Anda di halaman 1dari 110

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values) dan perhatian (interest) yang
merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas,
dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk, 2006).
Berdasarkan pendapat Karlina (2009) komunitas dimaknai sebagai
sebuah kelompok dari suatu masyarakat yang hidup di suatu area khusus
yang memiliki karakteristik budaya yang sama. Berdasarkan pendapat di
atas menunjukkan bahwa yang dimaksud komunitas adalah sekelompok
orang yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki persamaan nilai dan
budaya.
Persamaan nilai dan budaya di masyarakat dapat mempengaruhi
perilaku dalam kehidupan sehari-hari seperti perilaku hidup bersih dan
sehat. Kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan di masyarakat. Masalah kesehatan yang
dialami dapat berupa penyakit berbasis lingkungan seperti demam
berdarah, malaria, chikungunya, dan diare. Selain itu tidak menutup
kemungkinan penyakit-penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes
juga dialami masyarakat karena faktor gaya hidup yang kurang tepat.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Timur
tahun 2012 diketahui penyakit terbanyak penyebab pasien rawat inap di
RSU pemerintah kelas B provinsi jawa timur adalah diare dengan jumlah
sebanyak 9.404 jiwa. Sedangkan peringkat kedua penyebab rawat inap di
RSU pemerintah kelas B provinsi jawa timur yaitu diabetes mellitus
dengan jumlah sebanyak 8.370 jiwa. Selanjutnya yaitu CVA Infark dengan
jumlah sebanyak 6.575 jiwa, DBD dengan total jumlah 4.526 jiwa dan
asfiksia dengan jumlah kejadian 3.903 jiwa.
Berdasarkan data Dinkes Provinsi Jawa Timur tahun 2012
menunjukkan bahwa kejadian DBD di Kota Malang mencapai 136 jiwa.
Sedangkan jumlah penduduk yang berisiko mengalami Malaria di Kota
Malang pada tahun 2012 mencapai 121.393 ribu jiwa. Dari data dinas
kesehatan provinsi jawa timur tahun 2012 juga didapatkan persentase

rumah tangga yang berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Kota
Malang sebanyak 36,07%.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kendalsari Kota
Malang dalam 3 bulan terakhir, diketahui penyebab kunjungan pasien ke
Puskesmas Kendalsari disebabkan beberapa penyakit. Diantaranya yaitu
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), hipertensi, influenza. Data
tersebut menunjukkan jumlah kunjungan pasien dengan ISPA dalam 3
bulan terakhir sebanyak 465 orang, pasien dengan hipertensi sebanyak
229 orang, dan jumlah kunjungan pasien dengan influenza sebanyak 172
orang.
Berdasarkan hasil survey di salah satu wilayah kerja Puskesmas
Kendalsari dalam hal ini RW 06 Kelurahan Jatimulyo Kota Malang
didapatkan hasil yang sedikit berbeda dengan penyebab kunjungan
pasien ke Puskesmas Kendalsari. Sebanyak 26% warga masyarakat RW
06 Kelurahan Jatimulyo diketahui memiliki riwayat chikungunya. Hasil
observasi lebih lanjut menunjukkan bahwa warga tidak mengetahui
tentang cara pencegahan chikungunya. Warga juga mengaku tidak
pernah menerima pendidikan kesehatan tentang chikungunya. Selain itu
warga juga memiliki kebiasaan tidak menutup tempat penampungan air.
Hasil observasi wilayah RW 06 Kelurahan Jatimulyo Kota Malang,
dikathui bahwa RW 06 terdiri dari 8 RT namun hanya 6 RT yang mampu
bekerja sama dengan baik terkait pelaksanaan berbagai kegiatan di RW
06. Wilayah RW 06 terdapat 468 Kepala Keluarga (KK) dengan kondisi
pemukiman padat penduduk. Wilayah ini dekat dengan sawah dan
sungai. Selain itu lingkungan tempat tinggal warga sebagian besar
memiliki selokan yang terbuka di depan rumahnya. Di beberapa RT
sudah memiliki tempat sampah di depan rumah masing-masing warga,
nanum terdapat beberapa rumah warga yang tidak memiliki tempat
sampah.
Berdasarkan kebiasaan warga dan lingkungan tempat tinggalnya
sangat memungkinkan sekali nyamuk dapat hidup di wilayah tersebut, tak
terkecuali nyamuk pembawa penyakit chikungunya. Lingkungan yang
kotor dan banyak genangan air merupakan faktor yang dapat memicu
berkembangnya nyamuk. Selain itu kurangnya perilaku masyarakat untuk
hidup bersih dan sehat sangat memungkinkan sekali jika masyarakat
banyak yang terjangkit chikungunya.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan suatu upaya untuk


mengurangi kejadian chikungunya di wilayah tersebut dan memperbaiki
perilaku masyarakat. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
asuhan keperawatan komunitas dan keluarga. Keperawatan komunitas
dan keluarga merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang
mengutamakan pelayanan promotif dan preventif tanpa mengabaikan
perawatan kuratif dan rehabilitative kepada individu, keluarga, kelompok
serta masyarakat. Bentuk tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan
edukasi kesehatan kepada warga masyarakat sehingga diharapkan
adanya perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih baik.
1.2.

Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan

keperawatan

pada

komunitas

dengan

chikungunya di wilayah RT 01 RW 06 Kelurahan Jatimulyo Kota Malang?


1.3.

Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mampu
dengan

memberikan
chikungunya

pelayanan
melalui

keperawatan

teknik

komunitas

penggerakan

dan

pemberdayaan masyarakat serta pendekatan edukatif pada


individu, keluarga, kelompok khusus ataupun pada komunitas
tertentu di RT 01 RW 06 Kelurahan Jatimulyo Kota Malang dalam
rangka mewujudkan tercapainya Indonesia sehat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Melakukan

perkenalan,

orientasi

dan

sosialisasi

pada

masyarakat di RT 01 RW 06 Kelurahan Jatimulyo Kota Malang


2. Melakukan pengumpulan data dan mengidentifikasi isu
permasalahan kesehatan dan keperawatan komunitas dengan
chikungunya terkini melalui survey, observasi dan interview di
RT 01 RW 06 Kelurahan Jatimulyo Kota Malang
3. Melakukan pengolahan dan analisa data sebagai dasar
penentuan

diagnosis

keperawatan

komunitas

dengan

chikungunya di RT 01 RW 06 Kelurahan Jatimulyo Kota


Malang

4. Melakukan teknik prioritas masalah keperawatan komunitas


dengan chikungunya di RT 01 RW 06 Kelurahan Jatimulyo
Kota Malang
5. Merencanakan intervensi asuhan keperawatan komunitas
dengan chikungunya di RT 01 RW 06 Kelurahan Jatimulyo
Kota Malang:
a. Menggerakkan masyarakat melakukan kegiatan yang telah
direncanakan/disepakati bersama
b. Melakukan pengembangan dan modifikasi lingkungan
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
c. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak
setempat

dan

melakukan

pihak

pelayanan

pembinaan

demi

kesehatan

meningkatkan

dalam
derajat

kesehatan masyarakat
6. Melakukan

evaluasi

keperawatan

komunitas

dengan

chikungunya di RT 01 RW 06 Kelurahan Jatimulyo Kota


Malang
1.4.

Manfaat
1.4.1. Bagi Mahasiswa
1.

Menambah pengetahuan dan pengalaman nyata dalam


kehidupan bermasyarakat khususnya dalam penggerakan
masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan sendiri
dikaitkan dengan pelayanan asuhan keperawatan komunitas.

2.

Secara langsung dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah


diperoleh dari lembaga pendidikan tentang pemberian asuhan
keperawatan komunitas.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan


1.

Program

keperawatan

komunitas

diharapkan

mampu

memberikan gambaran tentang cara penyelenggaraan dan


pengelolaan manajemen keperawatan komunitas secara
langsung di masyarakat.
2.

Dilihat dari outputnya: menjadikan lulusannya menjadi tenaga


kesehatan yang memiliki pengalaman dan wawasan yang

lebih komprehensif, holistik dan adaptif sesuai dengan situasi


dan kondisi yang ada.
3.

Dilihat dari reputasinya: institusi yang mengadakan kegiatan


keperawatan komunitas secara langsung di masyarakat akan
menjadi lebih diakui eksistensinya dan mendapatkan penilaian
positif

dari

masyarakat

sebagai

lembaga

pendidikan

kesehatan yang peduli terhadap peningkatan mutu kesehatan


masyarakat.
1.4.3. Bagi Layanan Kesehatan
Memberikan gambaran dan informasi langsung tentang status
kesehatan dan kegiatan kesehatan serta sosial kemasyarakatan
yang ada di masyarakat RW 06 klususnya di RT 01 Kelurahan
Jatimulyo Kota Malang
1.4.4. Bagi Masyarakat
Memberikan gambaran tentang permasalahan kesehatan yang
ada di wilayan RW 06 khususnya RT 01 Kelurahan Jatimulyo Kota
Malang.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TRIANGLE EPIDEMIOLOGY
2.1.1. Karakteristik Host Agent and Environment

Host, Agent dan Environment atau HAE merupakan segitiga


epidemiologi yang digunakan oleh ahli epidemiologi untuk menjelaskan
mengenai penyebab penyakit. Host, Agent and Environment memiliki
karakter masing-masing, yaitu :
2.1.1.1. Karakteristik Host atau Penjamu
a. Resistensi
Resistensi merupakan kemampuan penjamu untuk bertahan dari
suatu infeksi tertentu. Seperti kuman, virus, bakteri, dan mikroba
yang dapat menyebabkan penyakit, dan melemahnya kondisi
b.

penjamu.
Imunitas
Imunitas

adalah

kemampuan

dari

pejamu

untuk

mengembangkan respon imunologis, baik secara alamiah ataupun


c.

non alamiah. Sehingga tubuh kebal terhadap penyakit tertentu.


Infectiousness
Infectiousness yaitu kemampuan dari potensi pejamu dalam
menularkan penyakit kepada orang lain. Ketika seseorang sakit
maka antara manusia yang satu dengan yang lainya dapat
menularkan penyakit.

2.1.1.2 Karakteristik Agent


a. Invectivitas
Kemampuan organism dalam beradaptasi di lingkungan dan
berkembang biak pada jaringan tubuh pejamu. Sehingga ketika
b.

organisme pada jumlah tertentu dapat menginfeksi pejamu.


Patogenesitas
Kesanggupan organisme untuk menimbulkan suatu reaksi
klinik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada pejamu
yang diserang.

c.

d.

Virulensi
Kemampuan agent untuk menghasilkan reaksi patologis berat
yang dapat menyebabkan kematian.
Toksisitas
Kesanggupan agent dalam menghasilkan reaksi kimia yang
bersifat racun atau toksis dan dapat menyebabkan rusaknya

e.

f.

jaringan pada pejamu yang diserang.


Invasitas
Kemampuan agent melakukan penetrasi masuk kedalam
jaringan pejamu dan menyebar kedalamnya.
Antigenesitas

Antigenesitas

adalah

kesanggupan

organisme

untuk

merangsang reaksi imunologis dari pejamu.


2.1.2. Karakteristik Environmen atau Lingkungan
2.1.2.1 Topologi
Situasi lokasi yang alami atau buatan yang menyebabkan
untuk berkembangnya dan menyebarnya suatu penyakit tertentu.
2.1.2.2 Geografis
Keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dan bumi
yang menyebabkan penyebaran penyakit.

2.1.3. Konsep interaksi Host, Agent, Environment.

Dalam

mewujudkan derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya, usaha minimal yang dapat dilakukan seorang


Public Health ialah dengan menjaga keseimbangan ekologi, atau yang
sering kita ketahui dengan menjaga konsep keseimbangan Triangle
Epidemiology (Host, Agent, Environment). Kesehatan di masyarakat
dikatakan bermasalah jika terjadi ketidak seimbangan antara ketiganya.
Mengingat kompleksnya hubungan antar ketiga faktor tersebut, maka
tidak ada satupun jenis penyakit yang hanya disebabkan oleh satu faktor
saja. Interaksi antar ketiganya menciptakan berbagai konsep yang saling
berkaitan satu sama lain. Yaitu, interaksi antara host dengan agent, host
dengan environment, dan agent dengan environment.
2.1.3.1. Interaksi Host-Agent

Ketika kondisi seimbang sedang berjalan, terdapat agent baru


muncul,

jumlah

agent

bertambah,

sehingga

menyebabkan

kemampuan agent untuk menginfeksi host bertambah.


2.1.3.2. Interaksi Host-Environment

Pada musim atau cuaca tertentu, agent bertambah sehingga


potensi penularan bibit penyakit kepada host akibat cuaca tersebut
meningkat.
2.1.3.3. Interaksi Agent-Environment
Interaksi antar keduanya bekerja saling berdampingan satu
sama lain. Dapat digambarkan ketika environment bertambah, hal
itu dapat menyebabkan agent bertambah juga. Dan ketika agent
bertambah, biasanya disebabkan karena kondisi environment
yang mendukung.

2.1.4. Variabel Epidemiologi (Epidemiologi Deskriptif)


Variable epidemiologi adalah segala faktor yang dapat menimbulkan
penyakit epidemik, baik penyakit infeksi maupun penyakit non infeksi yang
terjadi pada masyarakat.
Berdasarkan peranannya epedimiologi terbagi atas epidemiologi
deskriptif

dan

analitik.

Peranan

epidemiologi

deskriptif

adalah

membandingkan kelompok-kelompok menurut waktu, tempat dan orang


yang sering disebut dengan variabel epidemiologi. Analisis epidemiologis
berdasarkan variabel tersebut digunakan untuk memperoleh gambaran
yang jelas tentang morbiditas dan mortalitas yang dihadapi. Dengan
demikian

memudahkan

untuk

mengadakan

penanggulangan,

pencegahan dan pengamatan. Uuntuk menentukan adanya peningkatan


atau penurunan insidensi atau prevalensi penyakit yang timbul, harus
diperhatikan kebenaran perubahan tersebut.
2.1.4.1. Variabel Epidemiologi :
a.
Waktu
Kejadian penyakit menurut waktu seperti jam, hari, minggu
dan bulan serta tahun. Tujuan mengetahui waktu adalah untuk
dapat memperkirakan sumber penyakit dengan melihat masa
inkubasi penyakit, perkiraan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)
dan melihat penurunan kasus karena program kesehatan tertentu,
misalnya penurunan penyakit TB selama dicanangkan program
imunisasi atau penurunan penularan DBD setelah pencanangan
3M Plus.
b. Tempat
Maksudnya adalah perkotaan, pedesaan, pemukiman
domestik asing dan sebagainya. Hubungan penyakit dengan

tempat menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempunyai arti


penting sebagai penyebab timbulnya penyakit antara penghuni
dengan tempat yang dihuni.
c. Variabel Orang
Variabel orang adalah ciri-ciri yang didapat sejak lahir
ataupun sesudah lahir. Untuk mengidentifikasikan seseorang
terdapat variabel yang tak terhingga banyaknya, tetapi hendaknya
dipilih variabel yang dapat digunakan sebagai indikator untuk
menentukan ciri seseorang. Untuk menentukan variabel mana
yang dapat digunakan sebagai indikator, hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan serta sarana yang ada.
Karakteristik yang selalu diperhatikan dalam suatu
penyelidikan epidemiologi untuk variabel orang adalah umur, ras,
status kekebalan, jenis kelamin, kelas sosial (pendidikan,
pekerjaan, penghasilan), golongan etnik, status perkawinan,
besarnya keluarga, paritas (keturunan), dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan variabel orang, seperti gaya hidup dan
kebiasaan makan (Sutrisna, 1994).
Pentingnya variabel orang misalnya umur adalah untuk
mengetahui :
a. Potensi mereka untuk terpapar dengan sumber infeksi
b. Tingkat imunisasi merek
c. .Aktifitas fisiologi
Variabel

orang

dapat

digunakan

untuk

mengetahui

populasi yang berisiko.


2.1.5. Variabel Tempat
Penyebaran menurut tempat pada prinsipnya sama dengan
mencoba menjawab pertanyaan where. Tempat kejadian kasus atau
masalah kesehatan sangat penting diketahui karena tempat kejadian
yang erat kaitannya dengan lingkungan yang sesuai dengan model
segitiga epidemiologi. Distribusi menurut tempat sama artinya dengan
area geografis, luas dan tinggi lokasi sehingga tempat biasanya di
katagorikan di kotomi (perkotaan dan pedesaan (urban dan rural),
pemukiman dan non pemukiman, domestik dan asing, didalam dan diluar,
serta institusi dan non institusi).
Analisis perubahan frekuensi penyakit didasarkan pada antartempat (batas alamiah, iklim, temperatur), antara urban dan rural

(kepadatan penduduk suplai air), dalam negara (provinsi), antar-negara


(internasional), variasi dan ketetapan diagnosis, serta sistem pelaporan.
Distribusi menurut lokasi tempat kasus penyakit atau
masalahterjadi, menentukan jenis penyebaran penyakit atau masalah
kesehatan. Profil kesehatan di Indonesia secara nasional umumnya
terbagi menurut provinsi dan kabupaten. Dari beberapa indikator kadang
dikelompokkan menjadi bagian barat, tengah, dan timur. Perbedaan
tingkat

kesehatan

antar-wilayah

seringkali

bukan

hanya

sekedar

perbedaan tempat atau daerah tetapi pada umumnya berlatar belakang


masalah lingkungan yang sangat kompleks. Profil kesehatan dapat
dibedakan diantara daerah atau menurut katagori, misalnya anka
kematian bayi, angka kelahiran atau angka cakupan yang akan berbeda
dari satu daerah dengan daerah yang lain.
2.1.6. Variabel Waktu
Uraian tentang waktu pada distribusi kejadian penyakit atau
masalah kesehatan pada prinsipnya berkaitan dengan pertanyaan
when. Pengertian waktu berkaitan dengan detik, menit, jam, hari,
minggu, bulan, tahun, dekade, dan abad. Variabel waktu dalam
epidemiologi terutama berkaitan dengan perubahan kajadian penyakit
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Beberapa pola perubahan yang
berkaitan dengan waktu antara lain, skala perubahan frekuensi penyakit
yaitu :
1. Variasi jangka pendek (fluktuasi)
2. Variasi berkala (siklis)
a.
b.

