In The Behind of Lapindo Mud, Indonesia
In The Behind of Lapindo Mud, Indonesia
(Dengan Ide Para Pemuda Indonesia Menjadikan Lumpur Lapindo bernilai Estetis
dan Menjadi Bahan Sumber Teknologi Terbarui)
Lumpur adalah campuran cair atau semicair antara air dan tanah. Lumpur sering kali
dinilai sebagai benda mati yang hanya memiliki sedikit nilai guna. Semburan lumpur yang
sampai saat ini masih menjadi trending topik di kalangan masyarakat Indonesia ialah
semburan Lumpur Lapindo. Semburan lumpur panas ini terjadi di lokasi pengeboran Lapindo
Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006.
Lumpur lapindo ini sering disebut sebagai sosok yang menakutkan atau bahkan bisa
dikatakan sebagai bencana yang banyak menelan kawasan pemukiman, pertanian dan
perindustrian. Karena itu semburan lumpur lapindo ingin dihentikan, bahkan dihilangkan dari
trending topik saat ini. Banyak upaya telah dilakukan untuk mengurangi semburan lumpur
agar tidak meluas. Upaya itu dilakukan oleh PT Lapindo Brantas sebagai penanggung jawab
atas terjadinya semburan lumpur panas ini.
Namun untuk mengatasi masalah ini tidak hanya dengan melakukan upaya
pencegahan atau pemberhentian semburan lumpur. Masalahnya, jika hanya melakukan upaya
agar semburan lumpur tidak keluar, bagaimana dengan lumpur yang telah keluar menelan
beberapa kawasan pemukiman, pertanian dan perindustrian?
Banyak masyarakat Indonesia yang ingin meneliti kandungan dari lumpur lapindo.
Bahkan PT Lapindo Brantas pun yang telah memproduksi minyak dan gas ingin mencari
manfaat dari lumpur lapindo. Sebagian dari masyarakat Indonesia telah menemukan hasil
penelitian mengenai kandungan dari lumpur lapindo. Hasil dari penelitian itulah yang dapat
kita tarik simpulan bahwa dibalik keganasan lumpur lampindo terdapat juga manfaat yang
dapat digunakan di masa teknologi saat ini.
Terbukti bahwa lumpur lapindo memiliki kandungan unsur selenium (Se). Selenium
adalah salah satu pemulung yang paling ampuh bagi radikal bebas yang kita sebut
antioksidan. Kadar selenium yang rendah berbanding
terbalik dengan jumlah sel kanker dan virus .
Kandungan unsur ini menjadi perhatian mengingat
khasiatnya sebagai bahan antikanker. Bukan hanya
itu, bahkan dalam material panas lumpur lapindo
terdapat bakteri yang hidup nyaman. Bakteri itu ialah
bakteri termofil. Dr. Novik Nur Hidayat, seorang
peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), memiliki keyakinan
berdasarkan penelitiannya di beberapa kawasan
vulkanis di Indonesia bahwa bakteri penyerap
selenium ini telah ditemukan oleh sang Dr. Novik
selama dua tahun menjelajahi sumber air panas di Gunung Kerinci-Seblat Sumatera dan
Dataran Tinggi Toraja di Sulawesi, serta Gunung Rinjani di Pulau Lombok, juga hasil survei
ke Cibodas-Bogor Bali dan yang terakhir ke lokasi lumpur panas lapindo.
Riset yang telah dilakukan oleh Dr. Novik ini bertujuan untuk mencari sumber bahan
aktif dan senyawa obat dari mikroba dan tumbuhan herba yang hidup di beberapa tempat
untuk mencegah dan mengobati kanker. Berbagai jenis bakteri termofil tentu akan banyak
ditemukan di Indonesia termasuk di lumpur lapindo. Keberadaan bakteri ini ditunjang
limpahan selenium di permukaan bumi sebagai akibat luapan magma pada masa lalu.
mang
mengemukakan idenya untuk menggunakan sumber daya yang selama ini menjadi sampah
bagi masyarakat di daerah Sidoarjo. Tim Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes)
mengembangkan pembuatan baterai sel kering (dry cell battery) dari bahan baku material
lumpur lapindo di Indonesia.