Anda di halaman 1dari 15

PENGUJIAN SEMEN PORTLAND

A. Latar Belakang
Bangunan pertanian secara fisik adalah semua bangunan dengan
berbagai macam tipe dan strukturnya, yang digunakan untuk proses produksi
di bidang pertanian dalam arti luas, meliputi bangunan untuk produksi
tanaman pertanian (rumah kaca, hidroponik, dan sebagainya), produksi ternak
(kandang dan sebagainya), bangunan untuk penyimpanan dan penanganan
pasca panen (gudang dan sebagainya), bangunan untuk menyimpan alat dan
mesin pertanian, perbengkelan, serta bangunan pertanian lainnya. Dalam suatu
bangunan pertanian, perlu diperhatikan aspek-aspek lingkungan mikro dan
pengendaliannya yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi dari bangunan
tersebut sesuai dengan tujuan dibangunnya. Aspek lingkungan tersebut
meliputi temperatur, kelembapan, cahaya, kualitas dan aliran udara, bau, hama
dan penyakit, dan sebagainya yang memengaruhi kenyamanan, produktivitas,
dan kualitas dan masa simpan suatu produk hasil pertanian. Dari sudut
pandang keteknikan, lingkungan dapat dikendalikan secara tertutup.
Lingkungan
pembelajaran

untuk

Bangunan

Pertanian

mempelajari

adalah

salah

bangunan-bangunan

satu
pertanian

metode
yang

fungsinya untuk menjaga atau meningkatkan produksi pertanian dari hal


kualitas maupun kuantitas. Dari berbagai bidang yang dicakup oleh pertanian
sudah dapat ditebak memiliki banyak tipe-tipe bangunan pertanian sesuai
dengan penggunaannya, bahkan dari keseluruhan bidang tersebut, tipe
bangunan satu dengan yang lain itu berbeda.
Perekayasaan lingkungan bangunan pertanian bisa melalui banyak
cara, salah satunya ialah dengan pemilihan bahan bangunan pertanian yang
sesuai. Dalam pembuatan bangunan pertanian, bahan yang digunakan sangat
mempengaruhi kualitas bangunan pertanian tersebut. Salah satu bahan yang
digunakan dalam pembuatan bangunan pertanian adalah bahan pengikat.
Bahan pengikat adalah bahan berupa bubuk yang apabila dicampur dengan air
akan mengeras secara berangsur-angsur. Salah satu jenis bahan pengikat

adalah semen portland. Semen portland ini mempunyai fungsi untuk


merekatkan butiran agregat agar terjadi suatu massa yang kompak dan padat.
Dalam praktikum ini akan di bahas lebih mendalam tentang semen Portland
dan pengaruhnya terhadap kualitas bangunan pertanian. Oleh karena itu,
praktikum pengujian semen portland ini sangat penting dan bermanfaat bagi
mahasiswa teknik pertanian yang nantinya akan berkecimpung dalam hal
rekayasa bangunan pertanian.
B. Manfaat dan Tujuan
1. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini ialah praktikan dapat mengetahui dan
memahami cara menguji kualitas dan karakteristik masing-masing jenis
semen.
2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini ialah untuk mengetahui cara-cara pengujian
dan penilaian semen portland secara cepat.
C. Tinjauan Pustaka
Bahan bangunan (beton/concrete) adalah konglomerat, material
seperti batuan yang merupakan gabungan dari tiga macam material
pembentuk, yaitu semen, air, dan agregat. Seringkali ditambahkan juga
material ke-empat untuk kegunaan tertentu, seperti mempercepat proses
pengeringan atau menambah kekerasan dan kegetasan bahan bangunan.
Kekuatan dan kualitas dari bahan bangunan tergantung pada kualitas dan
jumlah dari material yang digunakan (Watson, 1986).
Pada proses pembuatan bahan bangunan sering sekali digunakan
semen sebagai bahan bakunya. Pemakaian semen pada pembuatan bahan
bangunan selain sebagai isolator dan bahan pengawet serta dapat juga
digunakan untuk mengurangi sifat mudah terbakar dan mengurangi resiko
kebakaran (Idris, 1978).