Variasi musiman (berulang interval < 1 tahun)


Variasi siklik (berulang interval > 1 tahun)

3. Variasi jangka panjang (secular trends)


Variabel jangka pendek adalah perubahan jangka pendek atau
fluktuasi, adalah perubahan naik-turunnya frekuensi kejadian penyakit
yang berjangka waktu relatif pendek. Contoh kejadian yang relatif pendek
adalah keracunan makanan yang bersumber pada satu tempat, puncak
frekuensi insiden umumnya hanya satu dan setelah itu wabah tersebut
akan selesai.
Variabel berkala adalah perubahan secara berkala dengan interval
daur waktu dalam hitungan bulan atau musim sampai tahun. Umumnya
penyakit menular yang endemis biasanya menunjukkan daur atau siklus
musiman. Beberapa jenis penyakit tersebut sering kali dapat dijelaskan

latar belakang kejadiannya yang berkaitan dengan host, agent, dan


environment. Contohnya, penyakit demam berdarah yang terjadi sesudah
pergantian musim hujan ke musim kemarau.
Variasi jangka panjang (secular trends) adalah perubahan
frekuensi penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi dalam waktu
yang panjang. Dibeberapa negara maju yang sistem pencatatan
kesehatannya sudah baik dan sudah lama, menunjukkan angka insiden
dan prevalens yang jelas dan teratur dari tahu ke tahun. Di Indonesia
masih sukar untuk melihat hal tersebut (misalnya : cacar dan polio).
Variabel waktu bermanfaat dalam :
1. Memprediksi puncak insiden.
2. Merencanakan upaya penanggulangan.
3. Malakukan evaluasi dampak penanggulangan

yang

telah

dilaksanakan.

2.2. CHIKUNGUNYA
2.2.1. Pengertian
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
chikungunya

(CHIK). Kata chikungunya berasal dari bahasa Swahili

(suku bangsa di Afrika) yang berarti "orang yang jalannya membungkuk


dan menekuk lutut". Gejala klinis yang sering dialami oleh penderita
adalah demam disertai dengan nyeri tulang yang hebat sehingga
penderita tidak mampu bergerak (break-bone fever). Oleh karena itu,
penyakit chikungunya sering disebut sebagai flu tulang. Chikungunya
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti vektor utama dan Aedes
albopictus vektor potensial (Soedarto, 2007 : 151).
2.2.2. Etiologi
Virus chikungunya merupakan anggota genus Alphavirus dalam
famili Togaviridae. Strain Asia merupakan genotypes yang berbeda
dengan yang dari Afrika. Virus chikungunya disebut juga Arbovirus A
chikungunya type, CHIK, CK. Virus chikungunya masuk keluarga
Togaviridae, genus Alphavirus. Virions mengandung satu molekul single
standed RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virions
dibungkus oleh lipid membrane, pleomorphic, spherical, dengan diameter
70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan glycoprotein (terdiri dari 2
virus

protein

membentuk

heterodimer).

Nucleocapsids

berdiameter 40 nm (Soegeng Soegijanto, 2004 : 57).

isometric

2.2.3 Vektor
Vektor yang berperan dalam chikungunya dan DBD adalah nyamuk
Aedes aegypti (the yellow fever mosquito) dan vektor potensialnya adalah
nyamuk Aedesalbopictus (the Asian tiger mosquito) (Depkes RI, 2007).
2.2.3.1. Taksonomi
Secara taksonomi kedua spesies ini termasuk filum Arthropoda
(berkaki

buku), kelas Hexapoda (berkaki enam), ordo Diptera

(bersayap dua), subordo Nematocera (antena filiform, segmen


banyak), famili Culicidae (keluarga nyamuk), subfamili Culicinae
(termasuk tribus Anophelini dan Toxorynchitini), tribus Culicini
(termasuk generaculex dan Mansonia), genus Aedes (Stegomya),
spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Sutaryo, 2004 : 44).
2.2.3.2 Morfologi
Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva,
pupa, dan dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna
(holometabola).
a. Telur
Karakteristik telur Aedes berwarna hitam, berbentuk bulat
pancung, mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi
hitam. Telur tersebut diletakkan secara terpisah di permukaan air
untuk memudahkannya menyebar dan berkembang menjadi larva
di dalam media air. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran
itu adalah air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak berisi
spesies lain sebelumnya (I Wayan Supartha, 2008 : 6).
Telur Aedes dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu
dan intensitas yang bervariasi hingga beberapa bulan, tetapi tetap
hidup. Jika tergenang air, beberapa telur mungkin menetas dalam
beberapa menit, sedangkan yang lain mungkin membutuhkan
waktu lama terbenam dalam air, kemudian penetasan berlangsung
dalam beberapa hari atau minggu. Bila kondisi lingkungan tidak
menguntungkan,

telur-telur

mungkin

berada

dalam

status

diapause dan tidak akan menetas hingga periode istirahat


berakhir. Berbagai pencetus, termasuk penurunan kadar oksigen
dalam air merubah lama waktu diapause, dan suhu udara
dibutuhkan untuk mengakhiri status ini (Sutaryo, 2004 : 67).

Telur-telur Aedes dapat berkembang pada habitat kontainer


kecil (lubang pohon, ketiak daun, dan sebagainya) yang rentan
terhadap kekeringan, namun kemampuan telur untuk bertahan
dalam

kekeringan

jelas

menguntungkan.

Bertahan

dalam

kekeringan dan kemampuan telur Aedes untuk menetas dapat


menimbulkan masalah dalam pengendalian tahap imatur (I Wayan
Supartha, 2008 : 6).

Gambar 2.1 Telur Aedes aegypti dan Aedes albopictus


(Sumber : Medical Entomology, 2002 )
b. Larva
Larva Aedes memiliki sifon yang pendek, dan hanya ada
sepasang sisir subvental yang jaraknya tidak lebih dari bagian
dari pangkal sifon. Ciri-ciri tambahan yang membedakan larva
Aedes dengan genus lain adalah sekurang-kurangnya ada tiga
pasang setae pada sirip ventral, antena tidak melekat penuh dan
tidak ada setae pada sirip ventral, antena tidak melekat penuh dan
tidak ada setae yang besar pada toraks (Sutaryo, 2004 : 68).
Larva Aedes semuanya hidup di air yang stadiumnya terdiri
dari empat instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam
waktu 4 hari 2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti
suhu air persediaan makanan. Pada air yang agak dingin
perkembangan larva lebih lambat, demikian juga keterbatasan
persediaan makanan juga menghambat perkembangan larva.
Setelah melewati stadium instar ke empat larva berubah menjadi
pupa (Sayono, 2008 : 79).

Gambar 2.2 Larva Aedes aegytpi dan Aedes albopictus


(Sumber : Medical Entomology, 2002)

c. Pupa
Stadium pupa atau kepompong merupakan fase akhir
siklus nyamuk dalam lingkungan air. Stadium ini membutuhkan
waktu sekitar 2 hari pada suhu optimum. Fase ini adalah periode
waktu tidak makan, namun tetap membutuhkan oksigen untuk
bernafas dan sedikit gerak. Pupa biasanya mengapung pada
permukaan air di sudut atau tepi tempat perindukan untuk
keperluan bernafasnya (Sutaryo, 2004 : 68).

Gambar 2.3 Pupa Aedes aegypti dan Aedes albopictus


(Sumber : Medical Entomology, 2002 )
d. Nyamuk Dewasa
Aedes aegypti bentuk domestik lebih pucat dan hitam
kecoklatan. Distribusi spesies ini terutama di daerah pantai Afrika
dan tersebar luas di daerah Asia Selatan dan daerah beriklim
panas, termasuk Amerika Serikat bagian selatan. Di Afrika,
spesies ini menjadi tidak tergantung pada hujan, berkembang
pada tandon air buatan tanpa terpengaruh musim (Soegeng
Segijanto, 2006 : 248).
Aedes albopictus dikenal sebagai nyamuk harimau Asia
serupa denganAedes aegytpi, berkembang pada jenis kontainer
yang sama dan juga menularkan virus Chikungunya. Secara luas
tersebar di Asia, khususnya daerah hutan tropis dan subtropis.
Telur ditempatkan di lubang-lubang pohon (Sayono, 2008 : 85).
Tidak semua Aedes dewasa memiliki pola bentuk toraks yang
jelas dengan warna hitam, putih, keperakan, atau kuning. Pada
kaki terdapat cincin hitam dan putih. Aedes aegypti memiliki ciri
khas warna putih keperakan berbentuk lira (lengkung) pada kedua
sisi skutum (punggung), sedangkan pada Aedes albopictus hanya
membentuk sebuah garis lurus. Susunan vena sayap sempit dan
hampir seluruhnya hitam, kecuali bagian pangkal sayap. Seluruh
segmen abdomen berwarna belang hitam putih, membentuk pola

tertentu, dan pada betina ujung abdomen membentuk titik


(meruncing) (I Wayan Supartha, 2008 : 9).

Gambar 2.4 Nyamuk Aedes aegytpi dan Aedes albopictus


(Sumber : Stephen L. Dogget, 2003)

2.2.3.3 Siklus Hidup


Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Telur
menetas menjadi larva dalam 1-2 hari. Umur larva 7-9 hari, kemudian
berubah menjadi pupa. Umur pupa 2-4 hari, lalu menjadi nyamuk. Umur
nyamuk betina 8-15 hari, nyamuk jantan 3-6 hari (Sutaryo, 2004 : 45).
Antara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus lama siklus hidupnya
tidak berbeda jauh. Apabila digambarkan siklus hidupnya adalah sebagai
berikut :

Gambar

2.5

Siklus

Hidup

Nyamuk

Ae.

Aegypti

dan

Ae.albopictus (Sumber : Teguh Widiyanto, 2007)


2.2.3.4 Bionomik
Bionomik vektor adalah tempat untuk berkembang biak (breeding
places), kebiasaan menggigit (feeding habit), tempat untuk beristirahat
(resting places), dan jangkauan terbang (flight range).
2.1.3.4.1 Breeding Places
Tempat kebiasaan bertelur dari kedua vektor tersebut agak berbeda.
Untuk Aedes aegypti, tempat yang disenangi untuk bertelur adalah di
Tempat Penampungan Air (TPA) yang jernih dalam rumah dan yang
terlindung dari sinar matahari seperti bak di kamar kecil (WC), bak mandi,

tandon

air

minum,

ember,

tempayan,

drum,

dan

sejenisnya.

Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumah tangga seharihari. Sedangkan Aedes albopictus lebih senang bertelur pada tempat
penampungan air yang berada di luar rumah seperti kaleng, botol, ban
bekas yang dibuang, lubang pohon, lekukan tanaman, potongan batang
bambu, dan buah kelapa yang sudah terbuka. Penampungan ini bukan
dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Hal itu sesuai dengan
sifat Aedes aegypti yang mempunyai kecenderungan sebagai nyamuk
rumah dan Aedes albopictus yang merupakan nyamuk luar rumah
(Sutaryo, 2004 : 47).
a. Feeding Habit
Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik yang berarti lebih
menyukai menghisap darah manusia dibandingkan dengan darah
hewan.

Sedangkan

nyamuk

Aedes

albopictus

merupakan

penghisap darah yang acak dan lebih zoofagik (WHO, 2005 : 62).
Untuk mendapatkan inangnya, nyamuk aktif terbang pada
pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 dan sore hari 15.0017.00. Nyamuk yang aktif menghisap darah adalah yang betina
untuk mendapatkan protein. Protein tersebut digunakan untuk
keperluan produksi dan proses pematangan telur. Tiga hari setelah
menghisap darah, nyamuk betina menghasilkan telur sampai 100
butir telur kemudian siap diletakkan pada media (Suroso, 2003 :
145).
b. Resting Places
Tempat yang disayangi nyamuk untuk beristirahat selama
menunggu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit
angin. Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, lembab,
dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan sebagai tempat
peristirahatannya, termasuk di kamar tidur, di kamar mandi,
maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di
tanaman, atau tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan,
permukaan istirahat yang disukai nyamuk adalah di bawah
perabotan, benda-benda yang tergantung seperti baju dan tirai,
serta dinding.

Sementara nyamuk

Aedes albopictus lebih

menyukai tempat di luar rumah yaitu hidup di lubang-lubang


pohon, lekukan tanaman, dan kebun atau kawasan pinggir hutan.

Oleh karena itu, Aedes albopictus sering disebut nyamuk kebun


(forest mosquito) (WHO, 2005 : 63).
c. Flight Range
Pergerakan nyamuk Aedes aegypti dari tempat perindukan
ke tempat mencari mangsa dan tempat istirahat ditentukan oleh
kemampuan terbang nyamuk. Jangkauan terbang (flight range)
rata-rata nyamuk Aedes aegypti adalah sekitar 100 m, tetapi pada
keadaan tertentu nyamuk ini dapat terbang sampai beberapa
kilometer dalam usahanya untuk mencari tempat perindukan untuk
meletakkan

telurnya.

Nyamuk

Aedes

albopictus

jangkauan

terbang berkisar antara 400-600 m (Djoni Djunaedi, 2006 : 13).


2.2.4. Penularan dan Penyebaran Penyakit
Penyebaran penyakit chikungunya biasanya terjadi pada daerah
endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Banyaknya tempat perindukan
nyamuk seiring berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit
chikungunya. Saat ini hampir seluruh propinsi di Indonesia potensial untuk
terjadinya KLB chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim
hujan. Penyakit chikungunya lebih sering terjadi di daerah sub urban
(Depkes RI, 2008).
Penularan chikungunya ditularkan melalui tusukan nyamuk (Aedes
aegypti/Aides albopictus). Nyamuk dapat menjadi berpotensi menularkan
penyakit bila pernah menusuk penderita chikungunya. Kera dan beberapa
binatang buas lainnya juga dapat sebagai perantara (reservoir) penyakit ini.
Nyamuk yang terinfeksi akan menularkan penyakit bila menusuk manusia
yang sehat. Chikungunya bersifat sporadis, artinya di berbagai tempat
timbul serangan berskala kecil, misalnya mengenai beberapa desa,
sehingga penyebarannya tidak merata (Widoyono, 2008 : 69).
2.2.5. Gejala Klinis
Chikungunya

merupakan

infeksi

viral

akut

dengan

onset

mendadak. Masa inkubasinya berkisar antara 2-20 hari, namun biasanya


3-7 hari. Manifestasi klinis berlangsung 3-10 hari, yang ditandai dengan
demam, nyeri sendi (artralgia), nyeri otot (mialgia), bercak kemarahan
pada kulit, sakit kepala, kejang dan penurunan kesadaran, infeksi saluran
pernafasan, dan gejala lainnya (Anies, 2006 : 75).
2.2.5.1. Demam
Demam timbul mendadak tinggi, biasanya sampai 39 oC - 40 oC,

disertai menggigil intermiten. Fase akut ini menetap selama 2 atau 3 hari.
Temperatur dapat kembali naik selama 1 atau 2 hari sesudah suatu gap
selama 4-10 hari, menghasilkan kurva demam pelana kuda (saddle back
fever curve).
2.2.5.2. Nyeri Sendi
Nyeri sendi biasanya berat, dapat menetap, mengenai banyak
sendi (poliartikular), berpindah-pindah, terutama pada sendi-sendi kecil
tangan (metakarpofalangeal), pergelangan tangan, siku, pergelangan
kaki, dan kaki dengan gejala yang lebih ringan pada sendi-sendi yang
lebih besar. Karena rasa nyeri yang hebat, penderita seolah sampai tidak
dapat berjalan.
Persendian yang terkena kadang-kadang menjadi bengkak dan
nyeri saat disentuh, akan tetapi biasanya tanpa disertai efusi. Gejalagejala akut nyeri sendi umumnya berlangsung tidak lebih dari 10 hari.
Pasien dengan manifestasi artikuler yang lebih ringan biasanya bebas
gejala dalam beberapa minggu, tetapi pada kasus-kasus yang lebih berat
memerlukan waktu beberapa bulan untuk menghilang seluruhnya. Dalam
proporsi yang kecil, kasus nyeri sendi dapat menetap selama bertahuntahun dan menyerupai artritis reumatoid. Biasanya keadaan demikian
terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai riwayat sering nyeri
tulang dan otot. Nyeri sendi yang memanjang biasanya tidak dijumpai
pada infeksi dengue. Mialgia generalisata seperti nyeri pada punggung
dan bahu biasa dijumpai. Karena gejala yang khas adalah timbulnya rasa
pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, maka ada
yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang.
2.2.5.3. Nyeri Otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada
otot penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu,
dan anggota gerak. Kadang-kadang terjadi pembengkakan pada otot
sekitar mata kaki atau sekitar pergelangan kaki (achilles).
2.2.5.4. Bercak Kemerahan Pada Kulit
Kemerahan pada kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk
makulo-popular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota
gerak, telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi
pada hari pertama demam. Lokasi kemerahan biasanya pada daerah
muka, badan, tangan, dan kaki.

