Oleh :
Angelia Puspita
Diana Budiandani
Roysam
Kata Pengantar
Bismillahirahmanirahim.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Inayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam marilah senantiasa kita junjungkan
kehadirat Nabi Muhammad SAW.
Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para konsulen anestesi,
khususnya dr. Nurgani, Sp.AnKIC yang telah memberikan bimbingan kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami sadari
makalah
Penyusun
4|Halaman
BAB I
KARSINOMA TIROID
1. Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu pertumbuhan yang ganas dari kelenjar tiroid. Keganasan
tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensi baik, yaitu bentuk papiler,folikuler,
atau campuran keduanya, karsinoma meduler yang berasal dari sel parafolikuler yang
mengeluarkan
kalsitonin(APUD-oma),
dan
karsinoma
berdiferensiasi
buruk/anaplastik.
Karsinoma sekunder pada kelenjar tiroid sangat jarang dijumpai. Perubahan dari struma endemik
menjadi kasinoma anaplastik dapat terjadi terutama pada usia lanjut.
2. Epidemiologi
Karsinoma tiroid termasuk jenis kanker kelenjar endokrin terbanyak jumlahnya, hampir
10 kali lebih banyak dibandingkan kanker kelenjar endokrin lainnya. Angka kejadian karsinoma
tiroid tidak dapat ditentukan secara pasti. Temuan karsinoma tiroid pada autopsi berkisar 2,3 2,8 %. Bila diambil dari kasus nodul tiroid, angka ini mencapai 4 % dari kasus nodul tiroid.
Walaupun suatu data registrasi berdasarkan populasi yang menggambarkan insidens
karsinoma tiroid ini ataupun kanker lain belum ada di Indonesia, namun berdasarkan registrasi
patologi (pathological base registration) dapat dikemukakan bahwa karsinoma tiroid menempati
urutan ke 9 dari sepuluh keganasan tersering yang dijumpai yaitu 4,3 % dengan angka kematian
(mortality rate) yang belum ada catatannya.
Tabel
5|Halaman
Incidence karsinoma tiroid pada tiroid nodule di Indonesia (dari berbagai senter)
Kota
Persentase
Jakarta (Ramli, M)
18.4%
tahun
(1990)
Surabaya (Martatko)
11.4%
(1990)
Bandung (Lukito)
12.84%
(1990)
Semarang (Tjahjono)
8.4%
(1990)
Denpasar (Manuaba T)
5.39%
(1990)
Palembang (Burmansjah S)
30%
(1990)
17%
(1990)
6|Halaman
Lokasi
Jumlah kasus
Frekuensi (%)
Leher rahim
3.110
25,57
Payudara wanita
1.925
15,83
Limfoid sekunder
1.523
12,52
Kulit
1.394
11,46
Nasofaring
950
7,80
Ovarium
803
6,60
Rektum
735
6,04
Jaringan ikat
708
5,82
Tiroid
539
4,43
Kolon
476
3,91
The American cancer society memperkirakan terdapat 17.000 kasus baru dari karsinoma
tiroid yang terdiagnosis setiap tahunnya di Amerika Serikat dan 1.300 kasus karsinoma tiroid
berhubungan dengan kematian setiap tahunnya. Walaupun begitu, dengan pengobatan yang tepat,
angka harapan hidup sangat tinggi. Di Amerika Serikat diperkirakan ada 190.000 pasien dengan
karsinoma tiroid yang tetap bertahan hidup.
Dari berbagai laporan di Indonesia distribusi penyakit ini berdasarkan perbandingan jenis
kelamin. Perempuan : laki-laki adalah berkisar antara 2-3:1. Walaupun demikian angka kematian
lebih tinggi pada pria, diduga karena ditemukan pada usia yang lebih tua saat terdiagnostik.
Bila dilihat pula distribusi berdasarkan usia maka didapat kecenderungan bahwa pada
usia dekade ke-3 keganasan ini cukup tinggi dan semakin meningkat sampai dekade 5 dan
menurun kembali setelah dekade ke-6, dan distribusi umur ini terkait pula dengan distribusi jenis
histopatologi karsinoma tiroid.
Anak-anak usia dibawah 20 tahun dengan nodul tiroid dingin mempunyai resiko
keganasan dua kali lebih besar dibanding kelompok dewasa. Pada usia 15-24 tahun karsinoma
tiroid merupakan 7,5-10% dari semua keganasan.
7|Halaman
Banyak tipe tumor yang dapat tumbuh pada kelenjar tiroid. Hampir semua tumor-tumor
ini adalah jinak (non-kanker). Yang lainnya adalah maligna (kanker), yang berarti dapat
menyebar kedalam jaringan terdekat dan kebagian lain dari tubuh.
Sekitar 1 dari 20 nodul tiroid adalah kanker. Dua tipe kanker tiroid yang paling sering
adalah karsinoma papiliferum dan karsinoma folikuler. Karsinoma sel hurthle adalah subtipe dari
karsinoma folikuler. Ada beberapa tipe lain dari kanker tiroid seperti karsinoma tiroid meduler
dan karsinoma anaplastik.
Berdasarkan jenis histopatologi dan urutan angka kejadian (menurut National Cancer
Data Base [NCDB]) terbanyak adalah: karsinoma tiroid jenis papilar (80%), kemudian berturutturut karsinoma tiroid jenis folikuler (11%), jenis sel hurthel (3%), jenis anaplastik (4%), dan
jenis meduler (2%).
3. Etiologi
Seperti pada banyak jenis kanker yang lainnya, penyebab spesifik timbulnya karsinoma
tiroid masih merupakan suatu misteri pada sebagian besar pasien. Diketahui ada beberapa faktor
yang mendukung, antara lain adanya riwayat terkena radiasi pada bagian kepala dan leher,
terutama saat masih anak-anak, adanya faktor genetic (terutama karsinoma jenis medular).
Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk karsinoma anaplastk dan meduler.
Diperkirakan jenis anaplastik berasal dari perubahan karsinoma tiroid berdeferensiasi baik
(papiler dan folikuler) dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar. Ada dua hal yang
sering dibicarakan yang berperan dalam timbulnya karsinoma tiroid khususnya untuk well
differentiated carcinoma ( papiler dan folikuler) yaitu radiasi dan endemic goiter. Sedangkan
limfoma pada tiroid diperkirakan karena perubahan-perubahan degenerasi ganas dari tiroiditis
Hashimoto.
Radiasi sebagai penyebab karsinoma tiroid, hal ini terbukti di Amerika Serikat bahwa
pada tahun 1925-1955 banyak sekali anak-anak diterapi dengan radiasi pada daerah leher dan
kepala. Dari penelitian diperoleh data adenoma dan karsinoma tiroid pada anak-anak yang diberi
radiasi demikian tinggi dan ini diobservasi dan terjadi antara 3-17 tahun kemudian.
8|Halaman
Demikian pula penelitian di kepulauan Marshall tempat percobaan bomb hydrogen dekat
Atol Bikini, ditemukan hal yang sama yaitu orang-orang dan anak-anak yang mendapat radiasi
menderita kelainan tiroid dan karsinoma tiroid lebih tinggi dan keganasan ini terlihat antara 1115 tahun kemudian.
Hubungan antara endemik goiter dengan karsinoma tiroid, dilakukan percobaan pada
binatang percobaan dengan membuat defisiensi yodium melalui pemberian makanan yang
kurang yodium atau dilakukan reseksi kelenjar tiroid, maka dalam observasi, karsinoma terjadi
pada hipoplasia yang tidak diobati. Dan itu terjadi karena pengaruh hiperstimulasi dari TSH.
Pada manusia dengan keadaan yang terus menerus distimulasi oleh TSH pada beberapa penderita
ditemukan karsinoma tiroid folikuler yang bermetastasis.
4. Faktor Resiko
Faktor resiko karsinoma tiroid antara lain :
Usia
Kanker tiroid dapat terjadi pada orang dengan usia berapapun, tetapi banyak kasus dari
karsinoma papiliferum dan folikular ditemukan antara usia 20 dan 60 tahun. Faktor resiko
ini terkait dengan jenis histopatologis karsinoma tiroid. Anak-anak usia dibawah 20 tahun
dengan nodul tiroid dingin mempunyai resiko keganasan dua kali lebih besar dibanding
kelompok dewasa
Ras
Di Amerika, orang kulit hitam memiliki resiko 1,8 kali lebih tinggi dibandingkan orang
kulit putih. Tetapi secara umum, di dunia tidak ada perbedaan ras untuk resiko karsinoma
tiroid
Faktor genetik
Diet
9|Halaman
Daerah endemik goiter mempunyai resiko karsinoma lebih tinggi, terutama untuk yang
tipe folikuler dan papiliferum. Umumnya orang dewasa memerlukan yodium hanya
100mcg/hari dan dengan pemberian suplementasi yodium dapat menurunkan resiko
terkena goiter.
5. Manifestasi Klinis
klinis
adanya
karsinoma
tiroid
didasarkan
atas
observasi
yang
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis, dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan
rendah.
Yang termasuk kecurigaan tinggi adalah:
o Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga
10 | H a l a m a n
6. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sebagai berikut :
A. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
B. Pemeriksaan laboratorium
C. Pemeriksaan USG
D. Pemeriksaan scanning tiroid / sidik tiroid
E. Pemeriksaan needle biopsy
F. Pemeriksaan potong beku.
G. Pemeriksaan histopatologi dengan parafin coupe
Diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan FNAB belum dapat
menggantikan pemeriksaan ini.
11 | H a l a m a n
Flow diagram for the evaluation of thyroid nodule based on the results of fine needle aspiration
biopsy. (See text for special considerations in follicular, Hrthle cell, and medullary thyroid
carcinoma.1 Consider touch preparation.2 Consider total thyroidectomy for large, nodular, and/or
bilateral lesion, as well as in patients with a history of radiation exposure in childhood.)
Penatalaksanaan karsinoma tiroid terdiri dari:
1.
Operatif (pembedahan)
2.
1. Operatif (pembedahan)
Bila tonjolan tunggal tiroid sudah ditentukan, dilakukan pembedahan yang pada
prinsipnya melakukan pembuangan jaringan tiroid sesedikit-sedikitnya pada kelainan non
neoplasma. Untuk melakukan hal ini perlu dibantu dengan pemeriksaan potong beku, meskipun
hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena kesulitan teknik atau kesukaran diagnostik.
Pengobatan pilihan adalah pembedahan, jenis pembedahan tergantung ekstensi tumor.
12 | H a l a m a n
Pembedahan struma dapat dibagi menjadi bedah diagnostik dan terapeutik. Bedah
diagnostik dapat berupa biopsi insisi atau biopsi eksisi. Bedah terapeutik bersifat ablatif berupa :
o Tiroidektomi totalis
Pengangkatan semua lobus tiroid beserta KGB sekitarnya
o Tiroidektomi subtotal
Pengangkatan sebagian besar lobus kanan dan sebagian besar lobus kiri
( multinoduler ) dari jaringan tiroid dengan masing-masing disisakan kapsul posterior
kurang lebih 3 gram yang berlokasi di bagian posterior dari kedua lobus dimana dekat
dengan nervus rekurens dan glandula paratiroid.
o Near total tiroidektomi
Pengangkatan hampir seluruh jaringan kelenjar tiroid dengan meninggalkan sebagian
kecil jaringan. Near total tiroidektomi dapat dilakukan untuk mengurangi resiko
kerusakan nervus laringeal rekuren atau glandula paratiroid.
o Lobektomi totalis
Pengangkatan satu lobus tiroid kiri atau kanan
o Subtotal lobektomi
Pengangkatan sebagian besar lobus kanan atau kiri dengan disisakan kapsul posterior
lalu disisakan 3 gram
o Ismolobektomi
Pengangkatan satu atau dua lobus tiroid dengan ismus
o Radical Neck Dissection (RND)
Pengangkatan seluruh tumor ganas dan KGB sekitar dari level 1 5 serta jaringan
limfoid di daerah leher sisi yang bersangkutan dengan batas-batas:
Dasar : M. Scalenus
M.
Batasan level :
o Level 1
o Level 2
Upper Jugularis
o Level 3
Mid Jugularis
o Level 4
Lower Jugularis
o Level 5
Post triangle
14 | H a l a m a n
The thyroid gland and lymphatic node basins. Level VI is central compartment, level II to IV are
compartments along the sternocleidomastoid muscle from superior to inferior. Level V
compartment nodes are within the posterior neck, whereas level VII nodes are inferior to the
thyroid within the superior mediastinum. The level I nodes (submandibular) are rarely involved
in thyroid cancer. (From ref. 5, with permission.)
Macam-macam RND :
1. RND modiifikasi 1
RND dengan mempertahankan N. Accessorius
15 | H a l a m a n
2. RND modiifikasi 2
RND dengan mempertahankan N. Accessorius dan V. Jugularis Interna
3. RND modiifikasi 3
RND dengan mempertahankan N. Accessorius, V. Jugularis Interna, dan M.
Sternocleidomastoideus
Radical Neck Dissection adalah suatu tehnik operasi pembedahan yang digunakan untuk
mengobati kanker di daerah kepala dan leher. Operasi pembedahan ini tidak boleh dilakukan jika
kanker telah menyebar ke luar daerah kepala dan leher.
Operasi ini tergantung dari besarnya perkembangan kanker itu sendiri. Tujuan dari
operasi ini adalah untuk mengangkat kanker sebanyak banyaknya. Dalam mengeluarkan
kanker dalam operasi ini, banyak limfatik sistem, arteries, vena yang juga ikut diangkat.
Operasi ini merupakan operasi utama. Terdapat beberapa bentuk dari radical neck
dissection ini, tergantung dari berapa sel sel yang diangkat pada waktu operasi. Biasanya,
jumlah sel sel yang diangkat pada waktu operasi cukup banyak
Dalam regular radical neck dissection beberapa organ leher dan strukturnya diangkat,
termasuk otot sternocleidomastoid (salah satu otot untuk kelenturan leher), internal jugular vein
(leher), submandibular gland dan spinal accesory nerve (bagian yang membantu berbicara,
menelan dan gerakan tertentu dari kepala dan leher.).
Radical Neck Dissection yang fungsional mengangkat cervicalis fascia dan nodul limfoid,
tetapi tidak mengangkat banyak otot otot seperti pada regular Radical Neck Dissection. Karena
sistem limfoid termasuk salah satu metode penyebaran kanker, limfoid mungkin lebih banyak
diangkat pada waktu operasi. Saat operasi, dokter bedah bisa melakukan palpasi untuk
mendeteksi nodul limfoid. Jika kanker sudah ganas, limfoid tersebut dapat diangkat.
Dalam Primary Radical Neck Dissection, hanya tumor dan limfoid yang terkena sebaran
tumor yang diangkat.
Hasil dari operasi ini tergantung dari keadaan kanker, jenis metastasis dan kualitas
operasi. Kebanyakan kanker leher bisa diobati dengan Radical Neck Surgery, walauun
16 | H a l a m a n
kesuksesan operasi jangka panjang masih belum pasti / rata rata. Pasien dengan bilateral
metastasis atau multiple metastasis mempunyai survival rates yang lebih pendek. Survival rates
jangka panjang juga rendah pada pasien yang melakukan neck dissection setelah metode radiasi
gagal mengobati kanker pasien tersebut.
Adapun resiko dan komplikasi dari RND dan tiroidektomi total adalah hasil dari operasi
ini tergantung dari keadaan kanker, jenis metastasis dan kualitas operasi. Kebanyakan kanker
leher bisa diobati dengan Radical Neck Surgery, walaupun kesuksesan operasi jangka panjang
masih belum pasti/rata-rata. Pasien dengan bilateral metastasis atau multiple metastasis
mempunyai survival rates yang lebih pendek. Survival rates jangka panjang juga rendah pada
pasien yang mlakukan Radical Neck Dissection setelah metode radiasi gagal mengobati kanker
pasien tersebut. Operasi ini juga dapat menyebabkan pasien mempunyai keterbatasan dalam
pergerakan kepala dan leher yang diakibatkan oleh pemotongan otot-otot dan sel-sel pada waktu
operasi.
Komplikasi dari operasi tiroidektomi total antara lain terputusnya nervus laringeus
rekurens dan cabang eksterna dari nervus laringeus superior, hipotiroidisme dan ruptur
esophagus. Setelah pembedahan, hormon tiroid diberikan dengan dosis supresif untuk
menurunkan kadar TSH hingga tercapai keadaan eutiroid.
17 | H a l a m a n
Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring dan terdapat pada kedua
sisi. Fungsi motorik dari nervus rekurens adalah untuk mengabduksi pita suara dari garis tengah.
Kerusakan nervus rekurens menyebabkan kelumpuhan pita suara dan apabila nervus rusak pada
kedua sisi mengakibatkan hilangnya suara dan obstruksi dari saluran udara sehingga memerlukan
intubasi dan tracheostomy.
Nervus laryngeal superior mempersarafi lobus atas tiroid walaupun kerusakan dari nervus
ini tidak menyebabkan gangguan yang terlalu besar seperti yang dialami pada kerusakan nervus
recurens pada orang-orang yang membutuhkan kualitas suara yang bagus.
18 | H a l a m a n
19 | H a l a m a n
BAB 2
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
No RM
: 012090642
Nama
: Ny.HS
Jenis kelamin
: Perempuan
Tanggal Lahir
: 01 Juli 1950
Umur
: 63 Tahun
Pekerjaan
: Swasta
Status perkawinan
: menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Jl.lampung
ANAMNESIS
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan benjolan di leher 1 tahun SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh benjolan di leher 1 tahun SMRS,benjolan berbentuk bola dengan ukuran
4 cm, nyeri (-) sakit saat menelan (-) gejala hipertiroid (-) , awalnya benjolan
20 | H a l a m a n
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS : E4M5V6
Keadaan umum
Status gizi
: BB 50 TB 160 cm
Tanda Vital
TD
: 140/80 mmHg
Nadi
:90x/menit,regular,isi cukup
Suhu
: 36,5o C
:Conjungtiva anemis
Hidung
hiperemis -/-,
Leher
Paru
lapang paru
Jantung
:Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Auskultasi
:Inspeksi
Palpasi
supel,
nyeri
tekan
(-),
defanse
muscular
(-),
hepatoslenomegali(-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: BU (+) normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap
o Hb : 12,5
o Ht : 36%
o Leukosit : 4400
o Trombosit : 242.000
Fungsi ginjal
o Ureum : 15
o Creatinin : 0,7
Fungsi hati
o SGOT : 40
o SGPT : 23
Gula darah
22 | H a l a m a n
o Puasa : 81
o 2 jam PP : 108
Tiroid
o FT3 : 2,2
o FT4 : 0,13
INTRA OPERASI
Diagnosa PreOp : SNNT tiroid bilateral T3N1M0
Jenis Operasi
Lama Operasi
Lama Anestesi
Premedikasi
Induksi
: Propofol 200 mg
Obat lain
: Rocuronium 50 mg
Teknik Anestesi
: General Anestesia
Jalan Napas
Respirasi
Posisi
: Terlentang
Infus
23 | H a l a m a n
keterangan
JAM
DARAH
NADI
09.05
123 / 75 mmHg
100 x/menit
09.30
120 / 69 mmHg
93 x/menit
10.00
116 / 73 mmHg
89 x/menit
11.30
142 / 81 mmHg
110 x/menit
12.00
113 / 72 mmHg
88 x/menit
13.30
110 / 69 mmHg
89 x/menit
14.00
115 / 59 mmHg
80 x/menit
14.30
102 / 52 mmHg
80 x/menit
15.00
108 / 55 mmHg
85 x/menit
15.30
110 / 52 mmHg
80 x/menit
16.00
129 / 79 mmHg
110 x/menit
KEBUTUHAN CAIRAN
Jenis Operasi : 8 cc/kg x 50 kg = 400 cc
Maintenance : (4x10) + (2x10) + (1x30) = 90 cc
Pendarahan
: 600 cc
Pasien puasa 6 jam sudah di infus di ruangan tidak ada defisit puasa
Setiap 1 jam
:M+O
= 90 + 400 = 490 cc
Cairan masuk
Infus : RL 500 ml
x 5 = 2500 cc 833,33 cc
NaCl 500 ml
x1=
500 cc 166,67 cc
Voluven 500 ml
x 2 = 1000 cc
Gelofusin 500 ml
x 1 = 500 cc
: 3250 cc
Cairan keluar
Urin
1000 ml
Perdarahan
1600 ml
IWL
203,125 ml
25 | H a l a m a n
STATUS ICU
8 juli 2013 13 Juli 2013
(Berdasarkan hasil data rekam medik dan pemeriksaan fisik)
9 Juli 2012
A: terpasang ETT
B: ventilator PSIM
C: TD 91/70 mmHg, N 103x/menit
D: CM
Intake
Enteral
Cairan
Obat
Parenteral
Cairan Masuk
Cairan Keluar
IWL
Balans
Enteral
Parenteral
Puasa
MC 5x50cc
Ap 5x50 cc
Aminofluid 500 I
Triofusin 500 I
Triofusin 500 I
Kaen ms
3965 cc
1640 cc
661cc
1664cc
Ceftriaxone 1x2 gr
26 | H a l a m a n
Farmadol 3x 1gr
Ceftanidine 3x2 gr
As. Mefenamat 3x500 mg
Vit K 3x10 mg
Ranitidin 2x50 mg
Vit C 2x200 mg
Ca gluconas 2 amp/24jam
Sedacum 30 mg /24jam
Fentanyl 200 mcg
10 Juli 2012
S: batuk (+), batuk darah (+)
O:
A: terpasang ETT
B: ventilator PSIM
C: TD 91/70 mmHg, N 103x/menit
D: CM
Cairan
Parenteral
MC 5x50 cc
AP 5x50 cc
Aminofluid 500 I
Triofusion 500 I
Kaen 3 mg I
PRC 250 cc
Obat
Enteral
Parenteral
Ceftazidime 3x2gr
27 | H a l a m a n
Farmadol 3x 1 gr
As.tranexamat 3x500 mg
Vit K 3x10 mg
Ranitidin 2x 50 mg
Vit c 2x 200 mg
Ca gluconas 2 amp/24 jam
Fentanyl 200 ug+cedantron 8 mg/24 jam
11 Juli 2012
S: batuk (+)
O:
A: terpasang ETT
B: ventilator PSIM
C: TD 91/70 mmHg, N 103x/menit
D: CM
Rontgen thorax sugestif TB
Parenteral
Cairan
Cairan
Obat
MC 5x50 cc
AP 5x50 cc
Aminofluid 500 I
Triofusion 500 I
Kaen 3 mg I
PRC 250 cc
3248
Masuk
Cairan
1460
Keluar
IWL
Balans
+1058
Enteral
500+280
Parenteral
Dyracinamid 500 mg 1x II
Ceftazidime 3x2gr
Farmadol 3x 1 gr
As.tranexamat 3x500 mg
Vit K 3x10 mg
Ranitidin 2x 50 mg
Vit c 2x 200 mg
Ca gluconas 2 amp/24 jam
Fentanyl 200 ug+cedantron 8 mg/24 jam
BAB 3
ANALISA KASUS
Pasien wanita berusia 63 tahun, dengan berat badan 50 kg, datang ke Rumah Sakit
Fatmawati, dengan gejala benjolan pada leher sejak 1 tahun SMRS.
Pasien memiliki riwayat asma, namun tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obatobatan, riwayat batuk lama, diabetes melitus, dan riwayat penyakit jantung. Kondisi fisik pasien
dinyatakan sebagai ASA II dengan adanya penyakit sistemik ringan dan masih dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya bukan merupakan ancaman kehidupan saat ini.
Keadaan umum pasien pada saat memasuki OK adalah sadar penuh dan tampak sakit
sedang. Tekanan darah pasien 123/75 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas
14x/menit, dan suhu afebris. Sebagai awal terapi cairan, diloading Ringer Laktat 500 mL. Jumlah
kehilangan darah yang diperbolehkan untuk transfusi adalah (20% x 70ml x 50kg) = 650ml.
Sebelum jumlah perdarahan mencapai jumlah tersebut diberikan cairan kristaloid (RL) dan
koloid (Gelovusin dan Voluven).
Perdarahan yang dialami pasien 1.600ml. Karena perdarahan yang dialami pasien
melebihi batas minimal tersebut, maka pasien mandapat tambahan PRC 750cc. Pasien diberi
produk darah PRC untuk mengurangi reaksi transfusi sekaligus untuk mencapai tujuan
dilakukannya transfusi yaitu tercapainya oksigenasi yang adekuat ke jaringan. Oksigenasi yang
adekuat juga merupakan salah satu tujuan penangan syok. Pasien hanya diberikan PRC untuk
menghindari hipervolemik.
29 | H a l a m a n
Produksi urin pasien pada saat akhir proses operasi 1000 ml. Pada kondisi normal,
produksi urin minimal 0,5ml/kg/jam. Proses anastesi berlangsung selama 6 jam 30 menit.
Produksi urin minimal yang harus dihasilkan pasien adalah (0,5ml x 50kg x 6.5 jam) = 162.5ml.
Dengan demikian produksi urin pasien masih dalam batas normal.
Premedikasi yang diberikan adalah midazolam 2 mg dan fentanyl 100 mcg. Dosis
midazolam untuk premedikasi adalah 0,010,1 mg/kgBB, sementara dosis fentanyl untuk
premedikasi adalah 1-150 mcg/kgBB. Dosis yang diberikan sudah sesuai. Seharusnya dengan
BB pasien 50 kg dosis midazolam bisa diberikan 0,55 mg, sementara fentanyl seharusnya
diberikan dalam kisaran 5-22500 mcg. Midazolam digunakan untuk mengatasi kecemasan
(antikonvulsan), sementara fentanyl diberikan sebagai analgetik narkotik.
Pada pasien ini dilakukan teknik anestesi umum menggunakan propofol 200 mg sebagai
induksi. Pemilihan teknik anestesi sudah benar dimana pada operasi daerah leher yang akan
dibuka dan berkaitan dengan jalan nafas sehingga akan lebih baik bila dilakukan general
anastesia. Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan
untuk anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg.
Dosis yang diberikan pada pasien dengan berat badan 50 kg diberikan induksi propofol 200 mg,
dirasakan terlalu banyak dan melampaui dosis seharusnya yaitu 100-125 mg. Keuntungan dari
propofol yaitu induksi dan pemulihannya cepat, konfusi pasca bedah minimal, dan kurang
menimbulkan mual muntah pasca-bedah. Propofol juga tidak menimbulkan aritmia dan iskemia
otot jantung dibandingkan Ketamin. Kerugiannya yaitu nyeri pada saat penyuntikan. Hal ini
dapat diminimalisir dengan premedikasi analgetik. Propofol juga dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer dan menurunkan tekanan arteri sistemik sekitar 30%. Hal ini menjelaskan
penurunan tekanan darah yang terjadi pada pasien ini setelah induksi.
Untuk relaksasi saat intubasi diberikan Roculax 50 mg. rokuronium merupakan relaksan
otot skelet nondepolarisasi (intermediate acting), diberikan sebagai obat relaksasi otot dengan
kerja singkat. Relaksasi otot ini dimaksudkan untuk membuat relaksasi otot selama
berlangsungnya operasi, menghilangkan spasme laring dan refleks jalan napas atas selama
operasi, dan memudahkan pernapasan terkendali selama anestesi. Dosis Rocuronium untuk
intubasi adalah 0,8-1 mg/kgBB. Pemberian roculax sudah sesuai dengan dosis. Lama aksi obat
30 | H a l a m a n
ini adalah 30-60 menit. Sehingga sebaiknya diberikan dosis pemeliharaan 0,15 mg/kgBB setelah
3060 menit.
Obat ketorolac untuk mengatasi nyeri dan ondansetron digunakan untuk pencegahan
mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi.dosis yang
sebanyak 8 mg dengan BB pasien 70 kg dosis ini masih memenuhi dengan kisaran dosis 0,1-0,2
mg/kgBB/IV. untuk mencegah terjadinya mual dan muntah yang dapat timbul akibat pemberian
obat induksi. Selain itu, pada pembedahan perut dapat diberikan ondansetron untuk menutupi
adanya suatu ileus progresif dan atau distensi lambung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: PT Indeks:
2010
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2010
3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anesthesia. 5 th edition. USA: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006
4. Doherty, Gerrard M. 2006. Malignant tumors of the thyroid. In current Surgical Diagnosis &
Treatment. Lange Medical Publication
5. Sjamsuhidajat R. Jong WD. 1997. Sistem Endokrin. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
31 | H a l a m a n