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku yang
terdiri dari batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat
atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau
membatu pada pencampuran dengan air. Semen adalah suatu jenis material
yang mempunyai sifat daya perekat dan pengikat terhadap bahan-bahan yang
lain. Yang termasuk semen antara lain ialah gips, kapur, semen alam, semen
Portland, semen terak, semen puzolan dan semen alumnia (Margono, 1981).
Semen Portland adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus
yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri
dari silisikatsilikat kalsium yang bersifat hidrolis), dengan batu gips sebagai
baham tambahan. Bahan baku pembuatan semen adalah bahan-bahan yang
mengandung kapur, silika, alumina, oksida besi, dan oksida-oksida lain.
Fungsi dari semen portland adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar
terjadi suatu massa yang kompak dan padat, selain juga untuk mengisi
rongga-rongga di antara butiran agregat (Saroyo, 1982).
Menurut dengan tujuan pemakaiannya, secara umum semen dapat
diklasifikasikan menjadi sebagai berikut :
a. Jenis I: untuk konstruksi pada umumnya, dimana tidak

diminta

persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis lain.


b. Jenis II :

untuk

konstruksi

pada

umumnya,

terutama

bila

disyaratkan agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.


c. Jenis III: digunakan pada konstruksi yang menuntut persyaratan
kekuatan awal tinggi.
d. Jenis IV: digunakan pada konstruksi yang menuntut persyaratan
panas hidrasi rendah.
e. Jenis V : digunakan pada konstruksi yang menuntut persyaratan
sangat tahan pada sulfat.

Tabel 1 - Syarat-syarat fisika semen Portland standart


Uraian Jenis Semen Portland
1.
Kehalusan
Sisa di atas ayakan 0.09 mm maks. %

II

III

IV

10

10

10

10

10

280

280

280

280

280

60

60

60

60

60

10

10

10

10

10

berat
Dengan alat Blaine, luas permukaan
tiap satuan berat semen minimal
m/kg
2.

Waktu pengikatan dengan alat


Vicat:
Awal, min, menit
Akhir, maks, jam

3.

Waktu pengikatan dengan alat


Gillmore:
Awal, min, menit

Akhir, maks, jam


4.
Kekekalan:

Pemuaian dengan otoklaf, % maks.


0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
Adapun jenis dari semen yang biasanya ada di pasaran adalah semen yang
jenis I (Animious, 1982).
Jenis semen yang biasa digunakan di pasaran adalah semen jenis I.
Semen jenis ini mempunyai perkembangan kekuatan yang relatif cepat dan
konstan. Semen jenis III mempunyai perkembangan kekuatan sangat cepat,
tetapi setelah berumur tiga bulan perkembangan tersebut menurun drastis.
Semen jenis II dan IV mempunyai perkembangan kekuatan yang lebih lambat
daripada semen jenis I, tetapi dalam jangka waktu lama dihasilkan kekuatan
yang lebih tinggi sehingga sering digunakan pada daerah yang memerlukan
konstruksi khusus. Semen jenis IV mempunyai perkembangan kekuatan
sangat lamban (Kardiyono, 1988).
Kekuatan dari bahan bangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satu faktor yang berperanan besar adalah faktor air-semen. Faktor air-

semen ini adalah rasio perbandingan antara berat air terhadap berat semen
dalam campuran (Kusnadi, 1989).
Faktor air semen ini berbanding terbalik dengan kuat tekan beton.
Makin kecil faktor air-semen, maka kuat tekan pun meningkat pula. Namun
kenaikan ini akan mencapai nilai maksimum pada suatu nilai faktor air-semen
(faktor air-semen optimal). Kemudian, semakin banyak penurunan faktor airsemen makin kecil kuat tekan dan semakin mempersulit pengerjaan dalam
proses pencampuran (Tjokrodimuljo, 1996).
D. Data Hasil Pengamatan
1. Pengujian kehalusan dengan pengayakan (otomatis)
Berat awal = 100 gram
Sampel
Lubang
mesh
Semen A
( gr )
Semen B
( gr )