2.2.5.5. Sakit Kepala


Keluhan sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui.
Biasanya sakit kepala tidak terlalu berat.
2.2.5.6. Kejang dan Penurunan Kesadaran
Kejang biasanya pada anak karena panas yang terlalu tinggi jadi
bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang kejang disertai
penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro spinal) tidak
ditemukan kelainan biokimia dan jumlah sel.
2.2.5.7. Infeksi Saluran Pernapasan
Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas juga bisa dijumpai.
2.2.5.8. Gejala Lain
Gejala lain yang kadang-kadang dapat ditemui adalah pembesaran
kelenjar getah bening di bagian leher dan kolaps pembuluh darah kapiler
(Eppy, 2010 : 5).
2.2.6. Diagnosis Pasti dan Banding
Diagnosis chikungunya

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis


ditemukan keluhan demam, nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, rasa
lemah, mual, muntah, fotofobia, serta daerah tempat tinggal penderita
yang berisiko terkena chikungunya. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan adanya ruam makulopapuler, limfadenopati servikal, dan
injeksi konjungtiva. Pada pemeriksaan hitung lekosit, beberapa penderita
mengalami lekopenia dengan limfositosis relatif. Jumlah trombosit dapat
menurun sedang dan laju endap darah akan meningkat. C-reactive
protein positif pada kasus-kasus akut (Eppy, 2010 : 8).
Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu
menegakkan diagnosis, seperti isolasi virus dari darah, tes serologi klasik
seperti uji hambatan aglutinasi/HI, complement fixation/CF, dan serum
netralisasi; tes serologi modern dengan teknik IgM capture ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay); teknik super modern dengan
pemeriksaan PCR; serta teknik yang paling baru dengan RT-PCR (2002).
Dengan menggunakan tes serologi klasik diagnosis sangat tergantung
pada penemuan peningkatan titer antibodi sesudah sakit. Biasanya pada
serum yang diambil saat hari ke-5 demam tidak ditemukan antibodi HI,
CF, ataupun netralisasi. Antibodi netralisasi dan HI baru ditemukan pada

serum yang diambil saat 2 minggu atau lebih sesudah serangan panas
timbul. Diagnosis yang akurat dapat diperoleh dari serum yang sudah
diambil sesudah sakit dengan metode IgM capture ELISA. Isolasi virus
dapat dibuat dengan menyuntikkan serum akut dari kasus tersangka pada
mencit atau kultur jaringan. Diagnosis pasti adanya infeksi virus
chikungunya ditegakkan bila didapatkan salah satu hal berikut:
1) Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi
2)
3)

(HI)
Virus chikungunya (CHIK) pada isolasi virus
IgM capture ELISA
Viral arthropaty dapat diketahui dan dijumpai pada beberapa

infeksi virus, seperti dengue, Mayora (Mayora fever, Uruma fever), Ross
River, Sindbiss (Ockelbo), Baermah forest, dan O`nyong-nyong, serta
penyakit virus lainnya (penyakit pogosta, demam karelian). Infeksi virus
tersebut merupakan diagnosis banding dari penyakit chikungunya.
Diagnosis banding penyakit chikungunya yang paling mendekati adalah
demam dengue atau demam berdarah dengue (Soegeng Sogijanto,
2004 : 62).
2.2.7. Prognosis
Prognosis penderita chikungunya cukup baik, sebab penyakit ini
tidak menimbulkan kematian. Belum ada penelitian yang secara jelas
memperlihatkanbahwa

chikungunya

dapat

secara

langsung

menyebabkan kematian. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi virus


chikungunya, 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami kekakuan sendi
atau mild discomfort, 2,8 % mempunyai persisten residual joint stiffness
tetapi tidak nyeri, dan 5,6 % mempunyai keluhan sendi yang persisten,
kaku, dan sering mengalami efusi sendi (Suharto, 2007).
Dalam beberapa hal isolasi virus chikungunya baru diperoleh pada
kasus-kasus yang berat yang menunjukkan manifestasi perdarahan,
kelainan neurologis, dan kelainan otot jantung. Mereka ini umumnya
penderita chikungunya dewasa. Kegiatan olahraga dapat memperburuk
gejala klinis seperti nyeri sendi terutama pada pagi hari. Sendi lutut dapat
membengkak begitu juga sendi pergelangan tangan dan jari (Soegeng
Soegijanto, 2004 : 63).
Infeksi virus chikungunya baik klinis ataupun silent akan
memberikan imunitas seumur hidup, maka penyakit ini sulit menyerang
penderita yang sama. Tubuh penderita akan membentuk antibodi yang

akan membuatnya kebal terhadap serangan virus ini di kemudian hari.


Dengan demikian, kecil kemungkinannya untuk terkena lagi. Imunitas
yang terbentuk dapat bertahan dalam jangka waktu lama, hingga dua
puluh tahunan. Sesudah kejadian luar biasa (KLB), mulai dari anak-anak
sampai orang tua seperti sudah terimunisasi. Baru generasi berikutnya,
dua puluh tahun kemudian, tidak imun lagi (Eppy, 2010 : 11).
2.2.8. Pengobatan
Chikungunya pada dasarnya self limiting disease, artinya dapat
sembuh dengan sendirinya. Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk
chikungunya. Oleh sebab itu, pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala
yang mengganggu (simtomatis). Obat-obatan yang dapat digunakan
adalah obat antipiretik, analgetik (non-aspirin analgetik; non steroid anti
inflamasi drug parasetamol, antalgin, natrium diklofenak, piroksikam,
ibuprofen,

obat

anti

mual

dan

muntah

dimenhidramin

atau

metoklopramid). Aspirin dan steroid harus dihindari. Terapi lain disesuaikan


dengan gejala yang dirasakan (Sudarto dkk, 2007 : 155).
Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi,
cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin.
Memperbanyak konsumsi buah-buahan segar, sebaiknya minum jus buah
segar. Vitamin peningkat daya tahan tubuh juga bermanfaat untuk
menghadapi penyakit ini. Selain vitamin, makanan yang mengandung
cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan
tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa membuat
rasa ngilu pada persendian cepat hilang. Minum banyak air putih juga
disarankan untuk menghilangkan gejala demam (Anies, 2005 : 102).
2.2.9. Tindakan Pencegahan
Mengingat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah
vektor penular virus chikungunya dan virus dengue (DBD), maka upaya
pencegahan chikungunya hampir sama dengan pencegahan untuk
penyakit DBD. Pencegahan dititikberatkan pada pemberantasan nyamuk
penular dapat dilakukan terhadap jentiknya atau nyamuk dewasa
(Widoyono, 2008 : 70).
2.2.9.1. Pemberantasan Jentik
Pemberantasan jentik nyamuk yang dikenal dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), dilakukan dengan cara :
a. Kimiawi

Larvasidasi

adalah

pemberantasan

jentik

dengan

menaburkan bubuk larvasida. Terdapat 2 jenis larvasidasi


(insektisida) yang dapat digunakan pada wadah yang dipakai
untuk menampung air bersih (TPA) yakni :
(1) Temephos 1%.
Formulasi yang digunakan adalah

granules

(sand

granules). Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram ( 1


sdm rata) untuk tiap 100 air. Dosis ini telah terbukti efektif selama
8-12 minggu (2-3 bulan).
(2) Insect Growth Regulators (Pengatur Pertumbuhan Serangga)
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi
pertumbuhan

nyamuk

di

masa

sebelum

dewasa

dengan

menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik berganti


atau mengacaukan proses perubahan pupa menjadi nyamuk
dewasa. Contoh IGRs adalah methroprene dan phyriproiphene.
Secara umum IGRs akan memberikan efek ketahanan 3-6 bulan
dengan dosis yang cukup rendah bila digunakan di dalam tempat
penampungan air.
b. Biologi
Penerapan pengendalian biologi yang ditujukan terhadap
jentik hanya terbatas pada operasi berskala kecil. Pengendalian
dengan cara ini misalnya dengan memelihara ikan pemakan jentik
atau dengan bakteri. Ikan yang biasanya dipakai adalah
Larvavorus (gambusia, affins, poecilia reticulate, dan ikan adu),
sedang bakteri yang dinilai efektif untuk mengendalikan ada dua
spesies yakni bakteri endotoksin yang memproduksi Baccilus
thuringiensis serotipe H-14 dan Baccilus sphaericus (Bs).
c. Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan 3M (menguras, menutup,
dan mengubur) yaitu menguras bak mandi, bak WC, menutup
Tempat Penampungan Air (TPA) serta mengubur barang bekas
seperti (ban, botol, kaleng bekas, dll). Pengurasan Tempat
Penampungan Air (TPA) perlu dilakukan secara terus menerus
sekurang-kurangnya seminggu satu kali agar nyamuk tidak dapat
berkembang biak di tempat tersebut.
2.2.9.2. Pemberantasan Nyamuk
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan

cara

penyemprotan (pengasapan = fogging) dengan insektisida.

Insektisida yang dapat digunakan ialah insektisida golongan:


-Organophospate, misalnya malathion, fenitrothion
-Pyretroid sintetic, misalnya lamda, sihalotrin, permetrin
-Carbamat
Alat yang digunakan untuk penyemprotan ialah mesin fogg
atau mesin ULV (Depkes RI, 2005). Selain itu, juga perlu dilakukan
upaya dengan cara lain, seperti :
1.
Membersihkan halaman atau kebun di sekitar rumah.
2.
Membersihkan saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak.
3.
Membuka pintu dan jendela rumah setiap pagi hari sampai sore,
agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga
terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan
4.

demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk.


Memakai pakaian pelindung dari gigitan nyamuk Aedes dapat
merupakan alternatif penting dalam memutus kontak antara
nyamuk dewasa dengan manusia. Pakaian tersebut cukup tebal
atau longgar berlengan panjang dan celana panjang dengan kaos
kaki dapat melindungi tangan dan kaki dari tusukan nyamuk

5.

karena merupakan bagian tubuh yang rawan.


Memakai repellent
Repellent atau penolak serangga merupakan sarana pelindung diri
terhadap nyamuk dan serangga yang umumnya digunakan. Bahan
ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kategori yaitu penolak
alami dan penolak kimiawi. Minyak esensial dan ekstrak tanaman
merupakan bahan pokok penolak alami, misalnya minyak neem
(pada kayu mahoni). Penolak kimiawi misalnya DEET (N,NDiethyl-m-Taluamide) dapat memberikan perlindungan terhadap
nyamuk Aedes aegytpi dan Aedes albopictus. Repellent dioleskan

6.

seperlunya pada bagian tubuh yang terbuka.


Menghindari kebiasaan menggantung pakaian.
Kebiasaan meletakkan pakaian digantungkan yang terbuka,
misalnya di belakang pintu kamar. Melipat pakaian atau kain yang
bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap pada

7.

pakaian tersebut.
Tidur siang dengan menggunakan kelambu.
Kebiasaan orang tidur pada siang hari akan mempermudah
penyebaran penyakit chikungunya, karena nyamuk betina mencari
umpannya pada siang hari (Anies, 2006 : 76).

2.2.10. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Chikungunya

Menurut teori Hendrik L. Blum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi


kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat yaitu
keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan (Soekidjo
Notoatmodjo, 2007:66).
2.2.10.1 Genetik
Menurut Yuli Kusumawati (2003:16), genetik adalah faktor-faktor yang
diturunkan secara alamiah orang tua pada anaknya. Keturunan
merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku
makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Selama ini belum pernah ada
penelitian yang spesifik meneliti tentang faktor penyakit chikungunya yang
disebabkan oleh keturunan.
2.2.10.2. Lingkungan
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah lingkungan. Lingkungan adalah himpunan dari semua kondisi luar
yang berpengaruh pada kehidupan dan perkembangan pada suatu
organisme, perilaku manusia, dan kelompok masyarakat. Lingkungan
memegang peranan yang sangat penting dalam menyebabkan penyakitpenyakit menular. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi
kasus chikungunya. Secara umum lingkungan dibedakan menjadi 3, yaitu
: lingkungan fisik, lingkungan biologik, dan lingkungan sosial (Budioro,
2001 : 39).
a)
Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah lingkungan sekeliling manusia yang terdiri
dari benda-benda yang tidak hidup (non living things) dan
kekuatan-kekuatan fisik lainnya. Dalam hal ini lingkungan fisik
dapat

menjadi

enviromental

reservoir

dan

ikut

berperan

menentukan pola populasi nyamuk (Budioro, 2001 : 40).


b)
Keadaan Tempat Penampungan Air (TPA)
Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak (perindukan) di tempat
penampungan air untuk keperluan sehari-hari dan barang-barang
lain yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan
tanah, misalnya :
- Tempat Penampungan Air (TPA) untuk kebutuhan seharihari, misalnya bak mandi atau WC, tempayan, ember,
-

drum, dan lain-lain.


Bukan Tempat Penampungan Air (non TPA), yaitu tempat
atau barang-barang yang memungkinkan air tergenang,

seperti : tempat minum burung, vas bunga atau pot


tanaman air, kontainer bekas seperti : kaleng bekas dan
ban bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan lain-lain
-

yang dibuang di sembarang tempat.


Tempat penampungan alami, seperti : lubang potongan
bambu, lubang batang, lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal

pohon kulit pisang (Depkes RI, 2007 : 10).


c) Suhu Udara
Virus chikungunya hampir sama dengan virus dengue yaitu hanya
endemik di daerah tropis dimana suhu memungkinkan untuk
perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum pertumbuhan nyamuk
adalah 25C 27C (Suroso, 2003).
d) Kelembaban Udara
Angka kelembaban di Indonesia bisa mencapai 85%. Hal ini
disebabkan

Indonesia

merupakan

negara

kepulauan

yang

lautannya lebih luas daripada daratan, sehingga udara lebih


banyak

mengandung

air.

Rata-rata

kelembaban

untuk

pertumbuhan nyamuk adalah 65-90% (Santoso. L, 1999).


e) Pencahayaan
Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk
beristirahat pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan
kelembaban yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi
nyamuk intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang
mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk. Intensitas pencahayaan
untuk kehidupan nyamuk adalah < 60 lux (Budiyono, 2006).
f) Curah Hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembaban nisbi. Kelembaban
udara naik akan menambah genangan air sebagai tempat
perindukan nyamuk (Suroso, 2003).
g) Kecepatan Angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada
kelembaban dan suhu udara. Disamping itu angin berepengaruh
terhadap penerbangan nyamuk. Bila kecepatan angin 11-10 meter
atau 25-31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk
(Suroso, 2003).
h) Ketinggian Tempat
Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dapat hidup pada
daerah dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan air laut
(Suroso, 2003).

2.2.11. Lingkungan Biologik


Lingkungan biologik yang mempengaruhi kepadatan nyamuk
adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang
mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan dalam rumah dan
halaman. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan, maka
menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap berisitirahat
dan menambah umur nyamuk (Cut Irsanya Nilam Sari, 2005 : 10).
2.2.12. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah lingkungan yang mencakup hubungan
yang kompleks antara faktor-faktor dan kondisi-kondisi budaya, sistem
nilai, adat istiadat, kepercayaan, agama, pendidikan, pekerjaan, dan
sebagainya (Budioro, 2001 : 41).
2.2.13. Perilaku
Menurut Skinner (1938) yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo
(2005 : 132), perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang
(stimulus) dan tantangan dan respons. Ada beberapa faktor perilaku yang
berhubungan dengan kejadian chikungunya adalah sebagai berikut :
a. Kebiasaan Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)
Menguras bak mandi atau tempat penampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali. Kebiasaan menguras seminggu sekali
baik dilakukan untuk mencegah tempat perindukan nyamuk Aedes
aegypti (Depkes RI, 2005).
b. Kebiasaan Menutup Tempat Penampungan Air (TPA)
Kebiasaan menutup tempat penampungan air berkaitan dengan
peluang nyamuk Aedes aegytpi untuk hinggap dan menempatkan
telur-telurnya. Pada TPA yang selalu ditutup rapat, peluang nyamuk
untuk bertelur menjadi sangat kecil sehingga mempengaruhi
keberadaannya di TPA tersebut (Depkes RI, 2005).
c. Kebiasaan Mengubur Barang Bekas
Tempat perkembangbiakan nyamuk selain di tempat penampungan
air juga pada barang bekas yang memungkinkan air hujan tergenang
yang tidak beralaskan tanah, seperti kaleng bekas, ban bekas, botol,
tempurung kelapa, plastik, dan lain-lain yang dibuang sembarangan
tempat (Depkes RI, 2007 : 10).
d. Kebiasaan Menggantung Pakaian
Survei dilakukan dengan menanyakan

tentang

kebiasaan

menggantung pakaian kepada responden serta mengamati pakaian

yang menggantung pada dinding (ruangan) yang merupakan tempat


yang disenangi nyamuk Aedes aegypti untuk berisitrahat, dan pada
saatnya akan menghisap darah manusia kembali sampai nyamuk
tersebut cukup darah untuk pematangan sel telurnya (Dinkes Kota
Tegal, 2004 : 15).
e. Kebiasaan Tidur Siang
Kebiasaan orang tidur pada siang hari akan mempermudah
penyebaran penyakit chikungunya, karena nyamuk betina mencari
umpannya pada siang hari. Aktivitas menggigit nyamuk biasanya
mulai pagi sampai sore hari, dengan dua puncak aktivitas antara
pukul 08.00-10.00 dan 15.00-17.00 (Dinkes, 2004 : 16).
f.

Pelayanan Kesehatan
Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub
pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan
preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan
pelayanan

kuratif

(pengobatan)

untuk

meningkatkan

derajat

kesehatan dengan sasaran masyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2007


: 101). Ada 3 bentuk pelayanan kesehatan, yaitu :
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health
Care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat
yang sakit

ringan dan masyarakat yang sehat untuk

meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.


Pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok ini
bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health services),
atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama
(primary health care). Bentuk pelayanan ini di Indonesia
adalah

puskesmas,

puskesmas

pembantu,

puskesmas

keliling, dan balkesmas.


Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondery Health
Care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok
masyarakat yang memerlukan perawatan menginap, yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe C

dan D, dan memerlukan tenaga spesialis.


Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiery Health

Care)
Pelayanan

kesehatan

ini

diperlukan

oleh

kelompok

masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani


pelayanan

kesehatan

tingkat

kedua.

Pelayanan

sudah

komplek dan memerlukan tenaga super pesialis, misalnya


Rumah sakit tipe A dan B.
2.3. Asuhan Keperawatan Komunitas
A. Konsep Community as Partner
Model konseptual adalah sintesis seperangkat konsep dan pernyataan
yang mengintegrasikan konsep-konsep tersebut menjadi suatu kesatuan.
Model keperawatan dapat didefinisikan sebagai kerangka pikir, sebagai satu
cara melihat keperawatan, atau satu gambaran tentang lingkup keperawatan.
Model ini sebagai panduan proses keperawatan dalam pengkajian
komunitas; analisa dan diagnosa; perencanaan; implementasi komunitas yang
terdiri dari tiga tingkatan pencegahan; primer, sekunder, dan tersier, dan program
evaluasi (Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999). Konsep Community as Partner
diperkenalkan Anderson dan McFarlane. Model ini merupakan pengembangan
dari model Neuman yang menggunakan pendekatan totalitas manusia untuk
menggambarkan status kesehatan klien. Neuman memandang klien sebagai
sistem terbuka dimana klien dan lingkungannya berada dalam interaksi yang
dinamis. Menurut Neuman, untuk melindungi klien dari berbagai stressor yang
dapat mengganggu keseimbangan, klien memiliki tiga garis pertahanan,
yaitu fleksible line of defense, normal line of defense, dan resistance defense.
Agregat klien dalam model Community as Partner ini meliputi intrasistem
dan ekstrasistem. Intrasistem terkait adalah sekelompok orang-orang yang
memiliki satu atau lebih karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004). Agregat
ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu komunikasi, transportasi dan
keselamatan, ekonomi, pendidikan, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan
dan sosial, lingkungan fisik dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane,
2000; Ervin, 2002; Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster,
2004; Allender & Spradley, 2005).
Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem
satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of
resistance, merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa
kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan

contoh dari line of resistance. Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan


bahwa dengan menggunakan model Community as Partner terdapat dua
komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan.
Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan delapan
subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian
keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai
dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Komunitas sebagai klien/partner berarti kelompok masyarakat tersebut
turut berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatannya.
2.3.1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga
masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga
atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis
dan sosial ekonomi maupun spiritual dapat ditentukan.
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses
tindakan untuk mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif dan
negatif yang berbenturan dengan masalah kesehatan dari masyarakat
hingga sumber daya yang dimiliki komunitas dengan tujuan merancang
strategi promosi kesehatan. Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima
kegiatan, yaitu :
a. Pengumpulan Data
tujuan pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi
mengenai masalah kesehatan pada masyarakat sehingga dapat
ditentukam tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah
tersebut yang menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan
spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Kegiatan
pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :
1) Data Inti
a) Riwayat Atau Sejarah Perkembangan Komunitas
riwayat terbentuknya sebuah komunitas (lama/baru). tanyakan
pada orang-orang yang kompeten atau yang mengetahui sejarah
area atau daerah itu.
b) Data Demografi

karakteristik orang-orang yang ada di area atau daerah tersebut,


distribusi (jenis kelamin, usia, status perkawinan, etnis), jumlah
penduduk,
c) Vital Statistik
meliputi kelahiran, kematian, kesakitan dan penyebab utama
kematian atau kesakitan.
d) nilai dan kepercayaan
nilai yang dianut oleh masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan,
berkaitan

kepercayaan-kepercayaan
dengan

kesehatan,

yang

kegiatan

diyakini

yang

keagamaan

di

masyarakat, kegiatan-kegiatan masyarakat yang mencerminkan


nilai-nilai kesehatan.
2) Subsistem
a) Lingkungan Fisik
catat lingkungan tentang mutu air, flora, perumahan, ruang, area
hijau,

binatang,

orang-orang,

bangunan

buatan

manusia,

keindahan alam, air, dan iklim.


b)

Pelayanan Kesehatan Dan Sosial


catat apakah terdapat klinik, rumah sakit, profesi kesehatan yang
praktek, layanan kesehatan publik, pusat emergency, rumah
perawatan atau panti werda, fasilitas layanan sosial, layanan

kesehatan mental, dukun tradisional/pengobatan alternatif.


c) Ekonomi
catat apakah perkembangan ekonomi di wilayah komunitas
tersebut maju dengan pesat, industri, toko, dan tempat-tempat
untuk pekerjaan, adakah pemberian bantuan sosial (makanan),
seberapa besar tingkat pengangguran, rata-rata pendapatan
keluarga, karakteristik pekerjaan.
d) Keamanan Dan Transportasi
apa jenis transportasi publik dan pribadi yang tersedia di wilayah
komunitas, catat bagaimana orang-orang bepergian, apakah
terdapat trotoar atau jalur sepeda, apakah ada transportasi yang
memungkinkan untuk orang cacat. jenis layanan perlindungan
apa yang ada di komunitas (misalnya: pemadam kebakaran,
polisi, dan lain-lain), apakah mutu udara di monitor, apa saja
jenis kegiatan yang sering terjadi, apakah orang-orang merasa
aman.
e) Politik Dan Pemerintahan

catat apakah ada tanda aktivitas politik, apakah ada pengaruh


partai yang menonjol, bagaimana peraturan pemerintah terdapat
komunitas (misalnya: pemilihan kepala desa, walikota, dewan
kota), apakah orang-orang terlibat dalam pembuatan keputusan
f)

dalam unit pemerintahan lokal mereka.


Komunikasi
catat apakah oaring-orang memiliki tv dan radio, apa saja sarana
komunikasi formal dan informal yang terdapat di wilayah
komunitas, apakah terdapat surat kabar yang terlihat di stan atau
kios, apakah ada tempat yang biasanya digunakan untuk

berkumpul.
g) Pendidikan
catat apa saja sekolah-sekolah dalam area beserta kondisi,
pendidikan lokal, reputasi, tingkat drop-out, aktifitas-aktifitas
ekstrakurikuler,

layanan

kesehatan

sekolah,

dan

tingkat

pendidikan masyarakat.
h) Rekreasi
catat dimana anak-anak bermain, apa saja bentuk rekreasi
utama, siapa yang berpartisipasi, fasilitas untuk rekreasi dan
kebiasaan masyarakat menggunakan waktu senggang.
b. Jenis Data
Jenis Data secara umum dapat diperoleh dari
1. Data Subjektif: yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah
yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas,
yang diungkapkan secara langsung melalui lisan.
2. Data Objektif: data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan,
pengamatan dan pengukuran.
c. Sumber Data
1. Data Primer: data yang dikumpulakn oleh pengkaji dalam hal ini
mahasiswa atau perawat kesehatan masyarakat dari individu,
keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan
atau pengkajian.
2. Data Sekunder : data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat
dipercaya, misalnya : kelurahan, catatan riwayat kesejatan pasien
atau medical record. (wahit, 2005)
d. Cara Pengumpulan Data
1. Wawancara Atatu Anamnesa
2. Pengamatan
3. Pemeriksaan Fisik
e. Pengolahan Data
1. Klasifikasi data atau kategorisasi data
2. Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally

f.

3. Tabulasi data
Interpretasi data analisis data
Tujuan analisis data :
1. Menetapkan kebutuhan komuniti;
2. Menetapkan kekuatan;
3. Mengidentifikasi pola respon komuniti;
4. Mengidentifikasi
kecenderungan

penggunaan

pelayanan

kesehatan.
g. Penentuan masalah atau perumusan masalah kesehatan
h. Prioritas masalah
Prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu
mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria:
1. Perhatian masyarakat;
2. Prevalensi kejadian;
3. Berat ringannya masalah;
4. Kemungkinan masalah untuk diatasi;
5. Tersedianya sumber daya masyarakat;
6. Aspek politis.
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan
baik yang aktual maupun potensial. Masalah aktual adalah masalah yang
diperoleh pada saat pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah
yang mungkin timbul kemudian. American Nurses Of Association (ANA). Dengan
demikian diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan
pasti tentang status dan masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan
tindakan keperawatan.
2.3.3. Perencanaan
a. Tahapan pengembangan masyarakat
Persiapan,
penentuan
prioritas

daerah,

pengorganisasian,

pembentukan pokjakes (kelompok kerja kesehatan)


b. Tahap diklat
c. Tahap kepemimpinan
Koordinasi intersektoral, akhir, supervisi atau kunjungan bertahap.
2.3.4. Pelaksanaan/Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Gordon, 1994., dalam Potter & Perry, 1997).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan

untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang


muncul dikemudian hari.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga
kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:

a. Cognitive

implementations,

meliputi

pengajaran/

pendidikan,

menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup


sehari-hari,

membuat

strategi

untuk

klien

dengan

disfungsi

komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan,


mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan
lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
b. Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan,
meningkatkan

pelayanan,

menciptakan

komunikasi

terapeutik,

menetapkan jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan


dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan
lain lain.

c. Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan


kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan
dari data dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal,
melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan,
dan lain-lain.
2.3.5 Evaluasi Atau Penilaian
Menurut Ziegler, Voughan Wrobel, & Erlen (1986) dalam Craven &
Hirnle (2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien,
dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi
staf keperawatan dalam area yang diinginkan.

b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa

tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada


evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat
wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa
keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku
klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga


Langkah-langkah asuhan keperawatan keluarga dan individu (Friedman,
1998) :

Pengkajian
individual :
Mental

Pengkajian terhadap
keluarga :

Emosional

Sosio budaya

Sosial

Data lingkungan

spritual

Fungsi

keluarga

secara

Fisik

Mengidentifikasi dan data

Struktur

anggota

Identifikasi masalah-masalah keluarga


dan individu
(Diagnosa Keperawatan)

Rencana perawatan :
Menyusun tujuan
Mengidentifikasi sumber-sumber
Mendefinisikan pendekatan alternatif
Memilih intervensi perawatan
Menyusun prioritas

Intervensi :
Implementasi rencana pengarahan
sumber-sumber

Evaluasi perawatan

2.4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang di gunakan oleh perawat
keluarga dengan memakai norma-norma kesehatan keluarga maupun

sosial, yang merupakan sistem yang terintegrasi dan kesanggupan


keluarga

untuk

mengatasinya

(Friedman,

1998).

(Effendy,

1998)

menguraikan hal-hal yang perlu di kaji dalam keluarga adalah :


a. Data Umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :
1.

Nama kepala keluarga (KK).

2.

Usia kepala keluarga (KK).

3.

Alamat dan nomor telepon.

4.

Pekerjaan anggota keluarga.

5.

Pendidikan kepala keluarga.

6.

Komposisi dan Genogram keluarga.

7.

Tipe keluarga yaitu menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta


kendala atau masalah yang terjadi dengan dengan tipe keluarga
tersebut.

8.

Suku bangsa yaitu mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut


serta mgnidentifikasi budaya suku bangsa tersebut yang terkait
dengan kesehatan.

9.

Agama yaitu mengkaji agama yang dianut oleh keluarga dan


kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

10. Status sosial ekonomi keluarga yaitu mengkaji pendapatan baik


kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu
status ekonomi keluarga ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan
yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki
oleh keluarga.
11. Aktivitas rekreasi keluarga yaitu mengkaji sarana rekreasi keluarga
yang tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersamasama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan
menonton televisi dan mendengar radio juga merupakan rekreasi.
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
Tahap perkembangan keluarga saat ini yaitu di lihat dari keadaan dan
usia dari anak tertua.
1. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi yaitu
menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum
terpenuhi

oleh

keluarga

serta

kendala

perkembangan tersebut belum terpenuhi.

mengapa

tugas

2. Riwayat keluarga inti yaitu menjelaskan mengenai riwayat inti


kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit
keturunan, riwayat masing-masing anggota keluarga, perhatian
terhadap

pencegahan

penyakit

(status

imunisasi),

sumber

pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta


pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
3. Riwayat keluarga sebelumnya yaitu menjelaskan mengenai riwayat
kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.
c. Struktur keluarga
1. Pola komunikasi
2. Struktur kekuatan keluarga.
3. Struktur peran.
4. Nilai atau norma keluarga.
d. Fungsi keluarga
1. Fungsi afektif.
2. Fungsi sosialisasi.
3. Fungsi perawatan keluarga.
Hal-hal yang dikaji

sejauh mana keluarga melakukan pemenuhan

tugas perawatan keluarga adalah :


a. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan dengan mengkaji kemampuan keluarga mengetahui
fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian,
tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya
serta persepsi keluarga terhadap masalah.
b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji
adalah kemampuan keluarga mengerti mengenai :
- Sifat dan luasnya masalah
- Apakah masalah dirasakan oleh keluarga,
- Merasa menyerah terhadap masalah yang dialami
- Akibat dari tindakan penyakit

- Sikap negatif terhadap masalah kesehatan


- Menjangkau fasilitas kesehatan yang ada
- Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
- Mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam
mengatasi masalah.
c. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit, yang perlu dikaji adalah :
1. Pengetahuan tentang keadaan penyakitnya (sifat,penyebaran,
komplikasi, prognosa) dan cara perawatannya.
2. Pengetahuan tentang sifat dan perkembangan perawatan
yang dibutuhkan.
3. Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga
yang bertanggung jawab).
d. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam
memelihara lingkungan rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji
adalah pengetahuan keluarga terhadap:
1. Sumber-sumber keluarga yang dimiliki
2. Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan
3. Pentingnya hygiene sanitasi
4. Upaya pencegahan penyakit
5. Hygiene sanitasi
6. ekompakan antara anggota keluarga.
e. Untuk

mengetahui

sejauh

mana

kemampuan

keluarga

menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan di masyarakat, hal


yang perlu dikaji adalah :
1. Keberadaan fasilitas kesehatan
2. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas
kesehatan
3. Kepercayaan

keluarga

terhadap

petugas

dan

fasilitas

kesehatan
4. Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan

5. Apakah fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.


1)

Fungsi reproduksi
Hal-hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah:
berapa jumlah anak, perencanaan jumlah anggota keluarga, metode
yang digunakan dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga.

2)

Fungsi ekonomi
Hal-hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga
adalah: kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan,
papan, serta pemanfaatan sumber yang ada di masyarakat untuk upaya
peningkatan status kesehatan.

d.

Stress dan koping keluarga


Stresor jangka pendek dan panjang
1. Stresor jangka pendek yaitu stresor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang lebih enam bulan
2. Stresor jangka panjang yaitu stresor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari enam bulan.
3. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stresor. Hal-hal yang
perlu

dikaji

adalah

sejauhmana

keluarga

berespon

terhadap

situasi/stressor.
b) Strategi koping yang digunakan yaitu strategi koping apa yang
digunakan oleh keluarga bila menghadapi permasalahan.
c) Strategi

adaptasi

disfungsional

yaitu

menjelaskanmengenai

strategi adaptasi disfunsional yang digunakan keluarga bila


menghadapi permasalahan.

f.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang
digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan
fisik di klinik.

2.4.2 Diagnosa keperawatan

Dalam Friedman (1998), Carpenito (1987) mendefinisikan diagnosa


keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia
(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi potensial/aktual dari individu
atau kelompok dimana perawat dapat secara legal mengidentifikasikan dan
untuk itu pula perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitif untuk
mempertahankan status kesehatan atau untuk mengurangi, menghilangkan
atau mencegah perubahan.
Dalam

menetapkan

diagnosa

keperawatan

keluarga,

ditetapkan

berdasarkan faktor resiko dan faktor potensial terjadinya penyakit atau


masalah kesehatan keluarga, serta kemampuan keluarga dalam mengatasi
masalah. Diagnosa keperawatan keluarga ditegakkan dengan formulasi
PES (Problem, Etiologi, Sign).
Setelah menentukan masalah atau diagnosa keperawatan, langkah
selanjutnya

adalah

menentukan

prioritas

masalah

kesehatan

dan

keperawatan keluarga.
2.4.3 Perencanaan
2.4.3.1 Penyusunan Tujuan
Perancanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan
yang mencakup tujuan umum dan tujuan khusus serta dilengkapi dengan
standar. Kriteria dan standar merupakan pernyataan yang spesifik tentang
hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan
tujuan khusus yang ditetapkan. Penyusunan tujuan ini dilakukan
bersama-sama anggota keluarga secara konsisten. Dalam penyusunan
tujuan

sangat

diperlukan

kerja

sama

dengan

keluarga

dalam

membedakan masalah-masalah yang perlu diselesaikan dalam intervensi


keperawatan, dan membedakan masalah-masalah yang dapat diatasi
oleh keluarga sebagai perilaku perawatan diri, serta masalah-masalah
yang perlu diserahkan kepada anggota tim perawatan kesehatan yang
lain atau yang ditangani secara kolektif
2.4.3.2 Membuat pendekatan alternatif dan mengidentifikasi sumbersumber
Anggota keluarga didorong untuk menemukan kekuatan-kekuatan
laten dan potensi-potensi yang belum tersalurkan sebagai bagian dari
upaya-upaya pemecahan masalah. Tindakan-tindakan atau pendekatan-

pendekatan yang dilakukan oleh perawat dipilih dari alternatif-alternatif


yang ada dengan melibatkan beberapa atau semua anggota keluarga,
anggota tim perawatan yang lain, atau melibatkan keluarga luas dan
teman-teman, serta perawat. Beberapa pendekatan yang direncanakan
bersifat realistis dan menggambarkan suatu perbaikan terhadap situasi
klien saat ini (here and now).
1.

Penyusunan Prioritas
Operasionalisasi perencanaan perawatan mengikuti penyelesaian

pendekatan secara bersama-sama yang dirancang untuk mencapai


tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Penyusunan prioritas intervensi
dalam suatu perencanaan yang bertahap dan dan terkoordinasi akan
membawa

intervensi

kepada

pengimplementasiannya.

Pengurutan

prioritas yang dibuat bersama-sama keluarga sangat penting dalam


penyusunan prioritas masalah secara bersama. Penyusunan prioritas
masalah dalam keluarga dirumuskan data yang didapatkan pada
pengkajian.
1. Tipologi dari diagnosis keperawatan
a. Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan) yaitu dari hasil
pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari
gangguan kesehatan.
b. Resiko (ancaman kesehatan) yaitu sudah ada data yang
menunjang namun belum terjadi gangguan
c. Potensial (dalam keadaan sejahtera/Wellness) yaitu suatu
keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga
kesehatan keluarga dapat ditingkatkan

Skala penentuan prioritas


Skala untuk menetukan prioritas asuhan keperawatan keluarga menurut
Bailon dan Maglaya (1996) adalah :

No

Kriteria

Nilai

Sifat masalah
Skala : Tidak/kurang sehat

1
3

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtera

Kemungkinan masalah dapat diubah


Skala : Mudah

2
2

Sebagian

Tidak dapat

Potensial masalah untuk dicegah

Skala : Tinggi

Cukup

Rendah

Menonjolnya masalah
Skala : Masalah, harus segera ditangani

Bobot

1
2

Ada masalah tetapi tidak perlu 1


ditangani

Masalah tidak dirasakan

Skoring:
1) Tentukan skor untuk setiap kriteria.
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot.

Skor
X bobot
Angka tertinggi
3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
4) Skor tertinggi adalah 5, dan sama untuk seluruh bobot.
2.4.4 Pelaksanaan
Tahap

pelaksanaan

diawali

dengan

penyelesaian

perencanaan

keperawatan. Kriteria untuk membuat suatu keputusan termasuk keinginan


dan motivasi keluarga dalam menerima bantuan dan mencoba memecahkan
masalah-masalah dan tingkat berfungsinya keluarga, tingkat keterampilan
keluarga serta sumber-sumber yang tersedia (Friedman, 1998).
a.

Klasifikasi pelaksanaan menurut Friedman (1998)

1.

Kognitif, pelaksanaan diarahkan pada fungsi keluarga, tingkat kognitif


yang terdiri dari tindakan-tindakan perawat dimana informasi dan
gagasan baru tentang suatu keadaan atau pengalaman dikemukakan,
pengajaran dan membuat kembali kerangka strategi-strategi termasuk
dalam klasifikasi intervensi tingkat kognitif.

2.

Afektif, tindakan perawatan yang diarahkan kepada aspek-aspek aktif


fungsi keluarga adalah tindakan yang dirancang untuk mengubah emosi
dari anggota keluarga, sehingga mereka dapat memecahkan masalahs
secara efektif. Orang tua membantu mengurangi ansietas mereka
terhadap perawatan anak yang sakit.

