksaan THT yang lengkap seperti
pemeriksaan otoskopi, pemeriksaan massa pada parotis dan pemeriksaan audiologi untuk
menentukan fungsi dari N.VII dan N.VIII. Bila terdapat kelainan pada pemeriksaan
audiometri, maka dianjurkan pemeriksaan Auditory Brainstem Response (ABR) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan optalmologi terutama dilakukan bila
terdapat lagoftalmus pada mata sisi yang lumpuh. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menentukan tingkat lagoftalmus sehingga dapat diperkirakan kesanggupan kelopak mata
dalam melindungi kornea.3
Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos dapat dilakukan untuk
menyingkirkan fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan sistem saraf pusat (SSP).
Pemeriksaan MRI dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak,
glandula parotis, atau untuk mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu, MRI dapat
memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras saraf fasialis. Gambaran MRI pada
kasus Bells palsy berupa peningkatan gadolinium saraf pada bagian distal kanalis auditorius
interna dan ganglion genikulatum yang merupakan lokasi tersering terjadinya edema saraf
fasialis yang menetap 3
Pemeriksaan neurofisiologi pada Bells palsy sudah dikenal sejak tahun 1970-sebagai
prediktor kesembuhan, bahkan dahulu sebagai acuan pada penentuan kandidat tindakan
dekompresi intrakanikular.3
Working Diagnosis
Bells Palsy
Bells
unilateral,

palsy merupakan suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer


penyebabnya tidak diketahui (idopatik), dan akut.

yang

Diagnosis

bersifat
biasanya

ditegakkan bila Berdasarkan letak lesi, manifestasi klinis Bells palsy dapat berbeda. Bila lesi
di foramen stylomastoid, dapat terjadi gangguan komplit yang menyebabkan paralisis semua
otot ekspresi wajah. Saat menutup kelopak mata, kedua mata melakukan rotasi ke atas (Bells
6

phenomenon). Selain itu, mata dapat terasa berair karena aliran air mata ke sakus lakrimalis
yang dibantu muskulus orbikularis okuli terganggu. Manifestasi komplit lainnya ditunjukkan
dengan makanan yang tersimpan antara gigi dan pipi akibat gangguan gerakan wajah dan air
liur keluar dari sudut mulut. Lesi di kanalis fasialis (di atas persimpangan dengan korda
timpani tetapi di bawah ganglion genikulatum) akan menunjuk semua gejala seperti lesi di
foramen stylomastoid ditambah pengecapan menghilang pada dua per tiga anterior lidah pada
sisi yang sama. Bila lesi terdapat di saraf yang menuju ke muskulus stapedius dapat terjadi
hiperakusis (sensitivitas nyeri terhadap suara keras). Selain itu, lesi pada ganglion
genikulatum akan menimbulkan lakrimasi dan berkurangnya salivasi serta dapat melibatkan
saraf kedelapan.4
Karena saraf pada bagian wajah memiliki banyak fungsi dan kompleks, kerusakan
atau gangguan fungsi pada saraf tersebut dapat mengakibatkan banyak masalah. Penyakit ini
seringkali menimbulkan gejala-gejala klinis yang beragam akan tetapi gejala-gejala yang
sering terjadi yaitu wajah yang tidak simetris, kelopak mata tidak bisa menutup dengan
sempurna, gangguan pada pengecapan, serta sensasi mati rasa pada salah satu bagian wajah.
Pada kasus yang lain juga

terkadang disertai dengan adanya hiperakusis (sensasi

pendengaran yang berlebihan), telinga berdenging, nyeri kepala dan perasaan melayang. Hal
tersebut terjadi mendadak dan mencapai puncaknya dalam dua hari. Keluhan yang terjadi
diawali dengan nyeri pada bagian telinga yang seringkali dianggap sebagai infeksi. Selain itu
juga terjadi kelemahan atau paralisis otot, Kerutan dahi menghilang, Tampak seperti orang
letih, hidung terasa kaku terus - menerus, sulit berbicara, sulit makan dan minum, sensitive
terhadap suara (hiperakusis), salivasi yang berlebih atau berkurang, pembengkakan wajah,
berkurang atau hilangnya rasa kecap, air liur sering keluar, air mata berkurang, alis mata
jatuh, kelopak mata bawah jatuh, sensitif terhadap cahaya.
Selain itu masih ada gejala-gejala lain yang ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu, pada
awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi
atau berkumur, minum atau berbicara. Mulut tampak mencong terlebih saat meringis, kelopak
mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita menutup kelopak matanya maka
bola mata akan tampak berputar ke atas. Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila
berkumur maka air akan keluar ke sisi melalui sisi mulut yang lumpuh. Selanjutnya gejala
dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi.4
Differential Diagnosis
Transient Ischemic Attack (TIA)
7

Serangan iskemik sesaat (Transient Ischemic Attack) adalah gangguan fungsi otak
akibat berkurangnya aliran darah otak untuk sementara waktu (kurang dari 24 jam). TIA
terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah di otak untuk waktu singkat, akibat aliran darah
ke daerah otak melambat atau berhenti. Kurangnya darah (dan oksigen) menyebabkan gejala
sementara, misalnya bicara cadel atau pandangan kabur. Terjadi secara tiba-tiba, berlangsung
2-30 menit. TIA, seperti stroke, dimana gejalanya berupa defisit neurologis jelas seperti
kelumpuhan. Namun,gejala juga mungkin halus, seperti mati rasa atau pembakaran anggota
badan, atau kesulitan menggunakan tangan atau berjalan. Gejala tergantung dari otak yang
mengalami kekurangan darah: jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, terjadi
kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan; jika mengenai arteri yang
berasal dari arteri vertebralis, terjadi pusing, penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.
Gejala lain yang ditemukan: hemihipestesia, heimiparese, hemianopsia, diplopia, sakit
kepala, bicara tidak jelas, sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak
mampu mengenali bagian tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh.5
Gejala ini juga dapat ditemukan pada Stroke namun TIA lebih bersifat sementara dan
reversible dan TIA cenderung kambuh, penderita dapat mengalami serangan beberapa kali
dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Dua gejala tambahan dari TIA adalah
"Drop Attack". Drop attack adalah ketika orang yang terkena jatuh tiba-tiba tanpa peringatan.
Yang kedua adalah amaurosis Fugax yang merupakan jenis khusus dari TIA mana ada tibatiba kehilangan penglihatan di sebelah mata. Hal ini terjadi ketika puing-puing dari arteri
karotid di sisi yang sama menyumbat atau menutup dari salah satu arteritetes mata dan
menghentikan suplai darah ke retina.5
Gejala dan tanda-tanda TIA mungkin menghilang pada saat individu yang terkena tiba
di rumah sakit. Oleh karena itu, riwayat kesehatan orang yangterkena mungkin menjadi
dasar konfirmasi diagnosis TIA. Setelah tiba di rumah sakit, pemeriksaan fisik meliputi
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan. Pada TIA diagnosa
ditegakkan berdasarkan gejala dan belum terjadi kerusakan otak, maka diagnosis tidak dapat
ditegakkan dengan CT scan maupun MRI. Kalaupun dilakukan CT scan atau MRI
hanyauntuk mengetahui apakah terjadi perdarahan atau tidak.5
Stroke
Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari
24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
8

vaskular. Gejala klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya.Gejala klinis dan
defisit neurologis yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemi. Berikut ini
merupakan gejala klinis yang sering ditemukan: gangguan peredaran darah arteri serebri
anterior menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral; Gangguan peredaran
darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral terutama
mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur; Gangguan peredaran darah arteri serebri
posterior menimbulkanhemianopsi homonim atau kuadranopsi kontralateral; Gangguan
peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial; Infark lakunar merupakan
infark kecil dengan klinis gangguan murnimotorik atau sensorik tanpa disertai gangguan
fungsi luhur.5
Stroke iskemik adalah gangguan peredaran darah pada otak yang dapat berupa
penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan infark/iskemik. Umumnya
terjadi pada saat penderita istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik.
Stroke non-hemoragik terjadi karena penurunan aliran darah sampai di bawah titik kritis,
sehingga terjadi gangguan fungsi pada sebagian jaringan otak. Bila hal ini lebih berat dan
berlangsung lebih lama dapat terjadi infark dan kematian. Stroke iskemik memberikan
gambaran klinis berupa simptom dan tanda fokal yang berhubungan dengan area otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang terkena. Pada stroke iskemik, oklusi pembuluh darah
menghalangi aliran darah ke area spesifik di otak, mengganggu fungsi neurologik yang
bergantung pada regio tersebut dan memberikan gambaran pola defisit yang khas untuk regio
tersebut. Pendekatan klinis terhadap stroke iskemik bergantung pada kemampuan untuk
mengidentifikasi dasar neuroanatomik dari defisit klinis.5 Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan keluarnya darah ke jaringan

parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis

disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut
saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan
iskemia pada menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak sehingga timbul
stroke.5

Etiologi
Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu: iskemik vaskuler,
infeksi virus, herediter, dan imunologi. Pada teori iskemik vaskuler terjadi gangguan regulasi
sirkulasi darah ke N.VII. Terjadi vasokontriksi arteriole yang melayani N.VII sehingga terjadi
iskemik, kemudian diikuti oleh dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler yang meningkat
9

dengan akibat terjadi transudasi. Cairan transudat yang keluar akan menekan dinding kapiler
limfe sehingga menutup. Selanjutnya akan menyebabkan keluar cairan lagi dan akan lebih
menekan kapiler dan venula dalam kanalis fasialis sehingga terjadi iskemik. Menurut teori
infeksi virus Bells palsy sering terjadi setelah penderita mengalami penyakit virus, sehingga
menurut teori ini penyebab Bells palsy adalah virus. Juga dikatakan bahwa perjalanan klinis
Bells palsy menyerupai viral neurophaty pada saraf perifer lainnya. Pada teori herediter
penderita bells palsy kausanya herediter, autosomal dominan. Bells palsy terjadi mungkin
karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga
menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis. Pada teori imunologi dikatakan
bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul
sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.4
Berdasarkan beberapa penelitian penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus
herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus
herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster
di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan
fasialis LMN. Berdasarkan teori ini maka penderita Bells palsy diberikan pengobatan
kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam kanalis Fallopii
dan juga sebagai immunosupresor.4
Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy
hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori
menyebutkan terjadinya

proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan

peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat
melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui
kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar
sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,
demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik
yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,
nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik
primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan
daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.4
10

Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca
jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu pencetus terjadinya Bells palsy. Karena itu
nervus fasialis bisa sembab, terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN dapat terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di
os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan
muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis
LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa
mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi
bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan,
fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata
yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan
platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan
secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis
tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak
mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius. 4
Epidemiologi
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di
dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah
ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun
sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy
rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih
tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan
terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester
ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya
daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.4
Penatalaksanaan
Terapi Umum

11

Bells palsy lebih tinggi

Untuk menghilangkan penekanan dapat diberikan prednisone dan antiviral sesegera mungkin.
Window of opportunity untuk memulai pengobatan adalah 7 hari sejak awitan. Prednisone
dapat diberikan jika muncul tanda-tanda radang. Istirahat merupakan bagian dari terapi yang
sangat penting. Pemakaian kacamata dengan lensa berwarna atau kaca mata hitam kadang
diperluka untuk menjaga mata tetap lembab saat bekerja. Pemijatan wajah boleh dilakukan.
Untuk rasa nyeri atau tidak nyaman, kompres hangat akan membantu. Obat yang dapat
menghilangkan nyeri ini diantaranya gabapentin.3
Dosis Prednison
Dosis dewasa

1 mg/kg atau 60 mg PO qd selama 7 hari diikuti tapering off dengan

Dosis anak

total pemakaian 10 hari.


1mg/kg PO qd selama 6 hari diikuti tapering off dengan total

Kontraindikasi

pemakaian 10 hari.
Hipersensitivisas, diabetes berat yang tidak terkontrol, infeksi jamur,
ulkus peptikum, TBC, osteoporosis.

Dosis Antiviral
Nama obat

Asiklovir, obat antiviral yang menghambat krja HSV-1, HSV-2 dan

Dosis dewasa
Dosis anak

VZV.
400 mg PO 5 kali/hari selama 10 hari
<2 tahun : belum dipastikan

Kontraindikasi

>2 tahun : 20 mg/kg PO selama 10 hari


Hipersensitif, penderita gagal ginjal.

Pemberian Antiviral pada pasien Bells palsy


Famsiklovir dan asiklovir sering diresepkan sebagai obat antiviral. Saat ini dapat
digunakan antiviral baru seperti valasiklovir yang bekerja cepat, vitamin B penting dalam
fungsi system saraf, pemberian air mata buatan, lubrikan dan pelindung mata.3,5
Komplikasi
Sekitar 5% pasien setelah menderita Bells palsy mengalami sekuele berat yang tidak
dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bells palsy, adalah (1)
regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh
atau beberapa muskulus fasialis, (2) regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan
disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan
sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal), dan (3) reinervasi yang salah
12

dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat menyebabkan (1) sinkinesis
yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter, contohnya timbul gerakan elevasi
involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau pengerutan dahi saat memejamkan mata,
(2) crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah paresis akibat regenerasi
yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata pasien keluar pada saat mengkonsumsi
makanan, dan (3) clonic facial spasm (hemifacial spasm), yaitu timbul kedutan secara tibatiba (shock-like) pada wajah yang dapat erjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium awal,
kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak terjadi bersamaan).6
Prognosis
Dubia ad bonam, perjalanan alamiah Bells palsy bervariasi dari perbaikan komplit
dini sampai cedera saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan
Bells palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3
minggu. Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5% mengalami
sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren. Faktor yang dapat mengarah ke prognosis
buruk adalah palsi komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri
hebat post-aurikular, gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bells
palsy, bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan
penyengatan kontras yang jelas. Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah
paralisis parsial inkomplit pada fase akut (penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini,
penyembuhan awal dan/ atau perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama.4

Pencegahan
Agar Bell's Palsy tidak mengenai kita, cara-cara yang bisa ditempuh adalah :
1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah angin
mengenai wajah.
2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah
langsung.Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit-langit,
jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat pengoperasian
kipas.
3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain tidak
bagusuntuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.
4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata. Suhu
13

rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi menyebabkan
Andamenderita Bell's Palsy.5. Setelah berolah raga berat, jangan langsung mandi atau
mencuci wajah dengan air dingin.6. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah
terkena angin langsung. Tutupiwajah dengan kain atau penutup.5
Kesimpulan
Penegakkan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan Bells palsy.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan modal dasar untuk menegakkan diagnosis.
Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara akut dan
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat
mengakibatkan lesi nervus fasialis. Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells
palsy yaitu teori iskemik vaskuler, teori infeksi virus, teori herediter, teori imunologi.
Keterlibatan virus Herpes Simplex tipe 1 banyak dilaporkan sebagai penyebab kerusakan
saraf tersebut, meski penggunaan preparat antivirus masih menjadi perdebatan dalam tata
laksana. Peranan dokter di pelayanan primer yang diharapkan adalah dapat menegakkan
diagnosis Bells palsy, menyingkirkan diagnosis banding yang ada, serta mengobati dengan
tepat. Gambaran klinis Bells palsy dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada
kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes
dari sudut ini dan lagoftalmus. Pada umumnya prognosis Bells palsy baik yaitu sekitar 8090% penderita sembuh sempurna dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa adanya
faktor resiko yang memperberat.

14

Daftar Pustaka
1. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006.h.245-56,346-8.
2. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke -5. Jakarta
Pusat: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009.h.25-28.
3. Dewanto G, Riyanto B. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf:
Jakarta:Buku kedokteran EGC;2007. h.25-30,137-141.
4. Beal MF, Hauser SL. Trigeminal neuralgia, Bells palsy, and other cranial nerve
disorders in Harrisons neurolog in clinical medicine. Philadelphia: The McGraw-Hill
Companies;2006.p.314-47.
5. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku saku neurologi. Ed 5. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2004.h.174.
6. Sabirin J. Gangguan gerak. Cetakan I. Semarang:Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro;1990.h.171-812.

15

16

Anda mungkin juga menyukai