Acara 1A
Acara 1A
A. Latar Belakang
Bangunan pertanian secara fisik adalah semua bangunan dengan
berbagai macam tipe dan strukturnya, yang digunakan untuk proses produksi
di bidang pertanian dalam arti luas, meliputi bangunan untuk produksi
tanaman pertanian (rumah kaca, hidroponik, dan sebagainya), produksi ternak
(kandang dan sebagainya), bangunan untuk penyimpanan dan penanganan
pasca panen (gudang dan sebagainya), bangunan untuk menyimpan alat dan
mesin pertanian, perbengkelan, serta bangunan pertanian lainnya. Dalam suatu
bangunan pertanian, perlu diperhatikan aspek-aspek lingkungan mikro dan
pengendaliannya yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi dari bangunan
tersebut sesuai dengan tujuan dibangunnya. Aspek lingkungan tersebut
meliputi temperatur, kelembapan, cahaya, kualitas dan aliran udara, bau, hama
dan penyakit, dan sebagainya yang memengaruhi kenyamanan, produktivitas,
dan kualitas dan masa simpan suatu produk hasil pertanian. Dari sudut
pandang keteknikan, lingkungan dapat dikendalikan secara tertutup.
Lingkungan
pembelajaran
untuk
Bangunan
Pertanian
mempelajari
adalah
salah
bangunan-bangunan
satu
pertanian
metode
yang
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku yang
terdiri dari batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat
atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau
membatu pada pencampuran dengan air. Semen adalah suatu jenis material
yang mempunyai sifat daya perekat dan pengikat terhadap bahan-bahan yang
lain. Yang termasuk semen antara lain ialah gips, kapur, semen alam, semen
Portland, semen terak, semen puzolan dan semen alumnia (Margono, 1981).
Semen Portland adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus
yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri
dari silisikatsilikat kalsium yang bersifat hidrolis), dengan batu gips sebagai
baham tambahan. Bahan baku pembuatan semen adalah bahan-bahan yang
mengandung kapur, silika, alumina, oksida besi, dan oksida-oksida lain.
Fungsi dari semen portland adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar
terjadi suatu massa yang kompak dan padat, selain juga untuk mengisi
rongga-rongga di antara butiran agregat (Saroyo, 1982).
Menurut dengan tujuan pemakaiannya, secara umum semen dapat
diklasifikasikan menjadi sebagai berikut :
a. Jenis I: untuk konstruksi pada umumnya, dimana tidak
diminta
untuk
konstruksi
pada
umumnya,
terutama
bila
II
III
IV
10
10
10
10
10
280
280
280
280
280
60
60
60
60
60
10
10
10
10
10
berat
Dengan alat Blaine, luas permukaan
tiap satuan berat semen minimal
m/kg
2.
3.
semen ini adalah rasio perbandingan antara berat air terhadap berat semen
dalam campuran (Kusnadi, 1989).
Faktor air semen ini berbanding terbalik dengan kuat tekan beton.
Makin kecil faktor air-semen, maka kuat tekan pun meningkat pula. Namun
kenaikan ini akan mencapai nilai maksimum pada suatu nilai faktor air-semen
(faktor air-semen optimal). Kemudian, semakin banyak penurunan faktor airsemen makin kecil kuat tekan dan semakin mempersulit pengerjaan dalam
proses pencampuran (Tjokrodimuljo, 1996).