1 kali

2 kali

3 kali

Rata rata
(gram)
1,2
0,09

1,2

0,09

1,2

0,09

1,2

0,09

85.3

2.6

76.4

2.9

54.8

2.7

72.167

2.73

14.7

3.2

12.5

3.6

25.5

3.1

17.56

3.3

2. Pengujian berat volume padat dan gembur


Berat Literan kosong A = 229.3 gr, Berat Literan kosong B =229.3 gr
Jenis
Semen

Ulangan

1
2
3
Rata-Rata
1
Semen
2
B
3
Rata-Rata
Semen
A

Semen
Padat
(gr)
1653.7
1659.8
1686
1666.5
1511
1462.9
1477.5
1483.8

Semen
Gembur
(gr)
1218
1267.5
1224
1236.5
1177
1172.5
1180
1176.5

3. Pengujian konsistensi normal


Berat semen A dan B masing-masing = 300 gram

Lama Penetrasi = 30 detik


Volume air (ml)
Rerat
Sampel
1
2
3
a
Semen A 90 100 100 96.67
Semen B 139 40 105 118.33

Penetrasi (mm)
1

Rerata

9
11

10
10

11
10

10
10.3

4. Pengujian pengikatan awal


Berat semen A dan B masing-masing = 300 gram
Semen A dengan air = 400 gr
Semen B dengan air = 400 gr

Waktu
(menit)
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135

Semen A
Kedalaman
Penetrasi (mm)
1
2
Rerata
40.3 40.5 40.15
40
40
40
40
40
40
40
40
40
38
38
38
38
38
38
36
38
37
36
38
37
32
30
31
21
24
22.5

Waktu
(menit)
0
15
30
45
60

Semen B
Kedalaman
Penetrasi(mm)
1
2
Rerata
38
39
38.5
32
36
34
28
30
29
26
28
27
25
26
25.5

5. Pengujian pengikatan semu


Sampel
Semen A
Semen B

Volume
air (ml)
105
130

Massa
(gr)
300
300

Penetrasi
Awal (mm)
32
30

Penetrasi
akhir(mm)
23
30

6. Pengujian kekekalan bentuk


Diamater awal:

Semen B = 12.62 cm

Semen A = 12.461 cm

Tebal awal:

Persentase
Penetrasi (%)
139.1
150

Semen A = 2.385 cm

Semen B =2.05
cm

Setelah dikukus 2 jam


Sampel

Diameter (cm)
2
3
Rerata

Tebal (cm)
2
3
Rerata

Semen A 12.535 12.29

12.61

12.478 2.07 2.346 2.37

2.328

Semen B 12.795

12.455

12.616 2.13 2.145 2.24

2.171

12.6

E. Perhitungan dan Pembahasan


1. Perhitungan
a. Pengujian kehalusan dengan pengayakan
berat awal semen = 100 gram
Prosentasi jumlah sisa :

sisa
x100%
beratawal

Pengayakan ( 1,2 mm )
sisa semen A = 72.617 gram
sisa semen B = 17.56 gram
72.617 gr

semen A = 100 gr x100% 72.617%


17.56 gr

semen B = 100 gr x100% 17.56%


Pengayakan ( 0,09 mm )
sisa semen A = 2.73 gram
sisa semen B = 3.3 gram
2.73 gr

semen A = 100 gr x100% 2.73%


3.3 gr

semen B = 100 gr x100% 3.3%

Ciri-ciri
Warna : kream
Bentuk : Tidak pecah
lebih keras & tidak
retak
Warna : kream
Bentuk : retak, tidak
pecah & lebih keras

b. Pengujian berat volume padat dan gembur


Literan kosong A = 229,3 gram, Literan kosong B = 229 gram
Jenis
Sampel
Semen A
Semen B

Semen
Padat
(gr)

Semen
Gembur
(gr)

1666.5
1483.8

1236.5
1176.5

Semen
padatliteran
kosong (gr)
1437.2
1254.8

Semen
gemburliteran
kosong (gr)
1007.2
947.5

Pengujian berat volume padat


Berat 1 liter padat = berat ( semen + literan ) gr berat literan ( gr )
Pengujian berat volume gembur
Berat 1 liter gembur = berat (semen + literan) gr berat literan (gr)
Semen A
Volume padat = 1666.5 gr 229.3 gr = 1437.2 gr
Berat volume padat =

