Laporan Kunjungan Rumah Fix
Laporan Kunjungan Rumah Fix
Disusun oleh :
Amelia Shadrina
(030.10.025)
Bayu Adiputro
(030.10.048)
Denia Mariella
(030.10.073)
(030.10.138)
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 10 AGUSTUS - 17 OKTOBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan rumah kedokteran keluarga ilmu
kesehatan masyarakat.
Penulisan laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat tugas kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Gandaria Selatan periode 10 Agustus- 17
Oktober 2015. Kami berharap bahwa penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi dan masyarakat sebagai bentuk tridarma universitas yang salah satunya ialah pengabdian
masyarakat.
Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak memperoleh bimbingan dan
dorongan dari Banyak pihak, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr.dr. Rina K Kusumaratna, Mkes. Selaku dokter pembimbing penelitian.
2. dr. Luigi selaku kepala Puskesmas Kecamatan Cilandak
3. dr. Vabiayu Putri selaku dokter pembimbing di puskesmas Kecamatan Cilandak
4. Kepada semua pihak di Puskesmas Cilandak Barat yang telah membantu dan
membimbing dalam menyelesaikan laporan ini.
5. Semua teman-teman Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Trisakti di Puskesmas
Cilandak Barat
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini, oleh karena
itu dengan kami menerima semua saran dan kritikan yang membangun guna penyempurnaan
tugas laporan ini.
Disusun Oleh :
Amelia Shadrina
(030.10.025)
Bayu Adiputro
(030.10.048)
Denia Mariella
(030.10.073)
(030.10.138)
Jakarta,
Oktober 2015
Pembimbing
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
C. Manfaat........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Osteoartritis.....7
B. Hipertensi .. 27
C. Pendekatan Kedokteran Keluarga..............................................................34
BAB III METODE
A.
B.
C.
D.
Desain 36
Lokasi 36
Diagnosis Masalah 36
Penatalaksanaan 36
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan modal dasar bagi setiap manusia untuk dapat menjalankan
aktifitas dengan baik, Kualitas kehidupan seseorang banyak dilihat dari indikator
kesehatan seseorang, baik dari kesehatan jasmani, jiwa maupun lingkungan, semuanya
merupakan satu kesatuan untuk mendapatkan kualitas kesehatan yang baik. Kesehatan
merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang
baik maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.
Menurut WHO kesehatan adalah keadaan sehat, baik secarafisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan
ekonomis1.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat2. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan3. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini
menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia.
Dengan Adanya tuntutan seperti itu kita sebagai tenaga kesehatan wajib
memberikan perhatian kesehatan terhadap pasien, dimana pasien yang merupakan subjek
kesehatan kita harus diperhatikan bukan saja mengenai penyakitnya namun lebih dari itu
seperti apa yang dikatakan Avicenna bahwa manusia yang sakit memiliki berbagai
macam masalah dan pemicu baik dari keluarga terdekat maupun lingkungannya. Dengan
Adanya hal tersebut maka kita perlu meneliti penyakit seseorang secara lebih dalam dan
mengelola keluarga lingkungan rumah pasien dan memberikan bukan hanya obat namun
masukan dan pola hidup sehat dan cara berpikir pasien dan keluarga untuk mengatasi
sebuah penyakit dengan benar.
B. RUMUSAN MASALAH
Seorang kepala keluarga berusia 60 tahun menderita osteoarthritis dan hipertensi
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat terutama dalam mengelola
kesehatan keluarga secara holistik.
2. Tujuan khusus
D.
