Disusun Oleh:
Wahyu Septiana
3612100011
3612100046
3612100053
3612100061
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hidayah dan
rahmat-Nya sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Wilayah
yang berjudul Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten Ponorogo Berbasis
Agropolitan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan ini tidak akan terselesaikan dengan adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu dalam kesempatan ini tim penyusun menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. sebagai dosen pengampu mata kuliah
Ekonomi Wilayah yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.
2. Mbak Vely Kukinul Siswanto, ST, MT, MSc. sebagai dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah
yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu
yang sangat bermanfaat.
3. Orang tua kami yang tak henti-hentinya memberi semangat dan mendoakan keberhasilan
kami.
4. Pemerintah Kabupaten Ponorogo atas bantuan informasi dan data yang sangat bermanfaat
bagi penelitian ini.
5. Teman-teman mahasiswa PWK ITS yang telah membantu kelancaran penyelesaian
penelitian ini.
6. Serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian laporan ini yang
tidak bisa disebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya
terutama kami sebagai penulis.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1
1.2
1.3
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.2
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5
3.1.1
3.1.2
3.2
Potensi Perekonomian................................................................................................ 38
II
3.3
4.1.1
4.1.2
4.2
4.2.1
4.2.2
4.3
4.4
4.4.1
Analisis Matriks.................................................................................................. 67
4.4.2
4.4.3
5.1.1
5.1.2
5.1.3
5.1.4
5.2
Kesimpulan ................................................................................................................ 88
6.2
III
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Struktur Ekonomi Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 (%) .............................. 35
Tabel 3.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 (%) ...................... 38
Tabel 4.1 Hasil Analisis LQ Kabupaten Ponorogo .................................................................. 43
Tabel 4.2 Hasil Analisis LQ Sub Sektor Pada Sektor Basis ..................................................... 44
Tabel 4.3 Hasil Analisis LQ Sub Sektor Non Basis ................................................................. 44
Tabel 4.4 PDRB Kabupaten Ponorogo dan Jawa Timur 2009 dan 2013 ................................. 46
Tabel 4.5 Hasil Analisis KPP Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ......................................... 50
Tabel 4.6 Hasil Analisis KPPW Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ..................................... 51
Tabel 4.7 Interpretasi Nilai KPP dan KPPW Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ................. 51
Tabel 4.8 Hasil AnalisisPerhitungan Bersih Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ................... 52
Tabel 4.9 Interpretasi Nilai LQ dan PB Pada Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ................. 53
Tabel 4.10 Hasil Analisis KPP Sub Sektor Kabupaten Ponorogo ............................................ 54
Tabel 4.11 Hasil Analisis KPPW Sub Sektor Kabupaten Ponorogo ........................................ 57
Tabel 4.12 Interpretasi Nilai KPP dan KPPW Sub Sektor Kabupaten Ponorogo .................... 59
Tabel 4.13 Hasil AnalisisPerhitungan Bersih Sub Sektor Kabupaten Ponorogo ..................... 61
Tabel 4.14 Interpretasi Nilai LQ dan PB Pada Sub Sektor Kabupaten Ponorogo.................... 63
Tabel 4.15 Pertumbuhan konomi Kabupaten Ponorogo ........................................................... 66
Tabel 4.16 Matriks tingkat kepentingan kriteria terhadap sektor pertanian Kabupaten Ponorogo
.................................................................................................................................................. 68
Tabel 4.17 Urutan tingkat kepentingan kriteria dan sub sektor ................................................ 68
Tabel 4.18 Matriks tingkat kekuatan kriteria terhadap sektor pertanian Kabupaten Ponorogo 70
Tabel 4.19 Urutan tingkat kekuatan kriteria dan sub sektor ..................................................... 71
Tabel 4.20 Matriks keterkaitan antar sub sektor ...................................................................... 71
Tabel 4.21 Matriks SWOT sektor pertanian Kabupaten Ponorogo .......................................... 74
Tabel 5.1 Kawasan Pendukung Agropolitan ............................................................................ 87
IV
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konsep pengembangan kawasan agropolitan dan kawasan pendukungnya ......... 18
Gambar 2.2 Diagram model agribisnis kawasan agropolitan ................................................... 19
Gambar 2.3 Lokasi strategis pengembangan komoditi jagung ................................................ 19
Gambar 2.4 Kebutuhan Sarana Prasarana Pendukung Kegiatan Agropolitan.......................... 20
Gambar 2.5 Rencana pengembangan sistim perdesaan ............................................................ 20
Gambar 2.6 Linkage System Wisata Alam dan Wisata Pertanian ........................................... 26
Gambar 2.7 Pengembangan Kawasan Agropolitan Dan Kawasan Pendukungnya .................. 27
Gambar 3.1 PDRB Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 ................................................... 32
Gambar 3.2 Struktur Ekonomi Kab. Ponorogo Tahun 2012 (%) ............................................. 34
Gambar3.3 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Tahun 2008-2012................................... 37
Gambar 4.1 Interpretasi Nilai LQ dan PB Sektor-Sektor di Kabupaten Ponorogo .................. 54
Gambar 4.2 Interpretasi Nilai LQ dan PB Sub Sektor di Kabupaten Ponorogo ...................... 65
Gambar 5.1 Diagram Alir Sistem Kawasan Agropolitan ......................................................... 77
Gambar 5.2 Kawasan Agropolitan ........................................................................................... 78
Gambar 5.3 Struktur Ruang Agropolitan Ponorogo ................................................................. 86
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam otonomi daerah, pemerintah daerah menuntut pemerintah kota atau kabupaten
untuk aktif dan kreatif dalam membangun daerahnya masing-masing. Pembangunan
daerah tersebut sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab pemerintah Kabupaten dan
Kota sesuai dengan potensi, kondisi, masalah, kebutuhan dan karakteristik masing-masing
daerah. Agar pembangunan daerah dapat tercapi dengan optimal maka sudah menjadi
kesepakatan perlunya perencanaan pembangunan daerah.
Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan dan
juga untuk meningkatkan pelayanan kesempatan kerja serta kestabilan ekonomi untuk
kemakmuran wilayah maupun masyarakatnya. Pembangunan tersebut dapat berupa
pembangunan fisik maupun pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan
ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).
Masalah yang sering terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah pada kebijakan
pemerintah daerah yang sering kali tidak sesuai dengan potensi-potensi sumber daya yang
dimiliki oleh daerah. Suatu daerah memiliki potensi yang berbeda-beda karena adanya
perbedaan karakteristik sumber daya di masing-masing daerah. Perbedaan yang ada dapat
menyebabkan tidak meratanya pembangunan antar daerah pada masing-masing sektor.
Perbedaan ini dapat berdampak terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Sehingga
pembangunan daerah yang ada harus sesuai dengan potensi dan karakteristik sumber daya
yang ada pada daerah tersebut.
Pembangunan wilayah berbasis sumberdaya lokal juga diterapkan di Kabupaten
Ponorogo. Di dalam RTRW disebutkan dalam visi penataan ruang wilayah Kabupaten
Ponorogo adalah terwujudnya Ruag Wilayah Kabupaten Ponorogo sebagai pusat
agropolitan dan agribisnis serta budaya unggulan di Jawa Timur. Sehingga dilakukan studi
terkait pengembangan wilayah Kabupaten Ponorogo dalam bidang ekonomi yaitu terkait
agropolitan sehingga dapat diketahui sektor dan sub sektor yang bisa dikembangkan untuk
mendukung program agropolitan di Kabupaten Ponorogo.
1.2
ekonomi Kabupaten Ponorogo dan kemudian menyusun upaya dan rekomendasi untuk
menangani persoalan tersebut. Adapun sasaran dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi faktor penyebab timbulnya persoalan ekonomi wilayah.
2. Menganalisis sektor-sektor potensial yang terdapat pada Kabupaten Ponorogo.
3. Menyusun upaya dan rekomendasi untuk mengatasi persoalan perekonomian
Kabupaten Ponorogo.
4. Menyusun lesson learned terkait dengan upaya untuk mengatasi persoalan ekonomi
wilayah yang telah dirumuskannya.
1.3
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang telah disusun untuk mempermudah pembaca
pada bab ini berisi tentang latar belakang penulisan, tujuan dan
sasaran penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Kebijakan, berisi tentang tinjauan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan
perekonomian Kabupaten Ponorogo.
BAB III Gambaran Umum, berisi mengenai gambaran umum perekonomian dan potensi
serta permasalahan perekonomian Kabupaten Ponorogo.
BAB IV Hasil Analisis,
2. BAB II
TINJAUAN KEBIJAKAN
2.1
kesempatan
kerja
dan
kualitas
calon
tenaga
kerja
yang
Koperasi aktif
Pemerintah
Daerah:
Program
Peningkatan
Ketahanan
Pangan
pertanian/perkebunan
Produktivitas
padi
atau
bahan
pangan
utama
lokal
lainnya
per
hektar
fungsi
pelestarian
hutan
yang
menggambarkan
keberhasilan
Kebijakan: Optimalisasi pemanfaatan hutan dan lahan serta pengembangan hutan tanaman
secara berkelanjutan
Program Pemerintah Daerah: Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
7. Meningkatnya
pengelolaan
energi
dan
sumber
daya
mineraldaerah
yang
Pemerintah
Daerah:
Program
pembinaan
dan
pengawasan
bidang
pertambangan
8. Meningkatnya produksi perikanan dan konsumsi ikan dimasyarakat yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan kelautan dan perikanan,
yang diukur denganindikator:
Produksi perikanan
Konsumsi ikan
volume
perdagangan
yang
menggambarkan
keberhasilan
kuatitas
dan
kualitas
hasil
Industri
unggulandaerah
yang
Pertumbuhan Industri
Transmigran Swakarsa
Kebijakan:
Meningkatkan
kerjasama
antar
daerah
tujuan
transmigrasi
dan
strategi
pembangunan
alternatif,
yang
menghendaki
adanya
inclusive
Krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan akibat masalah fundamental dan keadaan
khusus (shock). Masalah fundamental itu adalah tantangan internal --berupa kesenjangan yang
ditandai pengangguran, ketertinggalan, dan kemiskinan-- serta tantangan eksternal yakni upaya
meningkatkan daya saing menghadapi era perdagangan bebas.
Pembangunan adalah milik rakyat, karenanya agenda pemulihan ekonomi harus
berpihak kepada rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. Strategi pemberdayaan rakyat harus
dipahami dan menjadi komitmen dalam penyelenggaraan kebijakan ekonomi melalui sistem
perencanaan dan penganggaran pembangunan, maupun melalui upaya pemihakan pada
ekonomi rakyat yang masih tertinggal dan rawan kondisi krisis.
Suatu konsep pembangunan yang berpihak pada rakyat, pro-poor, dengan memberi
penekanan prioritas pada program pendidikan yang murah dan bermutu untuk semua demi
peningkatan kualitas sumber daya manusia; program pembangunan kesehatan yang murah
dan berkualitas demi meningkatkan produktivitas sumber daya manusia; dan perluasan
lapangan kerja, terutama di sektor pertanian (agroindustri/agrobisnis), di mana sebagian
terbesar masyarakat miskin Kabupaten Ponorogo berada, serta pemeliharaan lingkungan hidup
untuk mencegah kerugian-kerugian sosial-ekonomi rakyat.
2.1.3 Kebijakan dan Program
Di dalam RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015 ini juga dijelaskan Agenda Utama
Pembangunan Daerah Ponorogo 2011-2015. Terdapat 1 poin yang berhubungan dengan
perekonomian,
yaitu
pada
no.
Memacu
produk
unggulan
pertanian,
yang
10
11
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan proporsi Angkatan Kerja yang
dinyatakan dalam persen, dengan demikian TPAK dapat menggambarkan berpa persen
penduduk umur 10 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja pada waktu tertentu.
Indikator lainnya dalam bidang ketenagakerjaan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengangguran terbuka di kalangan
angkatan kerja. Terlihat bahwa angka TPT di Kabupaten Ponorogo tahun 2009 sekitar 3.45
persen, yang berarti dari 100 angkatan kerja secara rata-rata terdapat antara 3 sampai 4
orang yang sedang mencari pekerjaan. Kondisi lapangan kerja di Ponorogo dalam lima
tahun ini masih besar jumlah pengganggurannya, hal ini dapat dilihat dari angka angkatan
kerja terbuka yang mencapai sekitar 4,087 persen, karena usia angkatan kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada. Kondisi ini tentunya akan
menyebabkan jumlah pengangguran semakin meningkat. Dengan angka pengangguran
yang tinggi, maka tingkat kerawanan sosial juga akan semakin meningkat. Oleh sebab itu
kebijakan Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam lima tahun ke depan adalah
mengurangi tingkat pengangguran dengan tindakan yang nyata terhadap simpul-simpul
pengangguran. Pengurangan penggangguran akan dapat mendorong terjadinya kondisi
yang cukup kondusif di Ponorogo, serta bisa menumbuhkan peluang usaha dan membuka
lapangan kerja. Oleh sebab itu diperlukan penciptaan dunia usaha di tingkat mikro dan
menengah melalui pembenahan pada bidang peningkatan sumber daya dan
ketrampilan, menciptakan sentra usaha potensial di setiap kecamatan serta
pembukaan pangsa pasar yang kompetitif di semua jalur tingkatan.