D. Data Hasil Pengamatan
1. Pengujian kehalusan dengan pengayakan (otomatis)
Berat awal = 100 gram
Sampel
Lubang
mesh
Semen A
( gr )
Semen B
( gr )
1 kali
2 kali
3 kali
Rata rata
(gram)
1,2
0,09
1,2
0,09
1,2
0,09
1,2
0,09
85.3
2.6
76.4
2.9
54.8
2.7
72.167
2.73
14.7
3.2
12.5
3.6
25.5
3.1
17.56
3.3
Ulangan
1
2
3
Rata-Rata
1
Semen
2
B
3
Rata-Rata
Semen
A
Semen
Padat
(gr)
1653.7
1659.8
1686
1666.5
1511
1462.9
1477.5
1483.8
Semen
Gembur
(gr)
1218
1267.5
1224
1236.5
1177
1172.5
1180
1176.5
Penetrasi (mm)
1
Rerata
9
11
10
10
11
10
10
10.3
Waktu
(menit)
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
Semen A
Kedalaman
Penetrasi (mm)
1
2
Rerata
40.3 40.5 40.15
40
40
40
40
40
40
40
40
40
38
38
38
38
38
38
36
38
37
36
38
37
32
30
31
21
24
22.5
Waktu
(menit)
0
15
30
45
60
Semen B
Kedalaman
Penetrasi(mm)
1
2
Rerata
38
39
38.5
32
36
34
28
30
29
26
28
27
25
26
25.5
Volume
air (ml)
105
130
Massa
(gr)
300
300
Penetrasi
Awal (mm)
32
30
Penetrasi
akhir(mm)
23
30
Semen B = 12.62 cm
Semen A = 12.461 cm
Tebal awal:
Persentase
Penetrasi (%)
139.1
150
Semen A = 2.385 cm
Semen B =2.05
cm
Diameter (cm)
2
3
Rerata
Tebal (cm)
2
3
Rerata
12.61
2.328
Semen B 12.795
12.455
2.171
12.6
sisa
x100%
beratawal
Pengayakan ( 1,2 mm )
sisa semen A = 72.617 gram
sisa semen B = 17.56 gram
72.617 gr
Ciri-ciri
Warna : kream
Bentuk : Tidak pecah
lebih keras & tidak
retak
Warna : kream
Bentuk : retak, tidak
pecah & lebih keras
Semen
Padat
(gr)
Semen
Gembur
(gr)
1666.5
1483.8
1236.5
1176.5
Semen
padatliteran
kosong (gr)
1437.2
1254.8
Semen
gemburliteran
kosong (gr)
1007.2
947.5
1437.2 gr
1437.2 gr / liter
1liter
1007.2 gr
1007.2 gr / liter
1liter
Semen B
Volume padat = 1483.8 gr 229 gr = 1254.8 gr
Berat volume padat =
1254.8 gr
1254.8 gr / liter
1liter
947.5 gr
947.5 gr / liter
1liter
beratair
x100%
beratsemen
semen B = 118.33 ml
air = 1 gram/ml
massa air semen A = 1 gr / cm3 x 96.67 cm3 = 96.67 gr
massa air semen A = 1 gr / cm3 x 118.33 cm3 = 118.33 gr
96.67 gr
118 .33 gr
x100% 39.443%
300 gr
penetrasiakhir
x100%
penetrasiawal
Semen A
Penetrasi Awal = 32
Penetrasi Akhir = 23
Prosentase pengikatan akhir semen A =
23mm
x100% 71.875%
32mm
Semen B
Penetrasi Awal = 30
Penetrasi Akhir = 30
Prosentase pengikatan akhir semen B =
30mm
x100% 100%
30mm
e. Kekekalan bentuk
Sebelum dikukus
Diameter (cm) Tebal (cm)
Semen A 12.461
2.385
Semen B 12.62
2.05
db da
x100%
Pemuaian otoklaf =
da
Sampel
da = diameter awal
Setelah dikukus
Diameter (cm) Tebal(cm)
12.478
2.328
12.616
2.171
db = diameter akhir
Pemuaian otoklaf semen A =
12.478cm 12.461cm
x100% 0.1364%
12,461cm
12.616cm 12.62cm
x100% 0.0316%
12.62cm
2. Pembahasan
Praktikum acara pertama ini mengenai Pengujian Semen Portland
dan Pengujian Kapur. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara-cara
pengujian dan penilaian semen Portland secara cepat. Semen Portland atau
biasa disebut semen adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus
yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker ( bahan ini terutama
terdiri dari silisikatsilikat kalsium yang bersifat hidrolis ), dengan batu gips
sebagai baham tambahan. Praktikum ini menggunakan 2 macam semen,
yaitu semen A dan semen B. Kedua semen ini belum dapat diketahui
kualitasnya, semen mana diantara keduanya yang paling baik untuk bahan
bangunan pertanian. Untuk mengetahui kualitas semen mana yang baik,
maka dilakukan pengujian dan penilaian terhadap keduanya. Pengujian dan
penilaian semen portland ini berdasarkan pada beberapa aspek yang
dijadikan acuan untuk menentukan kualitas dari semen yaitu pengujian
kehalusan dengan pengayakan, pengujian berat volume padat, pengujian
konsistensi normal, pengujian pengikatan awal, pengujian pengikatan semu,
dan pengujian kekekalan bentuk.