3.

Perilaku, strategi-strategi perawatan yang diarahkan untuk membantu


anggota keluarga berinteraksi/bertingkah laku satu sama lain secara
berbeda-beda dengan anggota lain diluar keluarga, juga termasuk
mengajar keluarga untuk berkomunikasi secara lebih fungsional, seperti
mendengarkan satu sama lain tanpa menginterupsi.

b.

Model

Asuhan

Keluarga

menguraikan

pelaksanaan

tindakan

keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal :


1. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah
dan kebutuhan kesehatan dengan cara :
-

Memberikan informasi

Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

2. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat


dengan cara :
-

Mengidentifikasikan konsekuensi tidak melakukan tindakan

Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

Mendiskusikan tentang konsekuensi tipe tindakan.

3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang


sakit dengan cara :
-

Mendemontrasikan cara perawatan

Menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah

Mengawasi keluarga melakukan perawatan.

4. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat


lingkungan menjadi sehat dengan cara :
-

Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin

5. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada


dengan cara :
-

Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga

Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.4.5 Tahap evaluasi


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-intervensi yang dilakukan
oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Keefektifan ditentukan dengan
melihat respon keluarga dan hasil (bagaimana keluarga memberikan
respons), bukan intervensi-intervensi yang diimplementasikan.
Evaluasi merupakan proses berkesinambungan dari tahap awal
(pengkajian) sampai tahap akhir (evaluasi) yang dilakukan seorang perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan-perencanaan
dikembangkan dan dimodifikasi, perawat bersama keluarga perlu melihat
tindakan-tindakan perawatan tertentu apakah tindakan-tindakan perawatan
benar-benar membantu.
Tolak ukur yang digunakan dalam evaluasi keperawatan keluarga adalah :
a. Kriteria keberhasilan

Keluarga berhasil apabila mampu menunjukkan perkembangan/kemajuan


mengatasi masalah kesehatan sesuai dengan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
b. Standar keperawatan
Standar keperawatan merupakan target yaitu gambaran tentang faktorfaktor tidak tetap

yang dapat memberi petunjuk bahwa tujuan telah

tercapai atau belum untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga sesuai


dengan kemampuan keluarga apakah mampu mengatasi mesalah
kesehatan keluarganya atau tidak.
c. Perubahan prilaku
Masalah kesehatan keluarga teratasi apabila anggota keluarga mampu
menunjukkan perubahan prilaku sesuai dengan standar yang telah
ditetapakan sehingga keluarga mampu meningkatkan derajat kesehatan.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. TAHAP PERSIAPAN
Kegiatan ini diawali dengan orientasi dari Pembimbing Lahan di
Puskesmas Kendalsari pada tanggal 27 Juli 2015 untuk penentuan daerah
binaan. Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan oleh beberapa

pembimbing dari pihak puskesmas ditentukan bahwa wilayah binaan


berada di RW 06 Kelurahan Jatimulyo Malang. Selanjutnya dilakukan
pengurusan perijinan mulai dari kelurahan sampai kepada ketua RW dan
masing-masing ketua RT. Pertemuan pertama bersama perangkat wilayah
RW 06 beserta kader membahas tentang masalah yang ada di wilayah
tersebut dan berdasarkan penyampaian laporan perwakilan anggota yang
hadir diperoleh hasil bahwa di wilayah RW 06 kejadian chikungunya cukup
tinggi dengan tingkat pengetahuan tentang chikungunya yang rendah. Hasil
pertemuan inilah yang kemudian menjadi dasar dilakukannya pengkajian di
wilayah tersebut. Pengkajian yang dilakukan melalui berbagai metode,
diantaranya windshield survey, informasi dari key informent, wawancara
dan kuesioner.
Wilayah RW 06 terdiri dari 8 RT, namun berdasarkan informasi
kader kesehatan dilaporkan bahwa RT 7 dan 8 tidak mamiliki wakil kader
kesehatan dan tidak pernah mengikuti pertemuan yang dilakukan RW 06
sehingga wilayah RT tersebut tidak disarankan untuk menjadi warga
binaan. Sehingga penghitungan jumlah sampel dihitung dari jumlah KK di
RT 1 sampai RT 6 dengan total sebanyak 468 KK. Berdasarkan
penghitungan dengan metode simple random sampling diperoleh bahwa
jumlah sampel sebanyak 84 KK.
3.2.

TAHAP PENGKAJIAN
Tahap pengkajian dimulai dari observasi lingkungan di wilayah RW
06 dan diperoleh gambaran wilayah dan lingkungan sebagai berikut:

3.2.1. PENGKAJIAN WINDSHIELD SURVEY


A. Gambaran Wilayah

PENYAMPAIAN DATA
1. Data Primer :
A. JUMLAH KADARZI
Januari (jumlah: 113)
Kadarzi : 55 balita
Tidak Kadarzi : 63
Februari (jumlah: 114)
Kadarzi : 66
Tidak Kadarzi : 48
Maret (jumlah: 109)
Kadarzi : 43
Tidak Kadarzi : 66
April (jumlah: 106)
Kadarzi : 53
Tidak Kadarzi : 53
Mei (jumlah: 105)
Kadarzi : 44
Tidak Kadarzi : 61
Juni (jumlah: 134)
Kadarzi : 55
Tidak Kadarzi : 79
B. KUNJUNGAN POSYANDU BALITA

Gambar ......
Gambar di atas menunjukkan kunjungan posyandu balita selama
3 bulan terakhir, yaitu bulan april, mei, dan juni. Dari data tersebut
didapatkan bukti bahwa kunjungan ke posyandu balita mengalami
penurunan tiap bulan.

C. KUNJUNGAN LANSIA

Gambar ......

Gambar di atas menunjukkan jumlah kunjungan lansia ke posyandu


selama 6 bulan terakhir, yaitu bulan januari, februari, maret, april, mei,
dan juni. Dari gambar di atas didapatkan data lansia yang tidak
berkunjung ke posyandu lansia adalah bulan Januari sebanyak
47,5%, Februari sebanyak 47,5%, Maret 98,5%, April 47,5%, Mei
50,5%, dan Juni 47,5%.
D. PENGKAJIAN KADER
- Dari hasil pengkajian di Posyandu, terdapat 15 Kader Kesehatan
-

yang mengikuti posyandu


Kehadiran di Posyandu pada 8 Agustus 2015 hanya 11 kader.
Ketidakmampuan dalam pengukuran gula darah terdapat 100%

kader tidak mampu


78% kader mengatakan INGIN diadakan pelatihan kader

2. Observasi
a. Gambaran Lingkungan Fisik
NO.
1.

ELEMEN
Perumahan

DESKRIPSI
Bangunan, luas, bahan,
arsitek, bersatu/pisah

HASIL
- Bangunan bersatu/
saling berdempetan
- Luas 9x13 m
- Bahan: batu bata
- Arsitek : modern

2.

Lingkungan/
daerah

Halaman samping,

- Atap : genting tanah


Halaman samping : rata-

belakang.

rata tidak ada (langsung

Luas, sempit/tidak,

berbatasan dengan

ada/tidak ada rumput,

tembok tetangga).

bersih/kotor,

Halaman belakang : rata-

pribadi/umum

rata tidak ada (langsung


berbatasan dengan
tembok tetangga), ada
sebagian yang
digunakan untuk
menjemur pakaian.
Luas : 2x3 m (sempit)

Rumput : ada di
beberapa tanah kosong,
di sekitar rumah tidak
ada.
Bersih dari sampah,
namun banyak debu
yang berterbangan dan
di lantai warga.
Lingkungan umum
terdapat rumput liar,
3.

Lingkungan

Sungai, got, jalan

terbuka

banyak sampah daun


Sungai : kotor, air keruh,
tidak mengalir dengan
baik, dan terdapat
tumpukan tanah
Got : beberapa bersih,
beberapa kotor, berbau

4.

Batas
kebiasaan

Tempat berkumpul,

menyengat, got terbuka


Ibu-ibu dan bapak-bapak

siapa, dimana, kapan

sering berkumpul
dirumah pak RW, di
toko/warung, di depan
rumah tetangga, di balai
RW ketika pagi, sore

5.

Transportasi

Cara datang, pergi,

atau malam
Jalan kaki, sepeda

situasi jalan dan jenis,

motor, sepeda, dan

alat transportasi

mobil.
Situasi jalan ramai di
pagi hari dan sepi pada

6.

Pusat

Klinik, rekreasi,

siang dan malam


Klinik : dokter umum 2,

pelayanan

sekolah, praktek

Rekreasi : kereta kelinci

pelayanan perawatan,

Praktek pelayanan

tempat ibadah

perawatan : puskesmas
>100 m

7.

Toko/warung

Jenis, siapa pemilik

Tempat ibadah : masjid


Toko : 4

8.

Pusat belanja

Bagaimana

Warung :
Toko : jalan kaki, sepeda

mencapainya, jenis

motor

Yang dijumpai di jalan

Pedagang keliling
Anak sekolah, ibu-ibu,

(anak, pengangguran,

bapak-bapak

hewan)
Lokasi, cara

Jawa

komunikasi

Komunikasi : bahasa

Masjid, gereja, dll

jawa dan indonesia


Masjid : 4

Akut/kronis, jarak ke

Gereja : tidak ada


Akut : ISPA

tempat pelayanan

Dokter umum : jarak

9.

Orang dijalan

10.

Suku

11.

Tempat ibadah

12.

Kesehatan

rata-rata <100 m
Puskesmas : jarak rata13.
14.

Politik
Media

Kampanye
Televisi, radio, koran,

rata >100 m
Demokrasi
Televisi, radio, koran

papan pengumumun,
dll
3. Key Instrumen
a. Hasil Wawancara Tentang Chikungunnya
-

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW didapatkan hasil


bahwa di kelurahan jatimulyo RW 06 dari beberapa RT banyak
yang terserang cikungunnya namun yang paling banyak terjangkit
cikungunya berada di RT 01 dan RT 06 dikarenakan lingkungan di
RT 01 dan RT 06 berdekatan dengan sungai dan sedikit kurang

terawat.
Berdasarakan hasil wawancara dengan kader kesehatan di RW 06
juga didapatkan hasil bahwa terdapat kegiatan bersih desa namun
sudah tidak berjalan lagi dan kegiatan tersebut berjalan saat ada

kejadian yang menimpa warga RW 06 kelurahan jatimulyo.


Berdasarkan wawancara dengan ketua RT di RW 06 di dapatkan
data bahwa warga membersihkan lingkungan saat ada beberapa
warga yang terkena cikungunnya.

b. Hasil Wawancara Tentang Kegiatan Posyandu


-

Menurut salah satu kader, terdapat alat pengukur glukosa, asam


urat, dan kolesterol. Namun, alat tersebut hanya dipakai selama 2

bulan dan setelah itu tidak dipakai lagi.


Menurut kader, posyandu di RW 06 akan berjalan bila petugas dari
puskesmas sudah datang. Bila petugas dari puskesmas belum

datang, acara posyandu juga belum dimulai.


Kader mengatakan ada beberapa kader yang belum pernah

mengikuti pelatihaN.
Kader mengatakan tidak tau nilai normal glukosa, asam urat, dan

kolesterol.
Berdasarkan hasil survey pada kegiatan posyandu hari sabtu, 8
8 2015 mendapatkan hasil bahwa peserta posyandu yang hadir
kebanyakan balita dan untuk lansia turun (sekitar <20 orang)

c. Hasil Wawancara Dengan Ketua Karang Taruna


-

Menurut ketua karang taruna di daerah RT 06 yang lebih baik


diberikan intervensi atau penyuluhan di daerah RT 06 adalah
warga yang tempat tinggalnya berada di daerah sekitar sungai
yang beresiko terjadi penularan.

4. Sekunder :
PENGKAJIAN INSTRUMEN
A. Core
1. Demografi
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota
Keluarga

Diagram 3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah


Anggota Keluarga

Berdasarkan diagram 3.1 diketahui bahwa 84 KK dari enam


RT sebanyak 24 KK tinggal dalam satu rumah dengan anggota
keluarga 4 orang (29%), sebanyak 21 KK tinggal satu rumah
dengan anggota keluarga 3 orang (25%), sebanyak 15 KK tinggal
dalam satu rumah dengan 5 orang (18%), sebanyak 13 KK tinggal
dalam satu rumah dengan anggota keluarga 2 orang (15%), dan
sebanyak 9 KK tinggal dalam satu rumah dengan anggota >5
orang (11%).

b.

Karakteristik Status Kependudukan

Diagram 3.2 Karakteristik Status Kependudukan


Berdasarkan diagram 3.2 diketahui bahwa dari 84 KK
sebanyak 74 orang (88%) KK asli warga kelurahan Jatimulyo dan
10 orang (12%) KK merupakan pendatang.
c.

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Diagram 3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Berdasarkan diagram 3.3 dapat diketahui dari 84 KK
didapatkan 318 anggota keluarga, 173 orang termasuk dalam
kategori dewasa (55%), 49 orang remaja (15%), 40 orang lansia
(12%), 32 orang anak (10%), dan 24 orang kategori bayi (12%).
d.

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan

Diagram 3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status


Pernikahan
Diagram 3.4 diketahui bahwa dari 84 KK yang diamati
didapatkan 318 orang, 163 orang menikah (51%), 129 orang
belum menikah (40%), janda 21 orang (7%), dan duda 5 orang
(2%).
e.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Diagram 3.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Diagram 3.5 dapat diketahui bahwa dari 84 KK terdiri 318
orang terdapat 122 orang yang bekerja swasta (40%), 112 orang
tidak bekerja (36%), 46 orang sebagai IRT (11%), 36 orang
sebagai wiraswasta (12%), dan 2 orang PNS (2%).
f.

Karakteristik

Responden

Berdasarkan

Pendidikan

Terakhir

Diagram

3.6

Karakteristik

Responden

Berdasarkan

Pendidikan Terakhir
Diagram 3.6 dapat diketahui bahwa dari 84 KK terdapat 318
orang, didapatkan 32% (102 orang) berpendidikan SD, 31% (99
orang)

berpendidikan

SMA/SMK,

15%

(13

orang)

tidak

bersekolah, 12% (64 orang) berpendidikan SMP, 5% (15 orang)


belum sekolah, dan 6% (17 orang) berpendidikan sarjana.
2. NILAI DAN KEYAKINAN

Diagram

3.7

Karakteristik

Responden

Berdasarkan

Agama
Diagram 3.7 menunjukkan bahwa dari 84 KK yang terdiri dari
318 orang 100% (318 orang) beragama islam .

3. MASALAH KESEHATAN
a. Karakteristik Berdasarkan Masalah Kesehatan

Diagram 3.8 Karakteristik Masalah Kesehatan


Dari diagram 3.8 dapat diketahui bahwa dari 84 KK, 24% (22
orang) mengalami chikungunya , 15%

(14 orang) memiliki riwayat

Asam urat dan 12 % (11 orang) memikiki riwayat gastritis dan 45 %


memiliki riwayat penyakit yang lain-lain.
b.

Karakteristik Kebiasaan Olahraga

Diagram 3.9 Karakteristik Kebiasaan Olahraga


Diagram 3.9 menunjukkan bahwa dari 84 KK, didapatkan 75%
(62 orang) rutin berolahraga dan 25% (21 orang) tidak rutin
berolahraga.

c.

Karakteristik Kebiasaan Merokok

Diagram 3.10 Karakteristik Kebiasaan Merokok


Dari diagram 3.10 dapat diketahui bahwa dari 84 KK,
prosentase warga di RW.06 yang merokok sebanyak 60% (50
orang) dan yang tidak merokok sebanyak 40% (34 orang).
d.

Karakteristik Kebiasaan Konsumsi Garam Per Hari

Diagram 3.11 Karakteristik Kebiasaan Konsumsi Garam Per


Hari
Dari diagram 3.11 diketahui bahwa dari 84 KK, didapatkan
48% (45 orang) mengkonsumsi garam 1 sendok teh, 52% (49
orang) mengkonsumsi garam 1 sendok teh.
e.

Karakteristik

Kebiasaan

Penggunaan

Kelambu/Obat

Nyamuk/ Lotion

Diagram

3.12

Karakteristik

Kebiasaan

Penggunaan

Kelambu/Obat Nyamuk/ Lotion


Dari diagram 3.12 dapat diketahui bahwa dari 84 KK,
sebanyak 64% warga tidak menggunakan kelambu/ obat nyamuk/
lotion dan sebanyak 36% warga menggunakan kelambu/obat
nyamuk/lotion.
f.

Karakteristik Penggunaan Cairan Larvasida/Abate

Diagram 3.13 Karakteristik Penggunaan Cairan


Larvasida/Abate
Dari diagram 3.13 dapat diketahui bahwa dari 84 KK, 15% (13
orang) menggunakan cairan Larvasida atau abate dan 85% (71
orang) tidak menggunakan cairan Larvasida atau abate.

g.

Karakteristik Berdasarkan Konsumsi Kopi

Diagram 3.14 Karakteristik Berdasarkan Konsumsi Kopi


Diagram 3.14 menunjukkan bahwa dari 84 KK, warga di
RW.06 yang minum kopi setiap hari sejumlah 25% (21 orang),
yang kadang-kadang minum kopi 18% (15 orang), dan yang tidak
minum kopi 57% (48 orang).

B. Sub Sistem
1. Lingkungan Fisik

a.

Karakteristik Jumlah Kamar Dalam Rumah

Diagram 3.15 Karakteristik Berdasarkan Jumlah


Kamar Dalam Rumah
Berdasarkan diagram 3.15 diketahui bahwa dari 84 KK
sebagian besar rumah warga memiliki 3 kamar dalam rumahnya
dengan persentase sebanyak 43%, warga yang memiliki 2 kamar
dalam rumahnya sebanyak 32%, warga yang memiliki >3 kamar
dalam rumahnya sebanyak 21%, dan warga yang memiliki 1
kamar dalam rumahnya dengan persentase sebanyak 4%.
b.

Karakteristik Jumlah Penghuni dalam Satu Kamar

Diagram 3.16 Karakteristik Berdasarkan Jumlah


Penghuni dalam Satu Kamar
Berdasarkan diagram 3.16 diketahui bahwa dari 84 KK
yang diamati, rumah warga dengan jumlah penghuni satu
kamar 2 orang sebanyak 61% dan jumlah penghuni dalam
satu kamar > 2 orang dengan persentase sebanyak 39%.
c.

Karakteristik Ada Tidaknya Anggota Keluarga yang


Pernah Mengalami Chikungunya

Diagram 3.17 Karakteristik Ada Tidaknya Anggota Keluarga


yang Pernah Mengalami Chikungunya
Berdasarkan diagram 3.17 diketahui bahwa dari 84 KK
didapatkan sebanyak 26% keluarga di RW 06 pernah
menderita chikungunya dan 74% keluarga tidak pernah
mengalami chikungunya.
d.

Karakteristik Ada Tidaknya Anggota keluarga yang


meninggal Karena Chikungunya

Diagram

3.18 Karakteristik Berdasarkan Ada Tidaknya


Anggota

Keluarga

yang

Meninggal

Karena

Chikungunya
Berdasarkan diagram 3.18 diketahui bahwa dari 84 KK,
sebagian besar anggota keluarga di RW 06 tidak ada yang
meninggal karena chikungunya dengan persentase sebanyak
98,8% dan sebagian kecil anggota keluarga di RW 06 meninggal
karena chikungunya dengan presentase sebanyak 1,2%.
e.

Karakteristik Kepemilikan Hewan Peliharaan

Diagram 3.19 Karakteristik Kepemilikan Hewan Peliharaan


Berdasarkan diagram 3.19 diketahui bahwa dari 84 KK
didapatkan sebagian besar warga tidak memiliki hewan peliharaan
dengan persentase sebanyak 51% dan sebagian kecil warga
memiliki hewan peliharaan dengan persentase sebesar 49%.
f.

Karakteristik Letak Kandang Hewan Peliharaan

Diagram 3.20 Karakteristik Letak Kandang Hewan


Peliharaan

Diagram 3.20 menunjukkan bahwa dari 84 KK, sebagian kecil


letak kandang hewan peliharaan warga berada di dalam rumah
dengan persentase sebesar 25% dan sebanyak 27% letak
kandang hewan peliharaan warga berada di luar rumah, dan 48%
menunjukkan warga tidak memiliki hewan

peliharaan dan

kandangnya.
g.

Karakteristik Frekuensi Membersihkan Kandang

Diagram 3.21 Karakteristik Frekuensi Membersihkan Kandang


Berdasarkan diagram 3.21 diketahui bahwa dari 84 KK,
didapatkan sebanyak 44% warga membersihkan kandang hewan
setiap

hari,

sebanyak

3%

warga

membersihkan

kandang

seminggu 1x, dan 49% warga tidak memiliki kandang.


h.

Karakteristik Pengelolaan Sampah

Diagram 3.22 Karakteristik Pengelolaan Sampah


Berdasarkan diagram 3.22 diketahui bahwa dari 84 KK,
didapatkan bahwa sebagian besar pengelolaan sampah diangkut
oleh petugas kebersihan sebanyak 90% dan sebanyak 5% dibakar
maupun dibuang di sungai/got.
i.

Karakteristik Tempat Pembuangan sampah

Diagram 3.23 Karakteristik Tempat Pembuangan Sampah


Berdasarkan diagram 3.23 diketahui bahwa dari 84 KK,
didapatkan bahwa sebagian besar tempat pembuangan sampah
adalah di tempat sampah dengan persentase sebanyak 93%, dan
sebanyak 5% dibuang di sungai.

j.

Karakteristik Ada Tidaknya Tetangga yg Pernah Menderita


Chikungunya

Diagram 3.24 Karakteristik Ada Tidaknya Tetangga yg Pernah


Menderita Chikungunya
Berdasarkan diagram 3.24 diketahui bahwa dari 84 KK
sebanyak

61%

warga

menderita

chikungunya

mempunyai
dan

tetangga

sebanyak

39%

yang
warga

mempunyai tetangga yang pernah menderita chikungunya

pernah
tidak

k.

Karakteristik Tempat Tampungan Air

Diagram 3.25 Karakteristik Tempat Tampungan Air


Berdasarkan diagram 3.25 diketahui bahwa dari 84 KK yang
diamati, didapatkan sebanyak 55% warga memiliki tampungan air
bak mandi, sebanyak 11% memiliki tampungan gentong, dan
sebanyak 34% mempunyai memiliki tampungan air bak mandi
maupun gentong.
l.

Karakteristik Frekuensi Menguras Bak Mandi

Diagram 3.26 Karakteristik Frekuensi Menguras Bak Mandi


Berdasarkan diagram 3.26 menunjukkan bahwa dari 84 KK
yang diamati, sebagian besar warga menguras bak mandi 1x
seminggu sebanyak 88%, warga yang menguras bak mandi dalam
waktu 1x sebulan sebanyak 3% dan sebanyak 1% menguras bak
mandi dalam waktu 2x sebulan.
m. Karakteristik Jenis Penampungan Air

Diagram 3.27 Karakteristik Jenis Penampungan Air


Berdasarkan diagram 3.27 diketahui bahwa dari 84 KK yang
diamati, sebanyak 62% warga memiliki penampungan air tertutup
dan sebanyak 38% warga memiliki penampungan air yang
terbuka.
n.

Karakteristik Tempat Pembuangan Air Limbah Rumah


Tangga

Diagram 3.28 Karakteristik Tempat Pembuangan Air Limbah


Rumah Tangga
Berdasarkan diagram 3.28 diketahui bahwa dari 84 KK yag
diamati, sebanyak 54% warga membuang limbah rumah tangga di
selokan, sebanyak 9% warga membuang limbah rumah tangga di
pekarangan.
o. Karakteristik Langit-langit

Diagram 3.29 Karakteristik Langit-langit


Berdasarkan diagram 3.29 diketahui bahwa dari 84 KK yang
diamati, didapatkan rumah warga yang tidak memiliki langit-langit
sejumlah 0% sedangkan rumah warga yang memiliki langit-langit
kotor, sulit dibersihkan dan rawan kecelakaan sejumlah 0%, dan
rumah

warga

yang

memiliki

langit-langit

bersih,

mudah

dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan sejumlah 100%.


p. Karakteristik Dinding

Diagram 3.30 Karakteristik Dinding


Berdasarkan diagram 3.30 diketahui bahwa dari 84 KK yang
diamati, didapatkan rumah warga yang memiliki dinding terbuat
dari anyaman bambu/ilalang sejumlah 0%, sedangkan rumah
warga

yang

memiliki

dinding

semi

permanen/setengah

tembok/pasangan bata/papan yang tidak kedap air sejumlah 0%


dan rumah warga yang memiliki tembok dinding permanen
(tembok/papan kedap air) 100%.
q. Karakteristik Lantai

Diagram 3.31 karakteristik lantai


Berdasarkan diagram 3.31 diketahui bahwa dari 84 KK yang
diamati, didapatkan rumah warga yang memiliki lantai terbuat dari
tanah sejumlah 0%, sedangkan rumah warga yang memiliki lantai
berupa papan/anyaman bambu/plesteran yang retak dan berdebu

sejumlah

0%

dan

rumah

warga

yang

memiliki

lantai

plesteran/ubin/ kramik/papan sejumlah 100%.


r.

Karakteristik Jendela Kamar Tidur

Diagram
3.32 Karakteristik
Jendela Kamar
Tidur
Diagram 3.32 diketahui bahwa dari 84 KK yang diamati,
menunjukkan rumah warga yang memiliki jendela sejumlah
100% dan rumah warga yang tidak memiliki jendela sejumlah
0%.
s. Karakteristik Jendela Ruang Keluarga

Diagram 3.33 Karakteristik Jendela ruang keluarga


Diagram 3.33 diketahui bahwa dari 84 KK yang diamati,
menunjukkan rumah warga yang memiliki jendela di ruang
keluarga sejumlah 100%, dan rumah warga yang tidak memiliki
jendela di ruang keluarga sejumlah 0%.
t.

Karakteristik Ventilasi

Diagram 3.34 karakteristik ventilasi


Diagram 3.34 diketahui bahwa dari 84 KK yang diamati,
menunjukkan rumah warga yang memiliki ventilasi lebih dari 10%
dari luas lantai sejumlah 96,4 %, sedangkan rumah warga yang

memiliki ventilasi kurang dari 10% dari luas lantai sejumlah 3,6 %,
dan rumah warga tidak memiliki ventilasi sejumlah 0%
u. Karakteristik Lubang Asap Dapur

Diagram 3.35 Karakteristik Lubang Asap Dapur


Diagram 3.35 diketahui bahwa dari 84 KK yang diamati,
menunjukkan rumah warga yang memiliki lubang ventilasi dapur
lebih 10% dari luas lantai dapur (asap dapat keluar dengan
sempurna) sejumlah 56 %, sedangkan rumah warga yang memiliki
lubang kurang dari 10% dari luas lantai dapur sejumlah 44 %, dan
rumah warga yang tidak memiliki lubang asap dapur sejumlah 0%.
v. Karakteristik Pencahayaan

Diagram 3.36 karakteristik pencahayaan


Diagram 1.8 diketahui bahwa dari 84 KK yang diamati,
menunjukkan rumah warga yang memiliki pencahayaan terang
dan tidak silau sejumlah 98,8 %, sedangkan rumah warga yang
memiliki pencahayaan kurang terang sehingga kurang jelas untuk
membaca sejumlah 1,2 %, dan rumah warga yang memiliki
pencahayaan tidak terang dan tidak dapat dipergunakan untuk
membaca sejumlah 0%
2. SARANA SANITASI
a. Sarana Air Bersih

Diagram 3.37 Sarana Air Bersih


Diagram 3.37 diketahui bahwa dari 84 KK yang diamati,
menunjukkan rumah warga yang memiliki sarana air bersih milik
sendiri dan memenuhi syarat kesehatan sejumlah 98,8%,
sedangkan rumah warga yang memiliki sarana air bersih bukan
milik sendiri namun memenuhi syarat kesehatan sejumlah 1,2 %,
rumah warga yang memakai sarana air bersih bukan milik sendiri
namun tidak memenuhi syarat kesehatan sejumlah 0%, dan
rumah warga yang tidak memiliki sarana air bersih sejumlah 0%
b. Jamban (Sarana Pembuangan Kotoran)

Diagram 3.38 Jamban


Diagram 3.38 diketahui bahwa dari 84 KK yang diamati,
menunujukkan rumah warga yang memiliki jamban leher
angsa/septic tank sejumlah 85,7%, warga yang memiliki jamban
berupa bukan leher angsa namun ada tutup/septic tank sejumlah
0%, warga yang memiliki jamban berupa bukan leher angsa, ada
tutup dan disalurkan ke sungai sejumlah 10,7%, warga yang
memiliki jamban bukan leher angsa tidak ada tutup dan
disalurkan ke sungai atau kolam sejumlah 0%, rumah warga
yang tidak memiliki jamban sejumlah 3,6%.
3. Perilaku Penghuni
a. Membuka Jendela Kamar Tidur

Diagram 3.39 perilaku penghuni membuka jendela kamar tidur


Diagram 3.39 menunjukkan perilaku warga dari 84 KK yang
diamati, jumlah warga yang membuka jendela kamar tidur setiap
hari sejumlah 98,8%, sedangkan warga yang membuka jendela
kamar tidur kadang-kadang sejumlah 1,2%, dan warga yang tidak
pernah membuka kamar tidur sejumlah 0%
b. Membuka Jendela Ruang Keluarga

Diagram 3.40 perilaku membuka jendela keluarga


Diagram 3.40 menunjukkan perilaku warga dari 84 KK yang
diamati, perilaku warga yang membuka jendela ruang keluarga
setiap hari sejumlah 97,6%, sedangkan warga yang membuka
jendela ruang keluarga kadang-kadang sejumlah 2,4% dan warga
yang tidak pernah membuka jendela ruang keluarga sejumlah 0%
c. Membersihkan Rumah dan Halaman

Diagram 3.41 Perilaku Membersihkan Rumah dan Halaman


Diagram 3.41 menunjukkan perilaku warga yang setiap hari
membersihkan rumah dan halaman sejumlah 96,4%, sedangkan
warga yang kadang-kadang membersihkan rumah dan halaman
sejumlah 3,6%, dan warga yang tidak pernah membersihkan
rumah sejumlah 0%.
d. Membuang Tinja Bayi dan Balita ke Jamban

Diagram 3.42 Perilaku Membersihkan Rumah dan Halaman


Diagram 3.42 menunjukkan perilaku warga yang membuang
tinja bayi dan balita setiap hari ke jamban sejumlah 91,7,
sedangkan warga yang membuang tinja bayi dan balita kadangkadang ke jamban sejumlah 8,3, dan warga yang membuang tinja
bayi dan balita tidak pernah ke jamban sejumlah 0%.
4. KOMUNIKASI DAN INFORMASI
a. Karakteristik Berdasarkan Penerimaan Informasi Tentang
Penyakit Chikungunya

Diagram

3.43

Karakteristik

Berdasarkan

Penerimaan

Informasi Tentang Penyakit Chikungunya


Berdasarkan diagram 3.43 menunjukkan bahwa dari 84 KK
yang diamati di RW 06, warga yang mengatakan menerima
informasi tentang penyakit chikungunya sebesar 55%, sedangkan
warga yang mengatakan tidak menerima informasi tentang
penyakit chikungunya sebesar 45%.

b.

Karakteristik

Berdasarkan Sumber Informsi Tentang

Penyakit Chikungunya

Diagram 3.44 Karakteristik Berdasarkan Sumber Informsi


Tentang Penyakit Chikungunya
Berdasarkan diagram 3.44 menunjukkan bahwa dari 84 KK di
RW 06 menyatakan mendapatkan informasi penyakit chikungunya
dari media cetak sebanyak 11%, dari TV sebanyak 28%, dari
Radio sebanyak 0%, dari penyuluhan kader/puskesmas sebanyak
25%, dan lain-lain sebanyak 36%.
c.

Karakteristik

Media

Yang

Paling

Penyampai Informasi Kesehatan

Disukai

Sebagai

Diagram 3.45 Karakteristik Media Yang Paling Disukai


Sebagai Penyampai Informasi Kesehatan
Berdasarkan diagram 3.45 menunjukkan bahwa dari 84 KK di
RW 06 yang memilih media yang disukai sebagai penyampai
informasi kesehatan sebanyak 13% memilih poster, 8% memilih
lembar balik, 16% memilih LCD proyektor, dan 63% memilih lainlain.
d.

Karakteristik Waktu yang Disukai untuk Penyampaian


Informasi Kesehatan

Diagram 3.46 Karakteristik Waktu yang Disukai untuk


Penyampaian Informasi Kesehatan
Berdasarkan diagram 3.46 menunjukkan bahwa dari 84 KK di
RW 06 memilih waktu yang paling disukai untuk penyampaian
informasi kesehatan sebanyak 56% memilih pada sore hari, 18%
pagi hari, 11% siang hari, 15% malam hari.

e.

Pentingnya Informasi Penyakit Chikungunya Bagi Warga


RW 06

Diagram 3.47 Karakteristik Pentingnya Informasi Penyakit


Chikungunya Bagi Warga RW 06
Berdasarkan diagram 3.47 dari bahwa dari 84 KK yang diamati,
menunjukkan bahwa adanya informasi penyakit chikungunya
sebanyak

96%

warga

memilih

penting

untuk

informasi

chikungunya, dan sebanyak 4% memilih tidak penting.


f.

Pengetahuan

Warga

Mengenai

Pengertian

Penyakit

Chikungunya

Diagram 3.48 Karakteristik Pengetahuan Warga Mengenai


Pengertian Penyakit Chikungunya
Berdasarkan
menunjukkan

diagram

bahwa

3.48

dari

pengetahuan

84
warga

KK

yang

tentang

diamati
penyakit

chikungunya sebanyak 58% warga sudah mengetahui, sedangkan


sebanyak

42%

chikungunya.

warga

tidak

mengetahui

tentang

penyakit

g.

Pengetahuan Warga Mengenai Tanda Dan Gejala Penyakit


Chikungunya

Diagram 3.49 Karakteristik Pengetahuan Warga Mengenai


Tanda dan Gejala Penyakit Chikungunya
Berdasarkan

diagram

3.49

dari

84

KK

yang

diamati,

menunjukkan bahwa pengetahuan warga tentang tanda dan


gejala penyakit chikungunya sebanyak 60% warga sudah
mengetahui, sedangkan sebanyak 40% warga tidak mengetahui
tentang tanda dan gejala penyakit chikungunya.
h.

Pengetahuan Warga Mengenai Pencegahan Penyakit


Chikungunya

Diagram

3.50

Karakteristik

Pengetahuan

Warga

Mengenai

Pencegahan Penyakit Chikungunya


Berdasarkan

diagram

3.50

dari

84

KK

yang

diamati

menunjukkan bahwa pengetahuan warga tentang pencegahan


penyakit chikungunya sebanyak 25% warga sudah mengetahui,
sedangkan sebanyak 75% warga tidak mengetahui tentang
pencegahan penyakit chikungunya.

i. Pengetahuan Warga Mengenai Cara Penularan Chikungunya

Diagram 3.51 Karakteristik Pengetahuan Warga Mengenai Cara


Penularan Penyakit Chikungunya
Berdasarkan diagram 3.51 menunjukkan bahwa pengetahuan
warga tentang cara penularan penyakit chikungunya diperoleh
bahwa dari 84 KK sebanyak 68% warga tidak mengetahui tentang
cara penularan penyakit chikungunya dan sisanya sebanyak 32%
warga yang sudah mengetahui tentang cara penularannya.
3. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
a. Karakteristik Berdasarkan Kepemilikan Asuransi Kesehatan

Diagram 3.52 Karakteristik Berdasarkan Kepemilikan Asuransi


Kesehatan
Berdasarkan diagram 3.52 diketahui bahwa sebagian besar
warga di lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo memiliki asuransi
kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan dari 84 KK diperoleh bahwa
sebanyak 56% warga memiliki asuransi kesehatan dan sebanyak
44% lainnya tidak memiliki asuransi kesehatan.

b.

Karakteristik Berdasarkan Pemanfaatan Asuransi Kesehatan

Diagram 3.53 Karakteristik Berdasarkan Pemanfaatan Asuransi


Kesehatan
Berdasarkan diagram 3.53 diketahui bahwa sebagian besar
warga

di

lingkungan

RW.

06

Kelurahan

Jatimulyo

tidak

memanfaatkan asuransi kesehatan yang dimiliki. Hal ini ditunjukkan


dengan dari 84 KK sebanyak 57% warga yang tidak memanfaatkan
asuransi kesehatan yang dimiliki dan sebanyak 43% warga yang
memanfaatkan asuransi kesehatan yang dimiliki.
c. Karakteristik Berdasarkan Pengobatan Yang Dipilih Ketika
Keluarga Sakit

Diagram 3.54 Karakteristik Berdasarkan Pengobatan Yang Dipilih


Ketika Keluarga Sakit
Berdasarkan diagram 3.54 diketahui bahwa sebagian besar
warga di lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo memilih pelayanan
kesehatan untuk berobat ketika keluarga sakit. Hal ini ditunjukkan
dengan dari 84 KK sebanyak 94% warga yang memilih pelayanan
kesehatan sebagai pilihan pertama saat keluarga sakit, 6% warga

memilih untuk membeli obat sendiri dan tidak ada yang memilih untuk
melakukan pengobatan alternatif.
d. Karakteristik Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di
Lingkungan Sekitar

Diagram 3.55 Karakteristik Berdasarkan Pemanfaatan Kesehatan di


Lingkungan Sekitar
Berdasarkan diagram 3.55 diketahui bahwa sebagian besar warga di
lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo

memanfaatkan pelayanan

kesehatan di lingkungan sekitar. Hal ini ditunjukkan dengan dari 84 KK


sebanyak 88% warga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di
lingkungan sekitar dan sebanyak 12% yang tidak memanfaatkan
pelayanan kesehatan di lingkungan sekitar.
e. Alasan

Tidak

Memanfaatkan

Pelayanan

Kesehatan

Di

Lingkungan Sekitar

Diagram 3.56 Alasan Tidak Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan


Berdasarkan diagram 3.56 diketahui bahwa sebagian besar alasan
warga di lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo

yang tidak

memanfaatkan pelayanan kesehatan di lingkungan sekitar adalah


karena berbagai alasan (seperti malas). Hal ini ditunjukkan dengan dari
84 KK sebanyak 75% warga yang tidak memanfaatkan pelayanan

kesehatan di lingkungan sekitar karena alasan lain (seperti malas), 13%


warga karena alasan biaya dan 12% warga karena alasan jauh dari
rumah.

4.

Ekonomi
a. Karakteristik Penghasilan Keluarga

Diagram 3.57 Karakteristik Berdasarkan Penghasilan Keluarga

Berdasarkan diagram 3.57 diketahui bahwa sebagian besar


warga di lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo memiliki rata-rata
penghasilan <Rp1.800.000,00 dalam sebulan. Hal ini ditunjukkan
dengan dari 84 KK sebanyak 74% warga yang memiliki penghasilan
rata-rata <Rp1.800.000,00 dalam sebulan, 15% warga yang
memiliki
sebanyak

penghasilan
11%

warga

>Rp1.800.000,00
yang

memiliki

Rp1.800.000,00 dalam sebulan.


b. Karakteristik Pekerjaan Warga

dalam

sebulan

penghasilan

dan

rata-rata

Diagram 3.58 Karakteristik Berdasakan Pekerjaan Warga


Berdasarkan diagram 3.58 diketahui bahwa sebagian besar
warga di lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo memiliki
pekerjaan pada kategori lain-lain (seperti buruh). Hal ini ditunjukkan
dengan dari 84 KK sebanyak 50% warga yang memiliki pekerjaan
pada kategori lain-lain (seperti buruh), 24% warga yang bekerja
sebagai wiraswasta, 15% warga yang bekerja sebagai pedagang,
5% warga yang bekerja sebagai PNS, 5% warga bekerja di home
industry dan 1% warga yang bekerja sebagai petani.
c. Kegiatan Perekonomian/Belanja Warga

Diagram 3.59 Kegiatan Perekonomian/Belanja Warga


Berdasarkan diagram 3.59 diketahui bahwa sebagian besar
warga di lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo melakukan
kegiatan perekonomian/belanja di warung dekat rumah. Hal ini
ditunjukkan dengan sebanyak 51% warga yang melakukan kegiatan
belanja di warung, 38% melakukan kegiatan belanja di pasar, 10%
melakukan kegiatan belanja di tempat lain dan hanya 1% yang
melakukan kegiatan belanja di mall.

d. Karakteristik Jumlah Tanggungan Keluarga

Diagram 3.60 Karakteristik Berdasarkan Jumlah Tanggungan


Keluarga
Berdasarkan diagram 3.60 diketahui bahwa sebagian besar
warga di lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo memiliki jumlah
tanggungan <4 orang dalam 1 keluarga. Hal ini ditunjukkan
dengan dari 84 KK sebanyak 39% warga yang memiliki
tanggungan <4 orang dalam 1 keluarga, 35% warga yang
memiliki tanggungan >6 orang dan 26% warga yang memiliki
tanggungan 4-6 orang dalam 1 keluarga.
e. Karakteristik Kecukupan Penghasilan Terhadap Biaya Hidup
Dan Kesehatan

Diagram 3.61 Karakteristik Kecukupan Penghasilan Terhadap Biaya


Hidup Dan Kesehatan
Berdasarkan diagram 3.61 diketahui bahwa sebagian besar warga
di lingkungan RW. 06 Kelurahan Jatimulyo menyatakan penghasilan
yang diperoleh sudah mencukupi untuk kebutuhan hidup dan kesehatan.
Hal ini ditunjukkan dengan dari 84 KK sebanyak 64% warga yang
menyatakan penghasilan yang diperoleh sudah mencukupi untuk
kebutuhan

hidup

dan kesehatan

sedangkan

36%

warga

yang

menyatakan penghasilan yang diperoleh tidak mencukupi untuk


kebutuhan hidup dan kesehatan.

5.

Keamanan dan Transportasi


a. Karakteristik Alat Transportasi Yang Digunakan

Diagram 3.62 Karakteristik Alat Transportasi Yang Digunakan


Berdasarkan diagram 3.62 menunjukkan bahwa alat transportasi
yang digunakan dari 84 KK di RW 06 sebanyak 73% menggunakan
motor, sebanyak 14% menggunakan angkutan umum, 11%
menggunakan motor, 2% menggunakan mobil.
b. Tingkat Kriminalitas

Diagram 3.63 Tingkat Kriminalitas


Berdasarkan diagram 3.63 menunjukkan bahwa dari 84 KK
sebanyak 23% ada tindakan kriminal, sedangkan sebanyak 77%
tidak ada tindakan kriminal.

c. Karakteristik Masalah Keamanan Dan Kenyamanan Desa

Diagram 3.64 Karakteristik Masalah Keamanan Dan


Kenyamanan Desa
Berdasarkan diagram 3.64 menunjukkan bahwa dari 84 KK yang
menyatakan terdapat masalah keamanan dan kenyamanan desa
yaitu sebanyak 17% pencurian, 11% perjudian, 23% kenakalan
remaja, dan 49% lain-lain.
6.

Politik dan Pemerintahan


a. Pengetahuan Warga Mengenai Program Pemerintah

Diagram 3.65 Karakteristik Pengetahuan Warga Mengenai Program


Pemerintah
Berdasarkan diagram 3.65 menunjukkan bahwa dari 84 KK
menyatakan bahwa sebanyak 87% warga tidak mengetahui tentang
program pemerintah, dan sebanyak 13% mengetahui tentang
program pemerintah.
b. Program Partai Politik/LSM Tentang Kesehatan

Diagram 3.66 Karakteristik Program Partai Politik/LSM Tentang


Kesehatan
Berdasarkan diagram 3.66 menunjukkan bahwa dari 84 KK
menyatakan bahwa sebanyak 88% warga menyatakan tidak ada
program partai politik tentang kesehatan, dan sebanyak 12% warga
menyatakan ada program partai politik tentang kesehatan.
c. Adanya Kader Kesehatan Di Wilayah Tempat Tinggal

Diagram 3.67 Karakteristik Kader Kesehatan Di Wilayah


Tempat Tinggal
Berdasarkan diagram 3.67 menunjukkan dari 84 KK menyatakan
bahwa sebanyak 60% warga menyatakan ada kader kesehatan di
wilayah tempat tinggal, dan sebanyak 40% warga menyatakan tidak ada
kader kesehatan.
7.

Pendidikan
a. Warga Yang Mempunyai Anak Usia Sekolah

Diagram 3.68 Karakteristik Warga Yang Mempunyai Anak Usia


Sekolah
Berdasarkan diagram 3.68 menunjukkan dari 84 KK menyatakan
bahwa warga yang mempunyai anak usia sekolah sebanyak 68%,
dan sebanyak 32% warga tidak mempunyai anak usia sekolah.

b. Karakteristik Sarana Dan Prasarana Di Sekolah

Diagram 3.69 Karakteristik Sarana Dan Prasarana Di Sekolah


Berdasarkan diagram 3.69 menunjukkan dari 84 KK menyatakan
bahwa karakteristik sarana dan prasarana di sekolah sebanyak 49%
memadai, 12% tidak memadai, dan 12% tidak tau.
c. Sarana Konseling Di Sekolah

Diagram 3.70 Karakteristik Sarana Konseling Di Sekolah


Berdasarkan

diagram

3.70

menunjukkan

dari

84

KK

menyatakan bahwa sebanyak 37% ada sarana konseling di


sekolah, 10% tidak ada sarana konseling di sekolah, dan 53% tidak
tau.

8.

Rekreasi
a. Karakteristik Tempat Rekreasi Keluarga

Diagram 3.57 Karakteristik Tempat Rekreasi Keluarga


Berdasarkan diagram 3.57 menunjukkan dari 84 KK menyatakan
bahwa karakteristik tempat rekreasi keluarga sebanyak 30% di
taman, 19% di pantai, n 2% di mall, 49% lain-lain.
b. Frekuensi Rekreasi Keluarga

Diagram 3.58 Karakteristik Frekuensi Rekreasi Keluarga


Berdasarkan diagram 3.58 menunjukkan dari 84 KK menyatakan
bahwa frekuensi rekreasi keluarga sebanyak 50% <4 minggu sekali,
sebanyak 8% seminggu sekali, sebanyak 4% <3 hari, dan 38% tidak
pernah.

ANALISA INDIKATOR KESEHATAN MASYARAKAT


NO.
HASIL PENGKAJIAN
1
DO :

KESIMPULAN
Data hasil pengkajian

DIAGNOSA
Ketidakefektifan Pemeliharaan

100% kader tidak

melakukan pengukuran

menunjukkan bahwa 100% kader

Kesehatan masyarakat kelurahan

mampu melakukan

tekanan darah dan

tidak mampu melakukan

jatimulyo RW 06 yang ditandai dengan

pengukuran gula darah

gula darah

pengukuran gula darah hal ini

kurang sebanding dengan data

100% kader tidak mampu

34% kader tidak hadir

95% kader hadir dalam

dalam posyandu bulan

kegiatan posyandu

pada standar indikator yang

melakukan pengukuran gula darah

Agustus

menyatakan bahwa 80% kader

34% kader tidak hadir dalam

78% kader

mampu melakukan pengukuran

posyandu bulan Agustus

mengatakan ingin

gula darah

dilaksanakan pelatihan

Data hasil pengkajian


menunjukkan bahwa 34% kader

kader

INDIKATOR
80% kader mampu

Berdasarkan

hasil

tidak hadir dalam posyandu bulan

survey pada kegiatan

agustus hal ini kurang sebanding

posyandu hari sabtu, 8

dengan data pada standar

2015

indikator yang menyatakan

mendapatkan

hasil

bahwa 95% kader hadir dalam

bahwa

peserta

posyandu yang hadir


kebanyakan balita dan
untuk

lansia

turun

(sekitar <20 orang)

kegiatan posyandu

78% kader mengatakan ingin


dilaksanakan pelatihan kader

Banyak debu yang


berterbangan di
lingkungan rumah dan
di lantai warga

Sungai dan got tampak


kotor dan berbau
menyengat

DS :

Ketua

kader

mengatakan terdapat
alat pengukur glukosa,
asam

urat,

kolesterol.
alat

Namun,

tersebut

dipakai

dan
hanya

selama

bulan dan setelah itu


tidak dipakai lagi.

Ketua kader
mengatakan bahwa
posyandu di RW 06
akan berjalan bila
petugas dari

puskesmas sudah
datang. Bila petugas
dari puskesmas belum
datang, acara
posyandu juga belum
dimulai.

Kader kesehatan
mengatakan bahwa
terdapat kegiatan
bersih desa namun
sudah tidak berjalan
lagi

Ketua RT 01
mengatakan bahwa
warga membersihkan
lingkungan saat ada
beberapa warga yang
terkena cikungunnya.

55%

warga

menerima

informasi

tentang

penyakit

chikungunya
58% warga tidak tahu
tentang

pengertian

penyakit chikungunya
40% warga tidak tahu
tanda

tidak

dan

gejala

chikungunya
75% warga tidak tahu
tentang
pencegahan

cara
penyakit

chikungunya
68% warga tidak tahu
cara

penularan

penyakit chikungunya
Warga membersihkan
lingkungan saat ada
kejadian warga yang
terkena cikungunnya
(33,3%)
Kegiatan bersih desa
sudah tidak berjalan
lagi dan kegiatan

90% warga

Data hasil pengkajian

Perilaku Kesehatan Masyarakat

mendapatkan informasi

menunjukkan bahwa 55% warga

Cenderung Berisiko b.d Kurangnya

tentang chikungunya

tidak menerima informasi tentang

Pengetahuan Masyarakat

penyakit chikungunya, hal ini

kelurahan jatimulyo RW 06

75% warga tau tentang


pengertian , tanda

kurang sebanding dengan data

gejala, cara

yang ada pada standar indikator

pencegahan dan cara

yang menyatakan bahwa 90%

penularan penyakit

warga mendapatkan informasi

chikungunya

tentang chikungunya

Warga membersihkan
lingkungan setiap hari
100%
Warga melakukan
kegiatan bersih desa

Data

hasil

pengkajian

menunjukkan bahwa 58% warga


tidak tahu tentang pengertian
penyakit
warga

chikungunya,
tidak

40%

tahu tanda

dan

secara rutin (100%)


Kejadian chikungunya

gejala chikungunya, 75% warga

0%
Rerata nasional,

pencegahan

proporsi perokok saat


ini di Indonesia adalah
29,3%
75% warga
menggunakan kelambu
75% warga
menggunakan

tidak

tahu

tentang

cara
penyakit

chikungunya, 68% warga tidak


tahu cara penularan penyakit
chikungunya

hal

ini

kurang

sebanding dengan data pada


standar

indikator

yang

menyatakan bahwa 75% warga

tersebut dijalankan jika


ada kejadian yang

larvasida/abate
75% warga

tau tentang pengertian , tanda


gejala, cara pencegahan dan

menimpa warga RW 06

menggunakan

cara

kelurahan jatimulyo

penampungan air

chikungunya

(0%)
Kejadian chikungunya

tertutup

penularan

penyakit

Data hasil pengkajian


menunjukkan bahwa terdapat

26%
64% tidak

26% kejadian chikungunya, hal

menggunakan kelambu
85% tidak

data pada standar indikator yang

menggunakan
larvasida/abate
38% menggunakan
penampungan air yang
terbuka
60% warga di RW 06
memiliki kebiasaan
merokok
DS :
Ketua RW 06 mengatakan
bahwa warganya
terserang chikungunya,
yang paling banyak
terserang chikungunya
warga di RT 01 dan RT 06

ini kurang sebanding dengan


menyatakan bahwa kejadian
chikungunya 0% sehingga hal ini
menjadi masalah kesehatan
masyarakat
Untuk masalah merokok,
prosentasenya lebih tinggi
daripada prosentase hasil
riskesdas, sehingga merokok
masih menjadi masalah
kesehatan.
Data hasil pengkajian
menunjukkan bahwa terdapat
64% tidak menggunakan
kelambu, hal ini kurang

sebanding dengan data pada


standar indikator yang
menyatakan bahwa 75% warga
menggunakan kelambu
Data hasil pengkajian
menunjukkan bahwa terdapat
85% tidak menggunakan
larvasida/abate, hal ini kurang
sebanding dengan data pada
standar indikator yang
menyatakan bahwa 75% warga
menggunakan larvasida/abate
Data hasil pengkajian
menunjukkan bahwa terdapat
38% menggunakan
penampungan air yang terbuka,
hal ini kurang sebanding dengan
data pada standar indikator yang
menyatakan bahwa 75% warga
menggunakan penampungan air
tertutup

Rencana Intervesi Keperawatan


Diagnosa

Tujuan Umum /

Tujuan Khusus / faktor kontribusi


Strategi

Keperawatan
Ketidakefektifa

faktor resiko
Setelah diberikan

NOC : Knowladge : Health Promotion

pendidikan

indikator

Pemeliharaan

kesehatan

Mempromosikan perilaku

Kesehatan

mengenai

masyarakat

pemeliharaan

sehat
Strategi pencegahan /

kelurahan

kesehatan

penanganan terpajan

diharapkan kader

penyakit dari lingkungan yang

kesehatan RW 06

beresiko

jatimulyo RW
06

24
24

Perilaku

Setelah dilakukan

NOC : Knowledge : Health Behavior

Kesehatan

tindakan

Indikator

Masyarakat

keperawatan

Strategi menurunkan resiko

24

Cenderung

diharapkan warga

kejadian penyakit
Strategi tindakan preventif

24

perilaku

dalam mendapatkan

asam urat dan kolesterol)

perilaku yang sehat


Gunakan ketua kelompok

Program RT percontohan

atau orang yang

Pemeriksaan kesehatan dan

berpengaruh tinggi di RW
06 dan dorong kelompok
dalam program

menyampaikan informasi

pemeliharaan kesehatan

kesehatan kepada anggota

yang akan dilakukan

dan warga (penyampaian

06

Pengetahuan

mendorong komunitas

kesehatan awal (pengukuran

Pelatihan kader dalam

kesehatan di RW

mengurangi

Health Education
- Libatkan kelompok untuk

konsultasi kesehatan gratis

pemeliharaan

Kurangnya

Intervensi

tekanan darah, gula darah,

menerapkan

mampu

Penyuluhan dan pelatihan


kader mengenai skrining

dapat

Berisiko b.d

Rencana Kegiatan

kondisi wilayah RW 06)


Pengaktifan kembali kader
jumantik dan penambahan

transmisi infeksi penyakit


NOC : Health Promotion Behavior

Teaching: disease proses


-

mengenai

Chikungunya

Pembuatan kalender
-

Jelaskan

kondisi

warga

saat ini

kader jumantik
Penyuluhan mengenai

pengetahuan

warga

kader jumantik
pemantauan jentik untuk

Identifikasi

Jelaskan pengertian dari

Masyarakat

kesehatan yang

Monitor lingkungan yang

24

jatimulyo RW

beresiko
Monitor perilaku warga yang

24

06

beresiko

kelurahan

beresiko

Keterangan :
1 : no knowledge
2 : limited
3 : moderate
4 : substantial
5 : extensive

chikungunya
Penyuluhan pembuatan
ovitrap ke kader dan dari

Chikungunya
Jelaskan faktor penyebab

Chikungunya
Jelaskan gejala

Chikungunya
Jelaskan pengobatan

Chikungunya
Jelaskan pencegahan

kader ke warga
Penyebaran ovitrap ke
rumah-rumah warga

Chikungunya

a. Plan of Action
No
1

Strategi

Tujuan

Sasaran

Bentuk

Waktu dan

Media

Pelaksana/PJ

Dana

MMRW :

Agar

Kader, ketua

Kegiatan
Seminar

Tempat
Di Balai RW

Proyektor, PPT,

Kegiatan
Perwakilan

Swadaya

Musyawarah

masyarakat

RW dan

Tanya jawab

Selasa, 11

laptop, microfon

kader dan

mahasiswa

dengan

dapat

perangkat,

Diskusi

Agustus 2015

perangkat

mengetahui

ketua RT dan

Musyawarah

anggota

desa (RT/RW),

hasil pengkajian,

perangkat,

Mufakat

mahasiswa

kader, karang

masalah di RW

karang taruna

taruna terkait

06 Kelurahan

hasil

Kendalsari,

pengkajian

untuk mencapai

seluruh

kesepakatan
solusi
penyelesaian
masalah yang
akan dilakukan,
2.

dan untuk

Demo praktek

Balai RW

Proyektor, PPT,

membentuk

Seminar

Senin, 17

laptop, microfon,

Agustus 2015

glukometer,

Seluruh kader

dengan kader,

spygmomanometer,

RW 06 (RT 01

karang taruna,

stetoskop, strip,

RT 06)

dan perangkat

lanset, alkohol

kerjasama
Sekolah Kader

Kader

Swadaya kader

desa.
3.

swab, buku

Agar kader

Seminar

dapat

Demo praktek

Masih abstrak

Proyektor, PPT,

Tanggungjawab

laptop, microfon,

bersama

melakukan

Kader

seperangkat alat

Pelatihan

pengukuran

Karang taruna

pembuat ovitrap

Pembuatan

tekanan darah,

RW

anggota

Ovitrap

glukosa, asam

RT

karang taruna,

urat, dan

Masyarakat RW

RT, dan RW

kolesterol

06

4.

secara mandiri

Bersih Desa

Membersihkan

RW 06

Seperangkat alat

lingkungan

30 Agustus

untuk

bersama

2015

membersihkan

Seluruh kader,

Seluruh

lingkungan dan

Agar kader,

masyarakat RW

rumah

karang taruna,

06 Kelurahan

anggota

RT, RW dapat

Kendalsari

karang taruna,

Seluruh kader,

membuat ovitrap

RT, RW, dan

secara mandiri

seluruh

dan dapat

masyarakat

menularkan ke

RW 06

masyarakat RW
06
Agar

masyarakat
mampu menjaga
lingkungan yang
bersih untuk
meminimalisir
chikungunya
dan DBD

IMPLEMENTASI
No

Hari/Tanggal/

Implementasi

TT

Jam
1.

05 Agustus 2015

- Mengikuti posyandu RW 06 kelurahan

Jam 08.30 WIB

Jatimulyo
- Melakukan observasi terhadap jalannya
posyandu
- Melakukan observasi peran kader dalam

2.

3.

08 Agustus 2015

posyandu di RW 06
- MMRW menyampaikan hasil pengkajian

Jam 19.00 WIB

di RW 06 kelurahan jatimulyo
- Menentukan POKJA, waktu dan tanggal

16 Agustus 2015

kegiatan yang akan dilakukan di RW 06


- Melibatkan keluarga, kelompok anggota

Jam 16.00 WIB

PKK, dan dorongan komunitas untuk


mendapatkan perilaku yang sehat
- Melibatkan ketua kelompok atau orang
yang berpengaruh tinggi dalam RW 06
dan dorongan dari kelompok dalam
program yang akan dilakukan dalam
pemeliharaan kesehatan
- Mengidentifikasi

pengetahuan

warga

mengenai Chikungunya
- Melakukan penyuluhan tentang
pengertian, faktor penyebab, gejala,
pengobatan, dan pencegahan
chikungunya kepada anggota PKK RW
06 Kelurahan Jatimulyo
- Pembentukan dan penambahan
4.

17 Agustus 2015

anggota kader jumantik di RW 06


- Melakukan sekolah kader kesehatan

Jam 09.00 WIB

RW 06 Kelurahan Jatimulyo
- Memberikan pre test kepada kader
kesehatan sebelum
- Memberikan penyuluhan mengenai
materi tekanan darah, gula darah,
kolesterol, asam urat, dan chikungunya.
- Memberikan pelatihan kepada kader
diantaranya pengukuran tekanan darah,

kadar gula darah, kolesterol, dan asam


5.

23 Agustus 2015
Jam 09.00 WIB

urat
- Melakukan sekolah kader kesehatan
kedua bersama warga RW 06 Keluragan
Jatimulyo untuk pembuatan ovitrap
- Memberikan penyuluhan kepada warga
RW 06 kelurahan Jatimulyo tentang
chikungunya
- Memberikan pelatihan kader kesehatan

6.

24-27 Agustus
2015

dan warga untuk pembuatan ovitrap


- Melakukan penilaian bersih desa di RW
06 mulai RT 01 sampai RT 06

Jam 15.00 WIB


7.

26 Agustus 2015
Jam 09.00 WIB

- Memeriksa jentik nyamuk bersama


kader jumantik yang telah terbentuk di
RT percontohan RT 01 RW 06
Kelurahan Jatimulyo
- Menyebarkan ovitrap kepada warga RT
01 yang mengindikasikan adanya jentik

8.

29 Agustus 2015
Jam 19.30 WIB

9.

30 Agustus 2015
Jam 06.00 WIB

nyamuk
- Melakukan penyampaian hasil lomba
bersih desa di RW 06 dan penyerahan
vandel
- Melakukan pemeriksaan gratis dan
skrining kesehatan di RW 06 melibatkan
pihak puskesmas kendalsari dan kader
kesehatan
- Melakukan evaluasi kader kesehatan di

10.

31 Agustus 2015
Jam 16.00

11.

02 September
2015
Jam 18.30 WIB

EVALUASI

RW 06
- Mendampingi warga RT 01 RW 06
Kelurahan Jatimulyo untuk pembuatan
ovitrap bersama
- Mendampingi warga RT 01 RW 06
Kelurahan Jatimulyo untuk penyebaran
ovitrap bersama

a. STRUKTUR
1. 08 Agustus 2015, pukul 19.00 (penyampaian hasil pengkajian dan
pembuatan program intervensi/MMRW)
Waktu memulai acara mundur 30 menit dari waktu yang
ditetapkan, karena undangan tidak ditulis waktu yang jelas)
Persiapan tempat selesai tepat waktu, namun alat yang digunakan
belum lengkap hingga mendekati waktu untuk memulai acara,
namun dapat diselesaikan sebelum dimulai acara.
2. 16 Agustus 2015, pukul 16.00 WIB (penyuluhan chikungunya kepada
kader dan warga + pembentukan kader jumantik)
Waktu memulai acara mundur 30 menit dari waktu yang ditetapkan
karena banyak kader dan warga yang belum datang.
Penyiapan tempat dan alat presentasi kurang persiapan karena
berubah posisi dari tempat sebelumnya sehingga masih terjadi
penyiapan ketika warga sudah mulai datang.
Alat-alat yang digunakan terbatas seperti kabel untuk menyalakan
LCD tidak sampai ke meja sehingga harus mencari kabel
tambahan, namun dapat diatasi sebelum acara dimulai.
3. 17 Agustus 2015, pukul 09.00 WIB (Sekolah kader 1)
Kader datang 90% pada pukul 09.30 WIB, sehingga acara
pelatihan dimulai pada 09.30 WIB.
Persiapan alat dan tempat telah disiapkan dengan baik dan tepat
waktu. Namun peserta datang lebih awal sehingga ada peserta
yang datang dan mahasiswa masih melakukan persiapan.
4.

23 Agustus 2015, pukul 09.00 WIB (Sekolah Kader 2)


Pukul 9.30 WIB kader, karang taruna dan perwakilan warga yang
datang mencapai 30% sehingga acara dimulai pada pukul 9.30
WIB
Persiapan alat dan tempat telah disiapkan dengan baik dan tepat
waktu.

5. 24 -27 Agustus 2015 (penilaian bersih desa RT 01-06 RW 06)


Semua warga sebelumnya telah diberitahu bahwa mulai pada
tanggal 19-27 Agustus akan dilakukan lomba bersih desa, dan
penilaiannya dilakukan pada tanggal 24-27 Agustus 2015.
Semua mahasiswa dibekali dengan format penilaian lingkungan
bersih
6. 26 Agustus 2015 (pemantauan jentik dirumah warga RT binaan
bersama dengan kader jumantik)
Alat-alat sudah disiapkan dengan baik
Waktu yang ditentukan mundur sekitar 30 menit karena ada
jamuan dari kader.
Kader yang dapat mengikuti hanya 2 orang.
7. 30 Agustus 2015 (pemeriksaan dan konsultasi gratis bekerjasama
dengan Puskesmas Kendalsari)

Persiapan tempat kurang koordinasi dari panitia dan mahasiswa,


sehingga masih harus mencari tempat untuk pemeriksaan.

Persiapan alat (alat pengukur tinggi badan tidak ada dari kader,
alat penimbang berat badan terlambat diambil karena kader masih
mengikuti jalan sehat.

b. PROSES
1. 08 Agustus 2015, pukul 19.00 (penyampaian hasil pengkajian dan
pembuatan program intervensi/MMRW)
Acara dapat dimulai pada pukul 19.30 dengan jumlah peserta
sekitar 35%.
Penyampaian hasil dilakukan oleh ketua kader yang telah dibekali
materi sebelumnya.
Peserta antusias memperhatikan dan dapat memberikan pilihanpilihan intervensi untuk dilakukan di masyarakat dan lingkungan.

2. 16 Agustus 2015, pukul 16.00 WIB (penyuluhan chikungunya kepada


kader dan warga + pembentukan kader jumantik)

Proses berjalan lancar sesuai dengan waktu yang ditentukan

Jumlah kader jumantik yang dibentuk sudah sesuai dengan yang


ditentukan namun untuk kader RT 01 belum fix karena
koordinator kader untuk RT 01 tidak datang pada acara tersebut.

3. 17 Agustus 2015, pukul 09.00 (Sekolah Kader 1)


Acara dimulai dengan menjelaskan fungsi kader, melakukan
pelatihan kemampuan kader yang terdiri dari pengukuran tekanan
darah, pengukuran gula darah, asam urat, dan kolesterol
menggunakan glukometer.
Peserta dibagi menjadi empat kelompok yang masing-masing
dibantu oleh dua mahasiswa.
Setiap peserta dianjurkan untuk melakukan semua jenis pelatihan
hingga bisa melakukan.
4.

23 Agustus 2015, pukul 09.00 WIB (Sekolah Kader 2)


Semua kader antusias memperhatikan acara yang disajikan.
Proses berjalan dengan lancar dan selesai sesuai dengan target.
Tidak ada perwakilan dari pihak puskesmas dan akademik yang
datang ke acara sekolah kader.

5. 24 -27 Agustus 2015 (penilaian bersih desa RT 01-06 RW 06)


Penilaian dilakukan sebanyak 3X, pada waktu yang tidak
ditetapkan.
Setiap RT dinilai oleh minimal dua mahasiswa.
Proses dapat berjalan dengan lancar.
6. 26 Agustus 2015 (pemantauan jentik dirumah warga RT binaan
bersama dengan kader jumantik)
Mahasiswa mendampingi kader untuk memeriksa jentik pada
setiap rumah warga.

7. 30 Agustus 2015 (pemeriksaan dan konsultasi gratis bekerjasama


dengan Puskesmas Kendalsari)
Warga datang ke pemeriksaan lebih awal sehingga pada saat
pemeriksaan belum ada pihak puskesmas dan kader yang datang,
jadi yang melakukan pemeriksaan dan konsultasi sementara
dilakukan oleh mahasiswa.
c. HASIL
1. 08 Agustus 2015, pukul 19.00 (penyampaian hasil pengkajian dan
pembuatan program intervensi/MMRW)
Peserta yang datang ke acara sejumlah 47,8% dari undangan
yang disebar.
Peserta

dapat

menentukan

intervensi

yang

tepat

untuk

menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan dan masyarakat.


Peserta dapat menentukan waktu yang tepat untuk dilakukan
intervensi.
2. 16 Agustus 2015, pukul 16.00 WIB
Dilakukan penyuluhan kesehatan mengenai chikungunya dan
tugas sebagai kader jumantik kepada kader dan warga PKK
sekaligus pembentukan kader jumantik
Berhasil didapatkan jumlah kader jumantik yang terdiri dari 3 kader
oleh ibu-ibu PKK dan 2 kader dari karang taruna yang masingmasing dalam jumlah yang sama pada setiap RT.
3. 17 Agustus 2015, pukul 09.00 (Sekolah Kader)
Kegiatan dihadiri oleh 66,7 % dari kader yang ada di RW 06
Jatimulyo
100 % dapat melakukan pemeriksaan tekanan darah manual
90 % dapat melakukan pemeriksaan gula darah, asam urat dan
kolesterol menggunakan alat glukometer.
4. 23 Agustus 2015, pukul 09.00 WIB (Sekolah Kader 2)

Peserta yang datang pada acara sekolah kader hanya mencapai


44,5 %.
Peserta yang dapat menjawab pre test dengan benar diatas 85%
sejumlah 47,4%.
Setelah diberikan pelatihan dan penyuluhan selama 120 menit
peserta dapat menjawab post tes dengan benar diatas 85%
sejumlah 71,43%
95% peserta dapat melakukan pembuatan ovitrap yang telah
diajarkan.
Peserta dapat melakukan pelatihan bersama dengan warga RT
binaan (RT 1)
Peserta dapat melakukan penyuluhan kesehatan pada setiap
pertemuan warga.
5. 24 -27 Agustus 2015 (penilaian bersih desa RT 01-06 RW 06)
Mahasiswa menilai dan melakukan skoring untuk ditentukan
pemenang.
Pemenang bersih desa diraih oleh RT 03.
6. 26 Agustus 2015 (pemantauan jentik dirumah warga RT binaan
bersama dengan kader jumantik)
Rumah warga yang dilakukan pemeriksaan jentik sejumlah 64
rumah,16,36% terdapat jentik didalam kamar mandi
Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan penilaian rumah sehat,
dan didapatkan 10,94 % termasuk rumah rumah dan sejumlah
80,9% termasuk rumah tidak sehat.
7. 30 Agustus 2015 (pemeriksaan dan konsultasi gratis bekerjasama
dengan Puskesmas Kendalsari)
Pemeriksaan dan konsultasi dapat dilaksanakan dengan baik
Warga yang datang memenuhi target yang diharapkan (100 orang)
Tidak ada warga yang dirujuk ke puskesmas karena kondisinya
tidak menunjukkan kegawatan

DAFTAR PUSTAKA
Allender, J.A., and Spradley, B.W.(2001). Community health nursing : Concepts
and practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott
Anderson, E.T., and McFarlane, J.(2000). Community as partner: Theory and
practice in nursing, 3rd.ed, Philadelpia: Lippincott

Anies,

2006,

Manajemen

Berbasis

Lingkungan

Solusi

Mencegah

dan

Menanggulangi Penyakit Menular, Jakarta : PT Elex Media Komputindo.


Balitbangkes Depkes RI, 2005, Kecenderungan Kejadian Luar
Chikungunya

di

Indonesia

Tahun

2001-2003,

Biasa

Cermin

Dunia

Kedokteran, Volume, No 148, hlm 37-39


Clark, M.J.(1999). Nursing in the community: Dimensions of community health
nursing, Standford, Connecticut: Appleton & Lange
Craven, R. F dan Hirnle, C. J. 2000. Fundamental of Nursing: Human, Health
and function. Edisi 3. Phiadelphia: lippincott
Depkes

RI,

2008,

Chikungunya

Tidak

Menyebabkan

Kematian

atau

Kelumpuhan, Monday 28 April 2008, http://www.depkes.go.id, diakses 5


Agustus 2015.
Depkes RI, 2007, Profil Kesehatan Indonesia 2006, Jakarta.
Dinkes, 2010, Laporan Kasus Chikungunya Kota Semarang Tahun 2010,
Semarang.
Djunaedi, Djoni. 2006, Demam Berdarah, Malang : UMM Press.
Eppy,

2010,

Demam

Chikungunya,

http://artikeldokteranfree.blogspot.com

diakses 6 Agustus 2015


George B. Julia , Nursing Theories- The base for professional Nursing Practice ,
3rd ed. Norwalk, Appleton and Lange.
Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Salemba
Medika :Jakarta.
Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan Komunitas
1. Cv Sagung Seto : Jakarta
Sari, Cut

Irsanya

Perkembangan

Nilam

2005,

Pengaruh

Lingkungan

terhadap

Sayono,

2008,

Pengaruh

Terhadap Jumlah

Penerapan

Nyamuk

Lethal

Aedes

yang

Ovitrap

yang

Dimodifikasi

Terperangkap,

Tesis

Universitas Dipenogoro.
Soedarto, 2007, Kedokteran Tropis, Surabaya : Airlangga Universitas Press.
Soegijanto, Soegeng , 2004, Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi
di Indonesia, Surabaya : Airlangga University Press.
Soekidjo Notoatmodjo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT
Suharto, 2003, Chikungunya Pada Orang Dewasa, Surabaya : Airlangga
University Press.
Supartha IW, 2008, Pengendalian Terpadu Vektor Virus DBD, Aedes aegypti dan
Aedes

albopictus.

(Online),

http://www.linkpdf.com/download/

dl

/pengendalian-terpadu-vektor-virus demam berdarah-dengue-aedes--.pdf.


diakses 6 Agustus 2015.
Sutaryo, 2004, Dengue, Jogjakarta : UGM.
Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya, Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai