Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)
1. Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, jaringan hiperplastik terutama
terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa yang jumlahnya berbeda-beda.
(Price, 2005 : 1154).
2. BPH adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran,
memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine
dengan menutupi orifisium uretra (Brunner and Suddart, 2000 : 1625).
3. BPH adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar prostat, lebih dari
setengahnya dan orang yang usianya diatas 50 tahun dan 75 % pria yang
usianya 70 tahun menderita pembesaran prostat (C. Long, 1996 :331).
Dari beberapa pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang
disebabkan oleh bertambahnya sel-sel glanduler dan interstitial atau pertumbuhan
dari nodula-nodula fibroadenomatosa yang menutupi orifisium uretra sehingga

menyumbat aliran urine, dan biasanya terjadi pada pria diatas usia 50 tahun.

B. ANAMNESA
1. Identitas
Identitas klien meliputi : Nama lengkap, Umur, Jenis Kelamin,
Suku/Bangsa, Agama, Pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, golongan
darah, Alamat, Tanggal masuk rumah sakit,tanggal pengkajian, Cara
Masuk rumah sakit, Diagnosa Medis, No RM, Alasan Dirawat, Upaya
yang telah dilakukan, Terapi/operasi yang pernah dilakukan.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
2. Keluhan Utama
Pada pasien BPH keluhan yang dirasakan sebelum operasi diantaranya
nyeri pada saat BAK, urine keluar dengan menetes, pancaran urine lemah
dan sulit saat memulai BAK. Sedangkan keluhan yang mungkin dirasakan

setelah operasi diantaranya nyeri pada luka operasi( Brunner & Suddart,
2001:1629).
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien
melalui metode PQRST dalam bentuk narasi.
P (Paliatif dan Profokatif) : Segala sesuatu yang memperberat atau
memperingan keluhan.
Q (Quality/Quantity) : Bagaimana keluhan dirasakan oleh klien.
R (Regio/Radiasi) : keluhan tersebut tempatnya dimana dan apakah
terjadi penyebaran.
S (Severity/Scale) : Apakah keluhan tersebut mengganggu aktivitas klien,
seberapa besar gangguannya.
T (Timing) : Kapan keluhan tersebut dirasakan klien, apakah kadangkadang atau terus menerus.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Dikaji tentang penyakit yang pernah diderita klien seperti penyakit
jantung, ginjal, dan hipertensi, juga riwayat pembedahan yang pernah
dialami saat dulu, baik yang berhubungan dengan timbulnya BPH,
maupun yang tidak (Brunner & Suddart, 2001 : 1629).
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji apakah aggota dalam keluarga klien ada yang menderita
penyakit seperti klien, penyakit menular seperti TBC, dan penyakit
keturunan seperti DM, Hipertensi, Jantung, dan Asma. Jika ada riwayat

penyakit keturunan maka dibuat genogram (AKPER Kota Sukabumi,


2005 : 52).

A. POLA FUNGSIONAL GORDON


1. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan
bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu
tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan
rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang dilakukan
pasien untuk menjaga kesehatannya.

2. Pola Nutrisi Metabolik


a. Makan
Dikaji tentang frekuensi makan, jenis diit, porsi makan, riwayat alergi
terhadap suatu jenis makanan tertentu, pada klien BPH biasanya terjadi
penurunan napsu makan akibat mual (Brunner & Suddart, 2001 : 1625).
BPH dapat menimbulkan gejala anoreksia, mual, muntah dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddart, 2001 : 1625). Hal ini
mungkin disebabkan karena tekanan intravesika yang meningkat sehingga
menekan pada lambung dan ulu hati. Sedangkan pada post operasi dapat
terjadi mual karena efek anestesi sehingga timbul anoreksia.
b. Minum

Dikaji tentang jumlah dan jenis minuman setiap hari. Minuman yang
harus dihindari pada klien BPH yaitu minuman yang mengandung kafein
dan alkohol, karena dapat meningkatkan diuresis sehingga kemungkinan
sisa urine dapat bertambah banyak dalam kandung kemih (retensi urine).
3. Pola Eliminasi
a. Buang air besar (BAB)
Frekuensi BAB, warna, bau, konsistensi feses dan keluhan klien yang
berkaitan dengan BAB. Pada klien BPH biasanya terjadi konstipasi akibat
protrusi prostat kedalam rektum (Doenges, 2000 : 671). Pada klien BPH
dengan pre operasi dapat terjadi konstipasi dan kebiasaan mengedan saat
BAK akan menyebabkan hernia dan hemoroid (Samsuhidajat, 2004 : 783).

b. Buang air kecil (BAK)


Pada klien BPH terjadi peningkatan BAK, nokturia, hematuria, nyeri
saat BAK, urine keluar dengan menetes, sulit saat BAK dan terjadi retensi
urine, terdapat nyeri tekan pada area CVA serta terjadi pembesaran ginjal
jika sudah terdapat kerusakan ginjal (Brunner & Suddart, 2001 : 1625).
4. Pola Aktivitas
Dikaji tentang kegitan dalam pekerjaan, mobilisasi, olah raga, kegiatan
diwaktu luang dan apakah keluhan yang dirasakan klien mengganggu
aktivitas klien tersebut.
5. Pola Istirahat Tidur

Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur.
Pada klien BPH terjadi nokturia dan hal ini mungkin akan mengganggu
istirahat tidur klien (Brunner & Suddart, 2001 : 1625).
6. Pola Kognitif Perseptual
Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan, Kemampuan bahasa,
Kemampuan membuat keputusan, Ingatan, Ketidaknyamanan dan
kenyamanan.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan: Body image, Identitas diri, Harga diri, Peran diri,
Ideal diri.

8. Pola peran hubungan social


Yang menggambarkan: Pola hubungan keluarga dan masyarakat, Masalah
keluarga dan masyarakat, Peran tanggung jawab.
9. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan: Penyebab stress`, Kemampuan mengendalikan
stress, Pengetahuan tentang toleransi stress, Tingkat toleransi stress,
Strategi menghadapi stress.
10. Pola seksual dan reproduksi
Pada klien BPH dengan post operasi dapat terjadi disfungsi seksual
bahkan sampai terjadi impotensi. Pada saat ejakulasi cairan sperma dapat

bercampur dengan urine sehingga dapat terjadi infeksi tetapi hal ini tidak
mengganggu fungsi seksual (Brunner & Suddart, 2001 : 1629).
11. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan: Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan,
Realisasi dalam kesehariannya.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Adanya peningkatan nadi dan tekanan darah (tidak signifikan, kecuali ada
penyakit penyerta). Hal ini merupakan bentuk kompensasi dari nyeri yang timbul
akibat obstruksi meatus uretralis dan adanya distensi bladder. Jika retensi urine
berlangsung lama sering ditemukan adanya tanda dan gejala urosepsis
(peningkatan suhu tubuh) sampai pada syok septik.

Obstruksi kronis pada saluran kemih akibat BPH menimbulkan retensi urine
pada bladder. Hal ini memicu terjadinya refluks urine dan terjadi hidronefrosis
dan pyelonefrosis, sehingga palpasi bimanual ditemukan adanya rabaan pada
ginjal. Pada palpasi supa simfisis akan teraba distensi bledder (ballottement).
(Eko Prabowo, 2014: 137)
1. Perhatikan pada abdomen : edema, pruritus, echymosis menunjukan renal
isufiensi dari obstruksi yang lama.
2. Adanya distensi kandung kemih.
3. Kandung kemih :
a. Inspeksi : penonjolan pada daerah supra pubik : retensi urine

b. Palpasi : terasa adanya ballotment dan ini akan membuat pasien akan
merasa ingin buang air kecil.
c. Perkusi : redup (residual urine)
4. Pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan adanya kelainan,
kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus, striktur uretralis,
urethralithiasis, Ca Penis, maupun epididymis.
5. Pemeriksaan rectal toucher (colok dubur) adalah pemeriksaan sederhana
yang paling mudah untuk menegakan BPH. Syaratnya buli-buli
kosong/dikosongkan, tujuannya untuk menentukan konsistensi persarafan
unit vesiko uretra dan besarnya prostat.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Analisis urine dilakukan untuk mengetahui adanya silinder, kristal-kristal,
sel darah pada hipertropi prostat yang disertai infeksi maka pada urine
ditemukan adanya leukosit dan adanya bakteri. Untuk mengetahui fungsi
ginjal dilakukan pemerisaan BUN dan kreatin. Selain itu untuk mengetahui
fungsi ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan Phenol Sulfo Phtalein
(PSP) test. Setelah penyuntikan PSP lebih dari 30 menit, jika PSP yang
dikeluarkan melalui urine 50 % berarti normal tetapi jika PSP yang keluar
hanya 25 % kemungkinan terdapat sisa urine dalam kandung kemih atau

fungsi ginjal menurun (Rumahorbo, 2000 : 73). Kultur urine juga dapat
dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya infeksi.
2. Radiologis
a. Pemeriksaan Blass Nier Overzicht (BNO)
Tujuannya untuk melihat ada tidak komplikasi dari BPH yang berupa
batu dalam kandung kemih. Pada pemeriksaan IVP ditemukan lekukan
pada dasar kandung kemih yang disebabkan karena desakan kelenjar
prostat yang membesar (Rumahorbo, 2000 : 73)
b. USG Ginjal dan Vesika Urinaria
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari
BPH, misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada vesika urinaria akan
memperlihatkan gambaran pembesaran kelenjar prostat.

3. PEMERIKSAAN CYSTOSCOPY/PANENDOSCOPY
Cystoscopy adalah pemeriksaan langsung pada kandung kemih dengan
menggunakan alat yang disebut cystoskop. Dengan pemeriksaan ini kita dapat
melihat derajat pembesaran dari kelenjar prostat dan perubahan sekunder pada
dinding kandung kemih, misalnya trabekulasi, divertikulasi, infeksi, batu atau
tumor (Rumahorbo, 2000 : 73).
4. UROFLOWMETRI
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur pancaran urine.
Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah bahkan meningkat. Hal ini
disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat pada traktus urinarius. Selain itu,

volume residu urine juga harus diukur. Normalnya residu urine <100 ml.
Namun, residual yang tinggi membuktikan bahwa vesika urinaria tidak
mampu mengeluarkan urine secara baik kerena adanya obstruksi. (Eko
Prabowo, 2014: 135)

10

Daftar pustaka
Brunner, Suddarth. 2000. keperawatan medical bedah, alih bahasa JoAan C
Hackley.Jakarta : EGC.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press.
Surabaya.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Prabowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2.
Jakarta :EGC
Rumahorbo, Hotmo. (2000). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Perkemihan. Jakarta: EGC
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai