Anda di halaman 1dari 2

Pergerakan Mahasiswa Tahun 1970-1974

Jenis Pergerakan mahasiswa yang terjadi di tahun 1970-1974 berupa aksi. Kebanyakan aksi yang terjadi di tahun ini berupa membuat perhimpunan sampai aksi turun ke jalan seperti pada peristiwa Malari.
a. Tahun 1970
Sejak tahun 1970 terjadi berbagai aksi dan protes yang dilakukan oleh mahasiswa. Ada beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya aksi tersebut yaitu jumlah mahasiswa yang terus bertambah namun
anggaran pendidikan kurang, jumlah mahasiswa baru tidak sepadan dengan fasilitas yang tersedia,inflasi meningkat sehingga menambah kehidupan semakin susah. Ditambah dengan merajalelanya korupsi yang
mengiringi pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang tidak menyejahterakan rakyat karena hanya dinikmati oleh segelintir kelompok tertentu.
Pergerakan Mahasiswa :
- Mahasiswa Menggugat
Peristiwa ini terjadi saat korupsi pemerintah meningkat sedangkan pemerintah menaikkan harga bensin. Bagi mereka lebih baik mengutamakan pemberantasan korupsi daripada menaikkan harga bensin.
Para aktivis mahasiswa adalah Victor D, Arief Budiman, Syahrir, dan Julius Usman
- Petisi Keadilan
Mahasiswa Bandung yang tergabung dalam kelompok Studi Grup Mahasiswa Indonesia menuntut agar pemerintah melakukan kontrol yang ketat terhadap penggunaan dan pembagian uang negara. Apabila
tuntutan tersebut tidak dipenuhi maka rakyat tidak akan menerima keputusan tentang kenaikan harga bensin.

Gambar 1. Petisi Keadilan

b. Tahun 1971
Ketenangan mahasiswa kembali terusik menjelang pemilu tahun 1971 banyak aktivis mahasiswa yang menyuarakan massa agar mendukung bahkan mencoblos Golkar. Salah satu tokoh mahasiswa yaitu Arief
Budiman tidak setuju dengan aksi aktivis mahasiswa tersebut kemudian melakukan gerakan yang dinamakan Golongan Putih. Gerakan ini bertujuan untuk menghimpun orang orang yang tidak ikut pemilu
dan mengkritik mahasiswa yang mendukung Golkar. Suharto menekan partai politik dengan menggabungkan sembilan partai politik menjadi dua partai besar yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk
partai Islam dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) untuk partai nasionalis dan Kristen.
Pergerakan mahasiswa :
- Golongan Putih
Arief Budiman membentuk sebuah gerakan yang dinamakan Golongan Putih untuk menghimpun orang-orang yang tidak ikut pemilu dan mengkritik mahasiswa yang mendukung golkar.

Gambar 2. Arief Budiman


c. Tahun 1973
Protes mahasiswa kembali muncul ketika Ibu Tien Suharto mengusulkan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada tahun 1973. Pembangunan TMII menurut kelompok mahasiswa dianggap tidak
sesuai dengan situasi negara yang sedang kesulitan keuangan.
Pergerakan mahasiswa:
- Mahasiswa membuat gerakan
Diantaranya Gerakan Penghemat, Gerakan Akal Sehat (GAS), dan Gerakan Penyelamat Uang Rakyat. Para aktivis mahasiswa yang ditangkap adalah Arief Budiman dan H.J Princen.
- Petisi Keadilan
Persoalan itu kemudian dibawa ke meja DPR, dan ditindaklanjuti dengan pembentukan Komisi Penyelidik yang akhirnya menghasilkan sebuah keputusan bahwa pembangunan TMII dilanjutkan dengan
syarat tidak boleh menikmati fasilitas keuangan dari negara dan juga tidak ada sumbangan wajib. Pada bulan Oktober para mahasiswa mengadakan aksi ke gedung MPR/DPR untuk menyampaikan petisi
bernama Petisi 24 Oktober. Petisi tersebut berisi krtitikan terhadap kebijakan pembangunan yang dianggap tidak populis dan hanya menguntungkan kelompok yang kaya. Sementara itu mahasiswa dari
Jawa Timur seperti Universitas Brawijaya, IKIP Malang, Universitas Negeri Jember, IAIN, Institut Teknologi Surabaya, dan Universitas Airlangga mengeluarkan Maklumat 73 :
- Bahwa suksesnya pelaksanaan pembangunan membutuhkan pemerintahan yang berwibawa dan bersih serta berorientasi pada kepentingan rakyat
- Motivasi pembangunan yang fundamental memerlukan pembinaan pendidikan yang demokratis dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh serta ditunjang oleh anggaran yang cukup.
d. Tahun 1974
- Peristiwa Malari
Peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974. Malari adalah julukan yang mencakup dua peristiwa yang
berdekatan waktu, meski belum tentu berkaitan. Peristiwa pertama adalah demonstrasi besar-besaran mahasiswa di Jakarta pada 15 Januari 1974. Aksi itu terutama berkaitan dengan kedatangan Perdana
Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, ke Indonesia pada tanggal 14-17 Januari 1974. Pada hari itu, ratusan mahasiswa dan pelajar melakukan long march dari Universitas Indonesia (UI) di Salemba, Jakarta Pusat,
ke Universitas Trisakti di Grogol, Jakarta Barat.
Tujuan utama aksi itu sesungguhnya menuntut pemerintah mengubah kebijakan pembangunan dan ketergantungan pada modal asing. Selain itu, juga mendesak penguasa menangani secara serius berbagai
penyelewengan dan korupsi yang kian merajalela serta penguatan lembaga penyalur pendapat rakyat. Di Trisakti, mereka melakukan mimbar bebas hingga sore hari. Pada saat hampir bersamaan, terjadi
peristiwa kedua, yakni kerusuhan massal di sejumlah sudut kota Jakarta. Massa melakukan pembakaran, perusakan, dan penjarahan terhadap sejumlah gedung. Dalam kerusuhan yang berlangsung selama
dua hari itu, 11 orang meninggal, ratusan mobil dan sepeda motor rusak, serta lebih dari 100 gedung dan bangunan hangus dibakar. Meski para tokoh mahasiswa menyatakan kerusuhan itu tidak ada
kaitannya dengan demonstrasi mahasiswa, pemerintah tetap menangkap sejumlah pentolan mahasiswa.
Sebagai Ketua Dewan Mahasiswa UI, Hariman Siregar ada dalam daftar utama target penangkapan. Dalam pengadilan yang digelar untuknya, ia divonis enam tahun penjara (walaupun prakteknya ia hanya
dipenjara kurang dari tiga tahun) karena dianggap melakukan tindakan subversi, yakni merongrong haluan negara.
Namun, sejatinya, pelekatan Peristiwa Malari di belakang nama Hariman tidaklah tepat. Sebab, faktanya, kerusuhan yang diwarnai pencurian, pembakaran, dan terbunuhnya belasan orang itu merupakan
aksi yang sama sekali terpisah dari gerakan mahasiswa ketika itu. Kerusuhan itu juga tidak bisa dibilang 100% inisiatif masyarakat Jakarta yang mendukung aksi-aksi mahasiswa, melainkan lebih cenderung
ada tangan ketiga yang menggerakkannya.
Seperti kesaksian mantan Panglima Kopkamtib Jenderal (purnawirawan) Soemitro dalam memoarnya. Menurut dia, kelompok jaringan intel lepas Opsus (Operasi Khusus) di bawah komando Ali
Moertopo yang paling bertanggung jawab atas peristiwa kelam itu. Ia menunjuk serangkaian rapat rahasia kelompok itu yang dilakukan beberapa kali menjelang Peristiwa Malari pecah. Dengan kesaksian
ini, tampak bahwa Hariman hanyalah kambing hitam tragedi nasional itu. Jadi, bila menyebut Hariman sebagai tokoh sentral Peristiwa Malari, sama saja dengan membenarkan pengambinghitaman tersebut.

Gambar 3. Hariman

Anda mungkin juga menyukai