Manfaat Kegiatan
2.2 Epidemiologi
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama pada
orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan OA pada
gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun
prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur 55 tahun
lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban tubuh.8
Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam beberapa tahun
atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber morbiditas awal dan utama
pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara progresif menjadi semakin tidak aktif beraktivitas,
membawa kepada morbiditas karena berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat
yang bermakna). Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi
pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya. Terdapat kecenderungan
bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit ini
biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia
55 tahun, cenderung lebih banyak terjadi pada wanita. Sendi distal interfalangeal dan dan
proksimal interfalangeal seringkali terserang sehingga tampak gambaran Heberden dan
Bouchard nodes, yang banyak ditemui pada wanita.9
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia
40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi
yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu
melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat nyeri yang
berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang la njut
usia di Indonesia menderita cacat karena OA.6
Di RS. Dr. Kariadi Semarang, ada dua penelitian tentang osteoartritis yang telah
dilakukan oleh Donny Susilo pada tahun 2002 dan Kun Salimah pada tahun 2005. Donny Susilo
dalam penelitiannya tentang kesesuaian antara hasil foto Rontgen dan diagnosa klinik pada
penderita osteoartritis di RSUP Dr. Kariadi 1995-2002 mengemukakan bahwa insiden
osteoartritis semakin besar dengan bertambahnya usia dan mencapai puncaknya pada usia 60-69
tahun. Osteoartritis juga lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria. Sedangkan Kun
Salimah dalam penelitiannya tentang hubungan antara faktor resiko berupa Body Mass Index
dengan kejadian osteoartritis lutut pada pasien rawat jalan poli reumatik RS. Dr. Kariadi
Semarang bulan Maret-Juni 2005 mengemukakan bahwa seseorang dengan Body Mass Index
6
>22 (overweight) mempunyai resiko terkena osteoartritis lutut 2,083 kali lebih besar dari pada
seseorang dengan Body Mass Index <22.
2.3 Etiopatologis
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui
dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama.
Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder.10
Tidak ada bakteri atau virus yang menyebabkan osteoarthritis, beberapa faktor predisposisi
terjadinya osteoarthritis dipengaruhi antara lain:
1
Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA
hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur
di atas 60 tahun Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan
kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.
2
Jenis kelamin
Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya osteoartritis pada wanita
lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari
wanita. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering
terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
3
Suku Bangsa
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan prevalensi pola
terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup
maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan.
4
Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen,
proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
5
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan
beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya
7
berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan
osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya
kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
6
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan dengan
peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh raga yang sering
menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7
Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan pahav(misalnya penyakit Perthex dan dislokasi kongenital
paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda.
8
Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini
mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan
beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih
mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari
(karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif antara osteoporosis dengan OA.
Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and tear), sehingga
terlihat pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata hal tersebut tidak dapat diterapkan
sepenuhnya, karena beberapa hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses
OA pada persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik, tidak dapat
menjelaskan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang mencoba mengungkapkan ketidak
cocokkan teori lama tersebut, yaitu dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit. 10
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak
dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata
merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan
struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. OA dan proses penuaan
(aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan yang distimulasi menggunakan
zat kimia atau trauma buatan. Proses utama OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit
yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi
khondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis
berbagai komponen yang diperlukan dalam pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan,
kolagen dan sebagainya. Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam
matriks rawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.6
Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi
perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi,
remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan
antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini yang pada
umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan
selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks
rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan
sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang
buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari
menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi khondrosit.
Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor anabolik
dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik
utama diperankan oleh sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor a (TNFa) yang
dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh
transforming growth factor b (TGFb) dan insulin like growth factor-1 (IGF-1). 10
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami
fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya
mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone
angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya
mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan
tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan.
Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks
saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis
vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral. Sinovium
mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi
yang terkena.
Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan
akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari
tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung
9
tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab
itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu
bengkak.10
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas
mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator
plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF dan , dan
interferon (IFN) dan . Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa,
menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit. 10
Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi,
sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah
dibandingkan individu normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci membuktikan
bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah
3-4 minggu.6
10
Persepsi Sakit (nosisepsi) adalah sebuah fenomena yang kompleks. Nyeri dapat secara
luas diklasifikasikan atas dasar patofisiologi ke nociceptive nyeri, inflamasi, neuropati, dan
fungsional. Nyeri nosiseptik umumnya adaptif (pelindung) karena mencegah cedera lebih lanjut
dan atau meningkatkan penyembuhan. Nyeri inflamasi yang maladaptif, yaitu, patologis, tanpa
fungsi pelindung, dan merupakan hasil kerusakan jaringan (misalnya, trauma, operasi, OA, dan
rheumatoid arthritis). Nyeri neuropatik hasil dari cedera langsung atau disfungsi dari sistem
saraf, misalnya, neuralgia post infeksi virus herpes, neuropati diabetes, dan sindrom nyeri
kompleks daerah. Nyeri fungsional berhubungan dengan pengolahan saraf abnormal tanpa
adanya defisit neurologis atau kelainan perifer, misalnya, fibromyalgia dan sindrom iritasi usus
besar. 11
12
SEKUNDER
Trauma
akut
kronik (okupasional, port)
Kongenital atau
developmental:
Gangguan setempat:
Penyakit Leg-Calve-Perthes
Dislokasi koksa kongenital
Slipped epiphysis
Faktor mekanik
Panjang tungkai tidak sama
Deformitas valgus / varus
Sindroma hipermobilitas
Metabolik
Okronosis (alkaptonuria)
Hemokromatosis
Penyakit Wilson
Penyakit Gaucher
Endokrin
Akromegali
Hiperparatiroidisme
Diabetes melitus
Obesitas
Hipotiroidisme
Penyakit Deposit
13
- tibiotalar
- sakroiliaka
- temporomandibular
Menyeluruh:
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut
diatas (Kellgren-Moore)
Kalsium
deposit kalsium pirofosfat
dihidrat
artropati hidroksiapatit
Penyakit Tulang dan
Sendi lainnya
Setempat:
Fraktur
Nekrosis avaskular
Tabel 2.1 Osteoartritis idiopatik dan sekunder13
Klasifikasi menurut keparahan (stage) dari penyakit osteoartris menurut Kellgren dan
Laurence.
1. Stadium O
Tidak didapatkan adanya gambaran khas pada radiografi
2. Stadium 1
Osteoartritis meragukan dengan gambaran sendi yang normal tetapi terdapat osteofit
minimal
3. Stadium 2
Osteoarthritis minimal dengan osteofit pada dua tempat, tidak terdapat sclerosis dan kista
subcondral, celah sendi baik.
4. Stadium 3
Osteoarthritis moderate dengan osteofit moderate, deformitas ujung tulang, celah sendi
sempit
5. Stadium 4
Osteoartris berat dengan osteofit besar, deformitas ujung tulang, celah sendi hilang serta
adanya sclerosis dan kista subkondral.
14
Nyeri sendi
15
Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA
merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada pergerakan dari
sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dapat menjalar
(radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten
merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal yang telah mengalami
stenosis spinal. Predileksi OA pada sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I),
Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi apofiseal tulang belakang, lutu, dan paha).
2
duduk di kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan sering
disebutkan kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
3
Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena
kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya
berjalan dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada lutut atau tangan
mengalami perubahan bentuk membesar secara perlahan-lahan.
6
pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan gaya
berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri.
2.7 Diagnosis
16
Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1.
2.
3.
krepitus
4.
5.
6.
2.
3.
2.
3.
Krepitus
4.
5.
pembesaran tulang
6.
7.
LED<40 mm/jam
8.
RF <1:40
9.
1.
2.
3.
4.
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-masing
tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
2.8 Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran radiologis.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah:
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada daerah yang
menanggung beban)
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
Kista tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiologis diatas, secara radiografi OA dapat digradasi
menjadi ringan sampai berat; yaitu menurut Kellgren dan Lawrence. Harus diingat bahwa pada
awal penyakit, seringkali radiografi sendi masih normal.15
b) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan
laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok pada OA sekunder. Darah
tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal kecuali OA generalisata yang
harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid
dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan
penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan
(<8000/m) dan peningkatan protein.6
c) Pemeriksaan Marker6
Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul yang akan
dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin. Beberapa marker
18
molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis, prognostik dan monitor penyakit
sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme penyakit pada
tingkat molekuler.
Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain: Keratan sulfat,
Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric matrix protein),
metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan sulfat dalam serum dapat
digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker sering pula digunakan untuk
menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit.
Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker prognostik untuk
membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA maka hialuronan serum dapat
digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut akan terjadinya progresivitas OA
dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat membuat prediksi terhadap progresivitas
penggunaan untuk petanda lainnya maka marker untuk prognostik ini masih diteliti lagi secara
prospektif dan longitudinal dengan jumlah pasien yang lebih besar.
Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons pengobatan.
Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan dan yang masih
tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi penting dari perangai proses
metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan yang dilepaskan
dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten dengan
aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya terhadap matriks rawan sendi pada OA.
Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase. Penelitian penggunaan marker ini sedang
dikembangkan.
2.9 Manajemen OA6
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi yang
mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu
diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar
pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan
multidisiplin atau holistic.
Bagan 1. Penatalaksanaan pasien OA
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelolaan pasien dengan osteoarthritis yaitu:
1. Lamanya OA
19
Terapi non-farmakologis:
1.
2.
Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan
faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus
selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus
diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.
3.
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit.
Terapi Farmakologis:
A. Obat Sistemik
1.
Analgesik oral
Non narkotik: parasetamol
Opioid (kodein, tramadol)
2.
3.
Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA, sebagian
peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs
(SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini
yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: etrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.
Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP. Salah satu
contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada
manusia.
Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebra, dan
terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk
(1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan
proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat
oksigen reaktif.
Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim dan
bermanfaat dalam terapi OA
Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in vitro,
radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan
pada pasien OA.
4.
B.
Obat topikal
1.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat counter
irritant.
2.
Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran yang
dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan
sodium diclofenac.
22
kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu obat ini dipakai dan obat ini mampu
mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu singkat. Penelitian selanjutnya tidak
menunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga hal ini masih kontroversial.
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi yang kurang
responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas
yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus
aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak
menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali
terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil
biasanya digunakan dosis 10 mg.
2.
Asam hialuronat
Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah memperbaiki
viskositas cairan synovial. Obat ini diberikan intra-artikuler. Obat ini memegang peranan penting
dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan.
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular biasanya untuk
sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali
dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan
harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik,
nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar
23
hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
3.
Stem sells
Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan stem sel untuk terapi OA
terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran. Dilakukan penelitian selama periode satu tahun,
dengan menyuntikan stem sel intraartikular kepada pasien dengan OA lutut yang berat.
Didapatkan hasil yang puas dan tidak ditemukan efek samping lokal atau sistemik. Nyeri, status
fungsional lutut, dan berjalan kaki cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi,
setelah itu rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien berjalan sedikit
menurun. Perbandingan gambar resonansi magnetik (MRI) pada awal dan enam bulan pascasuntikan sel didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan, perluasan jaringan perbaikan atas
tulang subchondral dan penurunan yang cukup besar dalam ukuran patch pembengkakan
subchondral dalam tiga dari enam pasien.
Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago artikular yang hancur dalam
lutut osteoarthritic. Menurut hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa semua parameter dievaluasi
muncul semakin meningkatkan hingga enam bulan pasca injeksi. Nilai ini sedikit berkurang
sampai 12 bulan pasca injeksi. Untuk alasan ini, dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan
membutuhkan enam bulan setelah injeksi pertama. 17
D. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan
keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1.
2.
Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
24
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam highdensity polyethylene.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
1. Partial replacement/unicompartemental
2. High tibial osteotmy : orang muda
3. Patella &condyle resurfacing
4. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh
ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
5. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability.
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,
instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi meliputi non
fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior
Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem
patella; rekuren subluksasi/dislokasi, loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue.
Sedangkan keuntungan dari Total Knee Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan
mobilitas dan gerakan, koreksi deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas
hidup.
B. Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan (1). Hipertensi sering kali
disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan
tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat
memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak
diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan
kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi
dan peningkatan volume aliran darah (2).
25
Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 7
Normal
Pra-Hipertensi
Hipertensi:
Tahap 1
Tahap 2
-
Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 6
Optimal
Nornal
Normal-Tinggi
Hipertensi:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
< 120
120-139
< 130
130-139
dan/
atau
dan
atau
dan
atau
Tekanan
Darah Diastol
(mmHg)
< 80
80-89
< 85
85-89
140-159
160
160-179
180
atau
atau
atau
atau
90-99
100
100-109
110
komplikasi
kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra
hipertensi.
b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah
mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi,
hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Sani, 2008).
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori
Tekanan Darah
Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Diatol (mmHg)
Optimal
26
Normal
Normal-Tinggi
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi Berat)
Hipertensi sistol terisolasi
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan
< 120
< 130
130-139
140-159
140-149
160-179
180
140
< 80
< 85
85-89
90-99
90-94
100-109
110
< 90
140-149
<90
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan hipertensi
diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu
kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum
dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan
atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara
tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan
meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam
arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan menurut
Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras,
umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan primer.
Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui (Lanny
Ssustrani, dkk, 2004).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna
dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan
gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah
27
keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang
merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginal (Mahalul Azam,2005).
Patofisiologi
Aktivitas angiotensin II adalah menstimulasi sekresi
aldosteron
dari
korteks
adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara
mereabsorpsinya
dari
tubulus
ginjal.
Naiknya
konsentrasi
NaCl
akan
diencerkan yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini,
2008).
28
Angiotensin II
Tekanan
darah
Konsentrasi
NaCl di pembuluh
darah
Diencerkan dengan
volume ekstraseluler
Volume
darah
Tekanan darah
perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi kronik volume cairan ekstraseluler
dan volume plasma hampir kembali kondisi pretreatment.
a. Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita dengan
fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas 30
mL/menit, thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk
menurunkan tekanan darah. Dengan menurunnya fungsi ginjal, natrium dan
cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat Henle perlu digunakan untuk
mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan
mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan tekanan darah dengan
cara memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang berperan dalam
penurunan resistensi vascular perifer.
b. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan
tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan dengan
diuretik hemat kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat kalium dapat
mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.
c. Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih
berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6 minggu
dengan spironolakton).
2. Beta Blocker
Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan
menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung
dan inhibisi pelepasan renin dan ginjal.
a. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada
dosis rendah dan mengikat baik reseptor 1 daripada reseptor 2. Hasilnya agen
tersebut kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokontruksi serta lebih aman
dari non selektif bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi pulmonari
kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial perifer. Kardioselektivitas
merupakan fenomena dosis ketergantungan dan efek akan hilang jika dosis tinggi.
b. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas intrinsik
simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis reseptor .
3. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)
30
yang
membuat
bahwa
tingkat
bahan
tinggi
kimia
asam
berbahaya.
amino
Penelitian
telah
(homosistein)
dapat
c. Kacang-kacangan
Kacang-kacangan, seperti
kacang merah
Nutrisi dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang tidak
sehat. Padahal kandungan mineral, serat dan potasium pada kentang sangat tinggi
yang sangat baik untuk menstabilkan tekanan darah.
g. Avokad
Asam oleat dalam avokad, dapat membantu mengurangi kolesterol. Selain
itu, kandungan kalium dan asam folat, sangat penting untuk kesehatan jantung.
B.
dokter
ini
berkompeten
untuk
menyediakan
pelayanan
dengan
sangat
BAB III
METODE
A.
Desain
Desain family folder yang digunakan adalah wawancara, pemeriksaan fisik, observasi
dan konseling.
B.
Waktu
C.
D.
Instrumen Penulisan
Instrumen penelitian yang digunakan adalah stetoscope, tensimeter, buku, alat tulis, dan
penlight.
E.
Diagnosis Masalah
Osteoartritis dan Hipertensi Stage II
34
BAB IV
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
I.
Identitas Pasien
Nama
: Ny. M
Umur
: 60 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: ISLAM
Suku Bangsa
: Betawi
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
ii.
: Ny. M
Umur
: 60 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: ISLAM
Suku Bangsa
: Betawi
Pendidikan
: SMP
35
Pekerjaan
: -
iii.
: BPJS
iv.
1. Bila ada anggota keluarga yang sakit, yang pertama dilakukan : beli obat sendiri melalui
anak ketiga pasien yang tinggal bersamanya yang bernama Bu Umi.
2. Keikut sertaan pada program kesehatan di lingkungan rumah :
- Posyandu balita
: tidak
- Posyandu lansia
: tidak
- Perkumpulan kesehatan lainnya : tidak
3. Pemanfaatan waktu luang :
- Olah raga
: tidak
- Rekreasi
: tidak
- Melakukan hobi
: ya, memasak
- Aktifitas Sosial di Lingkungan pemukiman
: Ya
- Arisan
: tidak
- Pertemuan RT
: tidak
- Organisasi
:Ya (Pengajian
rutin
4x
dalam seminggu)
II.
PROFIL KELUARGA
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Kandung
No Nama
Kedudukan
dalam
Keluarga
L/P
Umur
Pedidikan
(tahun)
Pekerjaan
Keterangan
1.
Ibu/ kepala
Masnun keluarga
(pasien)
60
SD
Ibu
Rumah
Tangga
2.
Hutami
Anak III
44
SLTP
Karyawan
swasta
Sehat
3.
Endang
Tirtana
Anak VI
35
SLTA
Karyawan
swasta
Sehat
Sakit
Tempat
Tinggal
Jln.
Poncol II
no 44
RT/RW
013/007
Jln. Poncol
II no 44
RT/RW
013/007
Jln. Poncol
II no 44
RT/RW
013/007
36
10
11
12
13
Keterangan :
1. Ayah dari suami
meninggal dunia
meninggal dunia
meninggal dunia
5. Suami
Meninggal
6. Pasien
sakit
7. Anak I pasien
meninggal dunia
8. Anak II pasien
sehat
sehat
meninggal dunia
meninggal dunia
sehat
meninggal dunia
37
III.
RESUME
PENYAKIT
DAN
PENATALAKSANAAN
YANG
SUDAH
DILAKUKAN
Dilakukan dengan autoanamnesa dan alloanmnesa (anak pasien) pada tanggal 4
September 2015.
A. Keluhan Utama
Nyeri di kedua lutut terutama saat dipakai sholat serta berjalan dan makin memburuk
sejak 1 minggu sebelum ke puskesmas.
2. Riwayat Penyakit Saat Datang ke
Klinik Kedokteran Keluarga
Penderita datang dengan keluhan kedua lututnya sakit terasa ngilu. Keluhan
dirasakan hilang timbul, timbul ketika beraktifitas dan hilang jika sedang istirahat.
Pasien mengatakan lututnya kadang terasa kaku, dan sulit dipakai berjalan. Rasa kaku
dirasakan terutama pada pagi hari ketika bangun tidur kurang lebih sekitar setengah
jam. Nyeri pada kedua kaki juga dirasakan menjalar sampai dengan ke pinggang.
Keluhan nyeri dirasakan sejak dua tahun yang lalu namun semakin dirasakan nyeri
sejak satu bulan yang lalu. Pasien belum pernah minum obat untuk menghilangkan
nyeri di lututnya tersebut. Menurut pasien apabila sudah sakit sekali pasien sampai
merasa sakit kepala dan tidak bisa tidur. Pasien mengatakan meminum obat warung
apabila sakit kepalanya datang. Pasien mengaku tidak ada mual dan muntah, tidak ada
batuk pilek, perut tidak kembung, BAB dan BAK baik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (sejak 5 tahun lalu akan tetapi tidak pernah minum obat dengan teratur)
DM (Tidak tau)
Alergi (-)
Asthma (-)
38
4. Riwayat Kebiasaan
Merokok, mengkonsumsi alkohol maupun jamu disangkal oleh pasien. Pasien
mengaku jarang makan buah dan susu. Namun rutin makan sayur sop dan sayur asem.
Pasien mengaku senang makan makanan yang asin, ia mengatakan sering
menambahkan garam pada masakannya agar lebih terasa bumbunya. Ia juga mengaku
jarang berolahraga, akan tetapi rutin jalan kaki apabila akan pengajian setiap 4x dalam
seminggu.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat diabetes mellitus, asma dan alergi pada keluarga disangkal oleh pasien.
Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi.
Hasil Pemeriksaan Fisik
Jumat, 11 September 2015
Keluhan
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Tinggi Badan
: 155 cm
Berat Badan
: 63 kg
BMI
: 26,2 kg/m2
Keadaan Gizi
: gizi lebih
Tanda Vital
RR
Suhu :
20x / menit
36,7oC
Kepala
: Normocephali
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorok : T1-1, hiperemis (-), faring hiperemis (-), detritus -/-, kripta -/Mulut
Dada
Cor
Timpani
Ekstremitas
Superior
Inferior
Oedema
-/-
+/-
Akral dingin
-/-
-/-
Kemerahan
-/-
-/-
Nyeri tekan
-/-
+/-
Krepitasi
-/-
+/+
Laseq
-/-
Kernig
Hasil laboraturium
GDS
: 79 mg/dl
Kolesterol
: 191 mg/dl
Asam urat
: 6,6 mg/dl
7. Rencana Penatalaksanaan
Captopril
2x 25 mg
Amlodipine
1x10 mg
Hidroklorotiazid 2x 25 mg
Meloxicam
3x 15 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
40
Ranitidin
3x 150 mg
Terapi edukasi :
Saat kunjungan rumah kedua (11 September 2015) keadaan kesehatan penderita
sudah merasa lebih baik, nyeri di lututnya sudah sedikit berkurang dan pasien tampak
lebih segar. Hasil pemeriksaan tekanan darah juga makin baik pada kunjungan tanggal
11, 18 dan 25 September 2015.
Faktor Pendukung
Anak pasien yang turut serta dalam mengingatkan meminum obat serta
membantu membatasi pemakaian garam dalam makanan
Faktor Penghambat
Faktor usia dan berat badan pasien yang merupakan faktor resiko dari
osteoartritis.
Indikator Keberhasilan :
IV.
V.
Waktu
Jam
Makan Pagi
07.00
Selingan
10.00
Gorengan
Teh
Minuman
Nasi , sayur, ikan
Bahan
makanan
Nasi
Telur ayam
Air putih
Gorengan
Jumlah
URT
gram
gelas
1 butir
1 gelas
1 potong
100
60
Selingan
Makan sore
15.30
16.00
Minuman
Air putih
2 gelas
Snack
Nasi putih
Telur dadar
Tempe goreng
Minuman
Gorengan
Nasi
Telur ayam
Tempe
Air putih
2 potong
gelas
1 butir
1 potong
1 gelas
100
50
60
Penjelasan :
Frekuensi makan rata rata setiap hari 2x/hari saat makan pagi, dan makan malam dengan
variasi makanan sebagai berikut : nasi, lauk, sayur dan jarang memakan buah-buahan akan tetapi
jarang meminum susu. Menu nasi, sayur dan lauk berupa telur ataupun ikan merupakan menu
43
yang lebih sering ada di rumah penderita, tambahan lauk seperti ayam atau daging biasanya
apabila terdapat penghasilan tambahan. Pasien memakan snack sebanyak 2x berupa gorengan 35 potong.
VI.
VII.
Pasien sudah pernah mengalami nyeri lutut seperti ini akan tetapi baru kali ini
merasakan sangat nyeri
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan penyakit yang serupa.
Riwayat penyakit menular dan penyakit kronis pada anggota keluarga lainnya
dalam satu bulan terakhir disangkal
B. Fungsi Psikologis
44
D. Fungsi Sosial
E. Faktor Perilaku
VIII.
45
B. DENAH RUMAH
40 m2
3
4
5
Keterangan ruangan:
30 m2
4. Dapur
5. Kamar mandi
Analisis Keadaan Rumah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kesan ventilasi di dalam rumah : cukup pada ruang depan, kurang pada
kamar tidur
11.
12.
13.
14.
15.
16.
: cukup
: masak air
: ada
: got (saluran limbah)
: ada; tidak tertutup
: gang kecil 2 meter, terbuat dari : cor-coran
Genetik
Ayah kandung pasien
mempunyai riwayat hipertensi
Yan Kes
Status
kesehatan
Puskesmas kelurahan
Gandaria Selatan terjangkau
Perilaku
Lingkungan
X.
1.
Rencana Pembinaan
Kesehatan
Kepatuhan untuk rutin Menjelaskan bahwa memeriksakan
Indikator Keberhasilan
Penilaian
Pasien rutin memeriksakan
puskesmas kurang
tekanan
terkontrol
darah
dapat
akibat hipertensi
No
Rencana Pembinaan
Indikator Keberhasilan
Penilaian
48
2.
Pasien
yang
mengkonsumsi
obat dapat
secara teratur.
3.
terkontrol
dan
meminum
obat
namun
kepatuhan
akan
dalam dapat
dikurangi,
tensi
membawa terkontrol.
menjalankan
pola
dengan
gizi
masih
4.
normal
berasa
asin
seimbang.
dan
kambing )
Menjelaskan bahwa aktifitas yang
Mengurangi
berjalan jauh.
aktivitas
baik
tidak
terlalu
sering
Toilet
rumah
jongkok
berjalan jauh.
pada Menjelaskan bahwa toilet jongkok Tidak
terjadinya
trauma
yang
semakin
meningkat, lutut,
nyeri
pada
lutut
berkurang.
XI.
Kegiatan yang
Keluarga
Hasil Kegiatan
Indikator
49
kunjungan
Dilakukan
yang
evaluasi
Terlibat
Perkenalan
dan
Pasien, anak
september
memberitahukan maksud
ketiga pasien
2015
04
Melakukan
dan
diri
menerima Pasien
kunjungan.
Pasien
anamnesis
pendekatan
kegiatan
Pasien
memahami
penjelasan
lebih
berkenan
tentang
Pada kunjungan
penjelasan
berikutnya
penyakitnya,
keluhan
meliputi
2015
sudah
berkurang
pencetus,
pasien
pencegahan
Melakukan pemeriksaan
fisik pada pasien.
Menanyakan fungsi
keluarga dalam
menunjang kesehatan
pasien
Monitor status kesehatan
pasien
Pendokumentasian
dan
mulai
mengikuti pola
makan sehat.
Pendokumentasian
september
yang
dirasakan.
dan penatalaksanaan.
11
mengenai
keluhan
penyakitnya.
menceritakan
Pasien
Diketahui fungsi
biologis, psikologis,
ekonomi, sosial,
perilaku dan non
perilaku
Diketahui status
kesehatan pasien
terkini
Keluhan
subjektif sedikit
berkurang
Pasien merubah
pola
makan
sehat
Tekanan darah
terkontrol
Tgl
Kegiatan yang
Keluarga
kunjungan
Dilakukan
yang
Terlibat
18
Pasien
Hasil Kegiatan
Diketahui
Indikator
evaluasi
kegiatan
status Keluhan
50
september
2015
pasien
kesehatan
pasien
terkini
Pasien
memahami
penjelasan
tentang
identifikasi
gaya
hidup
yang baik
Pasien
tentang
kesehatannya
hidup
memahami
perilaku
bersih
dan
sehat
Pendokumentasian
Pasien
memahami
Evaluasi
25
september
2015
kondisi
Pasien
kesehatan pasien
Edukasi tentang perilaku
tentang
hidup
kontrol
perilaku
bersih
dan
sehat
ke
Pasien
Diketahui kondisi
terkini penderita.
Pasien memahami
tekanan
darahnya.
Pendokumentasian
subjektif
berkurang
Pasien berusaha
mengubah pola
makan.
Pasien berusaha
untuk
mulai
berolahraga
ringan.
Pasien
memahami dan
menerapkan
pola
hidup
bersih & sehat
serta berusaha
menjaga
kebersihan
lingkungan
Pasien
menjalankan
diet
rendah
garam.
Pasien
memahami
tentang
penyakitnya
sehingga
berusaha
memahami
untuk
menghindari
mengenai
faktor-faktor
pentingnya
yang
memeriksakan
mencetuskan
kesehatan
timbulnya
dapat
penyakit tersebut
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
51
1.
2.
Faktor pendukung
Sikap
penderita
yang
kooperatif
dan
hidup
dengan
sehat
mempermudah
proses
penyembuhan.
3.
Faktor penyulit
4.
B. Saran
1.
2.
Memberikan motivasi terhadap pasien dalam melakukan pola hidup sehat dan
sosialisasi dengan lingkungan sekitar.
LAMPIRAN
52
Kamar mandi
Ruang tengah
Dapur
Kamar Pasien
53
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL: Harrison's
Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div., 2005.
2. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001.
3. WHO Techn. Rep. Ser. 231, Arterial Hypertension & IHD (Preventive Aspects WHO
Chronicle 1962
4. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu, Balai Penerbit
FKUI, 2003.
5. Azwar, Azrul. 1995. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. IDI : Jakarta
6. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia;
2009. p.2538-2549.
7. Dharmawirya, Mitzy.
2000.
Efek
Akupunktur
pada
Osteoartritis
Lutut.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.pdf/1
6EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.html, diakses tanggal 25 September 2015.
8. Ariani, F. 2009.Osteoarthritis Sebabkan Lutut Keropos. Disajikan dalam Seminar
Kesehatan by Fajar Public Makassar 26 Juli 2012
9. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal
25 Juli 2012.
10. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
11. Subagjo, Harry. 2000. Struktur rawan sendi dan perunbahannya. Sub bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Cermin Dunia Kedokteran No. 129. Jakarta.
12. Woolf CJ. 2004. Pain: moving from symptom control toward mechanism-specific
pharmacologic management. Ann Intern Medicine ;140:441-451. Abstract. Diakses
tanggal 26 Septemer 2015.
13. Setyohadi B, 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. www.
technorati
favorites.com.
Diakses
tanggal
28
Desember
2009Adam,
W.
15. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee Osteoarthritis.
In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index dengan Kellgren-Lawrence
grading system pada penderita osteoartritis genu. Semarang: Medical Faculty
Diponegoro University; 2007. p. 12.
16. Nancy E, lane, MD, et all. 2010, Tanezumad for the treatment of pain from osteoarthritis
of the knee. The new england journal of medicine
17. Emadedin M, Aghdami N et al. 2012. Intra-articular Injection of Autologous
Mesenchymal Stem Cells in Six Patients with Knee Osteoarthritis; Archives of Iranian
Medicine, Volume 15, Number 7. Diakses tanggal 26 September 2012
56