Hal yang perlu juga dibenahi adalah konsep pertumbuhan ekonomi bidang perdagangan
dan jasa. Selain ituperlu juga adanya pembenahan pola-pola pelatihan ketrampilan,
peningkatan pengetahuan manajemen, membuat jaringan pasar yang kuat, akses
perolehan modal yang mudah, serta yang paling pokok adalah menumbuhkan jiwa
entrepreneurshipyang tinggi bagi masyarakat. Penyediaan anggaran lebih diarahkan pada
pemberian
subsidi
dan
optimalisasi
tempat-tempat
yang
dapat
menciptakan
kewirausahaan baru, seperti Balai Latihan Kerja, kursus pendidikan ketrampilan, sekolah
kejuruan agar dapat mebuka chanelling kepada pusat usaha di luardaerah.
12
Dengan demikian maka akan muncul dunia usaha baru, dan tentunya akan membuka
peluang usaha yang berpengaruh pada menurunnya angka pengangguran, serta dapat
meningkatkankesejahteraan masyarakat Kabupaten Ponorogo. Untuk pembukaan lapangan
kerja baru juga dapat direalisasikan melalui optimalisasi hasil pendapatan TKI yang
sangat besar untuk mengerakkan pembangunan, dimana hasil devisa TKI di Ponorogo
diperkirakan kurang lebih Rp.900.000.000.000,00 (sembilan ratus milyard) pertahun. Ini
merupakan potensi yang cukup besar dan dapat dinjadikan investasi guna dikembangkan
menjadi modal usaha bagi TKI pasca kepulangannya. Pemerintah Daerah akan
memberikan fasilitas dengan pemberian pengetahuan manajemen usaha dan
ketrampilan.
C. Pengentasan Kemiskinan
Dari sisi kuantitas, angka kemiskinan yang ada di Ponorogo dalam kurun lima tahun
terakhir ini (tahun 2005-2010) masih cukup besar. Kondisi ini menjadi permasalahan yang
mendasar bagi pemerintah Kabupaten Ponorogo. Program lima tahun ke depan pada tahun
2010- 2015 diharapkan dapat berkurang sehingga pada tahun 2015 dibawah sebesar 10 %,
yaitu melalui program pendekatan secara lintas bidang dan sektor, karena dengan
kebijakan yang parsial tentunya tidak akanefektif bahkan cenderung sia-sia. Oleh karena
itu, perlu adanya penanganan yang terkoordinasi di segala bidang, baik itu pembangunan
pelayanan dasar, pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan politik
dan pembangunan budaya serta pembangunan hukum, hal ini dilakukan untuk
mencapai keharmonisan dan efektifitas program. Dalam upaya melaksanakan koordinasi
penanganan kemiskinan di Kabupaten Ponorogo telah dibentuk Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/
Kota yang dipimpin oleh Wakil Bupati. Pembentukan TKPK merupakan bentuk komitmen
pemerintah Daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan bentuk sinergi
dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. Peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan akan dicapai
apabila terjadi peningkatan pembangunan di bidang:
13
Budaya,
pembangunan
ini
merupakan
salah
satu
bagian yang penting meliputi pencapaian good governace, anti korupsi, budaya kearifan
lokal. Semua ini ditingkatkan dalam rangka membentuk nation and character building
atau pembentukan karakter bangsa yang berbudaya.
Pembangunan Politik, di tingkatkan pembangunan politik yang bermartabat, beretika
guna mencapai kondisi demokrasi yang berbudaya.
Pembangunan Hukum, kepastian hukum di setiap sendi kemasyarakatan dan
pemerintahan, sehingga timbul rasa adil, rasa aman dan keamanan dimasyarakat.
14
2.2
15
d. meningkatkan sistim jaringan Sumber Daya Air melalui peningkatan jaringan irigasi
sederhana dan irigasi setengah teknis, serta peningkatan sarana dan prasarana
pendukung; serta
e. membangun embung dan sudetan untuk mengurangi banjir akibat luapan air sungai.
Strategi untuk mengembangkan kawasan pertanian yang didukung industri pengolahan
hasil pertanian
a. mengembangkan potensi lahan basah dan lahan kering dalam menunjang penyediaan
lahan pertanian,
b. mengembangkan produk unggulan daerah melalui komoditas yang dapat diolah menjadi
agroindustri; serta
c. memperluas jaringan pemasaran hasil agroindustri
Strategi untuk mengembangkan kawasan strategis dalam mendorong pengembangan
wilayah meliputi mengembangkan kawasan agropolitan di Kabupaten Ponorogo yang
terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Ngebel sebagai kawasan
strategi ekonomi.
2.2.2 Rencana Struktur Ruang Agropolitan
Pada kawasan permukiman perdesaan yang memiliki potensi sebagai penghasil produk
unggulan pertanian atau sebagai kawasan sentra produksi akan akan dilengkapi sarana dan
prasana produksi, juga pasar komoditas unggulan. Selanjutnya beberapa komoditas yang
memiliki prospek pengembangan melalui pengolahan akan dilakukan pengembangan industri
kecil dengan membentuk sentra industri kecil. Kawasan perdesaan dapat berbentuk kawasan
agropolitan, yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai
sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan adanya
keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
Zona pengembangan agropolitan di Kabupaten Ponorogo adalah di Kecamatan Babadan,
Kecamatan Sukorejo, dan Kecamatan badegan dengan pusat di Kecamatan Ponorogo.
Sedangkan wilayah pendukung sebagai penghasil komoditi adalah di Kecamatan Pulung,
Kecamatan Kenangan, Kecamatan Babatan, Kecamatan Balaong dengan komoditi Jagung.
Kecamatan Pulung, Kecamatan Jenangan, Kecamatan Babatan, Kecamatan Kecamatan
Sukorejo, Kecamatan Kauman, Kecamatan Balong dan Kecamatan Slahung adalah komoditi
EKONOMI WILAYAH 2015
16
padi. Sedangkan pusat pengembangan kegiatan Kecamatan Ngebel dengan wilayah pendukung
di Kecamatan Sawoo, Sukoo, Pulung, Jenangan, Pudak dengan komoditas unggulan seperti
padi dan ubi kayu, komoditas unggulan untuk perkebunan adalah kopi, cengkeh, kakao dan
panili. Sedangkan untuk sektor pertanian adalah sapi, kambing dan ayam buras. Komoditas
unggulan untuk sektor perikanan adalah hasil dari kolam dan perairan umum utamanya adalah
nila dan lele. Komoditas buah dan sayuran unggulannya adalah manggis, durian, jeruk, mangga,
cabe dan kacang panjang, dimana Kebutuhan sarana prasarana sehubungan dengan beberapa
pengembangan kegiatan yang akan menjadi kawasan strategis di Kabupaten Ponorogo meliputi
:
1. Pengembangan terminal agribisnis di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Ngebel untuk
mendukung pengembangan kegiatan agropolitan, yang terdiri dari:
2. pengembangan jaringan jalan lokal primer yang akan menghubungkan antara satu
kecamatan dengan kecamatan lainnya serta wilayah kabupaten yang bersebelahan
Babadan-Kabupaten Madiun
Ponorogo-Badegan-Wonogiri
Sawoo-Tulungagung
3. Pembangunan jalan sirip & tembus serta Pembangunan Jalan Lingkar Wilis(Pulung
Ngebel Pudak)
4. Teknologi pengolahan produk hasil pertanian, seperti teknologi pengemasan, pengolahan
ikan, pengolahan jagung, pengolahan coklat, buah dll.
5. Pengembangan akomodasi wisata berupa hotel/penginapan, restoran/rumah makan serta
Tourism Information Center di Kecamatan Ponorogo.
17
Berdasarkan hasil analisa dengan metode LQ yang dilakukan bahwa komoditi jagung
merupakan komoditi yang dapat diangkat menjadi produk unggulan prioritas karena
berdasarkan analisa keterkaitan dan rantai kegiatan serta kreteria yang disebutkan diatas
komoditas ini mempunyai rantai kegiatan yang mempunyai multiplayer efek yang sagat besar
terhadap perkembangan ekonomi di Kabupaten Ponorogo. Produksi Komoditi Jagung tertinggi
terjadi pada bulan Januari sampai dengan Mei dengan nilai sebesar 200 ton / hari.
18
19
20
Pusat Pelayanan Lokal Promosi (PKLp) Perkotaan Pulung ini meliputi Kecamatan
Sooko, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Ngebel dan Kecamatan Pudak, dengan
Kecamatan Pulung sebagai pusat pelayanannya. Fungsi pusat pelayanan ini adalah sebagai
pusat pelayanan perdagangan dan jasa skala lokal,pusat agropolitan dan pusat kesehatan
skala lokal.
Adapun kegiatan utama yang diarahkan untuk dikembangkan di PKLp Pulung ini
salah satunya adalah pusat Industri / Pemasaran hasil pertanian ( Industri hasil Pertanian,
pusat pemasaran pertanian ).
B. Pusat Kegiatan Lokal Promosi(PKLp) Perkotaan Slahung
Pusat Pelayanan Lokal Promosi (PKLp) Perkotaan Slahung ini meliputi Kecamatan
Balong, Kecamatan Slahung dan Kecamatan Ngrayun, dengan Kecamatan Slahung sebagai
pusatnya. Fungsi pusat ini adalah sebagai sub pusat pengembangan kawasan agropolitan
untuk kegiatan off farm dan pusat perdagangan dan jasa skala lokal / kecamatan.
Adapun kegiatan utama yang diarahkan untuk dikembangkan di PKLp Slahung salah
satunya adalah pemasaran hasil pertanian ( Industri hasil Pertanian, pusat pemasaran
pertanian ).
C. Pengembangan Fasilitas Kawasan Perkotaan
Pusat Pelayanan PKL Perkotaan Ponorogo dengan kecamatan pendukung Ponorogo
(sebagai Pusat Pelayanan dan Ibukota Kabupaten) membutuhkan fasilitas untuk pusat
pengelolaan hasil produksi pertanian (Pusat Agropolitan) atau sub terminal agrobisnis.
Pusat Pelayanan PKLp Perkotaan Pulung dengan Kecamatan Pulung sebagai pusat
pelayanan membutuhkan Pasar agro dan fasilitas untuk Pusat Indusri/Pemasaran Hasil
Pertanian (Industri Hasil Pertanian, Pusat Pemasaran Pertanian (zona Agropolitan).
2.2.3 Rencana Pola Ruang
A. Kawasan Hortikultura
Sentra produk hortikultura di Kabupaten Ponorogo adalah di Kecamatan Pudak dengan
hasil hortikultura yang dihasilkan adalah bawang merah, buncis, kobis, sawi, wortel, bawang
daun, penggasil produk horti kedua adalah Kecamatan Ngebel dengan jenis sayuran bawang
21
puti, buncis, tomat, bayam, cabe rawit, dan terong. Untuk pengembangannya disesuaikan
dengan kondisi kawasan masing-masing.
Pengembangan kawasan dilakukan dengan:
1. Pada
22
23
24
Kawasan ternak unggas banyak tersebut di permukiman penduduk harus dipisahkan dari
permukiman penduduk untuk mencegah penyebaran penyakit ternak seperti flu burung;
serta
Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak, seperti
pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit, dan industri lainnya.
Adapun arahan ngengelolahan peternakan di Kabupaten Ponorogo adalah:
1.
2.
Kawasan peternakan dalam skala besar dikembangkan pada lokasi tersendiri jauh dari
permukiman diharapkan mempunyai keterkaitan dengan kawasan pengembangan
agropolitan pada kawasan pendukung kecamatan penghasil hasil pertanian
3.
mengolah hasil ternak sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi, pengembangan ternak
unggulan, ternak sapi jawa dan kambing etawa
Rencana pengelolaaan kawasan industri yang berhubungan dengan agropolitan adalah
industri yang dikembangkan harus mempunyai keterkaitan proses dengaN komoditas yang ada
di Kabupaten Ponorogo konsep agropolitan.
Sedangkan arahan pengelolaan kawasan pariwisata alam meliputi pembentukan
pengembangan pariwisata dengan sistem unggulan dan pembuatan paket-paket wisata yang
beragam pada wisata alam, dengan yakni Ecotourism dan Agrotourism Ngebel.
25
agropolitan di Kabupaten Ponorogo antara lain adalah jeruk keprok, durian, manggis, jagung
dan padi. Sedangkan untuk industri rumah tangga, buah buahan hasil perkebunan tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan kripik, dodol dan manisan yang
biasanya disebut juga Off Farm (kegiatan pertanian diluar kegiatan produksi)
Kawasan Strategis Ekonomi
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo
antara lain meliputi :
A. Pengembangan Kawasan Agropolitan Ponorogo
Pengembangan Kawasan agropolitan akan mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan di
Wilayah Ponorogo Barat dan Ponorogo Utara. Dengan pengembangan produk unggulan,
EKONOMI WILAYAH 2015
26
pengolahan dan perluasan jaringan di kecamatan Kauman, Kecamatan Sukorejo dan Kecamatan
Babadan. Selain kegiatan on farm dikembangkan pula kegiatan off farm yaitu kegiatan
pertanian di luar kegiatan produksi seperti misalnya industri rumah tangga yang mengelola hasil
buah buahan untuk dijadikan keripik, dodol dan manisan.
27
dan ayam buras. Komoditas unggulan untuk sektor perikanan adalah hasil dari kolam dan
perairan umum utamanya adalah nila dan lele. Komoditas buah dan sayuran unggulannya
adalah manggis, durian, jeruk, mangga, cabe dan kacang panjang.
Komoditas tersebut dibudidayakan secara meluas dan bersifat dominan di Kecamatan
Ngebel, sehingga Kecamatan Ngebel sebegai salah satu pilihan lokasi pengembangan
agropolitan di Kabupaten Ponorogo. Konsep pengembangan kawasan agropolitan Ngebel
adalah pembentukan subsistem agroindustri sebagai penggerak yang akan mewadai
kegiatan agrobisnis dengan penningkatan nilai tambah (Added Value) produk dalam
agrobisnis. Misalnya dalam pengembangan produk kakao yang sangat potensial di Agropolitan
Ngebel dapat dikembangkan menjadi serbuk kakao, permen coklat, susu coklat dan semua
produk makanan dari coklat.
28
diversifikasi kegiatan, dan backward-forwardlingkage yang meluas di antara kegiatankegiatan ekonomi tersebut.
2.
Dukungan pembangunan sarana dasar wilayah seperti jaringa listrik, telepon dan air
bersih, agribisnis hulu dan hilir, promosi yang dapat menunjang perkembangan
pusat-pusat pelayanan wilayah, industri, pertanian dan pariwisata.
Berikut adalah program-program Kabupaten Ponorogo yang terkait dengan agropolitan
olahan pertanian dan pengembangan ekonomi berbasis kerakyatan di Kecamatan Ponorogo dan
Kecamatan Ngebel yang ditetapkan sebagai Pusat pengembangan agropolitan di Kecamatan
Ponorogo dan Kecamatan Ngebel.
2.
29
30
3. BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1
Kabupaten Ponorogo selama lima tahun terakhir menunjukkan kondisi yang cukup dinamis.
Apabila diikuti perkembangannya selama lima tahun terakhir peranan sektor primer, utamanya
sektor pertanian kontribusinya cenderung menurun. Padahal sektor pertanian memegang
peranan penting dalam menciptakan besarnya nilai PDRB di Kabupaten Ponorogo. Sementara
tingkat produktifitasnya sangat tergantung pada ketersediaan lahan dan daya dukung sumber
daya alam. Padahal lahan pertanian semakin lama semakin berkurang akibat adanya alih fungsi
lahan menjadi kawasan pemukiman dan lainnya serta daya dukung sumber daya alam sangat
terbatas dan kemampuannya semakin menurun. Oleh karena itu peningkatan perekonomian
rakyat yang berbasis agro dan menguatkan sistem ketahanan pangan perlu lebih ditingkatkan
guna meningkatkan investasi dan permodalan agrobisnis di wilayah Kabupaten Ponorogo.
31
32
Hal yang perlu dikaji bahwa dari tahun ke tahun PDRB untuk sektor pertanian
peranannya semakin menurun. Ini menunjukkan bahwa Sektor Pertanian di Kabupaten
Ponorogo perlu mendapatkan penanganan dan pengelolaan sumber daya alam yang selaras
dengan perkembangan teknologi guna meningkatkan produktivitas pertanian. Pada tabel pokok
dapat dilihat bahwa selama tahun 2012 sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 2,98
persen. Produktivitas di sektor ini mulai membaik setelah tahun sebelumnya sempat turun
disebabkan oleh merosotnya produksi padi akibat gagal panen karena serangan hama yang
merajalela.
Kabupaten Ponorogo terkenal sebagai daerah pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
yang cukup besar di Jawa Timur. Meski nilai remitansi TKI pada tahun 2012 yang mencapai
230,195 milyar rupiah menurun 9,12 persen dibanding tahun 2011 namun sedikit banyak
mereka telah turut andil dalam menggerakkan pertumbuhan berbagai sektor seperti PHR,
bangunan, angkutan dan komunikasi serta keuangan.
Sektor bangunan yang masih tumbuh tinggi pada tahun 2012 yaitu sekitar 8,87 persen
juga turut menggerakkan pertumbuhan di sektor lain seperti perdagangan, pengangkutan dan
juga keuangan.
Dari pergerakan ekonomi di seluruh lini sektor ekonomi, pada tahun 2012 ekonomi
Kabupaten Ponorogo tumbuh sebesar 6,52 persen, lebih cepat dibanding dengan tahun
sebelumnya yang berada pada angka 6,21 persen. Di lihat dari sisi pertumbuhan sektoral, sektor
perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,17 persen, hal ini
dipengaruhi oleh membaiknya pertumbuhan sektor pertanian, bangunan, industri dan jasa di
Kabupaten Ponorogo yang membawa dampak pada tumbuhnya sektor angkutan dan
komunikasi serta sektor keuangan, jasa persewaan dan jasa perusahaan.
3.1.1 Struktur Ekonomi
Dengan mengamati struktur ekonomi dari tahun ke tahun akan terlihat pola dan
perkembangan kegiatan pembangunan yang dilakukan baik secara umum maupun secara lintas
sektoral.
Untuk mengetahui perkembangan struktur ekonomi dari peranan tiga sektor pendukung
PDRB yang dibedakan seperti berikut ini:
1. Sektor Primer, terdiri dari Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian;
EKONOMI WILAYAH 2015
33
2. Sektor Sekunder; terdiri dari Sektor Industri Pengolahan, Sektor LGA, dan Sektor
Konstruksi;
3. Sektor Tersier, terdiri dari Sektor PHR, Sektor
Angkutan dan Komunikasi, sektor Keuangan,
Persewaan, dan Jasa Perusahaan, dan sektor Jasajasa.
Biasanya besaran peranan PDRB dari
ketiga sektor tersebut disajikan atas dasar harga
berlaku (ADHB). Dengan memantau nilai ketiga
sektor besar dalam suatu periode waktu tertentu,
selain akan diketahui struktur ekonomi juga
diketahui pergeserannya.
Gambar 3.2 Struktur Ekonomi Kab. Ponorogo
Tahun 2012 (%)
Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo
34
35
36
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo tahun 2012 sebesar 6,52 persen. Sektor
Pertanian dan Sektor PHR yang mendominasi dalam pembentukan PDRB mengalami
pertumbuhan masing-masing sebesar 2,98 persen dan 10,17 persen.
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo berdasarkan lapangan usaha, banyak
dipengaruhi sektor pertanian yang tumbuh 2,98 persen dan menyumbang pertumbuhan sebesar
2,13 persen, diikuti oleh perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh 10,17 persen dan
menyumbang sebesar 1,94 persen. Kemudian sektor jasa-jasa tumbuh 5,89 persen dan
menyumbang 0,9 persen pertumbuhan.
37
Sedangkan lapangan usaha sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada 2012
mampu tumbuh 8,43 persen dan menyumbang pertumbuhan sebesar 0,49 persen. Diikuti sektor
angkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 9,45 persen dan menyumbang pertumbuhan
0,37 persen.
Sementara itu, PDRB sektor industri pengolahan pada 2012 mampu tumbuh 5,98 persen
dan menyumbang pertumbuhan ekonomi 0,29 persen. Sektor bangunan tumbuh 8,87 persen dan
menyumbang pertumbuhan ekonomi 0,15 persen, demikian pula sektor pertambangan dan
penggalian yang tumbuh sebesar 5,98 persen dengan menyumbang pertumbuhan 0,14 persen.
Dan yang terendah adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan pertumbuhan 5,7 persen
dengan sumbangan pertumbuhan sebesar 0,11 persen.
3.2
Potensi Perekonomian
Potensi dalam bidang perekonomian di Kabupaten Ponorogo adalah penduduk yang
mayoritas mengelompok pada usia muda, dan ini berpengaruh terhadap besarnya jumlah
angkatan kerja. Prosentase penduduk laki-laki yang bekerja lebih besar bila dibandingkan
dengan penduduk perempuan. Penduduk laki-laki bukan angkatan kerja sebagian besar
dikarenakan bersekolah, sedangkan penduduk perempuan dikarenakan mengurus rumah
tangga. Dalam seminggu, rata-rata jam kerja penduduk laki-laki usia 10 tahun keatas sebesar
35,56 jam. Lapangan usaha yang paling banyak dilakukan oleh penduduk laki-laki usia 10 tahun
keatas adalah bidang pertanian dengan presentase sebesar 62,73%. Diikuti dengan sektor jasa
38
9,03%, perdagangan 8,67%, industri 7,49%, konstruksi 5,92% transportasi 3,62%, keuangan
1,57%, pertambangan 0,61% dan sektor listrik, gas dan air sebesar 024%. Untuk penduduk
perempuan lapangan usaha yang paling banyak dilakukan adalah pertanian sebesar 54,65%.
Diikuti dengan sektor perdagangan , jasa, industri, pertambangan dan galian, keuangan,
konstruksi, serta sektor listrik, gas dan air. Sedangkan jenis pekerjaan utama yang paling
banyak dilakukan oleh penduduk baik laki-laki maupun perempuan adalah bidang
pertanian. Hal ini dipengaruhi oleh potensi wilayah kabupaten Ponorogo merupakan
daerah persawahan. Disamping itu tingkat pendidikan, kemampua/ skill yang dimiliki oleh
penduduk dan kondisi perekonomian daerah juga berpengaruh terhadap jenis lapangan usaha
yang dilakukan oleh masyarakat.
Selain itu, banyaknya TKI/TKW dari Kabupaten Ponorogo yang bekerja di luar negeri
juga memberikan pendapatan bagi Kabupaten Ponorogo. Hasil pendapatan TKI yang sangat
besar dapat digunakan untuk mengerakkan pembangunan, dimana hasil devisa TKI di
Ponorogo diperkirakan kurang lebih Rp. 900.000.000.000,00 (sembilan ratus milyard)
pertahun. Ini merupakan potensi yang cukup besar dan dapat dinjadikan investasi guna
dikembangkan menjadi modal usaha bagi TKI pasca kepulangannya. Pemerintah Daerah akan
memberikan fasilitasi dengan pemberian pengetahuan manajemen usaha dan ketrampilan.
3.3
Permasalahan Perekonomian
Permasalahan perekonomian terjadi di berbagai bidang. Pada bidang pertanian pada
saat ini yang menjadi distributor terbesar terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo,belum
mendapatkan perhatian yang cukup serius. Langkanya pupuk pada saat musim tanam serta
minimnya infrastruktur irigasi menyebabkan lambatnya perkembangan pada sektor pertanian.
Selain itu, kurang adanya upaya pemerintah untuk memberikan berbagai pengetahuan kepada
masyarakat petani menjadikan para petani di Kabupaten Ponorogo banyak yang masih berpola
tradisional. Begitu juga dengan harga hasil bumi yang terkadang dimonopoli oleh tengkulak
menjadikan para petani semakin terjepit.
Pada bidang infrastruktur, lambatnya pembangunan infrastruktur untuk semua
kepentingan ekonomi menjadi kendala lain lambatnya pertumbuhan ekonomi di Ponorogo.
Pertumbuhan ekonomi di Ponorogo antara tahun 2005 hingga tahun 2009 mengalami naik turun
dan tidak stabil dan kurang merata. Dengan kondisi tersebut diperlukan perhatian pemerintah
EKONOMI WILAYAH 2015
39
yang serius dalam mengintensifkan berbagai regulasi daerah yang telah dibuat sehingga akan
memacu pertumbuhan ekonomi (pro growth).
Pada bidang sosial, angka kemiskinan yang ada di Ponorogo dalam kurun lima tahun
(tahun 2005-2010) masih cukup besar. Kondisi ini menjadi permasalahan yang mendasar bagi
pemerintah Kabupaten Ponorogo. Selain itu, masalah padatingginya angka pengangguran
yang dapat dilihat dari TPAK dan TPT. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK
merupakan perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Melalui
indikator TPAK dapat ditunjukkan persentase penduduk yang telah siap terlibat dalam kegiatan
ekonomi (aktif secara ekonomis). Secara umum TPAK Kabupaten Ponorogo selama 5 (lima
tahun) terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan. TPAK tahun 2008 sebesar 69,89
persen, yang menunjukkan sekitar 70 persen penduduk usia kerja aktif secara ekonomis
mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar 75,70% .Perubahan besaran TPAK tersebut
menggambarkan adanya fluktuasi jumlah angkatan kerja yang antara lain dipengaruhi oleh
usia penduduk, status perkawinan dan tentunya kesempatan kerja yang ada. Indikator lainnya
dalam bidang ketenagakerjaan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang digunakan
untuk mengetahui tingkat pengangguran terbuka di kalangan angkatan kerja. Terlihat bahwa
angka TPT di Kabupaten Ponorogo tahun 2009 sekitar 3.45 persen, yang berarti dari 100
angkatan kerja secara rata-rata terdapat antara 3 sampai 4 orang yang sedang mencari pekerjaan.
Kondisi lapangan kerja di Ponorogo dalam lima tahun ini masih besar jumlah
pengganggurannya, hal ini dapat dilihat dari angka angkatan kerja terbuka yang mencapai
sekitar 4,087 persen, karena usia angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan
kerja yang ada. Kondisi ini tentunya akan menyebabkan jumlah pengangguran semakin
meningkat. Dengan angka pengangguran yang tinggi, maka tingkat kerawanan sosial juga
akan semakin meningkat.
Permasalahan perekonomian di Kabupaten Ponorogo yang dihadapi dan akan menjadi
perhatian serius antara lain:
1. Elemen pemberdayaan ditingkat masyarakat miskin masih rendah
2. Belum optimalnya sinergi dan integrasi berbagai program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat dari berbagai sektor, lintas sektor maupun lintas
wilayah.
40
41
4. BAB IV
HASIL ANALISIS
4.1
pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh eksport wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa
barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Untuk mengetahui apakah suatu sektor
merupakan sektor basis atau non basis dapatdigunakan metode LQ (Location Question), yaitu
perbandingan antara pangsa relatif pendapatan sektor I pada tingkat wilayah terhadap
pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor I pada tingkat kabupaten
terhadap pendapatan provinsi. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
Dimana:
Ri = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada Kabupaten Ponorogo
Rt = Pendapatan (tenaga kerja) total Kabupaten Ponorogo
Ni = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada Provonsi Jawa Timur
Nt = Pendapatan (tenaga kerja) total Provinsi Jawa Timur
Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya
lebihtinggi daripada tingkat kota.
Jika LQ < 1, disebut sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat
spesialisasinyalebih rendah daripada tingkat kota.
42
SEKTOR
1. PERTANIAN
PONOROGO
TIMUR
LQ
KETERANGAN
1.236.700,93
55.330,11
2,354968941
BASIS
82.474,80
8.697,63
0,999084848
NONBASIS
179.906,56
103.497,23
0,183147208
NONBASIS
66.235,70
5.486,50
1,27197559
BASIS
5. BANGUNAN
92.136,12
14.006,02
0,693102088
NONBASIS
1.237.257,15
139.431,31
0,934935595
NONBASIS
233.666,78
33.837,74
0,72757481
NONBASIS
304.881,62
23.455,84
1,369500777
BASIS
547.590,82
35.686,08
1,616736876
BASIS
2. PERTAMBANGAN &
PENGGALIAN
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
43
KETERANGAN
1. PERTANIAN
a. Tanaman Bahan Makanan
964.029,72
29.912,98
1,441874923
BASIS
b. Tanaman Perkebunan
119.151,67
7.728,65
0,68975259
NONBASIS
145.054,49
9.438,37
0,687592331
NONBASIS
d. Kehutanan
1.557,49
1.040,65
0,066960305
NONBASIS
e. Perikanan
6.907,56
7.209,46
0,042866574
NONBASIS
61.462,52
4.083,33
1,246806725
BASIS
0,00
1.050,16
4.773,18
353,01
1,120015562
BASIS
NONBASIS
62.884,37
6.256,52
0,773267263
NONBASIS
54.925,05
3.329,23
1,269247769
BASIS
d. Sewa Bangunan
127.789,32
8.757,10
1,122674859
BASIS
e. Jasa Perusahaan
59.282,88
5.112,99
0,892018985
NONBASIS
a. Pemerintahan Umum
288.654,51
10.859,49
1,732254122
BASIS
b. Swasta
258.936,31
24.826,59
0,679702032
NONBASIS
1. Sosial Kemasyarakatan
99.135,99
3.155,50
3,012224113
BASIS
15.119,64
1.485,20
0,976069242
NONBASIS
144.680,68
20.185,89
0,687205705
NONBASIS
9. JASA-JASA
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui sub sektor paling basis pada sektor pertanian
adalah tanaman bahan pangan (1,44), pada sektor listrik, gas, & air bersih adalah listrik (1,24)
dan air bersih (1,12), pada sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan adalah lembaga
keuangan tanpa bank (1,26) dan sewa bangunan (1,12), dan pada sektor jasa-jasa adalah
pemerintahan umum (1,73) dan swasta sosial kemasyarakatan (3,01).
Sedangkan untuk sub sektor yang bukan basis, berikut hasil analisis LQ nya.
SUB SEKTOR
TIMUR
LQ
KETERANGAN
44
2. PERTAMBANGAN &
PENGGALIAN
a. Minyak dan Gas Bumi
0,00
1.815,71
NONBASIS
0,00
789,66
NONBASIS
82.474,80
6.092,26
1,427652464
BASIS
83.938,66
57.077,66
0,846014095
NONBASIS
21.214,31
2.969,05
4,110485556
BASIS
15.470,92
2.165,38
4,110207489
BASIS
20.074,46
17.214,01
0,670877996
NONBASIS
16.681,04
10.749,27
0,892741819
NONBASIS
14.614,00
3.511,77
2,394003415
BASIS
48,59
4.121,65
0,006781996
NONBASIS
755,27
3.205,86
0,135531239
NONBASIS
7.109,31
2.482,58
1,647426041
BASIS
1.053.309,80
114.070,20
1,040601044
BASIS
2.181,67
3.894,39
0,063132059
NONBASIS
181.765,68
21.466,72
0,954215637
NONBASIS
a. Pengangkutan
139.931,40
16.241,28
1,247668759
BASIS
1. Angkutan Rel
0,00
174,92
131.656,55
4.995,00
3,059229456
0,00
1.106,88
NONBASIS
0,00
56,51
NONBASIS
0,00
3.864,60
NONBASIS
8.274,85
6.043,37
0,158922731
NONBASIS
93.735,38
17.596,46
0,77140529
NONBASIS
c. Penggalian
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
1. Makanan, Minuman dan
Tembakau
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan
lainnya
4. Kertas dan Barang Cetakan
5. Pupuk, Kimia & Brg. dari
Karet
6. Semen & Brg. Galian bukan
logam
7. Logam Dasar Besi & Baja
8. Alat Angk., Mesin &
Peralatannya
9. Barang lainnya
6. PERDAG., HOTEL &
RESTORAN
a. Perdagangan Besar & Eceran
b. Hotel
c. Restoran
7. PENGANGKUTAN &
KOMUNIKASI
NONBASIS
BASIS
45
90.706,57
NONBASIS
3.028,81
NONBASIS
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sub sektor basis pada sektor
pertambangan dan penggalian adalah penggalian (1,42), pada sektor industri pengolahan adalah
tekstil, barang kulit, & alas kaki (4,11), barang kayu & hasil hutan lainnya (4,11), semen
&barang galian bukan logam (2,39), dan barang lainnya (1,64), pada sektor perdagangan, hotel
& restoran adalah perdagangan besar & eceran (1,04), pada sektor pengangkutan dan
komunikasi adalah pengangkutan (1,24) dengan sub sub sektor angkutan jalan raya (3,05).
4.2
mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk
mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan
sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih
tinggi atau nasional.Berikut ini adalah PDRB Kabupaten Ponorogo dan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2009 dan 2013 yang akan digunakan dalam analisis shift share.
Tabel 4.4 PDRB Kabupaten Ponorogo dan Jawa Timur 2009 dan 2013
SEKTOR/SUB SEKTOR
KAB. PONOROGO
PROV. JATIM
TAHUN
2009
2013
1.137.560,48
1.236.700,93
50.208,89
55.330,11
916.426,18
964.029,72
27776,01
29.912,98
97.333,30
119.151,67
7171,09
7.728,65
116.750,91
145.054,49
8365,7
9.438,37
d. Kehutanan
1.260,11
1.557,49
639,15
1.040,65
e. Perikanan
5.789,98
6.907,56
6256,94
7.209,46
71.236,45
82.474,80
7.104,82
8.697,63
0,00
0,00
1.329,81
1.815,71
0,00
0,00
608,41
789,66
71.236,45
82.474,80
5.166,60
6.092,26
143.718,15
179.906,56
83.299,90
103.497,23
67.106,57
83.938,66
45.170,41
57.077,66
16.461,53
21.214,31
2.564,66
2.969,05
11.874,80
15.470,92
1.845,64
2.165,38
1. PERTANIAN
a. Tanaman Bahan Makanan
b. Tanaman Perkebunan
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
c. Penggalian
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
2009
2013
46
16.044,81
20.074,46
14.666,54
17.214,01
15.123,92
16.681,04
8.110,97
10.749,27
11.155,54
14.614,00
2.721,49
3.511,77
38,53
48,59
3.227,88
4.121,65
601,86
755,27
2.912,60
3.205,86
5.310,59
7.109,31
2.079,71
2.482,58
52.865,94
66.235,70
4.361,51
5.486,50
48.340,52
61.462,52
3.016,50
4.083,33
0,00
0,00
1.079,88
1.050,16
c. Air Bersih
4.525,42
4.773,18
265,13
353,01
5. BANGUNAN
66.890,91
92.136,12
10.307,88
14.006,02
847.725,50
1.237.257,15
95.983,87
139.431,31
719.736,31
1.053.309,80
78.452,81
114.070,20
1.573,67
2.181,67
2.712,07
3.894,39
126.415,52
181.765,68
14.818,99
21.466,72
160.771,04
233.666,78
22.781,53
33.837,74
a. Pengangkutan
100.931,27
139.931,40
11.911,78
16.241,28
1. Angkutan Rel
0,00
0,00
145,84
174,92
94.874,68
131.656,55
3.935,18
4.995,00
3. Angkutan Laut
0,00
0,00
882,98
1.106,88
0,00
0,00
87,23
56,51
5. Angkutan Udara
0,00
0,00
2.394,43
3.864,60
6.056,59
8.274,85
4.466,12
6.043,37
59.839,77
93.735,38
10.869,75
17.596,46
57.572,80
90.706,57
2.266,97
3.028,81
222.069,65
304.881,62
17.395,40
23.455,84
a. Bank
46.449,14
62.884,37
4.348,49
6.256,52
39.851,27
54.925,05
2.125,00
3.329,23
0,00
88.499,15
127.789,32
6.500,64
8.757,10
e. Jasa Perusahaan
47.270,09
59.282,88
4.421,27
5.112,99
445.073,56
547.590,82
29.417,37
35.686,08
255.154,24
288.654,51
9.492,40
10.859,49
255.154,24
288.654,51
9.492,40
10.859,49
9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum
1. Adm. Pemerintah dan Pertahanan
47
0,00
0,00
0,00
0,00
189.919,32
258.936,31
19.924,97
24.826,59
1. Sosial Kemasyarakatan
76.147,39
99.135,99
2.503,60
3.155,50
10.974,96
15.119,64
969,30
1.485,20
102.796,97
144.680,68
16.452,07
20.185,89
3.147.911,68
3.980.850,48
320.861,17
419.428,46
b. Swasta
PDRB
Keterangan:
Yt = indikator ekonomi wilayah nasional, akhir tahun analisis / jumlah total PDRB tingkat 1
pada tahun 2013
Yo = indikator ekonomi wilayah nasional, awal tahun analisis/ jumlah total PDRB tingkat 1
pada tahun 2009
Perhitungan KPP digunakan untuk mengetahui spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat atau cepat.Untuk menghitung KPP (dalam %), digunakan rumus:
= (
)
Keterangan:
Yit = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i
pada tingkat 1 tahun 2013
Yio = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i
pada tingkat 1 tahun 2009
EKONOMI WILAYAH 2015
48
Yt = indikator ekonomi wilayah nasional, akhir tahunanalisis / jumlah total PDRB tingkat 1
pada tahun 2013
Yo = indikator ekonomi wilayah nasional, awal tahun analisis/ jumlahtotal PDRB tingkat 1
pada tahun2009
)
Keterangan:
yit = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i
pada tingkat 2 tahun 2013
yio = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i
pada tingkat 2 tahun 2009
Yit = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i
pada tingkat 1 tahun 2013
Yio = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i
pada tingkat 1 tahun 2009
49
3.980.850,48
1) 100 = 30,7196%
3.147.911,68
-20,51978
2. PERTAMBANGAN &
-8,3008827
PENGGALIAN
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
-6,4730832
-4,926017
5. BANGUNAN
5,157217
14,54575
7. PENGANGKUTAN &
KOMUNIKASI
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN
9. JASA-JASA
17,81186
4,119718
-9,410054
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa spesialisasi dalam sektor yang secara nasional
tumbuh cepat berturut-turut adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (17,81%),
50
perdagangan, hotel & restoran (14,54%), bangunan, (5,15%) serta keuangan persewaan dan jasa
perusahaan (4,11%).
4.2.1.3 KPPW
Berdasarkan rumus KPPW yang telah dijelaskan di atas, dapat diketahui KPPW sektorsektor berdasarkan PDRB Kabupaten Ponorogo dan Jawa Timur tahun 2009 dan 2013 adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hasil Analisis KPPW Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo
SEKTOR
KPPW (%)
KETERANGAN
1. PERTANIAN
-1,484646585
-6,642601152
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
0,93360142
-0,503658359
5. BANGUNAN
6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
1,8640436
0,68485478
-3,190126272
2,45166422
9. JASA-JASA
1,72422613
Berdasarkan hasil analisis KPPW sektor-sekor tersebut, dapat diketahui bahwa sektor
yang mempunyai daya saing dari yang tertinggi ke terendah adalah adalah sektor keuangan
persewaan & jasa perusahaan (2,45%), bangunan (1,86%), jasa-jasa (1,72%),
industri
KPPW (+)
KPPW (-)
KPP (+)
Sektor:
-
Bangunan
Sektor:
-
KPP (-)
tetapi
memiliki
daya
saing
keunggulan
komparatif.
keunggulan komparatif.
Sektor:
Sektor:
Industri Pengolahan
Pertanian
Jasa-jasa
-20,51978
-1,4846466
-22,004426
Mundur
-8,3008827
-6,6426012
-14,943484
Mundur
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
-6,4730832
0,9336014
-5,5394817
Mundur
-4,926017
-0,5036584
-5,4296754
Mundur
5. BANGUNAN
5,157217
1,864044
7,021261
Progresif
14,54575
0,684855
15,2306
Progresif
17,81186
-3,19013
14,62173
Progresif
4,119718
2,451664
6,571383
Progresif
-9,410054
1,7242261
-7,6858279
Mundur
52
2,3549689
-22,004426
Potensial
0,9990848
-14,943484
Terbelakang
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
0,1831472
-5,5394817
Terbelakang
1,2719756
-5,4296754
Potensial
5. BANGUNAN
0,6931021
7,0212611
Berkembang
0,9349356
15,230603
Berkembang
0,7275748
14,621731
Berkembang
1,3695008
6,5713827
Unggulan
9. JASA-JASA
1,6167369
-7,6858279
Potensial
Berdasarkan tabel tersebut, sektor keuangan persewaan & jasa perusahaan adalah sektor
unggulan. Sektor bangunan, perdagangan, hotel & restoran, dan pengangkutan & komunikasi
termasuk dalam sektor berkembang. Sedangkan sektor pertanian, listrik, gas & air bersih, dan
jasa-jasa termasuk dalam sektor potensial. Dan sektor yang terbelakang adalah sektor
pertambangan & penggalian, dan industri pengolahan.
53
Sektor
Berkembang
Sektor Unggulan
Keuangan Persewaan
dan Jasa Perusahaan
Bangunan
Perdagangan, Hotel
dan Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Sektor
Terbelakang
Sektor Potensial
Pertanian
Listrik, Gas dan Air
Bersih
Jasa-Jasa
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
-2,5062455
b. Tanaman Perkebunan
-2,4247191
2,622411
54
d. Kehutanan
52,61798
e. Perikanan
5,023589
14,12033
7,372042
-4,502493
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
1. Makanan, Minuman dan
Tembakau
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas
kaki
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan
lainnya
4. Kertas dan Barang Cetakan
5. Pupuk, Kimia & Brg.
dari Karet
6. Semen & Brg. Galian
bukan logam
7. Logam Dasar Besi &
Baja
8. Alat Angk., Mesin &
Peralatannya
9. Barang lainnya
2,114207
-8,4787416
-6,9224518
-6,8772601
8,281028
4,791981
3,442548
-14,177857
-4,8750729
b. Gas
9,572895
-28,545747
55
c. Air Bersih
7,352414
0,134408
b. Hotel
-1,6706105
c. Restoran
-0,4058206
-12,185091
1. Angkutan Rel
-16,406713
-9,4144411
3. Angkutan Laut
4. Angk. Sungai, Danau &
Penyebr.
5. Angkutan Udara
b. Komunikasi
-10,98906
-71,563615
25,05321
-1,0304837
13,35322
9,038664
21,83032
d. Sewa Bangunan
-0,1279738
e. Jasa Perusahaan
-19,194047
9. JASA-JASA
56
a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
-6,9076102
3,290836
1. Sosial Kemasyarakatan
1,438116
28,62359
3. Perorangan &
Rumahtangga
-1,9052503
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa spesialisasi dalam sub sektor yang secara
nasional tumbuh cepat adalah sub sektor peternakan & hasil-hasilnya (2,62%), kehutanan
(52,61%), dan perikanan(5,02%) dalam sektor pertanian, sub sektor minyak & gas bumi
(14,12%), dan pertambangan tanpa migas (7,37%) dalam sektor pertambangan & penggalian,
sub sektor makanan, minuman, dan tembakau (2,11%), pupuk, kimia & barang dari karet
(8,28%), semen & barang galian bukan logam (4,79%), dan logam dasar, besi & baja (3,44%)
dalam sektor industri pengolahan, sub sektor listrik (9,57%), dan air bersih (7,35%) dalam
sektor listrik, gas & air bersih, sub sektor perdagangan besar & eceran (0,13%) dalam sektor
perdagangan, hotel, dan restoran, sub sektor angkutan udara (25,05%), dan komunikasi
(13,35%) dalam sektor pengangkutan dan komunikasi, sub sektor bank (9,03%) dan lembaga
keuangan tanpa bank (21,83%) dalam sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan, dan
sub sektor swasta (3,29) dengan sub sub sektor sosial kemasyarakatan (1,43) dan hiburan &
rekreasi(28,62) dalam sektor jasa-jasa.
4.2.2.2 KPPW
Berdasarkan rumus KPPW yang telah dijelaskan di atas, dapat diketahui KPPW sub
sektor berdasarkan PDRB Kabupaten Ponorogo dan Jawa Timur tahun 2009 dan 2013 adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.11 Hasil Analisis KPPW Sub Sektor Kabupaten Ponorogo
SUB SEKTOR
KPPW (%)
KETERANGAN
1. PERTANIAN
a. Tanaman Bahan Makanan
-2,499105399
57
b. Tanaman Perkebunan
14,6410331
11,4204677
d. Kehutanan
-39,21827787
e. Perikanan
4,07855058
-2,140108139
-1,278104361
c. Penggalian
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
1. Makanan, Minuman dan Tembakau
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya
4. Kertas dan Barang Cetakan
5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet
6. Semen & Brg. Galian bukan logam
7. Logam Dasar Besi & Baja
13,1042608
12,959554
7,74571123
-22,23180876
1,96367006
-1,579546419
15,4206493
9. Barang lainnya
14,4989854
-8,221554989
b. Gas
c. Air Bersih
-27,67115289
0,94686195
b. Hotel
-4,958944583
c. Restoran
-1,075227465
2,29391154
1. Angkutan Rel
11,8369682
3. Angkutan Laut
5. Angkutan Udara
1,30967052
-5,240728956
58
a. Bank
-8,494708246
-18,84455391
d. Sewa Bangunan
9,68474722
e. Jasa Perusahaan
9,76781052
9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum
-1,272523319
b. Swasta
1. Sosial Kemasyarakatan
2. Hiburan & Rekreasi
11,7397744
4,15110536
-15,45910038
18,0489714
Dapat diketahui bahwa sub sektor yang mempunyai daya saing adalah sub sektor
tanaman perkebunan (14,64%) dan peternakan dan hasil-hasilnya (11,42%) dalam sektor
pertanian, sub sektor tekstil, barang kulit & alas kaki (13,10%), barang kayu & hasil hutan
lainnya (12,95%), kertas dan barang cetakan (7,74%), semen & barang galian bukan logam
(1,96%), alat angkut, mesin & peralatannya (15,42%) , dan barang lainnya (14,49%) dalam
sektor industri pengolahan, sub sektor perdagangan besar & eceran (0,94%) dalam sektor
perdagangan, hotel & restoran, sub sektor pengangkutan (2,29%) dengan sub sub sektor
angkutan jalan raya (11,83%) dan jasa penunjang angkutan (1,30%) dalam sektor pengangkutan
& komunikasi, sub sektor sewa bangunan (9,68%) dan jasa perusahaan (9,76%) dalam sektor
keuangan persewaan dan jasa perusahaan, dan sub sektor swasta (11,73%) dengan sub sub
sektor sosial kemasyarakatan (4,15%) dan perorangan & rumahtangga (18,04%) dalam sektor
jasa-jasa.
4.2.2.3 Interpretasi Nilai KPP dan KPPW
Untuk interpretasi nilai KPP dan KPPW sub sektor di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.12 Interpretasi Nilai KPP dan KPPW Sub Sektor Kabupaten Ponorogo
KRITERIA
KPPW (+)
KPPW (-)
KPP (+)
Sektor
dan
memiliki
komparatif.
Sub Sektor:
daya
saing
keunggulan
tersebut
secara
59
Sub Sektor:
- Perikanan
- Kehutanan
- Makanan,
sub
sub
Minuman
&
Tembakau
sektor
sosial
kemasyarakatan)
KPP (-)
Sektor
tetapi
memiliki
daya
saing
keunggulan
komparatif.
Sub Sektor:
tersebut
secara
Tanaman perkebunan
Penggalian
Hotel
Barang lainnya
Restoran
Pemerintahan umum
Tanaman
Bahan
Makanan
Komunikasi
Sewa bangunan
Jasa perusahaan
60
-2,5062455
-2,4991054
-5,0053509
Mundur
b. Tanaman Perkebunan
-2,42472
14,64103
12,21631
Progresif
2,622411
11,42047
14,04288
Progresif
d. Kehutanan
52,61798
-39,2183
13,3997
Progresif
e. Perikanan
5,023589
4,078551
9,102139
Progresif
14,12033
14,12033
Progresif
7,372042
7,372042
Progresif
-4,502493
-2,1401081
-6,6426012
2,114207
-1,2781
0,836102
Progresif
-8,47874
13,10426
4,625519
Progresif
-6,92245
12,95955
6,037102
Progresif
-6,87726
7,745711
0,868451
Progresif
8,2810285
-22,231809
-13,95078
4,791981
1,96367
6,755651
Progresif
3,442548
-1,57955
1,863001
Progresif
-14,1779
15,42065
1,242793
Progresif
9. Barang lainnya
-4,87507
14,49899
9,623913
Progresif
9,5728945
-8,221555
1,3513395
Progresif
-28,545747
Mundur
Mundur
c. Penggalian
Mundur
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
Mundur
-28,545747
7,352414
-27,671153
-20,318739
0,134408
0,946862
1,08127
b. Hotel
-1,6706105
-4,9589446
-6,6295551
Mundur
c. Restoran
-0,4058206
-1,0752275
-1,481048
Mundur
-12,185091
2,2939115
-9,8911792
Mundur
-16,406713
-16,406713
Mundur
-9,41444
11,83697
2,422527
-10,98906
-10,98906
Progresif
Progresif
Mundur
61
-71,563615
-71,563615
5. Angkutan Udara
25,05321
25,05321
Progresif
-1,03048
1,309671
0,279187
Progresif
13,35322
-5,24073
8,112487
Progresif
a. Bank
9,038664
-8,49471
0,543956
Progresif
21,83032
-18,8446
2,985768
Progresif
d. Sewa Bangunan
-0,12797
9,684747
9,556773
Progresif
-19,194047
9,7678105
-9,4262364
Mundur
-6,9076102
-1,2725233
-8,1801335
Mundur
3,290836
11,73977
15,03061
Progresif
1. Sosial Kemasyarakatan
1,438116
4,151105
5,589222
Progresif
28,62359
-15,4591
13,16449
Progresif
-1,90525
18,04897
16,14372
Progresif
b. Komunikasi
Mundur
e. Jasa Perusahaan
9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sub sektor yang progresif adalah sub
sektor tanaman perkebunan (12,21%), peternakan dan hasil-hasilnya (14,04%), kehutanan
(13,39%), dan perikanan (9,10%) dalam sektor pertanian, sub sektor minyak dan gas bumi
(14,12%) dan pertambangan tanpa migas (7,37%) dalam sektor pertambangan dan penggalian,
sub sektor makanan, minuman, dan tembakau (0,83%), tekstil, barang kulit & alas kaki (4,62%),
barang kayu & hasil hutan lainnya (6,03%), kertas dan barang cetakan (0,86%), semen & barang
galian bukan logam (6,75%), logam dasar besi & baja (1,86%), alat angkut, mesin &
peralatannya (1,24%) , dan barang lainnya (9,62%) dalam sektor industri pengolahan, sub
sektor perdagangan besar & eceran (1,08%) dalam sektor perdagangan, hotel & restoran, sub
sub sektor angkutan jalan raya (2,42%), angkutan udara (25,05%) dan jasa penunjang angkutan
(0,27%) serta sub sektor komunikasi (8,11%) dalam sektor pengangkutan & komunikasi, sub
sektor bank (0,54%), lembaga keuangan tanpa bank (2,98%), dan sewa bangunan (9,55%)
dalam sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan, dan sub sektor swasta (15,03%) dengan
sub sub sektor sosial kemasyarakatan (5,58%), hiburan & rekreasi (13,16%), dan perorangan &
rumahtangga (16,14%) dalam sektor jasa-jasa.
62
1,4418749
-5,0053509
Potensial
b. Tanaman Perkebunan
0,6897526
12,216314
Berkembang
0,6875923
14,042879
Berkembang
d. Kehutanan
0,0669603
13,3997
Berkembang
e. Perikanan
0,0428666
9,1021393
Berkembang
14,12033
Berkembang
7,3720419
Berkembang
1,4276525
-6,6426012
c. Penggalian
Potensial
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
1. Makanan, Minuman dan Tembakau
0,8460141
0,8361023
Berkembang
4,1104856
4,6255192
Unggulan
4,1102075
6,0371021
Unggulan
0,670878
0,8684512
Berkembang
0,8927418
-13,95078
Potensial
2,3940034
6,755651
Unggulan
0,006782
1,8630013
Berkembang
0,1355312
1,2427927
Berkembang
1,647426
9,6239125
Unggulan
1,2468067
1,3513395
Unggulan
-28,545747
Potensial
1,1200156
-20,318739
Potensial
1,040601
1,0812697
Unggulan
b. Hotel
0,0631321
-6,6295551
Potensial
c. Restoran
0,9542156
-1,481048
Potensial
63
a. Pengangkutan
1,2476688
-9,8911792
Potensial
-16,406713
Potensial
3,0592295
2,4225271
Unggulan
3. Angkutan Laut
-10,98906
Potensial
-71,563615
Potensial
5. Angkutan Udara
25,053208
Berkembang
0,1589227
0,2791868
Berkembang
0,7714053
8,1124871
Berkembang
1. Angkutan Rel
2. Angkutan Jalan Raya
0,7732673
0,5439562
Berkembang
1,2692478
2,9857678
Unggulan
d. Sewa Bangunan
1,1226749
9,5567734
Unggulan
e. Jasa Perusahaan
0,892019
-9,4262364
Potensial
1,7322541
-8,1801335
Potensial
0,679702
15,03061
1. Sosial Kemasyarakatan
3,0122241
5,5892216
Unggulan
0,9760692
13,164487
Berkembang
0,6872057
16,143721
Berkembang
9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
Berkembang
Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa sub sektor yang unggulan adalah
tekstil, brg. Kulit & alas kaki, brg.kayu & hasil hutan lainnya, semen & brg.galian bukan logam,
dan barang lainnya pada sektor industri pengolahan, sub sektor listrik dalam sektor listrik, gas,
& air bersih, sub sektor perdagangan besar & eceran dalam sektor perdagangan, hotel
&restoran, sub sub sektor angkutan jalan raya dalam sub sektor pengangkutan dalam sektor
pengangkutan & komunikasi, sub sektor lembaga keuangan tanpa bank, dan sewa bangunan
dalam sektor keuangan persewaan & jasa perusahaan, dan sub sub sektor sosial kemasyarakatan
dalam sub sektor swasta dalam sektor jasa-jasa.
Sedangkan sub sektor yang berkembang adalah tanaman perkebunan, peternakan dan
hasil-hasil lainnya, kehutanan, dan perikanan dalam sektor pertanian, sub sektor minyak dan
gas bumi, dan pertambangan tanpa migas dalam sektor pertambangan dan penggalian, sub
sektor makanan, minuman dan tembakau, kertas dan barang cetakan, logam dasar besi & baja,
dan alat angk, mesin & peralatannya dalam sektor industri pengolahan, sub sub sektor angkutan
64
udara dan jasa penunjang angkutan dalam sub sektor pengangkutan, sub sektor komunikasi
dalam sektor pengangkutan & komunikasi, sub sektor bank dalam sektor keuangan persewaan
& jasa perusahaan, sub sektor swasta dengan sub sub sektor hiburan & rekreasi, perorangan &
rumahtangga dalam sektor jasa-jasa.
Untuk sub sektor potensial adalah sub sektor tanaman bahan pangan dalam sektor
pertanian, sub sektor penggalian dalam sektor pertambangan & penggalian, sub sektor air bersih
dalam sektor listrik, gas, & air bersih, subs ektor pengangkutan dalam sektor pengangkutan &
komunikasi, sub sektor pemerintahan umum dalam sektor jasa-jasa.
Untuk sub sektor terbelakang adalah sub sektor pupuk, kimia & brg,dari karet dalam
sektor industri pengolahan, sub sektor gas dalam sektor listrik, gas, & air bersih, sub sektor
hotel dan restoran dalam sektor perdagangan, hotel & restoran, sub sub sektor angkutan rel,
angkutan laut, dan angkutann sungai, danau & penyebrangan dalam sub sektor pengangkutan
dalam sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sub sektor jasa perusahaan dalam keuangan
persewaan & jasa perusahaan.
Tanaman Perkebunan
Peternakan dan hasil-hasilnya
Kehutanan
Perikanan
Minyak dan Gas Bumi
Pertambangan tanpa Migas
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Industri Kertas dan Barang Cetakan
Industri Logam Dasar Besi dan Baja
Industri Alat Angk., Mesin dan Peralatannya
Komunikasi
Swasta
65
KPN (%)
PE (%)
-20,5198
-1,4846
30,7196
8,7152
-8,3009
-6,6426
30,7196
15,7761
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
-6,4731
0,9336
30,7196
25,1801
-4,9260
-0,5037
30,7196
25,2899
5,1572
1,8640
30,7196
37,7409
14,5457
0,6849
30,7196
45,9502
17,8119
-3,1901
30,7196
45,3413
4,1197
2,4517
30,7196
37,2910
-9,4101
1,7242
30,7196
23,0338
5. BANGUNAN
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi pada sektor
pertanian dari tahun 2009 sampai 2013 mencapai angka 8,7152%, sektor pertambangan dan
penggalian mengalami pertumbuhan sebesar 15,7761%, sektor industri pengolahan mengalai
pertumbuhan sebesar 25,1801%, sektor listrik, gas dan air bersih mengalami pertumbuhan
sebesar 25,2899%, sektor bangunan mengalami pertumbuhan sebesar 37,7409%, sektor
perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan sebesar 45,9502%, sektor
pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan sebesar 45,3413%, sektor keuangan
persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan sebesar 37,2910%, dan sektor jasajasa mengalami pertumbuhan sebesar 23,0338%.
4.3
dan jasa perusahaan merupakan satu-satunya sektor unggulan, apabila diteliti lebih lanjut yang
menjadi penyebab sektor ini menjadi sektor unggulan adalah angka sub sektor penunjang
keuangan yang mencapai 1.329,58 juta pada tahun 2014, peringkat pertama bila dibandingkan
dengan seluruh Kabupaten di Jawa Timur. Namun apabila ditinjau lebih dalam lagi, yang
menyebabkan angka sub sektor ini tinggi adalah jumlah nilai remitansi TKI yang sebagian besar
EKONOMI WILAYAH 2015
66
menggunakan jasa perbankan. Nilai remitansi TKI pada tahun 2013 tercatat sebesar 214,71
milyar rupiah. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan subsektor bank mampu mencapai
9,81 persen.
Sementara itu, bila ditinjau lebih dalam, sektor keuangan pada Kabupaten Ponorogo ini
tidak sesuai apabila diprioritaskan untuk pengembangan wilayah karena mengandalkan nilai
remitansi dari TKI, sehingga yang paling diuntungkan dari remitansi ini adalah keluarga TKI
itu sendiri. Untuk konsep pengembangan wilayah sendiri, sektor pertanian dirasa cukup sesuai
untuk diprioritaskan karena memiliki efek pengganda yang cukup besar dan sejauh ini sudah
lebih dari 32% PDRB Kabupaten Ponorogo, jumlah tertinggi bila dibandingkan dengan sektor
lainnya. Hal ini di dukung dengan kebijakan pemerintah dan RTRW Kabupaten Ponorogo yang
menggunakan konsep agropolitan.
4.4
Share, proses analisis dilanjutkan dengan analisis berbasis kompetitif yaitu Multi Sector
Analysis (analisis multi sektor). Analisis ini melibatkan tiga orang stakeholder dari dinas terkait,
yaitu Bappeda Kabupaten Ponorogo, Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo dan Dinas PU Cipta
Karya dan Tata Ruang Kabupaten Ponorogo.
4.4.1 Analisis Matriks
Analisis matriks ini langsung difokuskan pada sektor pertanian berdasarkan hasil analisis
keunggulan komparatif. Sektor pertanian merupakan sektor paling produktif karena
menyumbang sampai 32% nilai PDRB Kabupaten Ponorogo. Dilihat dari aspek lahan, 65% dari
seluruh luas wilayah Kabupaten Ponorogo merupakan lahan pertanian dan 55% dari seluruh
tenaga kerja bekerja di sektor pertanian.
4.4.1.1 Matriks Tingkat Kepentingan
Berikut merupakan matriks tingkat kepentingan yang menjelaskan keterkaitan antara
kriteria dengan sub sektor yang telah ditentukan sebelumnya.
67
3,3
3,7
3
3,7
4
4,7
22
30
0,74
Nilai Maksimum
4,3 4,3
4,7 4,7
3
3
3,7 3,7
4
4
4,7 4,7
24
24
30
30
0,81 0,81
Jumlah
Perikanan
5 4,3
5 4,7
3,3
3
4 3,7
4,3
4
4,7 4,7
26
24
30
30
0,88 0,81
Kehutanan
Kependudukan
Kebijakan
Ekspor
Investasi
Teknologi
Infrastruktur
Jumlah
Nilai Maksimum
Indeks Evaluasi Kepentingan Sub Sektor
Kriteria/Sub Sektor
Tanaman Perkebunan
Tabel 4.16 Matriks tingkat kepentingan kriteria terhadap sektor pertanian Kabupaten Ponorogo
21
23
15
19
20
23
25
25
25
25
25
25
0,85
0,91
0,61
0,75
0,81
0,93
Dari matriks tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai urutan prioritas tingkat
kepentingan kriteria terhadap sektor pertanian. Kriteria infrastruktur menjadi prioritas utama
dengan nilai indeks kepentingan 0,93. Kriteria kebijakan menjari prioritas urutan kedua dengan
nilai indeks kepentingan 0,91. Urutan ketiga adalah kriteria kependudukan dengan nilai indeks
kepentingan 0,85. Urutan selanjutnya adalah kriteria teknologi dengan nilai indeks kepentingan
0,81. Urutan prioritas kelima yaitu kriteria investasi dengan nilai indeks kepentingan 0,75 dan
urutan terakhir dengan nilai indeks kepentingan 0,61 yaitu kriteria ekspor.
Tabel 4.17 Urutan tingkat kepentingan kriteria dan sub sektor
Tingkat Kepentingan
Urutan
1
2
3
4
5
6
Kriteria
Infrastruktur
Kebijakan
Kependudukan
Teknologi
Investasi
Ekspor
Sub Sektor
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan dan Hasil Lainnya
Kehutanan
Perikanan
68
Sedangkan prioritas pengembangan sub sektor dapat dilihat dari nilai indeks evaluasi
kepentingan sub sektor. Prioritas pertama yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dengan nilai
indeks kepentingan 0,88. Urutan selanjutnya yaitu sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor
peternakan dan hasil lainnya dan sub sektor kehutanan dengan nilai indeks kepentingan yang
sama yaitu 0,81. Urutan terakhir yaitu sub sektor perikanan dengan nilai indek kepentingan
0,74.
4.4.1.2 Matriks Tingkat Kekuatan
Berikut merupakan matriks tingkat kekuatan yang menjelaskan keterkaitan antara kriteria
dengan sub sektor yang telah ditentukan sebelumnya. Khusus untuk tingkat kepentingan kriteria
infrastruktur terhadap sub sektor tanaman bahan makanan, faktor yang digunakan untuk
menunjukkan skor adalah kondisi jalan dan luas lahan sawah teknis (irigasi). Sedangkan untuk
sub sektor yang lainnya menggunakan faktor kondisi jalan. Untuk skoring infrastruktur sendiri
menggunakan kriteria sebagai berikut:
a. Angka 1 = 0% 20% dari kondisi jalan keseluruhan dikategorikan baik/sedang
dan/atau 0% 20% luas lahan keseluruhan menggunakan sistem irigasi.
b. Angka 2 = 21% 40% dari kondisi jalan keseluruhan dikategorikan baik/sedang
dan/atau 20% 40% luas lahan keseluruhan menggunakan sistem irigasi.
c. Angka 3 = 41% 60% dari kondisi jalan keseluruhan dikategorikan baik/sedang
dan/atau 41% 60% luas lahan keseluruhan menggunakan sistem irigasi.
d. Angka 4 = 61% 80% dari kondisi jalan keseluruhan dikategorikan baik/sedang
dan/atau 61% 80% luas lahan keseluruhan menggunakan sistem irigasi.
e. Angka 5 = 81% 100% dari kondisi jalan keseluruhan dikategorikan baik/sedang
dan/atau 81% 100% luas lahan keseluruhan menggunakan sistem irigasi.
69
Jumlah
Perikanan
Kehutanan
4
4
4
4
3
3
3,7 3,7
3,3 3,3
4
4
22
22
30
30
0,74 0,73
3
20
4
21
3
15
3,7
19
3,3
17
4 20,5
21
30
0,70
4,7
4
4,3 4,3
3,3
3
4,3
4
4 3,3
4,5
4
25
23
30
30
0,84 0,77
Nilai Maksimum
Kependudukan
Kebijakan
Ekspor
Investasi
Teknologi
Infrastruktur
Jumlah
Nilai Maksimum
Indeks Evaluasi Kekuatan Sub Sektor
Kriteria/Sub Sektor
Tanaman Perkebunan
Tabel 4.18 Matriks tingkat kekuatan kriteria terhadap sektor pertanian Kabupaten Ponorogo
25
25
25
25
25
25
0,79
0,83
0,61
0,77
0,69
0,82
Panjang jalan raya di Kabupaten Ponorogo yang tergolong jalan kabupaten adalah 916,11
km. Sekitar 49,12% dari total panjang jalan kabupaten pada tahun 2013 adalah termasuk dalam
kategori baik, 24,16 persen termasuk dalam kategori sedang, rusak ringan 16,64% dan rusak
berat 10,08%. Kondisi jalan kabupaten yang rusak berat berkurang 5,48% yaitu dari 97,68 Km
pada tahun 2012 menjadi 92,33 Km pada tahun 2013. Luas lahan sawah di Kabupaten Ponorogo
adalah 34.638 Ha. Dari lahan sawah seluas itu terdapat 29.929 Ha atau 86,40% lahan sawah
berpengairan teknis. Sisanya adalah lahan sawah berpengairan setengah teknis, non teknis, dan
tadah hujan (Ponorogo Dalam Angka, 2014). Dengan begitu, skor untuk tingkat kekuatan
infrastruktur terhadap sub sektor tanaman bahan makanan adalah 4,5 sedangkan untuk sub
sektor lain mendapatkan skor 4.
Dari matriks tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai urutan tingkat kekuatan kriteria
terhadap sektor pertanian. Kriteria kebijakan menjadi urutan pertama dengan nilai indeks
kekuatan 0,83. Kriteria infrastruktur menempati urutan kedua dengan nilai indeks kekuatan
0,82. Urutan ketiga adalah kriteria kependudukan dengan nilai indeks kekuatan 0,79. Urutan
EKONOMI WILAYAH 2015
70
selanjutnya adalah kriteria investasi dengan nilai indeks kekuatan 0,77. Urutan kelima yaitu
kriteria tekonologi dengan nilai indeks kekuatan 0,69 dan urutan terakhir dengan nilai indeks
kekuatan 0,61 yaitu kriteria ekspor.
Sedangkan prioritas pengembangan sub sektor dapat dilihat dari nilai indeks evaluasi
kekuatan sub sektor. Prioritas pertama yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dengan nilai
indeks kekuatan 0,84. Urutan selanjutnya yaitu sub sektor tanaman perkebunan dengan nilai
indeks kekuatan 0,77, sub sektor peternakan dan hasil lainnyamenempati urutan ketiga dengan
nilai indeks kekuatan 0,74 dan urutan keempat adalah sub sektor kehutanan dengan nilai indeks
kekuatan0,73. Urutan terakhir yaitu sub sektor perikanan dengan nilai indek kekuatan 0,70.
Tabel 4.19 Urutan tingkat kekuatan kriteria dan sub sektor
Urutan
1
2
3
4
5
6
Tingkat Kekuatan
Kriteria
Kebijakan
Infrastruktur
Kependudukan
Investasi
Teknologi
Ekspor
Sub Sektor
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan dan Hasil Lainnya
Kehutanan
Perikanan
Air bersih
Pengangkutan
2
3
1
3
Pemerintahan Umum
Listrik
Sub Sektor
1
3
1
3
4
2
4
3
3
3
2
1
71
2
4
5
5
1
4
4
2
1
3
2
1
1
3
2
1
2
2
3
4
1
2
4
Skala nilai yang digunakan adalah angka 1 sampai 5, dimana skor 1 menggambarkan
bahwa hubungan antar sub sektor tersebut tidak berkaitan, 2 menggambarkan bahwa hubungan
antar sub sektor tersebut agak berkaitan, 3 menggambarkan bahwa hubungan antar sub sektor
tersebut cukup berkaitan, 4 menggambarkan bahwa hubungan antar sub sektor tersebut
berkaitan sedangkan skor 5 menggambarkan bahwa hubungan antar sub sektor tersebut sangat
berkaitan. Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai sub sektor tanaman bahan
makanan sebagai berikut:
1. Keterkaitan Sub Sektor listrik terhadap sub sektor tanaman bahan makanan adalah agak
berkaitan
2. Keterkaitan Sub Sektor air bersih terhadap sub sektor tanaman bahan makanan adalah
cukup berkaitan
3. Keterkaitan Sub Sektor lembaga keuangan tanpa bank terhadap sub sektor tanaman
bahan makanan adalah agak berkaitan
4. Keterkaitan Sub Sektor pemerintahan umum terhadap sub sektor tanaman bahan
makanan adalah berkaitan
5. Keterkaitan Sub Sektor perdagangan besar dan eceran terhadap sub sektor tanaman
bahan makanan adalah sangat berkaitan
6. Keterkaitan Sub Sektor pengangkutan terhadap sub sektor tanaman bahan makanan
adalah sangat berkaitan
7. Keterkaitan Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan terhadap Sub Sektor Perdagangan
Besar dan Eceran adalah berkaitan.
8. Keterkaitan Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan terhadap Sub Sektor listrik, air bersih,
dan lembaga keuangan bukan Bank adalah tidak berkaitan.
9. Keterkaitan Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan terhadap Sub Sektor pemerintahan
umum dan pengangkutan adalah cukup berkaitan.
10. Keterkaitan Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan terhadap Sub Sektor perdagangan
besar dan eceran adalah berkaitan.
EKONOMI WILAYAH 2015
72
73
Opportunity (Peluang)
1.
2.
3.
4.
5.
1.
1.
1.
2.
3.
Weakness (Kelemahan)
W-O
2.
3.
74
6.
7.
8.
4.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
S-T
2.
3.
W-T
1.
2.
75
5. BAB V
KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH
5.1
Konsep Agropolitan
Penerapan model pusat-pusat pertumbuhan di negara-negara berkembang melalui strategi
industrialisasi dan investasi ekonomi yang diarahkan pada perkotaan yang relatif memiliki
petumbuhan cepat menyebabkan berbagai ketimpangan, termasuk antara wilayah perkotaan
dengan wilayah perdesaan. Modernisasi baik secara sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh
wilayah perkotaan tidak dapat dinikmati oleh penduduk perdesaan yang menyebabkan
perdesaan semakin tertinggal dari wilayah perkotaan dan terdapat gejala kota mengeksploitasi
sumberdaya alam perdesaan secara besar-besaran (urban bias).
Friedmann da Douglass (1975) menawarkan konsep agropolitan sebagai solusi atas
terjadinya pembangunan yang tidak berimbang antara wilayah perkotaan dan perdesaa. Desa
dan kota mempunyai peran yang sama dalam pengembangan ekonomi suatu wilayah. Jika peran
desa dan kota tersebut dapat berjalan dengan baik maka akan menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan (Haeruman, 2001). Pembangunan wilayah yang ideal adalah
terjadinya interaksi wilayah yang sinergis dan saling memperkuat, sehingga nilai tambah yang
diperoleh dari adanya interaksi tersebut dapat terbagi secara adil dan proporsional sesuai dengan
peran dan potensi sumber daya yang dimiliki masing-masing wilayah.
Konsep pengembangan agropolitan merupakan pendekatan pengembangan suatu
kawasan pertanian perdesaan yang mampu memberikan berbagai pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat di kawasan produksi pertanian sekitarnya, baik untuk pelayanan yang
berhubungan dengan sarana produksi, jasa distribusi, maupun pelayanan sosial ekonomi
lainnya. Sehingga masyarakat yang bersangkutan tidak perlu lagi pergi ke kota. Konsep ini
dijalankan melalui program pengembangan agropolitan dengan mensinergikan berbagai potensi
yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem
yang utuh dan menyeluruh, yang ebrdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan
terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah (Ir.
Sjarifuddin Akil, 2002).
76
Menurut Dr. Ir. Soenarno, agropolitan perlu diposisikan secara sinergis dalam
pengembangan
wilayah.
Impelmentasi
konsep
agropolitan
dalam
pengembangan
wilayahdilakukan melalui penerapan sistem permukiman kota dan perdesaan serta rencana tata
ruang wilayah yang terkait dengan kawasan budidaya dan transportasi. Kawasan agropolitan
juga discirikan dengan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya
sistem dan usaha agribisnis di pusat agropolitan yang diharapkan dapat melayani dan
mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Pada
konsep ini, strategi pengembangan harus menciptakan perekonomian perdesaan yang mandiri
dan hubungan yang minimal pada ekonomi metropolis. Setiap daerah harus memiliki otonomi
dan sumber daya yang cukup untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri.
Soleh (1998), besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan
meningkatkan faktor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor-faktor
tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi peran agropolitan
adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung kegiatan
agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan
kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit,
obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan,
koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana
transportasi, dan lain-lain).
77
Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan district, suatu daerah
perdesaan dengan radius pelayanan 5 10 km dan dengan jumlah penduduk 50 150 ribu jiwa
serta kepadatan minimal 200 jiwa/km2. Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan
dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan district perlu
mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di
kawasan perdesaan telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan
adanya pasar-pasar untuk pelayanan masyarakat perdesaan. Mengingat volume permintaan dan
penawaran yang masih terbatas dan jenisnya berbeda, maka telah tumbuh pasar mingguan untuk
jenis komoditi yang berbeda (Anwar, 1999).
Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi dalam pengembangan
wilayah khususnya pedesaan. Kawasan agropolitan ini sebagai sistem fungsional desa-desa yan
ditunjukkan dari hirarki keruangan desa yakni adanya pusat agropolitan dan desa-desa
disekitarnya yang kemudian membentuk suatu kawasan agropolitan. Ciri dari konsep
pengembangan agropolitan ini adalah konsep yang berbasiskan dengan pertumbuhan kawasan
pertanian di daerah tersebut. Suatu kawasan agropolitan biasanya memiliki kawasan pertanian
yang tumbuh dan berkembang karena adanya sistem dan usaha agribisnis. Pusat agropolitan ini
diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di
wilayah sekitarnya.
78
79
pengembangan kawasan agropolitan diantaranya : jaringan jalan, irigasi, sumbersumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).
5. Dukungan sistem kelembagaan.
a. Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang
merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitasi Pemerintah Pusat.
b. Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan
agropolitan.
Melalui keterkaitan tersebut, pusat agropolitan dan kawasan perdesaan berinteraksi satu
sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola interaksi ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai tambah (value added) produksi kawasan agropolitan sehingga
pembangunan perdesaan dapat dipacu dan migrasi desa-kota yang terjadi dapat dikendalikan.
5.1.1 Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan
a. Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan
pertanian (dalam arti luas) dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan
terintegrasi mulai dari :
Subsistem usaha tani/ pertanian primer (on farm agribusiness) yang mencakup usaha
: tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang mencakup : mesin,
peralatan pertanian pupuk, dan lain-lain.
Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yang meliputi : industriindustri pengolahan dan pemasarannya termasuk perdagangan untuk kegiatan
ekspor.
Subsistem jasa jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis)
seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan pengembangan,
pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.
b. Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang bersifat
interdependensi/timbal balik dan saling membutuhkan, di mana kawasan pertanian di
EKONOMI WILAYAH 2015
80
perdesaan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah
tangga (off farm) sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha
budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain : modal,
teknologi, informasi, peralatan pertanian, dan lain sebagainya.
c. Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan
pertanian atau agribisnis termasuk didalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian,
perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor bila
dimungkinkan), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan),
agrowisata dan jasa pelayanan.
Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan sama dengan suasana kehidupan di
perkotaan, karena prasarana dan infrastruktur yang ada di kawasan agropolitan diusahakan
tidak jauh berbeda dengan di kota
5.1.2 Kriteria Penetapan Kawasan Agropolitan
Suatu kawasan agropolitan ditetapkan oleh kriteria-kriteria sebagai berikut (Rustiadi
dan Sugimin Pranoto, 2007):
a. Memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan. Komoditas dan produk
olahan pertanian unggulan menjadi salah satu persyaratan penting bila akan
mengembangkan kawasan agropolitan. Komoditas pertanian unggulan yang dimaksud
seperti tanaman pangan (jagung, padi), hortikultura, perkebunanm perikanan, dan
peternakan.
b. Memiliki daya dukung dan potensi fisik yang baik. Daya dukung lahan untuk
pengembanagn agropolitan harus sesuai syarat dengan jenis komoditas unggulan yang
akan dikembangkan meliputi: kemiringan lahan, ketinggian, kesuburan lahan, dan
kesesuaian lahan.
c. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang memadai. Untuk memperoleh hasil produksi
yang dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan perlu luas lahan yang
memadai dalam mencapai skala ekonomi dan cakupan ekonomi.
d. Tersedianya dukungan prasarana dan sarana produksi yang memadai untuk mendukung
kelancaran usaha tani dan pemasaran hasil produksi, antara lain jalan poros desa, pasar,
irigasi, terminal, listrik, dsb.
Menurut Soenarno (2001), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
EKONOMI WILAYAH 2015
81
b.
c.
d.
e.
b. Intensifikasi pertanian
c.
Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non
pertanian
b.
Kegiatan agribisnis yang banayk melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling
besar (sesuai kearifan lokal)
c.
82
2.
3. Kawasan permukiman
Merupakan kawasan tempat bermukimnya para petani dan penduduk kawasan sentra
produksi pangan (agropolitan)
4. Kawasan pengolahan dan industri
Merupakan kawasan tempat penyeleksian dan pengolahan hasil pertanian sebelum
dipasarkan dan dikirim ke terminal agribisnis atau pasar, atau diperdagangkan.
Dikawasan ini bisa berdiri pergudangan dan industri yang mengolah langsung hasil
pertanian menjadi produk jadi.
5. Kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum yang terdiri dari pasar, kawasan
perdagangan, lembaga keuangan, terminal agribisnis dan pusat pelayanan umum
lainnya.
EKONOMI WILAYAH 2015
83
Pada konsep ini, pedesaan yang tadinya tertutup diusahakan supaya lebih terbuka dan
dapat terbentuk kota di wilayah pertanian (agropolis), sehingga penduduk pedesaan dapat
meningkatkan
pendapatannya
serta
mendapatkan
prasarana
sosialekonomi
dalam
perdagangan,
bursa
komoditi,
transportasi,
industri,
kegiatan
manufaktur,
ini
dijalankan
melalui
program
pengembangan
agropolitan
dengan
mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha
agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh yang berdaya saing berbasis
kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat serta
difasilitasi oleh pemerintah (Ir. Sjarifuddin Akil, 2002).
5.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Konsep Teori Agropolitan
Konsep agropolitan ini juga memiliki kelebihan diataranya sebagai berikut.
Bersifat demokratis dengan mengutamakan kepentingan rakyat
Pembangunan dengan memperhatikan aspek lingkungan (sustainable development)
Wilayah pedesaan (rural) menjadi basis perkembangan dalam beberapa sektor,
khususnya pertanian
Tujuan yang diinginkan oleh rakyat dapat tercapai karena adanya pembagunan
didasarkan pada keinginan, kebutuhan dan permadalahan rakyat
84
5.2
Ponorogo dengan konsep agropolitan, maka digunakan matriks analisis SWOT dengan
memperoleh beberapa strategi yaitu strategi S O, strategi W O, strategi S T, dan strategi
W T.
Strategi S - O
Berdasarkan kombinasi dari kekuatan dan peluang yang ada, maka diperoleh beberapa
strategi yakni peningkatan kualitas produksi pertanian terutama di bidang perkebunan,
peningkatan produksi pertanian pangan melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan
ekspor dari hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengadaan daerah
agrowisata di Ngebel, dan pengembangan agroindustry di beberapa wilayah. Strategi tersebut
dapat dicapai melalui memelihara dan meningkatkan daya saing yang ada baik sumber daya
alam (komoditas unggulan), sarana dan prasarana serta jasa-jasa penunjang agar wilayah
tersebut tidak kalah bersaing dalam penetapan kawasan agropolitan di suatu wilayah.
Strategi W O
Berdasarkan kombinasi dari kelemahan dan peluang yang ada, maka diperoleh beberapa
strategi antara lain sosialisasi dan pelatihan tentang agroindustri dan agrobisnis bagi petani,
peningkatan infrastruktur pendukung pertanian, dan pembuatan kebijakan yang berpihak
kepada petani. Strategi tersebut dapat dicapai melalui melakukan usulan kepada pemerintah
untuk membangun wilayah perdesaan agar para petani dapat memiliki fasilitas untuk
mempermudah kegiatan pertanian, mengontrol pelaksanaan kegiatan pertanian agar produksi
dapat dibudidayakan sebaik mungkin sehingga dapat mensejahterakan petani dan mendukung
rencana program agropolitan di wilayah studi.
EKONOMI WILAYAH 2015
85
Strategi S T
Berdasarkan kombinasi dari kekuatan dan ancaman yang ada, maka diperoleh beberapa
strategi yaitu peningkatan branding pada sektor pertanian tanaman pangan ke publik,
pembangunan sarana irgasi yang memadai, dan penanganan bencana alam dan mitigasinya.
Strategi tersebut dapat dicapai melalui sosialisasi kepada petani tentang penggunaan teknologi
tepat guna untuk meningkatkan branding produk di pasaran, adanya sosialisasi dan simulasi
terkait becana alam sehingga masyarakat mengerti dan dapat mengantisipasi lebih awal.
Strategi W - T
Berdasarkan kombinasi dari kelemahan dan ancaman yang ada, maka diperoleh
beberapa strategi
yakni
kebutuhan, penetapan harga standar pada bahan mentah maupun produk jadi. Strategi tersebut
dapat dicapai melalui memberikan usulan kepada pemerintah untuk membangun infrastruktur
yang belum ada, membuat kebijakan yang jelas terkait standar harga baik bahan mentah
maupun produk jadi sehingga tidak terjadi lagi penyalahgunaan dan tidak ada pihak yang
dirugikan.
Kedelai Kepak Merah & Kuning, Duren
Kanjeng, Kakao, Kopi Cengkeh, Panili
Padi
Padi, jagung
Padi
86
No.
Kecamatan
1.
Jenangan
On farm
Padi
2.
Babadan
On farm
3.
Sukorejo
On farm
Padi
4.
Pulung
On farm
Off farm
Off farm
5.
87
6. BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Perkembangan wilayah Kabupaten Ponorogo sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian,
hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis yang menyatakan bahwa sektor pertanian merupakan
salah satu sektor primer yang basis. Bila ditinjau dari kebijakan rencananya seperti RPJMD dan
RTRW juga mendorong ke arah perkembangan wilayah berbasis pertanian (agropolitan).
Dari hasil analisis LQ dapat dilihat bahwa terdapat 4 sektor yang menjadi sektor basis di
Kabupaten Ponorogo, yaitu sektor pertanian, sektor LGA (Listrik, gas dan air bersih), sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sedangkan dari hasil analisis
shift share dapat dilihat bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor potensial.
Sementara itu sub sektor tanaman bahan makanan termasuk sub sektor potensial dan sub sektor
tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan serta perikanan termasuk sub sektor berkembang.
Hasil analisis multi sektor memperlihatkan bahwa sub sektor tanaman bahan makanan
merupakan sub sektor yang menjadi prioritas utama dan sekaligus memiliki nilai tingkat
kekuatan tertinggi diantara sub sektor lainnya, dan infrastruktur merupakan kriteria utama yang
berkaitan dengan sektor pertanian. Bila dilihat dari hasil analisis, perkembangan dan
pertumbuhan sektor pertanian tersebut, maka konsep pengembangan wilayah yang dirasa sesuai
adalah konsep agropolitan.
Pengembangan konsep agropolitan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa strategi
seperti peningkatan jumlah produksi dan kualitas produksi pertanian, pengembangan
infrastruktur penunjang, meningkatkan ekspor dan pengadaan daerah agrowisata dan
agroindustri. Strategi tersebut dapat didukung dengan program-program seperti sosialisasi dan
pelatihan untuk petani, pembangunan infrastruktur, pembuatan kebijakan yang berpihak kepada
para petani, peningkatan branding dan juga penetapan harga standart yang tidak merugikan
petani.
6.2
Lesson Learned
Selama proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan pelajaran-pelajaran sebagai
berikut.
88
1.
Dalam perkembangan perekonomian wilayah terdapat dua tipe analisis yang dapat
digunakan, yaitu analisis yang berbasis kepada keunggulan komparatif dan analisis yang
berbasis pada keunggulan kompetitif.
2.
Analisis LQ menghasilkan output berupa sektor atau sub sektor mana saja yang menjadi
basis dan non basis, sehingga dapat diketahui pula sektor/sub sektor mana yang
menyumbang besar terhadap perkembangan suatu wilayah.
3.
Analisis shift share menghasilkan output berupa matriks yang menjelaskan sektor/sub
sektor mana saja yang menjadi unggulan, potensial, berkembang dan terbelakang.
Analisis ini juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
4.
Analisis multi sektor merupakan analisis yang melihat keterkaitan antar sektor dengan
kriteria tertentu. Analisis ini terdiri dari tiga analisis dasar yaitu analisis struktural,
analisis matriks dan analisis SWOT. Dari analisis strukturan kita dapat mengetahui nilai
keterkaitan antar sektor/sub sektor satu dengan yang lainnya. Analisis matriks
menghasilkan output berupa urutan prioritas how important dan how strong dari
sektor/sub sektor dan kriteria. Sedangkan analisis SWOT menunjukkan potensi,
kelemahan, peluang dan ancaman dari sebuah sektor sehingga dapat dibuat arahan
strateginya.
5.
89
DAFTAR PUSTAKA
Anwar.1999.Desentralisasi Spasial melalui Pembangunan Agropolitan, Dengan Mereplikasi
Kota-kota Menengah Kecil di Wilayah Perdesaan. Buletin Tata Ruang.
Friedman, John dan Douglass, Mike.1975.Pengembangan Agropolitan : Menuju Siasat Baru
Perencanaan Regional di Asia, The Seminar on Industrialization Strategies and the
Growth Pole Approach to Regional: The Asian Experience, 4-13 November 1975, United
Nation Centre for Regional Development, Nagoya, Japan, terjemahan oleh Program
Perencanaan Nasional 1976.
Haeruman.2001.Kemitraan dalam pengembangan ekonomi lokal.Yayasan Mitra Pembangunan
Desa-Kota. Jakarta.
Rustiadi, Ernan dan Pranoto, Sugimin, 2007. Agropolitan: Membangun Ekonomi Perdesaan.
Bogor : Crestpen Press
Soenarno.2003.Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah.
Bogor Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Pemerintah Kabupaten Ponorogo.2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ponorogo
2012-2032.Ponorogo
90