Pengujian yang dilakukan pertama kali adalah uji kehalusan dengan
pengayakan. Pada pengujian kehalusan dengan pengayakan ini digunakan
ayakan standar Tyler dengan ukuran lubang 1,2 mm dan 0,09 mm. Dari hasil
sisa ayakan 1.2mm tersebut diperoleh prosentase sisa semen A sebesar
72.617% dan pada semen B sebesar 17.56%. Untuk penggunaan ayakan
dengan lubang 0,09 mm diperoleh sisa hasil pengayakan semen A sebesar
2.73 gram dan semen B sebesar 3.3 gram. Sehingga diperoleh prosentase
untuk semen A sebesar 2.73% dan semen B sebesar 3.3%. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa semen B lebih halus daripada semen A. Jadi
ini menunjukkan bahwa semen B lebih baik daripada semen A.. Hal ini
dikarenakan makin halus butiran semen, maka luas permukaan butir untuk
suatu jumlah berat semen akan menjadi lebih besar. Makin besar luas
permukaan butir ini, makin banyak pula air yang dibutuhkan bagi
persenyawaannya. Hal ini juga berarti bahwa semakin halus butir-butir
semen maka akan menjadi lebih kuat dan panas hidrasi yang dilepaskan juga
makin cepat dari semen yang berbutir kasar.
Pengujian kedua ialah pengujian berat volume padat. Pengujian berat
volume ini dilakukan dengan menggunakan 2 variasi keadaan semen yaitu
pada saat semen dalam keadaan gembur dan semen dalam keadaan padat.
Semen A diperoleh berat volume gembur sebesar 1236.5 gram/liter dan
berat volume padat sebesar 1666.5 gram/liter. Sedangkan pada semen B
diperoleh berat volume gembur sebesar 1176.5 gram/liter dan berat volume
padat sebesar 1483.8 gram/liter. Berdasarkan teori yang ada jika cara
mengisinya padat, berat isinya dapat mencapai 1,5 kg/ltr. Jika cara
mengisinya gembur, berat isinya rendah yaitu sekitar 1,1 kg/ltr. Berdasarkan
hasil perhitungan tersebut yang paling mendekati dengan berat volume
teoritis ialah semen B. Sehingga dapat disimpulkan semen B lebih baik
daripada semen A. Tujuan dari pengujian berat volume ini adalah untuk
mengetahui komposisi yang baik dalam aplikasi pengunaan semen di
kehidupan kita. Berat gembur juga dapat menentukan berat jenis. Berat jenis
sangat penting untuk diketahui, karena semen portland yang berat jenisnya
lebih rendah dari ideal (3,10 3,30) akan menyebabkan tidak sempurnanya
pembakaran.
Pengujian yang ketiga adalah pengujian konsistensi normal.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan
semen, dimana hasilnya nanti dinyatakan dalam bentuk prosentase berat
terhadap berat semen. Dari hasil praktikum diketahui bahwa prosentase
massa air semen A sebesar 32.332%, lebih kecil daripada prosentase massa
air semen B, sebesar 39.443%. Jadi semen yang lebih baik adalah semen A.
Kelebihan air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen menjauh
sehingga hasilnya kurang kuat dan porous. Air kelebihan dari yang
diperlukan untuk proses hidrasi pada umumnya memang diperlukan pada
pembuatan beton, agar adukan beton atau mortar dapat bercampur dengan
baik, dapat diangkut dengan mudah dan mudah dikerjakan.
Pengujian keempat adalah pengujian pengikatan awal. Pengikatan
adalah suatu perubahan dari keadaan cair menjadi kaku. Dari hasil
praktikum dapat diketahui bahwa dalam waktu 15 menit bahan didiamkan,
semen A lebih cepat mengikat daripada semen B. Pada semen A dalam
waktu 15 menit telah mencapai penetrasi 40 mm sedangkan semen B dalam
waktu 15 menit baru mencapai penetrasi 34 mm. Jadi semen yang lebih baik
adalah semen A. Hal itu disebabkan karena proses pengikatan sebagai akibat
dari hidrasi selektif senyawa-senyawa semen. Jika senyawa-senyawa semen
tersebut masih murni (belum ada campuran), maka proses pengikatan juga
akan semakin cepat.
Pengujian pengikatan yang kelima adalah pengikatan semu.
Pengikatan semu adalah istilah untuk pengerasan yang tidak normal dari
semen dalam beberapa menit setelah dicampur dengan air. Pada pengujian
pengikatan semu menggunakan alat vicat. Alat vicat ini berfungsi untuk
mengetahui dalamnya penetrasi dari jarum terhadap bahan (dalam hal ini
adalah adonan semen). Semen yang lebih baik adalah semen B dengan
pengikatan semu sebesar 100% dan semen A sebesar 71.875%. Hal-hal
yang menyebabkan pengikatan semu antara lain yang pertama adalah
adanya hidrasi gypsum. Seharusnya gypsum berfungsi untuk menghambat
pengerasan, tetapi dalam kasus di atas justru mempercepat pengerasan. Yang
kedua adalah adanya kandungan alkali dalam semen. Selama penyimpanan
mungkin saja terjadi karbonansi dan terbentuk alkali karbonat. Yang ketiga
adalah adanya penyerapan kelembaban (lengas) oleh butir-butir semen
sehingga C3S mengalami aktivitas reaksi.
Pengujian terakhir yakni uji kekekalan bentuk. Pengujian dilakukan
dengan pengamatan dan pengukuran semen saat sebelum dikukus dan saat
setelah pengukusan. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengukur tingkat
kestabilan adonan semen. Dari pengukusan ini kita bisa melihat bagaimana
kualitas suatu semen, apakah melalui proses ini suatu semen dapat
mempertahankan bentuk, ukuran, maupun teksturnya atau tidak. Dari hasil
pengamatan, terlihat bahwa setelah proses pengukusan terjadi beberapa
perubahan pada kedua jenis semen. Baik itu perubahan dari segi bentuk,
kekerasan maupun fisik. Dari segi bentuk dapat dilihat bahwa diameter dan
ketebalan pada adonan semen A dan B mengalami perubahan. Berdasarkan
perhitungan hasil pengujian diperoleh pemuaian oktoklaf semen A sebesar
0.1364% atau tidak ada pemuaian sedangkan semen B pemuaian oktoklaf
F. Kesimpulan
1. Semen Portland atau biasa disebut semen adalah bahan pengikat
hidrolis
berupa
bubuk
halus
yang
dihasilkan
dengan
cara
G. Daftar Pustaka
Anonimous, 1982. Persyaratan Umum Bangunan di Indonesia (PUBI-1982),
Direktora Jendral, Cipta Karya, DPU, Bandung.
Idris, A . 1978 . Cement Bonded Particle Board sebagai Bahan Bangunan.
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan . Bandung .
Kusnadi, RM . 1989. Bab Teknologi Beton dan Baja Tulangan Beton.
Direktorat Jenderal Bina Marga, Pekerjaan Umum. Jakarta .
Margono. 1981. Mesin dan Instrumentasi 1. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Saroyo, Ir. 1982. Ringkasan Bangunan Pertanian I. UGM. Jogjakarta.