PENDAHULUAN
1.1. TUJUAN
a. Mengetahui definisi geologi struktur, struktur primer, struktur sekunder.
b. Mengetahui gambaran tiga dimensi dari struktur bidang dan struktur garis
( metode proyeksi orthogonal ).
1.2. DEFINISI
Geologi Struktur :
Adalah suatu ilmu yang mempelajari perihal bentuk arsitektur, struktur
kerak bumi beserta gejala-gejala geologi yang menyebabkan terjadinya perubahan
perubahan bentuk (deformasi) pada batuan. Geologi struktur pada intinya
mempelajari struktur batuan (struktur geologi), yaitu struktur primer dan
struktur sekunder. (Bagian terbesar, terutama mempelajari struktur sekunder
ini).
Struktur geologi dipelajari dan dianalisis dengan tiga cara, yaitu :
1. Secara Deskriptif
Mempelajari struktur geologi dengan mengamati, mengukur unsur-unsur
geometri (struktur bidang dan struktur garis) di lapangan, dan menyajikannya
dalam peta, penampang, diagram dan analisis statistik.
2. Secara Kinematik
Meliputi pergerakan atau pergeseran dari struktur tersebut (analisis),
identifikasi dan klasifikasi (penamaan).
3. Secara Genetik
Meliputi pemahaman serta penjabaran mengenai pembentukan struktur
geologi yang berkaitan dengan pola tegasan pembentuknya.
Struktur Primer :
Adalah struktur batuan yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan
batuan. Contoh :
- Pada batuan sedimen: Pada batuan sedimen struktur primer identik dengan
struktur sedimen. Perlapisan /laminasi sejajar perlapisan/laminasi silangsiur
(cross bedding), perlapisan bersusun (graded bedding). Secara umum merupakan
struktur sedimen.(Gambar 1.1 , 1.2 & 1.3).
- Pada batuan beku :
Kekar kolom (columnar joint), kekar melembar (sheeting joint), vesikuler
(Gambar 1.4, 1.5).
- Pada batuan metamorf:
Foliasi (Gambar 1.6).
Gambar 1.1
Struktur sedimen laminasi sejajar
Gambar 1.3
Struktur sedimen perlapisan
bersusun (graded bedding)
Gambar 1.2
Struktur sedimen silangsiur (cross bedding)
Gambar 1.4
Kekar kolom vertikal (columnar joint)
pada batuan beku basalt, perhatikan
bentuk poligonal pada penampang
atasnya.
Gambar 1.5
Struktur kekar melembar pada batuan beku
(sheeting joint)
Gambar 1.6
Struktur foliasi pada batuan metamorf
(Slate)
Struktur Sekunder:
Adalah struktur batuan yang terbentuk setelah proses pembentukan batuan yang
diakibatkan oleh deformasi tektonik. Contoh: kekar, sesar, lipatan (Gambar 1.7.,
1.8, 1.9).
Gambar 1.7
Struktur Kekar
Gambar 1.8
Struktur sesar turun (sesar normal)
Gambar 1.9
Struktur lipatan antiklin dan
sinklin
1.3
proyeksi orthogonal .
Langkah kerja:
1. Mebuat balok dengan bahan kertas karton dengan ukuran panjang 12 cm,
lebar 8 cm, tinggi 10 cm
2. Membuat orientasi arah utara pada sisi balok bagian atas
3. Menngeplotkan data yang ada, di sisi depan balok
4. Menghubungkan garis di sisi depan balok yang telah diplotkan ke ssisi
samping dan belakan balok sebagai bidang perlapisan dari litologi yang ada
5. Memberi simbol litologi dan warna litologi pada maket.
BAB 2
STRUKTUR BIDANG
2.1. TUJUAN
a. Mengetahui definisi struktur bidang
b. Menggambarkan geometri struktur bidang ke dalam proyeksi dua dimensi
(secara grafis).
c. Menentukan kedudukan bidang dari dua atau lebih kemiringan semu.
d. Menentukan kedudukan bidang berdasarkan problem tiga titik ( three
point problem ).
e. Melakukan ploting simbol-simbol geologi dengan geometri bidang pada
peta.
2.2. DEFINISI
Struktur bidang adalah struktur batuan yang membentuk geometri bidang.
Kedudukan awal struktur bidang (bidang perlapisan) pada umumnya membentuk
kedudukan horizontal. Kedudukan ini dapat berubah menjadi miring jika
mengalami deformasi atau pada kondisi tertentu, misalnya pada tepi cekungan
atau pada lereng gunung api, kedudukan miringnya
- Kemiringan (dip)
miring
yang
bersangkutan
dengan
bidang
- Arah kemiringan
(dip direction)
Strike
O
C
L
AB
A O
Gambar 2.4
: Jurus (strike) bidang ABCD diukur terhadap arah utara
: Kemiringan (dip) bidang ABCD diukur tegak lurus AB
: Kemiringan semu (apparent dip)
: Arah kemiringan (dip direction)
10
dari
data
pemboran.
Sehingga
untuk
mengetahui
kedudukan
2.4.2. Aplikasi metode grafis yang akan diterapkan pada praktikum ini meliputi:
a. Menentukan Kemiringan Semu.
b. Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua Kemiringan Semu pada
Ketinggian yang sama.
c. Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua Kemiringan Semu pada
Ketinggian yang berbeda.
d. Menentukan Kedudukan Bidang Berdasarkan Problem Tiga Titik (Three
Point Problems).
e. Melakukan ploting simbol struktur bidang pada peta topografi.Di bawah
ini diberikan petunjuk penyelesaian kasus A E.
11
N
D
K
x
E
N y E
A
d
d
N x E
(a)
(b)
B
Gambar 2.5
Menentukan kemiringan semu dengan grafis
12
d
B
N x E
d
L
L
F
d
d
N y E
E
E
(a)
(b)
Gambar 2.6
Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu
pada ketinggian yang sama.
13
ketinggian 400 m.
9. Buat garis tegak lurus O sehingga didapat garis OW.
10. Buat garis sepanjang d pada garis strike 200 dan sepanjang 2d pada garis
strike 300 (WX).
11. Hubungkan titik O dan X. Sudut WOX merupakan nilai dip sebenarnya.
14
N
V
d
P
d
P
300
300
2d
400
W
d Q
200
2d
2d
400
200
300
(a)
(b)
B
Q
A
400
S
W
300
d
200
(c)
Gambar 2.7
Tahapan menentukan kedudukan bidang
dari dua kemiringan semu pada ketinggian berbeda. (a) penggambaran dua kemiringan
semu, (b) pembukaan kontur struktur, (c) penggambaran 3D soal
15
Problems)
Maksudnya menentukan kedudukan bidang dari tiga titik yang diketahui
posisi dan ketinggiannya. Diketahui tiga titik, masing-masing : A ketinggian 200
m, B ketinggian 150 m, dan C ketinggian 100 m. Ketiga titik tersebut terletak
pada bidang PQRS, menentukan bidang PQRS.
200
150
A
200 P
100
I
150
100
d
II
B
d
S C
100
16
AZIMUTH
NOTASI
KWADRAN
GAMBAR
NOTASI
GAMBAR
S0350E/
300 SW
1
N 1450
atau
300
E/
N0350 W/
300
300
300 SW
450,
A
300 N0900E
atau
N0450
450,
300,
450
S0900E
17
500
Gambar 2.10
Penggambaran kedudukan batuan pada peta lokasi
ditunjukkan oleh lokasi 12, 13, dan 14
18
Bidang horizontal
30O
Lapisan terbalik (angka 30o menunjukkan bottom lapisan)
Bidang foliasi ( pada batuan metamorf )
O
30
Foliasi miring
Foliasi tegak
Foliasi horizontal
30
30O
Kekar miring
(terisi mineral & tidak)
Kekar vertikal
(terisi mineral & tidak)
Kekar horisontal
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
19
Bidang Sesar :
Sesar naik
Sesar turun
Antiklin menunjam ke 30 NE
30
30
Sinklin menunjam ke 30 NE
20
BAB 3
STRUKTUR GARIS
3.1 TUJUAN
a. Mengetahui definisi dan mampu menggambarkan struktur garis ke dalam
proyeksi dua dimensi (secara grafis).
b. Menentukan plunge dan rake/pitch suatu garis pada suatu bidang.
c. Menentukan kedudukan struktur garis yang merupakan perpotongan dua
bidang.
3.2 DEFINISI
Struktur garis adalah struktur batuan yang membentuk geometri garis,
antara lain gores garis, sumbu lipatan, dan perpotongan dua bidang. Struktur
garis dapat dibedakan menjadi stuktur garis riil, struktur garis semu.
Pengertian :
struktur garis primer yang meliputi: liniasi atau penjajaran mineral-mineral pada
batuan beku tertentu, dan arah liniasi struktur sediment. Struktur garis sekunder
yang meliputi: gores garis, liniasi memanjang fragmen breksi sesar, garis poros
lipatan dan kelurusan-kelurusan dari topografi, sungai dan sebagainya.
21
Kedudukan
struktur
garis
dinyatakan
dengan
istilah-istilah
arah
Besar sudut antara struktur garis dengan garis horisontal yang diukur
pada bidang dimana garis tersebut terdapat dan membentuk sudut terkecil
(sudut lancip) (Gambar 3.1)
Y, N XE
dimana :
22
B
K
A
C
L
Gambar 3.1
Struktur garis dalam blok tiga dimensi
Keterangan :
AL
AK
AL/KA
23
24
25
26
4. Memutar bidang ABCD sampai posisinya horisontal dengan "folding line" garis
AB, yakni dengan memanjangkan garis AD, ke 'Dr' dengan pusat putar titik A.
5. Dari 'Dr' membuat garis sejajar lurus (AB), maka garis ini merupakan jurus
pada kedalaman 'd' setelah bidang ABCD diputar ke posisi horisontal.
6. Membuat melalui 'P' garis tegak lurus pada garis butir (5), serta memotongnya
dititik 'Lr'.
7. Menghubungkan 'Lr' dengan 'A', maka sudut 'BALr' adalah besarnya rake 54.
27
P
d
45
Dr
Q
d
Lr
L
C
N 135 E
(a)
(b)
Gambar 3.3
Penentuan plunge dan rake:
(a) penggambaran dalam blok diagram (b) analisis secara grafis
Keterangan :
KL adalah trace (garis potong), sudut OKL adalah plunge ( ), sudut 1 adalah
rake
KL pada bidang ABEK, sudut 2 adalah rake KL pada bidang CDFK, arah KO
adalah bearing, diukur terhadap arah utara.
28
Contoh soal . :
Batugamping dengan kedudukan N 312E / 300 terpotong intrusi dyke dengan
kedudukan N 201 E / 50, sehingga pada jalur perpotongannya terdapat
mineralisasi. Tentukan kedudukan jalur perpotongannya !
Penyelesaian secara grafis:
1. Menggambar strike batugamping dan intrusi dyke yang berpotongan di O.
Kemudian membuat kontur struktur dari masing-masing strikenya.
(Gambar 3.4)
O3
O2
Ba
tu
tr us
i
50 0
DIP
ng
pi
30
ga
m
P
DI
duk
an In
ka
n
Ked
u
FL
Ke
du
du
FL
O1
Gambar 3.4
Penggambaran Strike dari Batugamping dan Intrusi
29
Bearing
O3
O2
Ba
t
ug
am
P
DI
ka
n
ng
pi
30
Ked
udu
kan
Intr
usi
ud
u
50 0
FL
Ke
d
FL
O1
DIP
Gambar 3.5
Penggambaran Bearing dan Plunge
4. Setelah itu dilanjutkan dengan membuat rake dari Batugamping dan rake
dari intrusi. Caranya dengan membuat KS Bantu ditarik menggunakan
jangka dari titik awal strike masing-masing kedudukan lapisan, kemudian
dibuat putus-putus. Setelah itu dititik O2 dibuat garis tegak lurusnya ke
masing-masing KS Bantu baik pada KS Bantu kedudukan Batugamping
dan intrusi. Setelah itu hubungkan garis tadi dengan titik O1. Maka akan
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
30
Rake Batugamping
Bearing
Plunge U
Rake Intrusi
O3
O2
ga
m
Intr
usi
DIP
ng
pi
30
Ked
u
Ba
tu
50 0
ka
n
P
DI
duk
an
FL
Ke
du
du
FL
O1
Gambar 3.6
Penggambaran Rake Intrusi dan Rake Batugamping
31
K
O
A
L
B
Gambar 3.7
Kedudukan struktur garis perpotongan dari dua buah bidang dalam kenampakan tiga
dimensi
Keterangan
KL
: Struktur garis dari perpotongan bidang ABEK
dan bidang CDEK
KO
: Arah penunjaman (trend)
KO/OK
: Arah kelurusan (bearing) = azimuth NKO
: Penunjaman (plunge)
1
: Rake (pitch) terhadap bidang ABEK
2
: Rake (pitch) terhadap bidang CDFK
32
BAB 4
PROYEKSI STEREOGRAFIS DAN PROYEKSI KUTUB
4.1. TUJUAN
a. Mengetahui definisi proyeksi stereografis dan proyeksi kutub
b. Memecahkan masalah geometri
garis secara
stereografis.
c. Menggunakan proyeksi stereografis sebagai alat bantu dalam tahap awal
analisis data yang diperoleh di lapangan untuk berbagai macam data
struktur.
4.2 DEFINISI
Penggambaran yang didasarkan pada perpotongan bidang / garis dengan
suatu permukaan bola. Unsur struktur geologi akan lebih nyata, lebih mudah dan
cepat penyelesaiannya bila digambarkan dalam bentuk proyeksi permukaan bola.
Permukaan bola tersebut meliputi suatu bidang dengan pusat bola yang terlihat
pada bidang tersebut maka bidang tersebut memotong permukaan bola sepanjang
suatu lingkaran, yaitu lingkaran besar. (Gambar 4.1) menunjukkan perbandingan
antara proyeksi orthografi dengan proyeksi permukaan bola.
Yang dipakai sebagai gambaran posisi struktur di bawah permukaan
adalah belahan bola bagian bawah. Selanjutnya proyeksi permukaan bola
digambarkan pada permukaan bidang horisontal dalam bentuk proyeksi
stereografis. Hal tersebut didapat dari perpotongan antara bidang horisontal yang
melalui pusat bola dengan garis yang menghubungkan titik-titik pada lingkaran
besar terhadap titik zenithnya. Gambaran proyeksi yang didapat disebut dengan
stereogram dan hubungan sudut di dalam proyeksi stereografi seperti nampak
pada Gambar 4.2. Dari gambar tersebut tampak bahwa pengukuran besar sudut
selalu dimulai dari 0 di tepi lingkaran (lingkaran primitif) dan 90 di pusat
lingkaran.Hubungan antara proyeksi permukaan bola dengan pembuatan
lingkaran besar dan lingkaran kecil seperti pada Gambar 4.3
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
33
N
W
E
S
N
W
E
S
Zn
Zn
Bidang dasar
N
Stereografis
E
W
S
20
20
45
45
70
90
70
34
Gambar 4.3 Hubungan antara proyeksi permukaan bola dengan pembuatan lingkaran
besar dan lingkaran kecil
35
Wulf Net
Misalkan pada bidang kedudukan N 000 E/ 45 terletak garis dengan arah
N 045 E. Maka hubungan antara proyeksi gambaran orthografi, stereografis, dan
stereogramnya dapat dilihat pada Gambar 4.4.a, 4.4.b, dan 4.4.c.
Zn
a
N
B
0
N
F
S
B
B
C
C
S
= NS (gambar a, b, & c)
= sudut COC' (gambar b) atau
EC' (gambar c)
Struktur garis OB' : bearing
= busur NF (gambar c)
rake/pitch
= busur NB' (gambar c)
plunge
= B'F (gambar c)
Stereogram struktur bidang adalah busur NB'C'S (gambar c)
Stereogram struktur garis adalah garis OB' (gambar c)
36
Gambar garis strike melalui pusat lingkaran sesuai dengan harganya (Gambar
4.5.a).
Putar kalkir sampai garis strike berimpit dengan garis N - S jaring. Lalu
gambar garis busur lingkaran besar sesuai dengan besarnya dip (ingat prinsip
aturan tangan kanan) (Gambar 4.5.b).
b
N
45 0
E
Dip
30
S
O
cW
p
Di
Gambar 4.5
Tahapan penggambaran stereogram bidang N 045 E/300
37
Tentukan titik pada lingkaran primitif sesuai harga bearing, dan hubungkan
dengan pusat lingkaran, sehingga merupakan garis lurus (Gambar 4.6.a).
Putar kalkir sehingga garis tersebut berimpit dengan N-S atau E-W jaring,
kemudian ukur besarnya plunge (Gambar 4.6.b).
b
N
45
F
D
3O F
D
45 0
F
Plunge
D
Gambar 4.6
Penggambaran stereogram garis kedudukan 30 ,N 045 E
38
Gambar stereogram bidang N 050 E / 50 dan garis arah apparent dip N 080
E (Gambar 4.7.a).
Putar kalkir sampai garis arah N 080 E tersebut berimpit dengan E-W jaring
dan baca besarnya apparent dip pada garis tersebut dimana 0 pada lingkaran
primitif (Gambar 4.7.b).
Jika pada bidang N 050 E / 50 ini terletak garis yang arahnya N 080 E, dengan
cara seperti di atas didapat besarnya plunge garis tersebut adalah 31 (Gambar
4.8.a dan 4.8.b). Sedangkan besarnya rake/pitch didapat sebagai berikut:
a. Putar kalkir sehingga garis strike bidang N 050 E/ 50 berimpit dengan N-S
jaring. Dan besarnya rake dihitung pada busur lingkaran besar bidang
tersebut dengan menggunakan lingkaran kecil serta dipilih yang lebih kecil
dari 90, yaitu dimulai dari N-jaring sampai ke perpotongan garis dengan
busur lingkaran besar bidang tesebut, besarnya didapat 12 (Gambat 4.8.c).
39
N
50
80
F
E
31
F
E
apparent dip
50
Gambar 4.7
Penggambaran stereogram bidang N 050 E / 50 dan garis arah apparent dip N 080 E
N
50
80
F
E
O
31
50
F
E
plunge
b(b)
(a)
rake
42
(c)
Gambar 4.8
Penentuan plunge dan rake/pitch dari garis N 080 E pada bidang N 050 E / 50
40
Penyelesaian :
Putar kalkir sehingga arah kemiringan semu N 010 E berimpit dengan E-W
jarring, plot besar kemiringan semu 25 dihitung dari lingkaran primitif, yaitu
titik A (Gambar 4.9.b).
Begitu juga untuk kemiringan semu 34 pada arah N llO E, yaitu titik B
(Gambar 4.9.c).
41
N 10
N 10o
E
o
110
110o
(a)
(b)
N 10o
N 10
dipo
42
110
110
(c)
(d)
dip
e
W
(e)
Gambar 4.9 Tahapan menentukan Kedudukan Bidang Dari Dua Kemiringan Semu
42
Penyelesaian :
Busur BF adalah plunge, diukur pada posisi OF berhimpit dengan E-W / N-S
jaring (Gambar 4.10.b).
Busur CB adalah rake OB pada bidang N 010 E / 30, diukur pada posisi
strike bidang tersebut berimpit dengan N-S jaring. Begitu juga busur DB
adalah rake OB pada bidang S 050 E / 50 SW (Gambar 4.10.c)
43
N 10o
50 o
30o
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.10
Menentukan Kedudukan Garis Perpotongan Dari Dua Bidang
44
45
Perbedaan Utama :
Wulf Net yaitu lingkaran besar dan lingkaran kecil didapat dari proyeksi
permukaan bola ke arah titik zenit.
Schmidt Net yaitu lingkaran besar dan kecil dibuat berdasarkan luas yang
mendekati kesamaan dari jaring yang dihasilkan oleh perpotongannya sehingga
interval tiap lingkaran akan merata pada setiap kedudukan.
Zn
Zn
N
W
Zn
A
C
D
Gambar 4.11
Proyeksi kutub struktur bidang
Gambar 4.12
Proyeksi kutub struktur garis
Gambar 4.13
(a) Proyeksi kutub dan stereografi bidang (P), (b) Proyeksi kutub struktur garis (P)
dengan bearing ke arah S dan plunge 20o
46
P
P
E
(a)
(b)
Gambar 4.15
Penggambaran proyeksi kutub pada Schmidt Net untuk bidang dengan kedudukan N
135 E / 60
47
P
E
(a)
(b)
Gambar 4.16
Penggambaran proyeksi kutub pada Schmidt Net untuk struktur garis 30, N 225 E
48
N
80
90
70
60
50
40
30
20
P
10
W0
180
270
Gambar 4.17 Cara penggambaran proyeksi kutub suatu bidang dengan kedudukan
N040E / 60
N
0
10
20
30
40
50
60
70
P
80
90
Gambar 4.18 Cara penggambaran proyeksi kutub suatu garis dengan kedudukan 40, N
60E
49
- Dip
* Struktur Garis.
- Bearing
- Plunge
b. Scmidth Net.
* Struktur Bidang.
- Strike
- Dip
* Struktur Garis.
- Bearing
- Plunge
: 0 dimulai dari sisi West (W) pada Polar equal area net.
- Dip
* Struktur Garis.
- Bearing
- Plunge
50
BAB 5
METODE STATISTIK
5.1 TUJUAN
a. Mengetahui definisi metode statistik
b.
yang diambil di
lapangan.
5.2 DEFINISI
Metode Statistik :
Adalah suatu metode yang diterapkan untuk mendapatkan kisaran harga
rata-rata atau harga maksimum dari sejumlah data acak, dari metode ini maka
dapat diketahui kecenderungan-kecenderungan bentuk pola ataupun kedudukan
umum dari jenis struktur yang sedang dianalisa.
Metode statistik disini terdiri dari dua metode yang pengelompokannya
didasarkan atas banyaknya parameter yang digunakan.yaitu:
1. Metode statistik dengan satu parameter.
2. Metode statistik dengan dua parameter
51
a) Diagram kipas
Tujuan diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum
yang datanya hanya menggunakan satu unsur pengukuran saja (data bearing dan
mengabaikan trend. Contoh data liniasi adalah arah-arah kelurusan sungai,
kelurusan morfologi, kelurusan kekar (kekar vertikal), kelurusan liniasi mineral,
dll.
Data-data
pengukuran
dimasukkan
dalam
suatu
tabel
sehingga
(Gambar 5.3).
52
ARAH
N........E
0-5
5 - 10
10 - 15
15 - 20
20 - 25
25 - 30
30 - 35
35 - 40
40 - 45
45 - 50
50 - 55
55 - 60
60 - 65
65 - 70
70 - 75
75 - 80
80 - 85
85 - 90
90 - 95
95 - 100
100 - 105
105 - 110
110 -115
115 - 120
120 - 125
125 - 130
130 -135
135 - 140
140 - 145
145 - 150
150 - 155
155 - 160
160 - 165
165 - 170
170-175
175 - 180
N........ E
180 - 185
185 - 190
190 - 195
195 - 200
200 - 205
205 - 210
210 - 215
215 - 220
220 - 225
225 - 230
230 - 235
235 - 240
240 - 245
245 - 250
250 - 255
255 - 260
260 - 265
265 - 270
270 - 275
275 - 280
280 - 285
285 - 290
290 - 295
295 - 300
300 - 305
305 - 310
310 - 315
315 - 320
320 - 325
325 - 330
330 - 335
335 - 340
340 - 345
345 - 350
350 - 355
355 - 360
NOTASI
JUMLAH PROSENTASE
III
IIIII I
IIIII
II
III
4
6
5
2
3
16%
24%
20%
8%
12%
II
8%
III
12%
53
8 12 16 20 24
Gambar 5.1
Jari jari diagram setengah lingkaran dalam pembuatan diagram roset
330
340
350 0
10 20
30
40
320
310
50
60
300
70
290
80
280
270
90
12 16 20 24
Gambar 5.2
Pembagian interval dari pusat bujur
330
340
350 0
10 20
30
40
320
310
50
60
300
70
290
80
280
270
90
12 16 20 24
Gambar 5.3
Hasil analisis arah umum kekar
54
b) Diagram roset
Tujuan : Diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan
umum dari data-data dengan satu parameter, yaitu trend. Tabulasi data: Datadata yang ada dimasukkan dalam tabel dengan tujuan untuk mempermudah akan
tetapi tabelnya berbeda dengan tabel pada diagram kipas.
N .... E
109
126
148
142
127
143
124
N ....... E
127
141
144
123
129
223
47
N ........ E N..E
118
122
111
128
302
146
133
113
163
126
151
121
108
97
ARAH
0-5
NOTA
SI
I
JML
1
PROSE
N
4%
ARAH
NOT
ASI
JML
PROSENTAS
E
180 - 185
6 - 10
185-189
11 - 15
189 -195
16 - 20
195 - 200
21 - 25
200 -205
26 - 30
205 - 210
55
31 - 35
210 -215
36 - 40
215 -220
40 - 45
220 - 225
45 - 50
4%
230 - 235
55 - 60
235 - 240
60 - 65
240 - 245
65 - 70
245 - 250
70 - 75
250 - 255
75 - 80
255 - 260
80 - 85
260 - 265
85 - 90
265 - 270
I
4%
95 - 100
4%
225 - 230
50 - 55
90 - 95
270 - 275
275 - 280
100 -105
II
8%
280 - 285
105 - 110
III
12%
285 - 290
110 - 115
III
12%
290 - 295
115 - 120
II
8%
295 - 300
4%
120 - 125
IIII
16%
300 - 305
11
8%
125 - 130
IIIIII
24%
305 - 310
4%
130 -135
IIIII
20%
310 - 315
135 -140
ll
8%
315 - 320
140 -145
IIII
16%
320 - 325
145 - 150
II
8%
325 - 330
150 -155
4%
330 - 335
155 - 160
4%
335 - 340
160 -165
II
8%
340 - 345
165 -170
III
12%
345 - 350
170 .175
4%
350 - 355
175 - 180
355 - 360
56
340
350
360
0
10
20
330
30
320
40
310
50
300
60
290
70
280
80
270
90
260
100
250
110
240
120
230
130
220
140
210
150
200
190 180
170
160
57
c) Histogram
Tujuan : Seperti yang lain yaitu mengetahui arah kelurusan umum dari
unsurunsur struktur. Tabulasi data dan prinsip sama dengan diagram kipas
yaitu data bearing tanpa memperhatikan trend dimasukkan dalam satu tabel
(tabulasi data) seperti pada diagram kipas (Tabel 5.2)
Cara pembuatan Histogram:
Contoh pembuatan histogram yang diberikan disini diambil dari data data
pengukuran kekar gerus vertikal sebanyak 50 buah (Tabel 5.1). Dari pemasukan
data pengukuran ke (Tabel 5.2) diperoleh prosentase 0%,4%,..24%. Harga-harga
ini diperoleh pada ordinat (sumbu vertikal), dari 0% ke atas hingga harga
maximum 21% dengan skala bebas (Gambar 5.5). Pada absis (sumbu horizontal)
diplot arah-arah dari barat ke timur dengan patokan arah utara dibagian
tengahnya (Gambar 5.5).
Langkah terakhir, masukkan basil perhitungan (Tabel 5.2) ke dalam
gambar 5.3 sehingga didapatkan diagram berupa batang dengan puncak yang
paling menunjukkan hasil analisa arah umum kekar gerus N007E / 30 (Gambar
5.5). Maka harga kedudukan umum akan sama dengan yang
ditunjuk oleh
24
20
16
12
8
4
10 20
30
40
50
60 70
Arah N....o E
80 90
E
58
Sebagai contoh di sini akan diuraikan tahap pembuatan diagram kontur dari 25
data pengukuran kekar tarik (extention joint). Lihat gambar 5.6 dan 5.7
32/70, 20/68, 15/50, 33/58, 34/67, 28/71, 20/67, 20/50, 37/60, 10/50, 73/57, 70/59, 64/61,
70/70, 80/75, 70/59, 76/58, 65/66, 81/40, 67/30
TAHAP 1
:
Mengeplotkan 25 data kedudukan kekar tarik yang ada ke dalam Polar Equal
Area sehingga didapatkan 25 titik yang merupakan proyeksi kutubnya
Gambar 5.7
Memplotkan kedudukan di Polar Equal
59
TAHAP 2
Gambar 5.8
Plot hasil perhitungan kerapatan titik pada pusat-pusat segi enam pada jaring Kalsbeek
60
Untuk titik-titik yang jatuh pada tempat-tempat tertentu pada jaring kalsbeek,
perhitungannya tidak menggunakan bentuk segi enam, tetapi dapat berbentuk
lingkaran, separuh lingkaran, separuh segi enam dan segi lima (Gambar 5. 8),
tetapi pada prinsipnya jumlah segi tiganya tetap 6.
Untuk titik-titik pusat segienam yang letaknya di pinggir jaring bentuknya
menjadi separuh segi enam atau separuh lingkaran (Gambar 5.8) angka
kerapatan yang dicantumkan pada pusatnya merupakan jumlah titik-titik kutub
dari dua bentuk separuh lingkaran atau segi enam yang saling berseberangan.
Untuk segienam-segienam yang tidak mempunyai angka kerapatan, cantumkan
angka-angka nol pada pusat-pusatnya yang akan berfungsi sebagai batas
penarikan atau penyebaran kontur kerapatannya (Gambar 5.8).
TAHAP 3
61
Gambar 5.9. Diagram kontur yang dihasilkan, dengan kerapatan data tertinggi
ditunjukan oleh warna merah yang dianggap sebagai kedudukan umum data
kekarnya , di peroleh arah umum Shear 1 N0230E/670, Shear 2 N0700E/600
62
BAB 6
KEKAR
6.1. TUJUAN
a. Mengetahui definisi dari kekar dan mekanisme pembentukannya.
b. Menganalisis struktur kekar baik secara statistik (diagram kipas)
maupun secara stereografis.
6.2. DEFINISI
Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran yang
berarti (bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Kekar dapat terbentuk
baik secara primer (bersamaan dengan pembentukan batuan, misalnya kekar
kolom dan kekar melembar pada batuan beku) maupun secara sekunder (setelah
proses pembentukan batuan, umumnya merupakan kekar tektonik). Pada acara
praktikum ini yang akan dibahas adalah kekar tektonik.
dibentuk oleh kedua shear joint , sedangkan tegasan utama minimum (3)
membagi sudut tumpul yang dibentuk oleh kedua shear joint. (Gambar 6.1)
63
Sh. j
Rls. j
3
Ex . j
Gb. g - 1
A
Gb. 9 - 2
Gambar 6. 1
(a)Tegasan yang bekerja pada suatu kubus dan pola kekar yang terbentuk
(b)Hubungan antara tegasan utama dengan sudut geseran dalam
-
-
-
Secara teoritis, rekahan atau bidang geser yang terbentuk adalah AA dan
BB (Gambar 6.1 b) yang saling tegak lurus, tetapi karena setiap batuan
mempunyai koefisien geseran dalam masing-masing, maka bidang geser yang
terbentuk adalah SS (Gambar 6.1 b).
64
diagram
kipas
roset,
histogram
dan
diagram
kontur
007
008
007
007
006
008
014
012
013
014
015
017
018
326
327
327
327
326
328
022
65
NOTASI
JUMLAH
II
IIIII I
IIIII
II
I
2
6
5
2
1
IIIII I
III
6
3
25
PROSENTASE
8%
24%
20%
8%
4%
24%
12%
100%
66
6.1 data terbanyak 6 atau 24% maka jari-jarinya disesuaikan dengan angka
maksimum tersebut Gambar 6.2.
3. Memasukkan data dalam tabel ke dalam diagram kipas yang telah dilakukan
pembagian skala sebesar 5, selanjutnya menentukan kedudukan umum shear
joint dan kedudukan tegasan-tegasan pembentuknya (1, 2, dan 3).
Gambar 6.2
Diagram kipas yang dihasilkan berdasarkan Tabel 6.1
Dengan nilai kedudukan umumnya N3280E dan N0070E.
67
a.
b.
Gambar 6.3
Analisis tegasan pada diagram kipas yang dihasilkan
68
69
70
Gambar 6.5
Pembagian Arah tegasan berdasarkan besaran sudut
71
72
Gambar 6.7
Kenampakan kekar vertikal di lapangan
Gambar 6.8
Kenampakan kekar yang terisi mineral sekunder (Misalnya, kalsit atau kuarsa). Kekar
semacam ini disebut Urat (Vein)
73
BAB 7
SESAR
7.1. TUJUAN
a.
b.
c.
Menganalisa berdasarkan data-data yang menunjang serta unsurunsur penyertanya dengan menggunakan metode stereogafis secara
statistik.
7.2. DEFINISI
Sesar adalah suatu rekahan yang memperlihatkan pergeseran cukup besar
dan sejajar terhadap bidang rekahan yang terbentuk. Pergeseran pada sesar
dapat terjadi sepanjang garis lurus (translasi) atau terputar (rotasi).
74
yaitu
memperlihatkan
kenampakan
pertumbuhan
pada
permukaan
mineral-mineral
fibrous
sesar
yang
yang
sejajar
Gambar 7.1
Anatomi Sesar
Gambar 7.2
Kenampakan sesar naik
75
Gambar 7.4
Net separation
Gambar 7. 5
Net Slip (A A)
76
b
Gambar 7.6 Permodelan Sesar Strike-Slip (a) dextral, (b) sinistral
77
b. Dip slip.
Dip-slip fault yaitu sesar yang mempunyai pergerakan naik atau turun sejajar
terhadap arah kemiringan sesar
-
c. Oblique slip
Oblique-slip fault yaitu pergerakan sesar kombinasi antara strike-slip dan dip-slip
- Normal left -slip fault.
78
- Breksi Sesar
Breksi sesar
Gambar 7.10 kenampakan foto Milonit dan Gouge yang merupakan produk hancuran dari
suatu sesar
79
Gambar 7.12 Drag Fold merupakan salah satu fenomena dari sebuah lipatan yang mengalami
pensesaran naik diakibatkan oleh rezim gaya Compression. Hal tersebut terjadi apabila gaya tegasan
utama melebihi daya elastic dan plastisitas batuan.
80
Gash Fracture NE / ..
316/52
335/60
248/60
262/65
318/61
342/58
252/70
262/68
325/52
345/55
256/74
262/74
326/48
346/64
257/60
266/70
333/56
352/58
259/72
275/67
359/60
353/60
262/63
276/72
Breksiasi N.. E
024
022
021
022
024
024
205
204
027
204
025
205
022
025
027
81
Penyelesaian :
1. Memplotkan semua data SF dan GF pada kertas kalkir di atas "Polar Equal
Area Net" (Gambar 7.13)
2. Memplotkan hasil pengeplopatan SF dan GF pada kertas kalkir (nomor 1) pada
"Kalsbeek Counting Net", kemudian mulai menghitungnya (Gambar 7.14)
3. Membuat diagram kontur berdasarkan hasil perhitungan nomor 2 (Gambar
7.15)
4. Menghitung prosentase kerapatan data, yaitu (ketinggian/jumlah data) x 100
% (Gambar 7.15)
5. Membaca arah umum kedudukan dari SF dan GF dari titik tertinggi.
Didapatkan arah umum dari GF N 260 E / 69 dan SF N 348 E/58.
6. Menentukan arah umum dari breksiasi dengan diagram kipas, didapatkan N
024 E (Gambar 7.16)
7. Kemudian dari ketiga data arah umum tersebut melakukan analisis dengan
menggunakan Wulf Net (Gambar 7.17) Caranya :
a. Mengeplotkan kedudukan umum SF dan GF.
b. Perpotongan antara SF dan GF didapatkan titik 22'
c. 22' diletakkan di sepanjang W-E stereonet, kemudian hitunglah 90 ke
arah
82
: N 024 E / 74
1 : 34, N 230E
Net Slip
: 30, N 195E
2 : 54, N 048E
Rake
: 32
3 : 03, N 014E
Gash fracture
: N 260E / 69
1 : 26, N 271E
Shear friacture
: N 348E/58
Gambar 7.13
Gambar 7.14
83
Gambar 7.15
Penggambaran kontur dan perhitungan prosentase berdasarkan
perhitungan nilai kontur pada kalsbeek net
Arah Umum
Gambar 7.16
Arah umum breksiasi
84
22
Gambar 7.17
Analisis sesar pada Wulf Net dengan hasil
Bidang sesar
Net Slip
Rake
Gash fracture
Shear fracture
: N 024 E / 74
: 30, N 195E
: 32
: N 260E / 69
: N 348E/58
1 : 34, N 230E
2 : 54, N 048E
3 : 03, N 314E
1 : 26, N 271E
2': 54, N 048E
3 : 22, N 196E
85
90
2
45
80
Reverse Slip
80
21
45
20
45
45
10
10
19
Left Slip
Right Slip
45
16
14
Lag
10
15
9
45
80
13
90
80
70
11
lip
t s 50
e
n
of 40
12
17
90
10
45
18
Normal Slip
10
45
80
70
60
60
50
40
h
tc
Pi 30
30
20
20
10
80
0
90
80
10
70 60 50 40
30 20 10
Dip of fault
Gambar 7.18
Diagram klasifikasi sesar menurut Rickard, 1972
86
Dip of fault
22
Thrust
Gambar 7.20
Simple Shear model dalam himpunan suatu system Wrench Fault , Harding 1974.
87
88
BAB 8
L I P A TA N
8.1.TUJUAN.
a. Mengetahui definisi lipatan dan mekanisme gaya yang membentuk
lipatan.
b . Mengetahui unsur unsur lipatan, jenis dan klasifikasi lipatan
c. Mampu menganalisa dan merekonstruksi lipatan.
8.2.DEFINISI
Lipatan merupakan hasil perubahan bentuk dari suatu bahan yang
ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur
garis atau bidang di dalam bahan tersebut. Pada umumnya di dalam lipatan
akan terdapat bidang perlipatan, foliasi, dan liniasi.
Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada dua macam :
1. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak
lurus permukaan lempeng (Gambar 8.1.a)
2. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar
dengan permukaan lempeng (Gambar 8.1.b)
Gambar 8.1
Mekanisme gaya yang menyebabkan terbentuknya lipatan
(a) Bending, (b) Buckling
89
Crest, adalah titik tertinggi dari lipatan. Crestal line merupakan garis
khayal yang
menghubungkan
titik-titik
tertinggi
pada
lipatan
Plunge, sudut
penunjaman
dari
bidang
Rake, sudut antara hinge line / axial line dengan bidang / garis
horizontal yang diukur pada axial surface.
90
Gambar 8.2.a
Unsur-unsur Lipatan
Gambar 8.2.b
Unsur-unsur Lipatan
91
92
Gambar 8.3
a. Antiklin dan Sinklin (penampang melintang). b. Antiform dan Sinform (penampang
melintang). c. Antiklin dan Sinklin dengan penunjaman ganda (kenampakan peta).
d. Dome dan basin (kenampakan peta). e. Antiformal sinklin dan Sinformal Antiklin
(dalam penampang melintang), C,O dan S menunjukan batuan berumur Kambrium,
Ordovisium, dan Silur
( Moore, 1992,hal 224 )
93
Description of Fold
180 0 120 0
Gentle
1200-700
Open
700-300
Close
300-0 0
Tight
00
Isoclinal
Negative Angle
Mushroom
Term
Dip of H. Surface
Plunge of H. Line
Horizontal
Recumbent Fold
Horizontal Fold
1 0-10 0
Subhorizontal
100-300
Gentle
300-600
Moderate
600-800
Steep
800-890
Subvertical
Fold
Fold
Vertical
Upright Fold
Vertical Fold
00
900
94
2. Rickard, 1971
Dalam klasifikasi ini digunakan diagram segitiga seperti Gambar 8.5. Klasifikasi
ini berdasarkan pada nilai besarnya kemiringan hinge surface, penunjaman hinge
line dan pitch/rake hinge surface.
Cara
penggunaannya:
Misal didapatkan dip dari hinge surface 70 dan plunge dari hinge line 45 .
Plotkan kedua nilai tersebut pada diagram segitiga 1 (Gambar 8.4.a). Sehingga
didapat nilai perpotongannya. Letakkan di atas diagram segitiga ke-2,
(Gambar 8.4.b) maka titik tadi akan menunjukkan jenis lipatannya yaitu
Inclined fold (Gambar 8.4.c)
95
Gambar 8.4.a
Gambar 8.4.b
Gambar 8.4.c
Klasifikasi lipatan berdasarkan dip, sumbu lipatan, rake
dan plunge dari hinge line (Rickard, 1971
96
batuan
sedimen
dan
bidang-
perpotongan
bidang-bidang
perlapisan
dengan
Cleavage
97
Gambar 8.5
Analisis lipatan pada Wulf Net dengan hasil:
Sayap Lipatan 1 : N 174 E / 35
1 : 12 , N 285E
Sayap Lipatan 2 : N 030 E / 15
2 : 08, N 182E
Hinge Surface
: N 016 E / 82
3 : 64, N 057E
Hinge Line
: 9,N 182
Upright Horizontal fold (Fluety, 1964)
Upright Horizontal fold (Rickard, 1971)
98
99
Gambar 8.6
Rekonstruksi lipatan Arc Method
100
Gambar 8.7
Rekonstruksi lipatan metode Interpolasi Higgins (1962)
101
102
O1
O3
N
A
B
35
250
K
H
D J
34
65
I
R
O2
S
P
Gambar 8.8
Rekonstruksi lipatan metode interpolasi Busk (1929)
103
4.
Kombinasi Metode Busur Lingkaran (Arc Method) dan Free Hand Method
Kombinasi ini digunakan untuk lipatan yang melibatkan batuan
incompetent, dimana terjadi penipisan dan penebalan yang tak teratur. Free
Hand Method khusus pada interpolasi yang tidak dapat dilakukan dengan Arc
Method (Gambar 8.9)
Gambar 8.9
Rekonstruksi lipatan dengan metode gabungan
Arc Method dan Free Hand Method
104
5. Metode Kink
Metode kink merupakan metode rekontrusi penampang dengan menggunakan
dip domain sebagai batas dimana suatu kemiringan lapisan berubah. Lipatan yang
terbentuk pada jalur anjakan lipatan umumnya tidak membentuk suatu kurva halus
namun justru membentuk beberapadip domain sesuai dengan perubahan dip yang ada
(Usdansky & Groshong, 1984; Fail, 1969 op cit Marshak & Woodward, 1988).
Penggunaan metode kink dalam restorasi penampang seimbang sangat berperan penting
karena memudahkan dalam perhitungan panjang lapisan dan luas area lapisan.
Langkah pertama dalam rekonstruksi penampang dengan menggunakan metode
kink yaitu dengan penyajian data kedudukan lapisan dan data batas satuan stratigrafi
sebagai data dasar. (Gambar8.10).
Gambar 8.10
Penyajian data kedudukan pada penampang
(Wotjal,1988 dalam Marshak dan Mitra,
1988).
105
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Kemudian penentuan domain dip dilakukan dengan cara membuat garis bagi sudut
antara dua kemiringan lapisan yang berbeda. (Gambar 8.11).
Gambar 8.11
Penentuan domain dip diantara dua kedudukan
(Wotjal,1988 dalam Marshak dan Mitra,
1988).
Setelah semua domain dip dibuat berdasar kan setiap adanya perubahan
kemiringan lapisan, kemudian tiap-tiap batas stratigrafi ditarik berdasarkan domain
kemiringan lapisan tersebut sehingga terbentuk profil penampang akhir yang lengkap.
(Gambar 8.12).
Gambar8.12
Profil lengkap dari struktur lipatan
(Wotjal,1988 dalam Marshak dan Mitra, 1988).
106
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
BAB 9
ANALISIS ARUS PURBA DENGAN PROYEKSI STEREOGRAFI
9.1. TUJUAN
a. Mengetahui definisi dari arus purba dan struktur sedimen yang dapat
digunakan untuk analisis arus purba
b. Mampu menganalisis arus purba
9.2.DEFINISI
Analisis arus
mengetahui
lebih ditekankan
pada analisa
tersebut
orientasi
dari
atau
analisa
arus
purba
dapat
dilakukan
dengan
Cross bedding
Groove cast
Dll
Arah arus
a
Arah arus
b
Gambar 9.1
a) Kenampakan arah arus dari Flute Cast
b) Kenampakan struktur Flute Cast
Pada struktur sedimen dengan geometri bidang, arah arus purba akan tegak
lurus jurus struktur sedimen tersebut dan searah dengan dip perlapisan.
Struktur sedimen tersebut antaralain : cross bedding,ripple mark, dll.
2.
Untuk
menentukan
kedudukan
aslinya
yaitu
dengan
cara
(Gambar 9.2)
109
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
be
ast
c
e
t
u
g fl
ar in
n
ka
u
d
du
e
k
a
u s purb
ar ah ar
sir
a
p
tu
a
b
S
Gambar 9.2
Tahapan Analisis Arus Purba
110
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
BAB 10
PETA GEOLOGI
10.1. TUJUAN
a. Memahami definisi peta geologi dan unsur-unsurnya.
b. Memahami pola singkapan, tebal, kedalaman dan pembuatan
penampang geologi
d. Membaca dan memahami dasar-dasar pembuatan peta geologi.
10.2. PENDAHULUAN
Permukaan bumi merupakan salah satu bagian yang harus dipelajari
dalam penguasaan ilmu geologi karena ekspresi topografi dapat menunjukkan
keadaan
geologi
baik
struktur
maupun
litologinya.
Dengan
demikian,
geomorfologi sangat terkait dalam mempelajari geologi struktur. Bentukanbentukan morfologi yang kita jumpai sekarang merupakan hasil dari gaya yang
bekerja baik itu berasal dari dalam maupun dari luar bumi. Bentukan-bentukan
tersebut
akan
berbeda-beda
bentuknya
tergantung
dari
sistem
yang
111
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
10.3. DEFINISI
Peta geologi
Peta geologi adalah bentuk informasi geologi suatu daerah / wilayah / kawasan
dengan tingkat kualitas yang tergantung pada skala peta dan menggambarkan
informasi tektonik, stratigrafi, struktur, jenis dan sifat batuan yang disajikan
dalam bentuk gambar dengan warna, simbol dan corak atau gabungan
ketiganya.
Pola singkapan
Perpotongan antara bidang litologi dan bidang permukaan bumi.
Peta lintasan
Suatu peta yang menggambarkan lintasan, lokasi pengamatan, dan hasil
pengamatan lapangan (litologi, struktur, pengambilan sample dan gejala geologi
yang lain, misalnya mata air, gerakan tanah, penambangan).
Penampang geologi
Gambaran secara vertikal bawah permukaan geologi suatu daerah, sehingga
dari gambaran ini akan diketahui hubungan antara satu dengan yang lain.
Legenda
Keterangan litologi yang disusun secara stratigrafis.
Keterangan
Menjelaskan simbol-simbol dalam peta.
Tebal lapisan
Jarak terpendek antara dua bidang sejajar yang merupakan batas bawah dan
atas (top & bottom) lapisan tersebut.
Kedalaman
Jarak vertikal dari ketinggian tertentu (umumnya permukaan bumi) ke arah
bawah terhadap suatu titik, garis atau bidang.
112
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
113
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Tahap penyelesaian :
1. Membuat kemiringan bidang lapisan sebesar 20 diukur dari folding line
(garisOB).
2. Membuat kontur struktur di bawahnya dengan interval yang disesuaikan
dengan skala peta
3. Memberi tanda titik pada setiap perpotongan antara kontur struktur
dengan garis kontur yang mempunyai ketinggian sama.
4. Menghubungkan titik-titik potong yang sudah ditandai tersebut secara
berurutan.
Garis
penghubung
tersebut
merupakan
pola
singkapannya,
sehingga
strike
dip
Gambar 10.1
Rekonstruksi pola singkapan daerah Saman berdasarkan batas litologi batulanau dan
batupasir dengan kedudukan N 090 E/20
114
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
aa
b
b
cc
dd
ee
ff
115
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
(Gambar 10.2.a).
b. Lapisan dengan dip berlawanan arah dengan slope akan membentuk pola
singkapan berbentuk huruf "V" yang memotong lembah dimana pola
singkapannya berlawanan dengan arah kemiringan lembah (Gambar 10.2.b).
c. Lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus, dimana
pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi (Gambar 10.2.c).
d. Lapisan dengan dip searah dengan arah slope dimana dip lapisan lebih besar
dari pada slope, akan membentuk pola singkapan dengan huruf V"
mengarah sama (searah) dengan arah slope (Gambar 10.2.d).
e. Lapisan dengan dip searah dengan slope dan besarnya dip sama dengan
slope, maka pola singkapannya terpisah oleh lembah (Gambar 10.2.e.)
f. Lapisan dengan dip yang searah dengan slope, dimana besar dip lebih kecil
dari slope, maka pola singkapannya akan membentuk huruf "V" yang
berlawanan dengan arah slope (Gambar 10.2.f)
116
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 10.3
Pendekatan real Ekspresi Hukum V pada blok peta kontur
117
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
cara, yaitu :
1. Menggunakan rumus.
2. Menggunakan Alignment Diagram (Gambar 10.4.).
3. Menggunakan Tabel 10.1
Cari angle between strike of beds and line section (sudut antara strike
lapisan dengan arah sayatan)
118
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 9.6.
Gambar 10.4 Cara mendapatkan apparent dip dengan Alignment Diagram
119
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
120
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Sebagai contoh :
Pada suatu peta geologi ( Gambar 10.5) dibuat penampang geologi melalui A-A
Rekonstruksinya adalah :
1. Membuat sayatan dengan arah tegak lurus dengan strike.
2. Membuat Base Line yang panjangnya sama dengan panjang garis sayatan.
3. Membuat End line membaginya sesuai dengan ketinggian yang kita
dapatkan tidak harus dimulai dengan angka nol.
4. Mengeplotkan ketinggian kontur yang terpotong dengan sayatan dan
menghubungkannya.
5. Menggambarkan keadaan geologi termasuk di dalamnya pengeplotan
kemiringan lapisan serta strukur geologi yang berkembang di daerah /
sayatan tersebut
121
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
122
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 9.5.
Rekonstruksi Sayatan
123
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
10.8.1. KETEBALAN
Ketebalan lapisan bisa ditentukan dengan beberapa cara, baik secara
langsung maupun yang tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat
dilakukan pada suatu keadaan tertentu, misalnya lapisan horisontal yang
tersingkap pada tebing vertikal (Gambar 10.8 a). Lapisan vertikal yang
tersingkap pada topografi datar (Gambar 10.8 b). Apabila keadaan medan,
struktur yang rumit, atau keterbatasan alat yang dipakai tidak memungkinkan
pengukuran secara langsung, diadakan pengukuran secara tidak langsung,
tetapi sebaiknya diusahakan pengukuran mendekati secara langsung.
Pengukuran tidak langsung yang paling sederhana adalah pada lapisan
miring, tersingkap pada permukaan horisontal, di mana lebar singkapan
sebenarnya (diukur tegak lurus jurus), yaitu w (Gambar 10.7). Dengan
mengetahui kemiringan lapisan () maka ketebalannya:
t= w sin (Gambar 10.7)
Apabila pengukuran lebar singkapan tidak tegak lurus (l) maka lebar
singkapan sebenarnya (w) harus dikoreksi lebih dahulu dengan rumus w = l sin
, di mana adalah sudut antara jurus dengan arah pengukuran. Ketebalan
yang didapat adalah:
t= l sin sin
124
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 10.7
Pengukuran tebal (a) kenampakan permukaan, (b) kenampakan bawah permukaan
Gambar 10.8
Pengukuran tebal secara langsung pada (a) lapisan vertikal dan (b) lapisan horizontal
125
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
ketebalan merupakan fungsi dari dip ( ) dan slope ( ). Beberapa posisi lapisan
dengan slope tertentu dan perhitungan ketebalannya ditunjukkan pada Gambar
10.9
Pendekatan lain untuk mengukur ketebalan secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan mengukur jarak antara titik yang merupakan batas lapisan
sepanjang lintasan tegak lurus strike.
Pengukuran ini dilakukan apabila bentuk lereng tidak teratur. Bisa juga
menghitung ketebalan lapisan pada Peta Geologi. Beberapa kemungkinan posisi
lapisan terhadap lereng dan ketebalannya ditunjukkan dalam Gambar 10.10
Untuk mengukur ketebalan pada lereng, apabila pengukuran tidak tegak lurus
strike digunakan persamaan trigonometri
Dimana :
t
: slope terukur.
: dip lapisan
Perhitungan dengan cara yang lain dapat juga dilakukan dengan mencari lebih
dahulu slope yang tegak lurus strike Gambar 10.11
126
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Untuk mencari kemiringan lereng yang tegak lurus jurus lapisan (w) dapat
dilakukan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan Alignment nomograph
dengan menganggap kemiringan lereng terukur sebagai kemiringan semu dan
kemiringan lereng tegak lurus jurus sebagai kemiringan sebenarnya. Dengan
menggunakan persamaan:
Tan = sin tan
Dimana :
Dari perhitungan di atas didapat lebar singkapan yang tegak lurus jurus (w),
dengan menggunakan persamaan :
Sin
W=l
Sin
Gambar 10.9
Posisi pengukuran dan perhitungan
127
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 10.10
Pengukuran ketebalan pada lereng dengan pengukuran tidak tegak lurus jurus
sepanjang CA
Gambar 10.11
Pengukuran ketebalan dengan slope tegak lurus strike sepanjang W
128
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
129
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 10.12.
Alignment diagram untuk mencari ketebalan
130
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
10.8.2. KEDALAMAN
Menghitung kedalaman lapisan ada beberapa cara, di antaranya :
Apabila tidak tegak lurus jurus, maka kemiringan lapisan yang dipakai adalah
kemiringan semu ( )
d = m tan
131
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
E
d
Gambar 10.13
Beberapa posisi pengukuran dan kedudukan lapisan dan perhitungan kedalaman
Keterangan :
d
= kedalaman yang diukur
m
= jarak terukur
= kemiringan lapisan
= kemiringan lereng
132
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
90 70 60 50
40
30
20
10
20
10
85
30
40
50 60 70 90
80
75
70
65
55
50
45
40
35
30
60
25
20
15
10
5
t scale
5
(s
sc
al
e)
10
0
di
st
an
ce
10
90 00
8 0
7 00
60 00
50 0
40 0
30 0
0
20
0
e
op
l
S
Sl
op
e
15
0
0
00
10
00
50 000
0
4
0
30 500
0
2
0
20
00
15
(s
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
900
800
700
600
00
10 00 0
500
9
80 0
70 00
400
6 0
50 0
40 0
300
30
0
200
20
0
10 100
e
nc
a
st
di
e)
al
c
s
5
40 000
30 00
25 00
20 00
00
10
15
25
20
30
35
45
40
50
55
60
65
70
75
90
10
00
0
Gambar 10.14
Alignment diagram untuk mencari kedalaman
133
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Langkah pengerjaan :
3. Gambarkan lintasan dengan arah N 055 E
4. Gambarkan strike dari perlapisan dengan jarak seperti pada soal
5. Gambarkan slopenya
6. Gambarkan foldingline dan buka dip dari perlapisan.
7. Gambarkan slope terkoreksi dan hitung tebal berdasarkan jarak pada
garis slope terrkoreksi
134
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 10.15
Penyelesaian soal (a) penyelesaian grafis, (b)penggambaran 3 dimensi
135
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
2.
Pada
daerah
Gedung
Kuning
dijumpai
adanya
singkapan
kontak
batugamping dengan batupasir pada lokasi A (700 m), B(700 m), C(800 m).
Pada lokasi D (900 m) dijumpai singkapan kontak antara batupasir dengan
breksi di mana kedudukannya selaras. (Gambar 10.16.)
Pertanyaan :
A. Tentukan kedudukan lapisan batuan tersebut !
B. Tentukan ketebalan batugamping secara grafis !
Langkah pengerjaan :
1. Carilah kedudukan dengan metode three point problem
2. Hubungkan titik dengan nilai yang sama
3. Tentukan jarak y secara grafis
4. Hitung tebal x batupasir dengan rumus trigonometri sederhana
berdasarkan dip yang diperoleh dan jarak y yang diperoleh
136
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 10.16
Penyelesaian soal no 2
137
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Peta Geologi
peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu
daerah/wilayah/kawasan dengan tingkat kualitas berdasarkan skala. Peta
geologi menggambarkan informasi sebaran dan jenis serta sifat batuan, umur,
stratigrafi, struktur, tektonika, fisiografi dan sumberdaya mineral serta energi.
Peta geologi disajikan berupa gambar dengan warna, simbol dan corak atau
gabungan ketiganya. Penjelasan berisi informasi, misalnya situasi daerah,
tafsiran dan rekaan geologi, dapat diterangkan dalam bentuk keterangan
pinggir (legenda).
138
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
2. Kualitas peta geologi dapat dibedakan atas peta geologi standar dan peta
geologi tinjau/ permulaan .
a. Peta geologi standar adalah peta geologi yang dalam penyajiannya
memenuhi seperti persyaratan teknis yang tercantum dalam
uraian 2 dengan proses pembuatan mengikuti seperti dalam unsur
tambahan utama uraian 3.
b. Peta geologi tinjau/permulaan adalah peta geologi yang dalam
penyajian dan pembuatannya belum seluruhnya mengikuti kaidahkaidah peta geologi standar.
3. Peta geologi dibedakan atas peta geologi sistematik dan peta geologi
tematik.
a. Peta geologi sistematik adalah peta geologi yang menyajikan data
dasar geologi dengan nama dan nomor lembarnya mengacu pada
SK Ketua Bakosurtanal No.019.2.2/1/1975 atau SK Penggantinya.
b. Peta geologi tematik adalah peta geologi yang menyajikan data
geologi untuk tujuan tertentu, misalnya peta geologi teknik, peta
geologi kuarter.
4. Seluruh wilayah daratan Indonesia tercakup dalam peta geologi sistematik
dari berbagai skala sebagai berikut :
a. 1007 lembar peta geologi skala 1:100.000.
b. 198 lembar peta geologi skala 1:250.000.
c. 76 lembar peta geologi skala 1:500.000.
d. 16 lembar peta geologi skala 1:1.000.000.
e. 2 lembar peta geologi skala 1:2.000.000.
f. 1 lembar peta geologi skala 1:5.000.000.
5. Peta geologi diterbitkan oleh instansi pemerintah atau badan usaha yang
ditunjuk pemerintah. Instansi yang berwenang menerbitkan peta geologi
sistematik adalah Pusat Survey Geologi (disingkat PSG, dahulu Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G)), Direktorat Jenderal Geologi
139
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Singkatan Huruf
Satuan kronostratigrafi pada peta geologi ditunjukkan dengan singkatan huruf
(Gambar 10.17). Sebagai dokumen/acuan satuan kronostratigrafi adalah tabel
(chart) yang dibuat oleh Elsevier (1989) atau revisinya.
1. Huruf pertama (huruf besar) menyatakan jaman, misalnya P untuk Perem,
TR untuk Trias, T untuk Tersier.
2. Huruf kedua (huruf kecil) menyatakan seri, misalnya Tm berarti kala
Miosen dalam jaman Tersier.
3. Huruf ketiga (huruf kecil) menyatakan nama formasi atau satuan litologi,
misalnya Tmc berarti Formasi Cipluk berumur Miosen.
4. Huruf Keempat (huruf kecil) menyatakan jenis litologi atau satuan peta yang
lebih rendah (anggota), misalnya Tmcl berarti anggota batugamping Formasi
Cipluk yang berumur Miosen.
5. Huruf kelima digunakan hanya untuk batuan yang mempunyai kisaran
umur panjang, misalnya Tpokc berarti Anggota Cawang Formasi Kikim
berumur Paleosen-Oligosen.
6. Huruf pT (p kecil sebelum T besar ) digunakan untuk singkatan umur
batuan sebelum Tersier yang tidak diketahui umur pastinya.
7. Untuk batuan yang mempunyai kisaran umur panjang, urutan singkatan
umur berdasarkan dominasi umur batuan, misalnya QT untuk batuan
berumur Tersier hingga Kuarter yang didominasi batuan berumur Quarter;
JK untuk batuan berumur Jura hingga Kapur yang didominasi batuan
berumur Jura.
140
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
8. Batuan beku dan malihan yang tak terperinci susunan dan umurnya cukup
dinyatakan dengan satu atau dua buah huruf, misalnya a untuk andesit, b
untuk basal, gd untuk granodiorit, um untuk ultramafik atau ofiolit dan s
untuk sekis.
9. Batuan beku dan malihan yang diketahui umurnya menggunakan lambing
huruf jaman, misalnya Kg berarti granit berumur Kapur.
10. Pada peta geologi skala kecil, himpunan batuan cukup dinyatakan dengan
huruf di belakang lambang era, jaman atau sub-jaman; misalnya Pzm berarti
batuan malihan berumur Paleozoikum, Ks berarti sedimen berumur Kapur,
Tmsv berarti klastika gunungapi berumur Miosen, Tpv berarti batuan
gunungapi berumur Paleogen, Tni berarti batuan terobosan berumur
Neogen. Satuan bancuh dinyatakan dengan notasi m.
141
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Gambar 10.17
Singkatan huruf satuan kronostratigrafi yang digunakan pada peta geologi
142
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Tata Warna
Warna
dipakai
untuk
membedakan
satuan
peta
geologi,
dipilih
143
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
aluvium
batulempung
batulanau
batupasir
breksi
batugamping
serpih
napal
batupasir konglomerat
konglomerat
batugamping pasiran
dolomit
chert
batusabak
sekis
tuff
lahar
breksi gunungapi
lava
hipabisal
asam
menengah
basa
ultrabasa
Gambar 10.18 Skema corak dasar yang digunakan dalam peta geologi
144
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
145
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
146
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
147
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Istilah
Peristilahan geologi yang digunakan mengacu pada Glossary of Geology
(American
Geological
Institute,
1972);
Peristilahan
geologi
dan
ilmu
Keterangan Peta
Keterangan peta ditulis dalam bahasa Indonesia dan terjemahannya
dalam bahasa Inggris yang dicetak dengan huruf miring.
Penyajiaan Peta
1. Bagan bakuan tata letak peta geologi mengikuti seperti pada gambar peta
geologi daerah Perbukitan Jiwo penyimpangan tata letak dapat dilakukan
selama proses kartografi, yaitu berdasarkan atas pertimbangan teknik
kekartografiannya.
2. Korelasi satuan peta diwujudkan dalam gambar, dimana formasi atau
satuan batuan yang terdapat pada lembar peta dikelompokkan ke dalam
endapan permukaan, batuan sedimen, batuan gunungapi, batuan malihan,
batuan beku atau terobosan dan tektonik. Setiap satuan dinyatakan dengan
kotak
berlambang
huruf
dan
disusun
sesuai
dengan
kedudukan
stratigrafinya.
3. Uraian singkat setiap satuan
a. Kotak satuan atau formasi berisi simbol huruf dan warna
b. Di belakang kotak dituliskan nama satuan atau formasi dengan
huruf besar
c. Di belakang nama diikuti titik dua (:) dan diuraikan macam
batuannya yang dimulai dari yang paling banyak menguasai.
148
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
Keterangan berikutnya
menerangkan :
- informasi tebal lapisan dan atau runtunan satuan/formasi
- fosil petunjuk, umur dan lingkungan pengendapan
- hubungan antar satuan
- sumberdaya mineral dan energi
- unsur penting yang akan menunjang kelengkapan data
Penerbitan
Bahan Baku
Peta geologi yang disajikan dalam bentuk gambar, setelah melalui proses
kartografi, dicetak di atas kertas HVS dengan berat 115 g atau kertas konstruk
yang tahan cuaca.
Ukuran
1). Peta geologi berskala besar dicetak di atas kertas berukuran 100 cm x 65 cm.
2). Peta geologi berskala kecil menggunakan kertas berukuran 115 cm x 85 cm.
Spesifikasi
1). Peta geologi skala besar menggunakan peta dasar topografi dengan proyeksi
UTM (Universal Transverse Mercator).
2). Peta geologi skala kecil menggunakan peta dasar topografi dan batimetri
dengan
proyeksi kerucut sama bentuk Lambert.
3). Pencantuman batimetri atau kedalaman laut pada peta geologi berskala
besar
bukan merupakan keharusan.
4). Peta geologi skala besar dilengkapi dengan penampang geologi.
5). Peta geologi digolongkan menjadi peta geologi standar dan peta geologi
tinjau/permulaan.
149
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
a). Peta geologi standar mempunyai data dan informasi yang lengkap dan
akurat
setara dengan besar skala.
b). Peta geologi tinjau/permulaan masih memerlukan pemutakhiran data. Peta
ini dapat hanya dibuat dari hasil penafsiran citra inderaan jauh.
6). Peta geologi seyogyanya menyajikan data dasar dan informasi geologi
selengkap
mungkin untuk pemakainya, dan berguna untuk tujuan keilmuan dan
terapan.
a). Keilmuan, karena data dan informasinya dapat dipakai sebagai titik tolak
pembuatan hipotesis dan sintesis.
b). Terapan, karena dapat digunakan sebagai landasan petunjuk awal dalam
prospeksi
dan eksplorasi mineral & sumberdaya energi dan pengembangan
wilayah.
- Peta geologi mencantumkan adanya petunjuk keterdapatan sumberdaya
mineral dan energi.
Peta geologi menggambarkan adanya sebaran gunungapi dan jalur lemah
di permukaan bumi, yang dapat memberikan informasi dasar bagi
kerekayasaan sipil, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan kepariwisataan.
150
Laboratorium Geologi Struktur UPN Veteran Yogyakarta
151