1437.2 gr
1437.2 gr / liter
1liter

Volume gembur = 1236.5 gr 229.3 gr = 1007.2 gr


Berat volume gembur =

1007.2 gr
1007.2 gr / liter
1liter

Semen B
Volume padat = 1483.8 gr 229 gr = 1254.8 gr
Berat volume padat =

1254.8 gr
1254.8 gr / liter
1liter

Volume gembur = 1176.5 gr 229 gr = 947.5 gr


Berat volume gembur =

947.5 gr
947.5 gr / liter
1liter

c. Pengujian konsistensi normal


Massa air = x V
Prosentasi massa air =

beratair
x100%
beratsemen

berat semen = 300 gram


semen A = 96.67 ml

semen B = 118.33 ml

air = 1 gram/ml
massa air semen A = 1 gr / cm3 x 96.67 cm3 = 96.67 gr
massa air semen A = 1 gr / cm3 x 118.33 cm3 = 118.33 gr
96.67 gr

Prosentasi massa air semen A = 300 gr x100% 32.223%


Prosentasi massa air semen B =

118 .33 gr
x100% 39.443%
300 gr

d. Pengujian pengikatan semu


Prosentase pengikatan akhir =

penetrasiakhir
x100%
penetrasiawal

Semen A
Penetrasi Awal = 32
Penetrasi Akhir = 23
Prosentase pengikatan akhir semen A =

23mm
x100% 71.875%
32mm

Semen B
Penetrasi Awal = 30
Penetrasi Akhir = 30
Prosentase pengikatan akhir semen B =

30mm
x100% 100%
30mm

e. Kekekalan bentuk
Sebelum dikukus
Diameter (cm) Tebal (cm)
Semen A 12.461
2.385
Semen B 12.62
2.05
db da
x100%
Pemuaian otoklaf =
da
Sampel

da = diameter awal

Setelah dikukus
Diameter (cm) Tebal(cm)
12.478
2.328
12.616
2.171

db = diameter akhir
Pemuaian otoklaf semen A =

12.478cm 12.461cm
x100% 0.1364%
12,461cm

Pemuaian otoklaf semen B =

12.616cm 12.62cm
x100% 0.0316%
12.62cm

2. Pembahasan
Praktikum acara pertama ini mengenai Pengujian Semen Portland
dan Pengujian Kapur. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara-cara
pengujian dan penilaian semen Portland secara cepat. Semen Portland atau
biasa disebut semen adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus
yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker ( bahan ini terutama
terdiri dari silisikatsilikat kalsium yang bersifat hidrolis ), dengan batu gips
sebagai baham tambahan. Praktikum ini menggunakan 2 macam semen,
yaitu semen A dan semen B. Kedua semen ini belum dapat diketahui
kualitasnya, semen mana diantara keduanya yang paling baik untuk bahan
bangunan pertanian. Untuk mengetahui kualitas semen mana yang baik,
maka dilakukan pengujian dan penilaian terhadap keduanya. Pengujian dan
penilaian semen portland ini berdasarkan pada beberapa aspek yang
dijadikan acuan untuk menentukan kualitas dari semen yaitu pengujian
kehalusan dengan pengayakan, pengujian berat volume padat, pengujian
konsistensi normal, pengujian pengikatan awal, pengujian pengikatan semu,
dan pengujian kekekalan bentuk.
Pengujian yang dilakukan pertama kali adalah uji kehalusan dengan
pengayakan. Pada pengujian kehalusan dengan pengayakan ini digunakan
ayakan standar Tyler dengan ukuran lubang 1,2 mm dan 0,09 mm. Dari hasil
sisa ayakan 1.2mm tersebut diperoleh prosentase sisa semen A sebesar
72.617% dan pada semen B sebesar 17.56%. Untuk penggunaan ayakan
dengan lubang 0,09 mm diperoleh sisa hasil pengayakan semen A sebesar
2.73 gram dan semen B sebesar 3.3 gram. Sehingga diperoleh prosentase
untuk semen A sebesar 2.73% dan semen B sebesar 3.3%. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa semen B lebih halus daripada semen A. Jadi

ini menunjukkan bahwa semen B lebih baik daripada semen A.. Hal ini
dikarenakan makin halus butiran semen, maka luas permukaan butir untuk
suatu jumlah berat semen akan menjadi lebih besar. Makin besar luas
permukaan butir ini, makin banyak pula air yang dibutuhkan bagi
persenyawaannya. Hal ini juga berarti bahwa semakin halus butir-butir
semen maka akan menjadi lebih kuat dan panas hidrasi yang dilepaskan juga
makin cepat dari semen yang berbutir kasar.
Pengujian kedua ialah pengujian berat volume padat. Pengujian berat
volume ini dilakukan dengan menggunakan 2 variasi keadaan semen yaitu
pada saat semen dalam keadaan gembur dan semen dalam keadaan padat.
Semen A diperoleh berat volume gembur sebesar 1236.5 gram/liter dan
berat volume padat sebesar 1666.5 gram/liter. Sedangkan pada semen B
diperoleh berat volume gembur sebesar 1176.5 gram/liter dan berat volume
padat sebesar 1483.8 gram/liter. Berdasarkan teori yang ada jika cara
mengisinya padat, berat isinya dapat mencapai 1,5 kg/ltr. Jika cara
mengisinya gembur, berat isinya rendah yaitu sekitar 1,1 kg/ltr. Berdasarkan
hasil perhitungan tersebut yang paling mendekati dengan berat volume
teoritis ialah semen B. Sehingga dapat disimpulkan semen B lebih baik
daripada semen A. Tujuan dari pengujian berat volume ini adalah untuk
mengetahui komposisi yang baik dalam aplikasi pengunaan semen di
kehidupan kita. Berat gembur juga dapat menentukan berat jenis. Berat jenis
sangat penting untuk diketahui, karena semen portland yang berat jenisnya
lebih rendah dari ideal (3,10 3,30) akan menyebabkan tidak sempurnanya
pembakaran.
Pengujian yang ketiga adalah pengujian konsistensi normal.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan
semen, dimana hasilnya nanti dinyatakan dalam bentuk prosentase berat
terhadap berat semen. Dari hasil praktikum diketahui bahwa prosentase
massa air semen A sebesar 32.332%, lebih kecil daripada prosentase massa
air semen B, sebesar 39.443%. Jadi semen yang lebih baik adalah semen A.
Kelebihan air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen menjauh

sehingga hasilnya kurang kuat dan porous. Air kelebihan dari yang
diperlukan untuk proses hidrasi pada umumnya memang diperlukan pada
pembuatan beton, agar adukan beton atau mortar dapat bercampur dengan
baik, dapat diangkut dengan mudah dan mudah dikerjakan.
Pengujian keempat adalah pengujian pengikatan awal. Pengikatan
adalah suatu perubahan dari keadaan cair menjadi kaku. Dari hasil
praktikum dapat diketahui bahwa dalam waktu 15 menit bahan didiamkan,
semen A lebih cepat mengikat daripada semen B. Pada semen A dalam
waktu 15 menit telah mencapai penetrasi 40 mm sedangkan semen B dalam
waktu 15 menit baru mencapai penetrasi 34 mm. Jadi semen yang lebih baik
adalah semen A. Hal itu disebabkan karena proses pengikatan sebagai akibat
dari hidrasi selektif senyawa-senyawa semen. Jika senyawa-senyawa semen
tersebut masih murni (belum ada campuran), maka proses pengikatan juga
akan semakin cepat.
Pengujian pengikatan yang kelima adalah pengikatan semu.
Pengikatan semu adalah istilah untuk pengerasan yang tidak normal dari
semen dalam beberapa menit setelah dicampur dengan air. Pada pengujian
pengikatan semu menggunakan alat vicat. Alat vicat ini berfungsi untuk
mengetahui dalamnya penetrasi dari jarum terhadap bahan (dalam hal ini
adalah adonan semen). Semen yang lebih baik adalah semen B dengan
pengikatan semu sebesar 100% dan semen A sebesar 71.875%. Hal-hal
yang menyebabkan pengikatan semu antara lain yang pertama adalah
adanya hidrasi gypsum. Seharusnya gypsum berfungsi untuk menghambat
pengerasan, tetapi dalam kasus di atas justru mempercepat pengerasan. Yang
kedua adalah adanya kandungan alkali dalam semen. Selama penyimpanan
mungkin saja terjadi karbonansi dan terbentuk alkali karbonat. Yang ketiga
adalah adanya penyerapan kelembaban (lengas) oleh butir-butir semen
sehingga C3S mengalami aktivitas reaksi.
Pengujian terakhir yakni uji kekekalan bentuk. Pengujian dilakukan
dengan pengamatan dan pengukuran semen saat sebelum dikukus dan saat
setelah pengukusan. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengukur tingkat

