A. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan di mana bayi lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan
hipoksia dan hiperapnu. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan
PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2 Meningkat) dan asidosis.
Asfiksia neonatorum ialah keadaann di mana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan
CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan
otak atau kehamilan. Asfiksia juga dapat mempengaruhi organ vital lainnya. (Sarwono
Prawiroharjo, 2002).
B. ETIOLOGI
Secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
4.
a.
b.
5.
a.
b.
dari ibu ke janin pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. (Towel :
1996).
Faktor faktor yg mempengaruhinya :
Faktor Ibu
Hipoksia ibu
Usia < 20 tahun atau > 30 tahun
Gravid 4 atau lebih
Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas ke janin, misalnya
hipertensi, gangguan kontraksi uterus, dan lain-lain.
Demam selama persalinan
Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan)
Faktor Plasenta
Plasenta tipis
Plasenta kecil
Plasenta tidak menempel
Solusio plasenta dan prolapsus plasenta
Perdarahan plasenta
Faktor Janin
Prematur
IUGR
Gameli
Tali pusat menumbung
Kelainan Konginetal
Disproporsi sefalopelvik
Faktor Persalinan
Partus lama
Partus tindakan
Faktor Umbilikal
Prolaps tali pusat
Lilitan tali pusat.
C. PATOFISIOLOGI
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan
iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. faktor ini
yang berperan pada kejadian asfiksia.
D. KLASIFIKASI ASFIKSIA
Jenis-jenis asfiksia ada 2 macam :
1. Asfiksia lipida (biru)
2. Asfiksia palida (putih)
Perbedaan Asfiksia Palida dengan Asfiksia Lipida adalah :
Perbedaan
Asfiksia Palida
Asfiksia Lipida
Warna kulit
Pucat
Kebiru-biruan
Tonus otot
Sudah kurang
Masih baik
Reaksi rangsangan Negatif
Positif
Tidak teratur
Masih teratur
Bunyi jantung
Jelek
Lebih baik
Prognosis
E. GEJALA DAN TANDA
Gejala dan tanda-tandanya adalah :
1. Pernafasan cuping hidung
2. Pernafasan cepat
3. Nadi cepat
4. Sianosis
5. Nilai APGAR kurang dari 6
F. DIAGNOSA
Setelah bayi lahir :
1. Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan
2. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala, neurologi seperti kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik atau tidak menangis.
3. Untuk menemukan asfiksia pada BBL dilakukan penilaian APGAR skor.
Tingkat/derajat asfiksia yang dialami bayi adalah sebagai berikut:
SCORE
0
1
A : Appereance
(warna kulit) Biru
Tubuh
pucat
kemerahan
ektstremitas
biru
P : Pulse (denyut nadi)
Tidak
<
100
ada
kali/menit
G : Grimace (reflek)
Tidak
Gerak sedikit
ada
A : Activity (tonus
otot)
Lumpuh Ektstremitas
fleksi
2
Seluruh
tubuh
kemerahan
>
100
kali/menit
Menangis,
batuk bersin
Gerakan aktif
R :
Respiration
(pernafasan)
Tidak
ada
Sedikit
Teratur,
lemah, Tidak menangis
teratur
kuat
Nilai APGAR :
03 :
Asfiksia Berat
46 :
Asfiksia Sedang
7 10 :
Asfiksia Ringan/Normal
G.
1.
2.
3.
PROGNOSA
Asfiksia ringan/normal prognosanya baik.
Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat, prognosa baik.
Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama atau kelainan syaraf
permanen, asfiksia dengan ph 6,9 dapat menyebabkan kejang, koma dan kelainan
neurologis yang permanen, misalnya palsicerebral, retertadimental.
H.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
MANIFESTASI KLINIS
Respon buruk pada usaha resusitasi
Hipoksia
Hiperkarbia
Asidosis metabolik atau respiratorik
Usaha bernafas minimal atau tidak ada
Kejang
Perubahan fungsi jantung
Kegagalan sistem multi organ
I. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan Umum
Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lender mudah mengalir,
bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lender dari saluran nafas
yang lebih dalam.
Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan
bernafas dengan cara menepuk-pekuk kaki bayi, mengelus dada, perut atau pinggang.
Mempertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan dengan cara :
membungkus bayi dengan kain kering, badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan
memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan
tubuhnya.
2. Tindakan Khusus
Asfiksia Berat
Berikan
dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. Dapat
dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan
. Tekanan
yang
diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan massage
jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 100 x/menit.
Asfiksia Sedang/Ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lender, rangsang nyeri) selama 30 60 detik. Bila gagal
lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1 2 menit yaitu : kepala bayi ekstensi
maksimal beri
1 2 L/menit melalui kateter dalam hidung, buka mulut dan hidung
serta gerakan dagu ke atas bawah secara teratur 20 x/menit.
Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Apabila nilai APGAR dala menit ke 5 sudah baik (7 10) lakukan perawatan
selanjutnya sebagai berikut.
Membersihkan badan bayi
Merawat tali pusat
Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat
Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan
Memasang pakaian bayi
Memasang pening
4.
a.
b.
c.
d.
e.
5.
a.
b.
c.
d.
Menjelaskan pentingnya :
Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun
Makanan bergizi pada ibu
Makanan tambahan buat bayi di atas usia 4 bulan
Mengikuti program KB sesegera mungkin
DAFTAR PUSTAKA
Muchtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Prawihardjo, Sarwono. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta
:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Prawihardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.
Stright, Barbara R. 2005. Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC.
RESUSITASI NEONATUS
Pendahuluan
Diperkirakan 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk bernapas pada saat lahir
dan 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensif. Penilaian awal saat lahir harus
dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal itu ialah: apakah bayi cukup bulan, apakah
bayi menangis atau bernapas, dan apakah tonus otot bayi baik. Jika bayi lahir cukup
bulan, menangis, dan tonus ototnya baik, bayi dikeringkan dan Dipertahankan tetap
hangat. Hal ini dilakukan dengan bayi berbaring di dada ibunya dan tidak dipisahkan dari
ibunya. Bayi yang tidak memenuhi kriteria tersebut, dinilai untuk dilakukan satu atau
lebih tindakan secara berurutan di bawah ini:
A. Langkah awal stabilisasi (memberikan kehangatan, membersihkan jalan napas jika
diperlukan, mengeringkan, merangsang)
B. Ventilasi
C. Kompresi dada
D. Pemberian epinefrin dan/atau cairan penambah volume
Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk melengkapi langkah awal,
menilai kembali, dan memulai ventilasi jika dibutuhkan. Penentuan ke langkah berikut
didasarkan pada penilaian simultan dua tanda vital yaitu pernapasan dan frekuensi denyut
jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP) atau setelah pemberian oksigen
tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu frekuensi denyut jantung, pernapasan,
dan status oksigenasi.
Setelah publikasi tahun 2005, telah diidentifikasi beberapa kontroversi dan pada tahun
2010 dibuat kesepakatan. Berikut ini adalah rekomendasi utama untuk resusitasi
neonatus:
Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan dua tanda vital
yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan. Oksimeter digunakan untuk
menilai oksigenasi karena penilaian warna kulit tidak dapat diandalkan.
Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan dengan udara
dibanding dengan oksigen 100%.
Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya pengisapan
trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban bercampur mekonium, bahkan
pada bayi dalam keadaan depresi (lihat keterangan pada Langkah Awal).
Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus kecuali jika diketahui
adanya penyebab jantung. Pada kasus ini rasio lebih besar dapat dipertimbangkan.
Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup bulan atau
mendekati cukup bulan dengan perkembangan kearah terjadinya ensefalopati
hipoksik iskemik sedang atau berat, dengan protokol dan tindak lanjut sesuai
panduan.
Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi yang
tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk merekomendasikan lama
waktu untuk penjepitan talipusat pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Langkah Awal
Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan bayi di bawah
pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk
membuka jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan
stimulasi napas.
Membersihkan jalan napas:
a. Jika cairan amnion jernih.
Pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya
dilakukan bagi bayi yang mengalami obstruksi napas dan yang memerlukan VTP.
b. Jika terdapat mekonium.
Bukti yang ada tidak mendukung atau tidak menolak dilakukannya pengisapan
rutin pada bayi dengan ketuban bercampur mekonium dan bayi tidak bugar atau
depresi. Tanpa penelitian (RCT), saat ini tidak cukup data untuk
merekomendasikan perubahan praktek yang saat ini dilakukan. Praktek yang
dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal pada bayi dengan pewarnaan
mekonium yang tidak bugar. Namun, jika usaha intubasi perlu waktu lama
dan/atau tidak berhasil, ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama
jika terdapat bradikardia persisten.
Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian oksigen
Tatalaksana oksigen yang optimal pada resusitasi neonatus menjadi penting karena
adanya bukti bahwa baik kekurangan ataupun kelebihan oksigen dapat merusak bayi.
Persentil oksigen berdasarkan waktu dapat dilihat pada gambar algoritma.
Penggunaan oksimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika:
Resusitasi diantisipasi
Sianosis menetap
Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan mekonium dan tidak bugar.
Jika ventilsi dengan balon-sungkup tidak efektif atau memerlukan waktu lama.
Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika kongenital atau bayi berat lahir
amat sangat rendah.
Kompresi dada
Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit
setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus, rasio
kompresi:ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus
dinilai secara periodik dan kompresi ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut
jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
Medikasi
Obat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun, jika frekuensi
denyut jantung kurang dari 60 per menit walaupun telah diberikan ventilasi adekuat
dengan oksigen 100% dan kompresi dada, pemberian epinefrin atau pengembang volume
atau ke duanya dapat dilakukan.
Epinefrin
Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena dengan dosis intrvena 0,01
0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 1,0 mg/kg dapat dipertimbangkan sambil
menunggu akses vena didapat, tetapi efektifitas cara ini belum dievaluasi. Konsentrasi
epinefrin yang digunakan untuk neonatus ialah 1:10.000 (0,1 mg/mL).
Pengembang volume
Pengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau diduga kehilangan darah dan
frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukkan respon adekuat terhadap upaya
resusitasi lain. Kristaloid isotonik atau darah dapat diberikan di ruang bersalin. Dosis 10
mL/kg, dapat diulangi.
Perawatan pasca resusitasi
Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda vital normal, mempunyai
risiko untuk perburukan kembali. Oleh karena itu setelah ventilasi dan sirkulasi adekuat
tercapai, bayi harus diawasi ketat dan antisipasi jika terjadi gangguan.
Nalokson
Nalokson tidak diindikasikan sebagai bagian dari usaha resusitasi awal di ruang bersalin
untuk bayi dengan depresi napas.
Glukosa
Bayi baru lahir dengan kadar glukosa rendah mempunyai risiko yang meningkat untuk
terjadinya perlukaan (injury) otak dan akibat buruk setelah kejadian hipoksik iskemik.
Pemberian glukosa intravena harus dipertimbangkan segera setelah resusitasi dengan
tujuan menghindari hipoglikemia.
Hipotermia untuk terapi
Beberapa penelitian melakukan terapi hipotermia pada bayi dengan umur kehamilan 36
minggu atau lebih, dengan ensefalopatia hipoksik iskemik sedang dan berat. Hasil
penelitian ini menunjukkan mortalitas dan gangguan perkembangan neurologik yang
lebih rendah pada bayi yang diberi terapi hipotermia dibanding bayi yang tidak diberi
terapi hipotermia. Penggunaan cara ini harus menuruti panduan yang ketat dan dilakukan
di fasilitas yang memadai.
Penghentian resusitasi
Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10
menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10
menit.
RUJUKAN:
1. Wyllie J, et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International Consensus on
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science with
Treatment Recommendations. Resuscitation 2010;81S:e260-e287.
and
Emergency
DEFENISI
Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue. Dengue Shock
Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang
menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis,
karena 30-50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir
dengan kematian terutama bila tidak ditangani sevara dini dan adekuat.
ETIOLOGI
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan
kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain.
Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi
sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada
siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita
seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis.
INSIDEN
Suat penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (1973-1978) mendapatkan bahwa
penderita DSS terutama pada golongan umur 1-4 tahun (46,5%), sedang wong (1973) dari
singapura melaporkan pada umur 5-10 tahun dan di Manadoterutama dijumpai pada umur
6-8 tahun kemudian pada tahun 1983 didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun.
Tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin tetapi kematian lebih banyak ditemukan
pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Jumlah penderita DBD/DHF yang
mengalami renjatan berkisar antara 26-65%, dimana Sumarmo dkk. (1985) mendapatkan
63%, Kho dkk. (1979) melaporkan 50%, Rampengan (1986) melaporkan 59,4%
sedangkan WHO (1973) melaporkan 65,45% dari seluruh penderita demam berdarah
dengue yang dirawat. (2)
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya
peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat
terjadinya perembesan plasma dan elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan
masuk kedalam ruang interstitial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia dan efusi cairan ke rongga serosa. Pada penderita dengan renjatan berat
maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih 30 % dan berlangsung selama
24-48 jam. Renjatan hipovolemi ini bila tidak segera diatasi maka dapat mengakibatkan
anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi pergeseran ion kalium intraseluler
ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot jantung dan
venous pooling, sehingga lebi lanjut akan memperberat renjatan. Sebab lain kematian
penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah
renjatan
berlangsung
lama
dan
tidak
diatasi
adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai terendah pada masa renjatan.
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin
memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin
norma. Beberapa factor pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X
dan fibrinogen.
d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation
DIC).
MANIFESTASI KLINIS
Clouding of sensorium
Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
Nyeri perut
Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis,
hematemesis, melena, hematuri, dan hemoptisis.
e. Trombositopenia berat
f. Adanya pleural efosion pada toraks foto
g. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif,yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DB dapat
berobat jalan,sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada umunya terjadi
pada
hari
ke-3.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,anoreksia dan
muntah. Pasien perlu diberi minum banyak,50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air
teh dengan gula,sirup,susu,sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat
diatasi,berikan cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hipererksi
dapat diatasi dengan antipiretik,dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan
alkohol 70%.Parasetanol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 1015mg/kgBB/kali.
Penanganan
Syok
Dalam keadaan renjatan berat diberikan cairan ringer laktat secara cepat selama 30
menit,apabila tidak teratasi dapat diganti dengan koloid 10-20ml/kgBB/jam,dengan
jumlah maksimal 30 ml/kgBB,akan tetapi bila masih belum berhasil diduga telah terjadi
perdarahan,maka dianjurkan pemberian tranfusi darah segar.Apabila kadar Ht tetap >40
vol%,berikan darah sebanyak 10ml/kgBB/jam,tapi bila perdarahan masif berikan
20ml/kgBB. Bila renjatan tidak berat,maka berikan cairan dengan kecepatan
20ml/kgBB/jam. Bila renjatan sudah diatasi,nadi sudah teraba,amplitudo nadi cukup
besar,tekanan sistolik 80mmHg atau lebih,maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi
10ml/kgBB/jam.Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala
klinik dan nilai hematokrit yang diperiksa periodik.Evaluasi klinis,nadi,tekanan
darah,pernafasan,suhu dan pengeluaran urin dilakukan lebih sering. Penyulit-penyulit
1.
2.
3.
4.
Perdarahan massif
Kegagalan pernapasan akibat udema parau atau kolaps paru
Ensefalopati dengue
Kegagalan jantung
PENCEGAHAN
Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe
virus bisa mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe
ternyata meningkatkan resiko terjadinya penyakit yang serius. Saat ini sedang dicoba
Kejang
Tiba-tiba
Detik/menit
Sering terganggu
Sering
Sinkron
Selalu
Sering
Selalu
Gerakan tetap ada
Jarang
Jarang
Hampir selalu
Selalu
selalu
Menyerupai
kejang
Mungkin gradual
Beberapa menit
Jarang terganggu
Jarang
Asinkron
Jarang
Sangat jarang
Jarang
Gerakan hilang
Hampir selalu
Selalu
Tidak pernah
Hampir tidak pernah
jarang
KLASIFIKASI
Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu
ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah
berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure
[ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel
2.
Klasifikasi
kejang
I.
Kejang parsial (fokal, lokal)
A. Kejang fokal sederhana
B. Kejang parsial
kompleks
C. Kejang parsial yang menjadi umum
II.
Kejang umum
A. Absens
B. Mioklonik
C. Klonik
D. Tonik
E. Tonik-klonik
F. Atonik
III.
Tidak dapat diklasifikasi
ETIOLOGI
Langkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah
kejang adalah mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab
kejang sangat menentukan untuk tatalaksana selanjutnya, karena kejang
dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun etiologi kejang yang
tersering pada anak dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Penyebab tersering kejang pada anak
Kejang demam
Infeksi: meningitis, ensefalitis
Gangguan
metabolik:
hipoglikemia,
hiponatremia,
hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin,
gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan
Trauma kepala
Keracunan: alkohol, teofilin
Penghentian obat anti epilepsi
Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan
intrakranial, idiopatik
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan
yang baik dipelrukan untuk memilih
fissi
pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis
dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian
mencari kemungkinan adanya fakot r pencetus atau penyebab kejnag.
Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera
akibat kejang.
Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda
trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi,
atau adanya kelainan neurologis
fokal.
Bila
terjadi penurunan
kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab.
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada
anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi
lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan
penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada
pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung
jenis.
TATALAKSANA
Status epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang
mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin lama
kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu
tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang
dan mencegah terjadinya status epileptikus.
Penghentian kejang:
0 - 5 menit:
- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik
- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan,
berikan oksigen
- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum
dan neurologi secara cepat
- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi
5 10 menit:
- Pemasangan akses intarvena
- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit
- Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal
0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).
Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu dua kali setelah 5
10 menit..
- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.
10 15 menit
- Cenderung menjadi status konvulsivus
- Berikan fenitoin 15 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%
- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai
maksimum dosis 30 mg/kgbb.
30 menit
- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10
mg/kg dengan interval 10 15 menit.
- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah,
elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi
tanda
-tanda depresi pernafasan.
- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan
intensif
Penanganan kejang bisa dilihat pada algoritma penanganan kejang sebagai berikut:
KEJANG
atau
DIAZEPAM(iv)
0,3-0,5 MG/KG (maks. 20 mg)
DIAZEPAM (rektal
5 mg (BB<10kg)
10 mg (BB>10kg
0-5 menit
KEJANG (-)
KEJANG (+)
(A) Diulang interval 5 menit
5-10 menit
KEJANG (+)
KEJANG (-)
Fenitoin: 12 jam kemudian
5-7 mg/kgbb
10-15menit
KEJANG (-)
Fenobarbital 12 jam kemudian
3-4 mg/kgbb
KEJANG (+)
ICU Midazolam:
0,2 mg/kgbb Fenobarbital:
5-10 mg/kgbb
Daftar Pustaka
1. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine.
Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oskis
pediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 566-89.
2. Roth HI, Drislane FW. Seizures. Neurol Clin 1998; 16:257-84.
3. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie JM, Chadwick DW. An Atlas of
epilepsy. Edisi ke-1. New York: The Parthenon Publishing Group, 1998. h.
15-23.
4. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam: Kandel ER, Scwartz JH,
Jessel TM, ed. Principal of neural science. New York: MCGraw-Hill,
2000. h. 940-55.
5. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of epileptogenesis. Neurol Clin
North Am 2001; 19:237-50.
6. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin
North Am 2001;48:683-94.
7. Commission on Classification and Terminology of the Internaitonal
League Against Epilepsy. Propsoal for revised clinical and
electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia
1981; 22:489-501.
8. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based emergency medicine;
Evaluatin and diagnostic testing evaluation of the patient with seizures; An
evidence based approach. Em Med Clin North Am 1999; 20:285-9.
9. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W.
The treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child
2000; 83:415-19.
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang
mengalami kejang demam.
3. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti.
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang
demam,yaitu:
1. Demamnya sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak
diketahui atau ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor diatas
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang
demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak
sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi
pertusis (DPT) dan morbili (campak).
Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada
297 penderita kejang
Jumlah penderita
100
91
tengah)
Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)
22
44
17
38
12
1
1
66
4. PATOFISIOLOGI
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa
faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi
rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
a.Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
b.
Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c.Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
5. MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih
(rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik.
Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan
disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari
8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri
setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak
capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk
sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis.
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat
fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh
sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi
pada kejang demam yang pertama.
6. DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang
telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf
Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang
demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak
didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.
Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula
tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau
radang otak (ensefalitis).
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan
dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang
mempunyai nilai prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari.
Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
7. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Saat Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/ Kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/ menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat praktis yang dapat diberikan oleh orang tua dirumah adalah diazepam
rectal. Efek samping berupa depresi pernafasan jarang ditemukan bila diberikan
secara rectal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/ kg atau diazepam rektal 5
mg untuk anak dengan berat badan < 10 Kg dan 10 mg untuk anak dengan berat
badan > 10 Kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibwah usia 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2
kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, pasien dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila
kejang tetap belum berhanti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 1020 mg/ Kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ Kg/ menit atau kurang dari 50 mg/ menit.
Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya diberikan 12 jam setelah dosis awal dengan
dosis 4-8 mg/ kg/ hari. Bila dengan pemberian fenitoin kejang masih belum berhenti
pasien harus dirawat di ruang intensif.
Lorazepam tidak dianjurkan sebab meskipun digunakan secara rektal,
memerlukan waktu hingga 45 menit untuk di absorbsi.
b. Penatalaksanaan Demam
dalam mulut.
Ukur suhu tubuh, observasi bentuk kejang dan lama waktu kejang
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, biasanya terjadi
pada kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
e. Kejang demam kompleks
Bila terdapat seluruh faktor diatas, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%. Sedangkan bila tidak terdapat salah satu faktor diatas, kemungkinan
berulangnya kejang demam adalah 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam
paling besar pada satu tahun pertama setelah kejang.
Anak dengan kejang demam sederhana memiliki resiko yang sama untuk
mengalami epilepsi sebelum usia 7 tahun dengan populasi umum yaitu 1%. Faktor resiko
terjadi epilepsi meningkat di kemudian hari apabila :
a.
b.
c.
d.
Kelainan neurologis atau gangguan perkembangan yang jelas sebelum kejang pertama
Kejang demam kompleks
Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
kejang demam sederhana sebelum usia 9 bulan.
Masing-masing faktor resiko meningkat kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-
6%. Kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi
10-49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat
rumatan pada kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro Hd, Widodo Dp, Ismael S. Konsesus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006
2. Ismael S. Kppik-Xi, 1983; Soetomenggolo Ts. Buku Ajar Neurologi Anak 1999.
3. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan
Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005
Lebih dari sekadar dokumen.
Temukan segala yang ditawarkan Scribd, termasuk buku dan buku audio dari penerbit-penerbit terkemuka.
Batalkan kapan saja.