Anda di halaman 1dari 8

Skleritis

1. Definisi
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan
adanya vaskulitis.
2. Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi
kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang
ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah
skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit
ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan
dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.
Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras.
Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden
skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.
3. Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses
imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III
(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin
terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya
tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah katarak.
Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu:
1. Penyakit Autoimun
Spondilitis ankylosing, Artritis rheumatoid, Poliartritis nodosa, Polikondritis
berulang, Granulomatosis Wegener, Lupus eritematosus sistemik, Pioderma
gangrenosum, Kolitis ulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatic
2. Penyakit Granulomatosa
Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
(jarang)
3. Gangguan metabolik Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif
Infeksi Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster, Herpes Simpleks,
Infeksi oleh Pseudomonas,Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus
4. Lain-lain
Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa), Mekanis
(cedera tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak Tidak diketahui
4. Patofisiologi

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel
T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi
dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan
penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.
Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun
sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun
secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa
disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular
(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif
dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post
kapiler dan respon imun sel perantara.
5. Klasifikasi
Skleritis diklasifikasikan menjadi:3
1. Episkleritis
a. Simple
Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia muda yang
berpotensi mengalami rekurensi. Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman
pada mata, disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran
pembuluh darah baik difus maupun
segmental. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan sering mengenai usia
dekade 40-an.
b. Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple scleritis.
Sekitar 30% penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan penyakit
sistemik, 5% dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid,
7% dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.

2. Skleritis Anterior
95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis anterior
sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya.
Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari

skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus, walaupun


penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu inflamasi. Berbagai
varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe
nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.
a. Difus
Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster oftalmikus dan
gout.
b. Nodular
Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.
c. Necrotizing
Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi sistemik atau
komplikasi okular pada sebagian

pasien. 40% menunjukkan penurunan visus.

29% pasien dengan skleritis nekrotik meninggal dalam 5 tahun.


Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2 yaitu:
i.
ii.

Dengan inflamasi
Tanpa inflamasi (scleromalacia perforans)

3. Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis
anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan
kemampuan melihat. Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan fundus,
adanya perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid,
massa di retina, udem nervus optikus dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior
yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior dangkal, proptosis, pergerakan
ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah.
6. Diagnosis
Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
didukung oleh berbagai pemeriksaan penunjang.

ANAMNESIS
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan
penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun riwayat
pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.

Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan
penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah
gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif..
Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya
inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam
menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang malam, kambuh
akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan penggunaan obat analgetik.
Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret mukopurulen.
Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan dari
skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang menjadi keratitis,
uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang abnormal.
Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya penyakit
sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat menyebabkan skleritis
seperti :

Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat


Penyakit infeksi
Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)
Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata
Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid dan

ibandronate.
Post pembedahan pada mata
Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati,

penyakit ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan selanjutnya.


Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung dan
responnya terhadap pengobatan.

PEMERIKSAAN FISIK SKLERA


1. Daylight
Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah
serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen juga
dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat yang
dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya proses nekrotik.

Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi avaskular yang
menghasilkan sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman.
Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan granulasi
meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.
2. Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera
dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior dan
posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sclera edema. Pada
skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial episklera yang
pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam episklera.
3. Pemeriksaan Red-free Light
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai kongesti
vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan juga area
yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi
otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan pemeriksaan fisik
dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau menyingkirkan penyakitpenyakit yang berhubungan dengan skleritis. Adapun pemeriksaan laboratorium
tersebut meliputi :

Hitung darah lengkap dan laju endap darah


Kadar komplemen serum (C3)
Kompleks imun serum
Faktor rematoid serum
Antibodi antinukleus serum
Antibodi antineutrofil sitoplasmik
Imunoglobulin E
Kadar asam urat serum
Urinalisis
Rata-rata Sedimen Eritrosit
Tes serologis
HBs Ag

PEMERIKSAAN RADIOLOGI.
Berbagai macam pemeriksaan radiologis yang diperlukan dalam menentukan
penyebab dari skleritis adalah sebagai berikut :

Foto thorax

Rontgen sinus paranasal


Foto lumbosacral
Foto sendi tulang panjang
Ultrasonography ( Scan A dan B)
CT-Scan
MRI

Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain :

Skin Test
Tes usapan dan kultur
PCR
Histopatologi

7. Diagnosis banding
Berikut ini adalah beberapa diagnosis banding dari skleritis:

Konjunctivitis alergika
Episkleritis
Gout
Herpes zoster
Rosasea okular
Karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva
Karsinoma sel skuamosa pada palpebra
Uveitis anterior nongranulomatosa

8. Penatalaksanaan
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah
obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg
perhari atau ibuprofen 300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda
diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu
atau segera setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid
sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral yaitu prednison 80 mg
perhari yang ditirunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaan
sekitar 10 mg perhari. Kadangkala, penyakit yang berat mengharuskan terapi
intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g setiap minggu.
Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. 2 Siklofosfamid sangat
bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid
topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi

sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik.
Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses penyakitnya,
yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif atau efek dari invasi
langsung mikroba.
Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera
atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan
hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau
poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea.
Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang
menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma
langsung terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi. Tandur sklera pernah
digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi tandur semacam
itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga disertai pemberian kemoterapi.
Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila terapi
diberikan pada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium inijarang timbul
gejala, sebagian besar kasus tidak diobati sampai timbul penyulit.

9. Komplikasi
Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,
ablasio

retina

eksudatif,

proptosis,

katarak,

dan

hipermetropia.

Keratitis

bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau


vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda buruk
karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai oleh
penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut terbuka
dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sclera atau
skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea dapat
dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat
peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak

dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat
kolagen stroma. Pada keadaan initidak pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam
stroma kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu berupa menjadi jernihnya kornea
yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian sentral kornea tidak terlihat pada
keratitis sklerotikan.
10. Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana
termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata
Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat
menyebabkan buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan
komplikasi pada mata.
Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,
nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada
penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih
respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling
destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang telah mengalami
perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada tipe skleritis yang lain.

Referensi:
1. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J, Editor.
Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC, 2000.

2. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.
118-20

Anda mungkin juga menyukai