kestabilan adonan semen. Dari pengukusan ini kita bisa melihat bagaimana
kualitas suatu semen, apakah melalui proses ini suatu semen dapat
mempertahankan bentuk, ukuran, maupun teksturnya atau tidak. Dari hasil
pengamatan, terlihat bahwa setelah proses pengukusan terjadi beberapa
perubahan pada kedua jenis semen. Baik itu perubahan dari segi bentuk,
kekerasan maupun fisik. Dari segi bentuk dapat dilihat bahwa diameter dan
ketebalan pada adonan semen A dan B mengalami perubahan. Berdasarkan
perhitungan hasil pengujian diperoleh pemuaian oktoklaf semen A sebesar
0.1364% atau tidak ada pemuaian sedangkan semen B pemuaian oktoklaf

sebesar 0.0361 %. Tanda negatif tersebut disebabkan karena semen A


mengalami penyusutan setelah pengukusan. Dari segi fisik terlihat bahwa
pada semen A bertekstur halus dan lebih tebal sedangkan pada semen B
retak-retak dan berongga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semen A lebih
baik daripada semen B.
Berdasarkan serangkain pengujian yang telah dilakukan untuk
menentukan kualitas semen berdasarkan pada pengamatan dan perhitungan
secara keseluruhan diperoleh bahwa kualitas semen A lebih baik daripada
semen B dan semen A memenuhi syarat sifat fisik standar semen Portland.
Pengambilan keputusan ini didasarkan pada beberapa aspek, yaitu uji
kehalusan dengan pengayakan, uji berat volume padat, uji konsistensi
normal, uji pengikatan awal, uji pengikatan semu, dan uji kekekalan bentuk
dari dua macam semen (semen A dan semen B).

F. Kesimpulan
1. Semen Portland atau biasa disebut semen adalah bahan pengikat
hidrolis

berupa

bubuk

halus

yang

dihasilkan

dengan

cara

menghaluskan klinker ( bahan ini terutama terdiri dari silisikatsilikat


kalsium yang bersifat hidrolis ), dengan batu gips sebagai baham
tambahan.

2. Pada pengujian kehalusan dengan pengayakan diperoleh kualitas


semen B lebih baik daripada semen A. Dilihat dari sisa pengayakan
semen B yang lebih sedikit dibandingkan dengan semen A.
3. Pengujian berat volume diperoleh kualitas semen A lebih baik
daripada semen B. Berat volume padat dan gembur semen B lebih
besar dibandingkan semen A.
4. Pada pengujian konsistensi normal diperoleh semen A dan B dapat
mencapai konsistensi normal. Kualitas semen A lebih baik
dibandingkan semen B.
5. Pada pengujian pengikatan awal diperoleh A dan B telah mencapai
pengikatan awal.
6. Pada pengujian pengikatan semu diperoleh semen A dan B telah
mencapai pengikatan semu. Semen B lebih baik daripada semen A.
7. Pengujian kekekalan bentuk diperoleh bahwa pemuaian oktoklaf pada
kedua semen A lebih besar dari semen B sehingga semen A memiliki
ketahanan lebih baik daripada semen B.
8. Secara pengujian keseluruhan, kualitas yang dipunyai semen A lebih
baik daripada semen B. Jadi semen A lebih bagus digunakan sebagai
bahan bangunan pertanian.

G. Daftar Pustaka
Anonimous, 1982. Persyaratan Umum Bangunan di Indonesia (PUBI-1982),
Direktora Jendral, Cipta Karya, DPU, Bandung.
Idris, A . 1978 . Cement Bonded Particle Board sebagai Bahan Bangunan.
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan . Bandung .
Kusnadi, RM . 1989. Bab Teknologi Beton dan Baja Tulangan Beton.
Direktorat Jenderal Bina Marga, Pekerjaan Umum. Jakarta .
Margono. 1981. Mesin dan Instrumentasi 1. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Saroyo, Ir. 1982. Ringkasan Bangunan Pertanian I. UGM. Jogjakarta.

Tjokrodimuljo, K. 1996. Teknologi Beton. Jurusan Teknik Sipil, FT UGM .


Jogjakarta .
Watson. 1986. Construction Materials and Processes. McGraw-Hill, Inc .
New York .
H. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai