ENDOFTALMITIS OS
Disusun Oleh :
Pritha Fajar Abrianti
G99141017
Meutia Halida
G99141018
G00141019
Pembimbing :
Dr.Senyum Indrakila, dr, Sp.M.
PENDAHULUAN
Mata merupakan organ yang penting bagi manusia. Berbagai fungsi penting
terdapat pada organ ini, di antaranya untuk melihat dan sebagai organ refraksi.
Mengingat fungsi yang begitu penting, mata sendiri dilengkapi dengan barier
pertahanan. Komponen barier pertahanan tersebut antara lain palpebra, refleks
berkedip, sekresi air mata, kornea, dan struktur jaringan yang intak (Pascolini, 2011).
Adanya infeksi baik yang didapatkan secara hematogen akibat infeksi
sistemik, maupun adanya infeksi akibat trauma tembus maupun perdarahan dapat
menyebabkan inflamasi pada bola mata. Endoftalmitis sendiri merupakan inflamasi
pada bagian dalam bola mata. Radang supuratif pada endoftalmitis dapat
menimbulkan abses pada badan kaca. Penyebab infeksi pada endiftalmitis beragam,
mulai dari infeksi bakteri, virus, parasit, maupun jamur (Kanski, 1999).
Organisme penyebab infeksi dapat menembus blood occular barrier dengan
infeksi langsung maupun dengan meruah permeabilitas vaskular endotel. Destruksi
jaringan intraokular mngkin berhubungan dengan invasi langsung mikroorganisme
dan atau dari pelepasan mediator inflamasi karena respons imun (Eva, 2007).
Endoftalmitis biasanya mengenai salah satu bola mata. Pasien dengan
endoftalmitis akan mengeluhkan rasa nyeri pada mata yang terkena. Pasien sudah
kehilangan kemampuannya untuk melihat. Pasien dengan endoftalmitis mendapatkan
terapi
medikamentosa
sesuai
dengan
penyebab
infeksi.
Bila
pengobatan
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: Tn. P.
Umur
: 59 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat
: Wonogiri
Tgl pemeriksaan
: 25 April 2015
No. RM
: 01 29 87 45
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Bola mata kiri nyeri dan kelopak mata kiri bengkak
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan bola mata kiri terasa nyeri dan kelopak
mata kiri bengkak. Keluhan dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Kelopak mata
bengkak muncul tiba tiba ketika pasien bangun dari tidur. Awalnya bengkak
hanya kecil kemudian membesar secara cepat. Pasien kemudian merasakan
keluhan nyeri yang hebat pada bola mata kirinya. Nyeri dirasakan terus
menerus. Tidak ada factor yang memperberat maupun meringankan keluham
tersebut. Pasien juga mengatakan sejak kejadian tersebut, mata kiri tidak dapat
melihat. Keluhan pandangan kabur (-/+), pandangan dobel (-/-), bola mata
merah (-/+), mata nyeri (-/+), silau (-/-), nrocos (-/+), gatal (-/-), keluar cairan
lengket (-/-), pusing (-/-), cekot-cekot (-/-). Tidak ada riwayat trauma
sebelumnya. Pasien mengatakan tidak mengalami demam ataupun luka pada
saat ini. Pasien pernah menjalani operasi katarak pada mata kirinya 6 tahun
yang lalu.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
-
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
E. Kesimpulan Anamnesis
OD
-
Proses
Lokalisasi
- Sebab
- Perjalanan
- Komplikasi
OS
Inflamasi
Bola mata
Infeksi
Akut
Belum ditemukan
T = 150/90 mmHg
N = 119x/menit
RR = 20x/menit
S = 36,5
VAS:
5
B. Pemeriksaan subyektif
OD
6/20
OS
1/tak hingga
Pinhole
tidak maju
tidak dilakukan
Refraksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Koreksi
tidak dikoreksi
tidak dilakukan
medan penglihatan
sama dengan pemeriksa
tidak dilakukan
tidak dilakukan
sulit dievaluasi
Visus Perifer
Konfrontasi test
Proyeksi sinar
Persepsi warna
tidak dilakukan
tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang
tidak ada
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
tidak ada
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
Kulit
sawo matang
sawo matang
Geraknya
2. Supercilium
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ftisis bulbi
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
normal
normal
Temporal inferior
normal
normal
Temporal
normal
normal
Nasal
normal
normal
Nasal superior
normal
normal
Nasal inferior
normal
normal
6. Kelopak mata
Gerakannya
Lebar rima
10 mm
3 mm
Udem
tidak ada
ada
Hiperemis
tidak ada
ada
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Udem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Palpasi
N+3
Tonometer Schiotz
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Udem
tidak ada
sulit dievaluasi
Hiperemis
tidak ada
sulit dievaluasi
Sekret
tidak ada
tidak ada
Udem
tidak ada
sulit dievaluasi
Hiperemis
tidak ada
sulit dievaluasi
Sekret
tidak ada
tidak ada
Udem
tidak ada
sulit dievaluasi
Hiperemis
tidak ada
sulit dievaluasi
Sekret
tidak ada
tidak ada
Kemotik
tidak ada
ada
Hiperemis
tidak ada
ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Injeksi konjungtiva
tidak ada
ada
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra superior
Konjungtiva Fornix
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar
tidak ada
ada
Sekret
tidak ada
ada
Warna
putih
hiperemis
Penonjolan
tidak ada
tidak ada
Ukuran
12 mm
12 mm
Limbus
jernih
keruh
Permukaan
Sensibilitas
normal
normal
Keratoskop (Placido)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Fluoresin Test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Arcus senilis
(+)
11. Sklera
12. Cornea
(+)
jernih
sulit dievaluasi
Kedalaman
normal
sulit dievaluasi
Warna
coklat
coklat
Gambaran
spongious
spongious
Bentuk
bulat
bulat
Sinekia Anterior
tidak ada
tidak ada
Ukuran
2 mm
midriasis
Bentuk
bulat
bulat
14. Iris
15. Pupil
Tempat
sentral
sulit dievaluasi
Reflek direct
(+)
(-)
Reflek indirect
(+)
(-)
Reflek konvergensi
baik
sulit dievaluasi
Ada/tidak
ada
ada
Kejernihan
jernih
sulit dievaluasi
Letak
sentral
sulit dievaluasi
Shadow test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Kejernihan
jernih
sulit dievaluasi
Fundus
refleks normal
sulit dievaluasi
Papil
normal
sulit dievaluasi
16. Lensa
D. FOTO PASIEN:
OS
Kornea
keruh menyeluruh
hilang
Van Herick
Iris
Pupil
midriasis
Lensa
menempel di endotel
kornea
6/20
tidak maju
OS
1/tak hingga
tidak dilakukan
Refraksi
Koreksi
Sekitar mata
Supercilium
Kelopak mata
udem, hiperemis
N+3
Konjunctiva bulbi
kemotik
dalam orbita
Sklera
Kornea
jernih, dalam
sulit dievaluasi
Iris
Pupil
Lensa
Kejernihan
jernih
sulit dievaluasi
Letak
sentral
menempel di endotel
kornea
Corpus vitreum
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Endoftalmitis
2. Panoftalmitis
3. Tumor intraokuler
4. Panuveitis
VI. DIAGNOSIS
Endoftalmitis OS
VII. PLANNING
USG mata
VIII. TERAPI
Floxa/ jam
sult dievaluasi
Pro eviserasi
IX. PROGNOSIS
OD
OS
Ad vitam
bonam
bonam
Ad sanationam
bonam
malam
Ad functionam
bonam
malam
Ad kosmetikum
bonam
malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi
A. Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola
mata di bagian depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh
3 lapis jaringan yaitu:
1. Tunika fibrosa
Tunika fibrosa terdiri dari kornea dan sclera. Kornea merupakan bagian
terdepan dari sklera yang bersifat transparan dan memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata. Sedangkan sklera merupakan jaringan ikat kenyal yang
memberikan bentuk pada bola mata.
2. Tunika vasculosa
Tunika vasculosa merupakan jaringan vaskular yang terletak di bagian dalam
tunika fibrosa. Jaringan ini terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk
Korpus Vitreus
Kopus vitreus atau badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca
bening yang terletak di antara lensa dan retina. Badan kaca bersifat semi cair di
dalam bola mata. Badan kaca mengandung air sebanyak 90%, sehingga tidak
dapat lagi menyerap air (IIlyas dan Yulianti, 2013).
Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu
jaringan bola mata. Perlekatan itu terletak pada bagian yang disebut ora serata,
pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi (Ilyas dan Yulianti, 2013).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan objektif
yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Subjekif
Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah:
a. Nyeri pada bola mata
b. Penurunan tajam penglihatan
c. Fotofobia
d. Nyeri kepala
e. Mata terasa bengkak
f. Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka.
Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata
disertai dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan
karena adanya kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen
maka penderita perlu di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat
penyakit sistemik yang dideritanya.
Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di
antaranya adalah diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan
dengan imunitas yang rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang
dapat menyebabkan endoftalmitis endogen akibat penyebarannya secara
hematogen adalah meningitis, endokorditis, infeksi saluran kemih, infeksi
paru-paru dan pielonefritis3. untuk endoftalmitis fakoanafilaktik, dapat
ditanyakan tentang adanya riwayat segala subjektif katarak yang diderita
pasien sebelumnya (Ilyas dan Yulianti, 2013; Kanski, 1999).
2. Obyektif
Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata
yang terkena dan derajat infeksi/peradangan. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi kelainan fisik yang dapat
ditemukan dapat berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
ditemukan masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam
badan kaca, dengan proyeksi sinar yang baik (Eva, 2007).
waktu 48 jam - 14 hari. Bahan-bahan yang dikultur diambil dari cairan dari COA
dan corpus vitreous. Pemeriksaan lain yang diperlukan:
1. Pemeriksaan darah lengkap, LED, kadar nitrogen, urea darah, dan kreatinin.
2. Foto Thoraks
3. Echocardiografi
4. Kultur darah, urin, LCS, sputum, tinja
Pada endoftalmitis, biasanya terjadi kekeruhan pada korpus vitreous. Oleh
sebab itu, bila dengan pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat
dilakukan pemeriksaan USG mata. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
apakah ada benda asing dalam bola mata, menilai densitas dari vitreitis yang
terjadi dan mengetahui apakah infeksi telah mencapai retina (Eva, 2007;
Pascolini, 2011).
F. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis endoftalmitis ditegakkan bila pada pasien didapatkan gejala
subyektif maupun temuan obyektif tersebut. Diagnosis endoftamitis dipastikan
dengan aspirasi 0,5 1 ml korpus vitreus dengan anestesi lokal melalui
sklerotomi pars plana dengan menggunakan jarum 20-23, kemudian aspirat
diperiksa
secara
mikroskopis.
Setelah
organisme
dapat
diidentifikasi,
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medikamentosa yang dapat dilakukan yatiu:
1. Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.
2. Steroid secara topikal, konjungtiva, intravitreal, atau secara sistematik, yang
digunakan untuk pengobatan semua jenis endoftalmitis.
3. Sikloplegia tetes dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi
aliran darah pada mata dan mencegah terjadinya sinekia.
4. Tindakan Vitrektomi
Vitrektomi dilakukan pada keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis,
dikarenakan virulensi mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim
proteolitik dan produk toksin yang dapat merusak retina, serta kemampuan
multiplikasi yang cepat, juga jarak antara ditegakkannya diagnosis sampai
pada saat terapi diberikan. Oleh karena itu pengobatan ditujukan bukan untuk
memperbaiki visus, tapi untuk mengatasi proses inflamasi yang terjadi, serta
membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit dan keadaan yang lebih berat.
5. Eviserasi
Eviserasi dipilih sebagai tindakan operatif untuk endoftalmitis apabila
vitrektomi tidak berhasil. Namun pada beberapa buku, dikatakan bahwa
eviserasi menjadi pilihan bila pengobatan dengan antibiotik telah gagal (Ilyas
dan Yulianti, 2013; Kanski, 1999).
Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai
pemberian antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme
spesifik yang diduga secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui
(Ilyas et al, 2010).
Pada endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri, terapi obat-obatan secara
intraviteral merupakan langkah pertama yang diambil. Pemberian antibiotik
dilakukan secepatnya bila dugaan endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang
sesuai segera diberikan, bila hasil kultur sudah ada. Antibiotik yang dapat
diberikan dapat berup antibiotik yang bekerja terhadapa membran set, seperti
lambat,
sedangkan
panoftalmitis
akibat
bakteri
perjalanan
penyakitnya cepat.
Panoftalmitis akan memberikan gejala penurunan tajam penglihatan
disertai rasa sakit, mata menonjol, edema kelopak, konjungtiva kemotik, kornea
keruh, bilik mata dengan hipopion, dan refleks putih di dalam fundus dan okuli.
Pengobatan panoftalmitis dilakukan dengan antibiotika dosis tinggi dan bila gejala
radang sangat berat dilakukan eviserasi bola mata (Ilyas dan Yulianti, 2013).
Perbedaan endoftalmitis dan panoftalmitis terurai pada tabel berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Eva PR, Whitcher JP. 2007. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill.
Guyton AC, Hall EH. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Ilyas, S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M., Widodo PS (eds). 2010.
Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran Edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto
Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.