Anda di halaman 1dari 7

Gangguan Somatisasi- Gejala Klinis dan Penatalaksanaan

Mohamad Hafiz Bin Mohd Azmi


102012480
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
hafizchino@gmail.com

Pendahuluan
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition, Text
Revision (TSM-IV-TR) gangguan somatisasi adalah sindroma polisimptomatik dengan gejala
fisik yang idiopatik yang datang dari beberapa organ dan sistem dan menyebabkan distress dan
disabilitas yang berat pada individu. Pasien sering datang dengan keluhan dan sejarah medis
yang panjang dan sering disertai dengan kejadian yang buruk dalam hidupnya. Pasien juga boleh
datang dengan keluahan psikiatrik lain, termasuk cemas, dan ganggguan penggunaan bahan
terlarang. Walaupun terdapat hubungan antara gejela psikologi dan fisik dalam gangguan ini,
pasien akan fokus terhadap komponen fisik gangguan tersebut dan tidak dapat menerima etiologi
psikologik dan juga diagnosis psikiatriknya.1
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ
III) gangguan somatisasi termasuk salah satu gangguan somatoform dengan pedoman
diagnosisnya sebagai berikut:2
a. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun;
b. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhanya;
c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya dimasyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhan dan dampak dari penyakitnya.
Pembahasan
Rumusan Masalah
Seorang perempuan berusia 51 tahun dengan keluhan rasa tidak enak di perut, kembung,
terasa naik ke atas sehingga merasa sesak, rasa sakit di dada kiri yang menyebar ke bagian

kanan, dan rasa pegal di leher dan kesemutan di tungkai atas sampai ke dua belah kaki yang
sudah berlangsung selama satu tahun yang lalu.
Analisa Masalah
Anamnesis
Ketika pasien datang ke rumah sakit, dapat ditanyakan beberapa perkara
mengenai maksud kedatangannya datang seperti:
a) Keluhan utama: Gejala bermacam-macam dan banyak. Palaing sering
dikeluhkan adalah gangguan gastrointestinal dan neurologik seperti mual
muntah, sakit lambung, parestesi, nyeri dan lain-lain (Sejak kapan terjadi,
kualitas nyerinya, muntahnya berapa kali sehari dan lain-lain.)
b) Riwayat penyakit dahulu: Adakah pasien pernah mengalami keadaan
seperti itu sebelum ini? Biasanya dalam gangguan somatisais, gejalagejala ini telah timbul lama.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga: Apakah ahli keluarga pernah mengalami
sakit yang sedemikian?
Diagnosa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan hasil patologis yang sesuai dengan
keluhannya. Dalam pemeriksaan penunjang juga tidak terdapat sebarang abnormalitas.
Diagnosa kerja
Kriteria diagnosis gangguan somatisasi berdasarkan DSM IV:1,3
A. Riwayat banyak keluhan fisik dengan onset sebelum usia 30 tahun yang
terjadi selama periode beberapa tahun dan menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi
sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang
terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan.
1. Empat gejala nyeri: Riwayat nyeri yang berhubungan dengan
sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlebihan (misalnya: kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama
miksi).
2. Dua gejala gastrointestinal: Riwayat sekurangnya dua gejala
gastrointestinal selain dari nyeri (misalnya: mual, kembung, muntah selain dari kehamilan, diare,
atau intoleransi terhadap berbagai jenis makanan).

3. Satu gejala seksual: Riwayat sekurangnya satu gejala seksual


atau reproduksi selain dari nyeri (misalnya: indiferensi seksual, disfungsi erektil, atau ejakulasi,
menstruasi yang tidak teratur, perdaraahan menstruasi yang berlebih, muntah sepanjang
kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: Riwayat sekurangnya satu gejala
atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguaan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat,
sulit menelan atau benjolan ditenggorokan, retensi urin, hilangnya sensasi sentuh atau nyeri,
pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia atau hilangnya
kesadaran selain pingsan).
C. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau pura-pura).
Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III:2,
1. Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan
adanya kelainan fisik yang sudah berlangsung sekitar 2 tahun.
2. Selalu tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa
dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
3. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya
Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis nonpsikiatrik yang dapat menjelaskan gejala
pasien. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis multiple, miastenia gravis, lupus eritematosus
sistemik kronis. Selain itu juga harus dibedakan dari gangguan depresi berat, gangguan cemas
(anxietas), gangguan hipokondrik dan skizofrenia dengan gangguan waham somatik.
Diagnosa banding
Hipokondria
Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan
menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak
ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi
dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali
menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah
takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.1,3
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa
simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang
mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung.Gangguan ini paling sering muncul antara
usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun.

Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan


simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan
sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi
yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan
hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan hal-hal yang
mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan
ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta
nyeri.2 Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri,
misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut
kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan
yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain,
terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.
Depresi
Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi
kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih,
murung, kesal, tidak bahagia dan menderita.2 Individu umumnya menggunakan istilah depresi
untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak
mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. Individu yang menderita depresi aktifitas fisiknya
menurun, berpikir sangat lambat, kepercayaan diri menurun, semangat dan minat hilang,
kelelahan yang sangat, insomnia, atau gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan,
rasa sesak didada, hingga keinginan untuk bunuh diri.
Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan motorik yang serba
lamban (retardasi psikomotor), fungsi kognitif (aktifitas mental emosional untuk belajar,
mengingat, merencanakan, mencipta, dan sebagainya) terganggu.4 Jadi depresi mencakup dua hal
kesadaran yaitu menurunnya aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan perilaku orang
yang depresi berbeda - beda dari yang ringan sampai pada kesulitan - kesulitan yang mendalam
disertai dengan tangisan, ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan gaya gerak lambat
Etiologi
Penyebab ganggguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga terdapat
faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi yakni:1
1. Faktor Psikososial
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikis dibawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan
interpretasi gejala sebagai sutu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban
(sebagai contoh: mengerjakan ke pekerjaan yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (sebagai
contoh: kemarahan pada pasangan), atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau

keyakinan (sebagai contoh: nyeri pada usus seseorang).


Beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah
mengalami penyiksaan fisik. Faktor sosial, kultural dan juga etnik mungkin juga terlibat dalam
perkembangan gangguan somatisasi.
2. Faktor Biologis
Ditemukan adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi
dan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan
hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin
menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi.
Epidemiologi
Gangguan somatisasi terjadi di seluruh dunia. Secara umum, gangguan somatisasi
telah dilaporkan lebih umum di kalangan perempuan, orang dari strata sosial ekonomi yang lebih
rendah, dan, di Amerika Serikat setidaknya, di antara orang-orang dari kelompok etnis tertentu,
seperti Latin. Selain itu, komorbiditas tingkat gejala ini dengan sindrom kejiwaan seperti depresi
dan kecemasan telah didokumentasikan dengan baik untuk sebagian besar budaya dan kelompok
etnis, meskipun tampaknya ada variasi lintas-budaya dalam frekuensi dan keparahan gejala fisik
yang terkait.
Prevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,1 0,2 %, walaupun
beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 %.3,4
Prevalensi gangguan somatisasi pada wanita di populasi umum adalah 1 2 %.
Rasio penderita wanita dibanding laki-laki adalah 5 berbanding 1 dan biasanya gangguan mulai
pada usia dewasa muda (sebelum usia 30 tahun).3,4
Patogenesis
Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang berlangsung kronik,
berfluktuasi, menyebabkan ketidakmampuan dan sering kali disertai dengan ketidakserasian dari
perilaku sosial, interpersonal dan keluarga yang berkepanjangan. Gangguan somatisasi
berlangsung kronik, umumnya dimulai sebelum usia 30 tahun.
Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru
diperkirakan berlangsung 6 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode yang kurang simtomatik
yang berlangsung 9 12 bulan. Tetapi jarang seorang pasien dengan gangguan somatisasi
berjalan lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu perhatian medis.1
Gejala Klinis
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya

negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak terjadi kelainan yang mendasari
keluhannya.
Beberapa peneliti menemukan bahwa ggangguan somatisasi seringkali bersamasama dengan gangguan mental lainnya. Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian yang
seringkali menyertai adalah yang ditandai oleh ciri penghindaran, paranoid, menyalahkan diri
sendiri dan obsesif konpulsif.
Keluhan dapat mengenai mana-mana sistem atau bagian tubuh dan yang paling
sering adalah sistem gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, mual, muntah), kesulitan
menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek yang tidak berhubungan dengan aktivitas
dan keluhan-keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa terbakar, kesemutan,
baal, pedih, dsb.), serta bercak-bercak pada kulit. Keluhan mengenai seks dan haid juga lazim
terjadi.3,5
Komplikasi
Kalau dibiarkan tanpa penatalaksanaan yang tepat, gangguan somatisasi dapat
menyebabkan gangguan psikologik lainnya seperti depresi, cemas, dan lain-lain yang boleh
menyebabkan pasien mencoba membunuh diri.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan pasien gangguan somatisasi adalah sukar dan memerlukan
hubungan dokter-pasien yang baik untuk mengenal pasti masalah yang dihadapi dan cara
penanganannya. Dokter mestilah bersedia untuk merawat pasien dalam jangka masa yang lama.
Kesukaran ini ditambah pula dengan sikap pasien yang rata-rata akan sukar untuk menerima
bahwa meraka mempunyai kondisi psikotik.1
Merawat pasien gangguan somatisasi dengan Cognitive-Behavioural Therapy
(CBT) memberikan kesan yang baik terhadap pasien. CBT adalah psikoterapi yang bersifat
struktural, sementara, dan berorientasikan masa kini. CBT fokus kepada masalah dan bagaimana
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dokter akan membantu pasien untuk mencari strategi
penyelesaian masalahnya sendiri.1
Penatalaksanaan farmakologik harus dielakkan kecuali pada kasus yang
mempunyai gejala psikotik, cemas, atau depresi yang jelas. Penggunaan obat pada pasien
gangguan somatisasi tidak memberikan hasil yang memuaskan.2
Terdapat satu cara penanganan pasien dengan keluhan gejala fisik yang pelbagai
yang dikeluarkan oleh Richard Smith dan rekan-rekannya dari Universitas Arkansas yang
menasehati dokter-dokter yang menjumpai pasien-pasien seperti ini untuk melakukan beberapa
perkara yang dapat meningkatkan kapasitas fungsional mereka dan mengurankan penggunaan
sumber-sumber yang memakan banyak uang. Antara saran yang diberikan adalah untuk

menjalankan perjumpaan yang sering dengan pasien, menjalankan pemeriksaan fisik dan elakkan
untuk menggunakan prosedur diagnostik yang tidak diperlukan, terapi invasif, elakkan untuk
mengatakan keluhan fisik hanya karena psikologis, dan mendorong pasien untuk membicarakan
tentang stressor.
Prognosis
Pasien dengan gangguan somatisasi sukar untuk sembuh walaupun sudah
mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir dengan percobaan
bunuh diri.
Kesimpulan
Gangguan somatisasi adalah ganggguan psikologis yang polisimptomatik, dengan gejala
yang beragam dari pelbagai anggota tubuh tetapi tidak terdapat sebarang kelainan yang
menyokong sebarang gejala itu.Gambaran yang penting dari gangguan somatisasi adalah adanya
gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal
tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan
adanya faktor psikologis atau konflik.Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhankeluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada
kelainan yang mendasari keluhannya.
Daftar Pustaka
1. Kaplan, Saddock B.J. Comprehensive textbook of psychiatry. 7th ed. United States:
Williams and Wilikins Baltimore;2004.p.547-53
2. Maramis, W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-9. Surabaya:Airlangga University
Press;2005
3. Nevid, J.S., dkk. Psikologi abnormal jilid I.Edisi 5. Jakarta:Penerbit Erlangga;2005
4. Tomb, D. A. Buku saku psikiatri. Edisi ke-6. Jakarta:EGC; 2004
5. Mansjoer dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Media Aesculapicus: Jakarta; 2000

Anda mungkin juga menyukai