Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN KUNJUNGAN RUMAH

SEORANG IBU DENGAN OSTEOARTRITIS DAN HIPERTENSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh :

Amelia Shadrina

(030.10.025)

Bayu Adiputro

(030.10.048)

Denia Mariella

(030.10.073)

Isnadiah Fitria Maharani

(030.10.138)

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 10 AGUSTUS - 17 OKTOBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan rumah kedokteran keluarga ilmu
kesehatan masyarakat.
Penulisan laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat tugas kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Gandaria Selatan periode 10 Agustus- 17
Oktober 2015. Kami berharap bahwa penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi dan masyarakat sebagai bentuk tridarma universitas yang salah satunya ialah pengabdian
masyarakat.
Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak memperoleh bimbingan dan
dorongan dari Banyak pihak, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr.dr. Rina K Kusumaratna, Mkes. Selaku dokter pembimbing penelitian.
2. dr. Luigi selaku kepala Puskesmas Kecamatan Cilandak
3. dr. Vabiayu Putri selaku dokter pembimbing di puskesmas Kecamatan Cilandak
4. Kepada semua pihak di Puskesmas Cilandak Barat yang telah membantu dan
membimbing dalam menyelesaikan laporan ini.
5. Semua teman-teman Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Trisakti di Puskesmas
Cilandak Barat
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini, oleh karena
itu dengan kami menerima semua saran dan kritikan yang membangun guna penyempurnaan
tugas laporan ini.

Jakarta, Oktober 2015

DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 10 AGUSTUS 17 OKTOBER 2015
1

Disusun Oleh :
Amelia Shadrina

(030.10.025)

Bayu Adiputro

(030.10.048)

Denia Mariella

(030.10.073)

Isnadiah Fitria Maharani

(030.10.138)

Jakarta,

Oktober 2015

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing

Dr.dr. Rina K Kusumaratna, Mkes.


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
2

DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
C. Manfaat........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Osteoartritis.....7
B. Hipertensi .. 27
C. Pendekatan Kedokteran Keluarga..............................................................34
BAB III METODE
A.
B.
C.
D.

Desain 36
Lokasi 36
Diagnosis Masalah 36
Penatalaksanaan 36

BAB IV LAPORAN KUNJUNGAN


A. Laporan kasus37
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 55
B. Saran . 55
Lampiran pendokumentasian . 56
Daftar pustaka .. 58

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan modal dasar bagi setiap manusia untuk dapat menjalankan
aktifitas dengan baik, Kualitas kehidupan seseorang banyak dilihat dari indikator
kesehatan seseorang, baik dari kesehatan jasmani, jiwa maupun lingkungan, semuanya
merupakan satu kesatuan untuk mendapatkan kualitas kesehatan yang baik. Kesehatan
merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang
baik maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.
Menurut WHO kesehatan adalah keadaan sehat, baik secarafisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan
ekonomis1.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat2. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan3. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini
menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia.
Dengan Adanya tuntutan seperti itu kita sebagai tenaga kesehatan wajib
memberikan perhatian kesehatan terhadap pasien, dimana pasien yang merupakan subjek
kesehatan kita harus diperhatikan bukan saja mengenai penyakitnya namun lebih dari itu
seperti apa yang dikatakan Avicenna bahwa manusia yang sakit memiliki berbagai
macam masalah dan pemicu baik dari keluarga terdekat maupun lingkungannya. Dengan
Adanya hal tersebut maka kita perlu meneliti penyakit seseorang secara lebih dalam dan
mengelola keluarga lingkungan rumah pasien dan memberikan bukan hanya obat namun
masukan dan pola hidup sehat dan cara berpikir pasien dan keluarga untuk mengatasi
sebuah penyakit dengan benar.
B. RUMUSAN MASALAH
Seorang kepala keluarga berusia 60 tahun menderita osteoarthritis dan hipertensi
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat terutama dalam mengelola
kesehatan keluarga secara holistik.
2. Tujuan khusus

a. Mengetahui dan mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan pasien secara


menyeluruh
b. Mengetahui dan mengidentifikasi faktor pemicu masalah/penyakit pada seseorang.
c. Memberikan edukasi mengenai penyakit, faktor pemicu penyakit dan cara
mengatasinya.
d. Memantau status kesehatan pasien .
e. Memberikan masukan mengenai peran keluarga dalam menjaga kesehatan dan
mengatasi suatu penyakit yang diderita pasien.

D.

Manfaat Kegiatan

1 Manfaat bagi Penulis


1.1 Melatih kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat.
1.2 Melatih kemampuan analisis dan pemecahan masalah/penyakit dengan peran
keluarga serta lingkungannya.
2. Manfaat bagi Puskesmas
2.1 Membantu puskesmas Kecamatan Cilandak Barat dalam mengontrol penyakit
yang diderita seseorang dan meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka
meningkatkan upaya kesehatan perorangan.
3. Manfaat bagi Pasien dan Keluarga Pasien
3.1 Membantu sebuah keluarga dalam memahami tentang penyakitnya.
3.2 Membantu sebuah keluarga dalam mengidentifikasi faktor pemicu pada dirinya
dan lingkungan.
3.3 Pasien dan keluarga dapat memahami pola hidup sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Osteoartritis
2.1 Definisi
Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutu, dan pergelangan kaki paling
sering terkena OA.6
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-sendi
penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa memburuknya tulang rawan
sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi, metabolisme fisiologis maupaun
patologis yang terjadi pada perendian. 7
5

2.2 Epidemiologi
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama pada
orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan OA pada
gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun
prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur 55 tahun
lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban tubuh.8
Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam beberapa tahun
atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber morbiditas awal dan utama
pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara progresif menjadi semakin tidak aktif beraktivitas,
membawa kepada morbiditas karena berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat
yang bermakna). Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi
pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya. Terdapat kecenderungan
bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit ini
biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia
55 tahun, cenderung lebih banyak terjadi pada wanita. Sendi distal interfalangeal dan dan
proksimal interfalangeal seringkali terserang sehingga tampak gambaran Heberden dan
Bouchard nodes, yang banyak ditemui pada wanita.9
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia
40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi
yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu
melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat nyeri yang
berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang la njut
usia di Indonesia menderita cacat karena OA.6
Di RS. Dr. Kariadi Semarang, ada dua penelitian tentang osteoartritis yang telah
dilakukan oleh Donny Susilo pada tahun 2002 dan Kun Salimah pada tahun 2005. Donny Susilo
dalam penelitiannya tentang kesesuaian antara hasil foto Rontgen dan diagnosa klinik pada
penderita osteoartritis di RSUP Dr. Kariadi 1995-2002 mengemukakan bahwa insiden
osteoartritis semakin besar dengan bertambahnya usia dan mencapai puncaknya pada usia 60-69
tahun. Osteoartritis juga lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria. Sedangkan Kun
Salimah dalam penelitiannya tentang hubungan antara faktor resiko berupa Body Mass Index
dengan kejadian osteoartritis lutut pada pasien rawat jalan poli reumatik RS. Dr. Kariadi
Semarang bulan Maret-Juni 2005 mengemukakan bahwa seseorang dengan Body Mass Index
6

>22 (overweight) mempunyai resiko terkena osteoartritis lutut 2,083 kali lebih besar dari pada
seseorang dengan Body Mass Index <22.
2.3 Etiopatologis
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui
dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama.
Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder.10
Tidak ada bakteri atau virus yang menyebabkan osteoarthritis, beberapa faktor predisposisi
terjadinya osteoarthritis dipengaruhi antara lain:
1

Umur

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA
hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur
di atas 60 tahun Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan
kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.
2

Jenis kelamin

Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya osteoartritis pada wanita
lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari
wanita. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering
terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
3

Suku Bangsa

Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan prevalensi pola
terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup
maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan.
4

Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen,
proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
5

Kegemukan dan penyakit metabolik

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan
beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya
7

berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan
osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya
kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
6

Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan dengan
peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh raga yang sering
menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7

Kelainan pertumbuhan

Kelainan kongenital dan pertumbuhan pahav(misalnya penyakit Perthex dan dislokasi kongenital
paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda.
8

Faktor-faktor lain

Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini
mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan
beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih
mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari
(karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif antara osteoporosis dengan OA.
Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and tear), sehingga
terlihat pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata hal tersebut tidak dapat diterapkan
sepenuhnya, karena beberapa hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses
OA pada persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik, tidak dapat
menjelaskan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang mencoba mengungkapkan ketidak
cocokkan teori lama tersebut, yaitu dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit. 10
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak
dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata
merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan
struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. OA dan proses penuaan
(aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan yang distimulasi menggunakan
zat kimia atau trauma buatan. Proses utama OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit
yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi
khondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis
berbagai komponen yang diperlukan dalam pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan,
kolagen dan sebagainya. Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam
matriks rawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.6

Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi
perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi,
remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan
antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini yang pada
umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan
selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks
rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan
sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang
buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari
menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi khondrosit.
Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor anabolik
dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik
utama diperankan oleh sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor a (TNFa) yang
dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh
transforming growth factor b (TGFb) dan insulin like growth factor-1 (IGF-1). 10
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami
fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya
mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone
angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya
mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan
tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan.
Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks
saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis
vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral. Sinovium
mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi
yang terkena.
Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan
akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari
tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung
9

tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab
itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu
bengkak.10

Gambar 2.1 sendi yang mengalami Osteoartritis

Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas
mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator
plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF dan , dan
interferon (IFN) dan . Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa,
menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit. 10
Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi,
sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah
dibandingkan individu normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci membuktikan
bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah
3-4 minggu.6

10

2.4 Etiopatologi Nyeri pada Osteoartritis


Nyeri biasanya dicirikan sebagai nociceptive, neuropatik, idiopatik atau psikogenik.
reseptor di erent dan pemancar rasa sakit yang terlibat, dan tanggapan terhadap agen analgesik
di eh dalam kategori seperti halnya pola distribusi nyeri. Nyeri juga dicirikan tentang kualitas
(menusuk, sakit, menembak atau paresthetic), apakah itu bersifat permanen atau tidak tetap, atau
apakah hal itu berkaitan dengan saat latihan, hari, saring dan stres fisik atau mental.
Nyeri pada (OA) yang paling sering di pinggul dan lutut, yaitu sendi besar di bawah
beban mekanis. Perubahan degeneratif seiring dengan rasa sakit juga sangat umum di tulang
belakang, namun sering kali ada kontroversi mengenai apakah rasa sakit yang dihasilkan dari
OA pada sendi intervertebralis, degenerasi disk atau dalam struktur lain seperti otot dan
ligament. 11
Selanjutnya osteophytes, sinovitis dan penebalan kapsul dalam OA sendi intervertebralis
serta herniasi dari disko merosot dengan iritasi mekanik dan kimia struktur saraf dapat
menyebabkan nyeri neurogenik asal perifer yang kadang-kadang sulit untuk er dari rasa sakit di
nociceptive degenerative.11
Nyeri pada OA dapat mulai baik dari tulang subchondral, seperti ketika OA berkembang
sebagai penyebab dari nekrosis avaskular di kepala femoral dari lesi primer tulang rawan atau
dari sendi bengkak dan reaksi inflamasi disertai distensi dari kapsul.11
Di lutut ada tiga kompartemen dari pandangan fungsional: medial dan sendi femurotibial
lateral dan sendi femuropatellar. Pada pasien dengan OA lutut maju biasanya semua tiga
kompartemen terlibat. Namun, pada pasien dengan OA lutut er gejala sedang di menurut yang
kompartemen terutama bergerak. Femuropatellar fibrilasi bersama atau degenerasi tulang rawan
patella adalah umum bahkan pada orang muda, terutama pada atlet, dan nyeri diprovokasi ketika
lutut di bawah beban di fleksi, seperti pada naik tangga, jongkok atau dalam olahraga. Dalam
kebanyakan kasus nyeri dari sendi ini sedang; pada pasien dengan nyeri yang sangat parah dan
dengan malalignment di femuropatellar bersama ini dapat diatasi pembedahan baik oleh rilis
lateral kapsul atau pengalihan tuberkulum tibialis. Arthroscopic lavage atau memperlancar
tulang rawan telah digunakan secara luas dalam kasus-kasus seperti dalam kasus dengan OA
ringan atau sedang dalam kompartemen lain. Namun, dalam penyelidikan double blind barubaru ini, pengobatan ini ternyata tidak lebih baik dari sebuah operasi dengan sayatan kulit palsu
saja. Hasil dari operasi dengan prostesis patella pada pasien dengan OA terisolasi di
kompartemen femuropatellar juga telah dipertanyakan, dan belum mendapatkan digunakan
secara luas. Sebaliknya prostesis patella sering digunakan dalam penggantian lutut total dengan
penggantian ketiga kompartemen.11
11

Persepsi Sakit (nosisepsi) adalah sebuah fenomena yang kompleks. Nyeri dapat secara
luas diklasifikasikan atas dasar patofisiologi ke nociceptive nyeri, inflamasi, neuropati, dan
fungsional. Nyeri nosiseptik umumnya adaptif (pelindung) karena mencegah cedera lebih lanjut
dan atau meningkatkan penyembuhan. Nyeri inflamasi yang maladaptif, yaitu, patologis, tanpa
fungsi pelindung, dan merupakan hasil kerusakan jaringan (misalnya, trauma, operasi, OA, dan
rheumatoid arthritis). Nyeri neuropatik hasil dari cedera langsung atau disfungsi dari sistem
saraf, misalnya, neuralgia post infeksi virus herpes, neuropati diabetes, dan sindrom nyeri
kompleks daerah. Nyeri fungsional berhubungan dengan pengolahan saraf abnormal tanpa
adanya defisit neurologis atau kelainan perifer, misalnya, fibromyalgia dan sindrom iritasi usus
besar. 11

Gambar 2.2 Predileksi Osteartritis


Nosciseptive pain
Rangsang nyeri berasal dari luar
Berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
Inflamatory pain
Disebabkan oleh kerusakan jaringan
Muncul dari sebuah stimulus yang berada di luar system saraf
Sensasi nyeri yang muncul secara spontan dan sesitif terhadap rangsang
berbahaya
Tidak memiliki fungsi pelindung
Neuropathic pain
Disebabkan olleh lesi primer pada system saraf

12

Tidak didapatkan lesi nosiseptis


Merupakan tanda terjadi kerusakan saraf
Functional pain
Reaksi berlebihan terhadap rangsang nyeri
Tidak diapatkan tanda atau riwayat dari kerusakan saraf dan stimulasi nyeri
nosiseptif
Tabel 2.2 Klasifikasi nyeri12
2.5 Klasifikasi
Seperti telah dijelaskan di atas OA dapat terjadi secara orier (idiopatik) maupun sekunder, seperti
yang tercantum di bawah ini:
IDIOPATIK
Setempat
Tangan:
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal)
- artritis erosif interfalang
- karpal-metakarpal I
Kaki:
- haluks valgus
- haluks rigidus
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes)
- talonavikulare
Coxa
- eksentrik (superior)
- konsentrik (aksial, medial)
- difus (koksa senilis)
Vertebra
- sendi apofiseal
- sendi intervertebral
- spondilosis (osteofit)
- ligamentum (hiperostosis, penyakit
Forestier, diffuse idiopathic skeletal
hyperostosis=DISH)
Tempat lainnya:
- glenohumeral
- akromioklavikular

SEKUNDER
Trauma
akut
kronik (okupasional, port)
Kongenital atau
developmental:
Gangguan setempat:
Penyakit Leg-Calve-Perthes
Dislokasi koksa kongenital
Slipped epiphysis
Faktor mekanik
Panjang tungkai tidak sama
Deformitas valgus / varus
Sindroma hipermobilitas
Metabolik
Okronosis (alkaptonuria)
Hemokromatosis
Penyakit Wilson
Penyakit Gaucher
Endokrin
Akromegali
Hiperparatiroidisme
Diabetes melitus
Obesitas
Hipotiroidisme
Penyakit Deposit
13

- tibiotalar
- sakroiliaka
- temporomandibular
Menyeluruh:
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut
diatas (Kellgren-Moore)

Kalsium
deposit kalsium pirofosfat
dihidrat
artropati hidroksiapatit
Penyakit Tulang dan
Sendi lainnya

Setempat:
Fraktur
Nekrosis avaskular
Tabel 2.1 Osteoartritis idiopatik dan sekunder13
Klasifikasi menurut keparahan (stage) dari penyakit osteoartris menurut Kellgren dan
Laurence.
1. Stadium O
Tidak didapatkan adanya gambaran khas pada radiografi
2. Stadium 1
Osteoartritis meragukan dengan gambaran sendi yang normal tetapi terdapat osteofit
minimal
3. Stadium 2
Osteoarthritis minimal dengan osteofit pada dua tempat, tidak terdapat sclerosis dan kista
subcondral, celah sendi baik.
4. Stadium 3
Osteoarthritis moderate dengan osteofit moderate, deformitas ujung tulang, celah sendi
sempit
5. Stadium 4
Osteoartris berat dengan osteofit besar, deformitas ujung tulang, celah sendi hilang serta
adanya sclerosis dan kista subkondral.

14

Gambar 2.3 gambaran radiologi staging dari osteoarthritis


2.6 Manifestasi klinis11
Manifestasi klinis dari OA biasanya terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya persendian
akan terasa nyeri di persendian, kemudian nyeri tersebut akan menjadi persisten atau menetap,
kemudian diikuti dengan kekakuan sendi terutama saat pagi hari atau pada posisi tertentu pada
waktu yang lama.
Tanda kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun dari tidur atau
duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau lebih persendian, terdengar
bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian digerakkan.
Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot. Terdapatnya luka
mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering ditemukan, dan dalam cairan sendi
superfisial, penebalan sinovial atau osteofit dapat teraba.
Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada jarak tertentu; hal ini
mungkin disertai dengan krepitasi.Beberapa gerakan lebih terbatas dari yang lainnya oleh karena
itu, pada ekstensi panggul, abduksi dan rotasi interna biasanya merupakan gerakan yang paling
terbatas. Pada stadium lanjut ketidakstabilan sendi dapat muncul dikarenakan tiga alasan:
berkurangnya kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris, dan kelemahan otot.
Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada satu jenis
pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas berdasarkan prinsip
GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda sebagai
berikut :
1

Nyeri sendi

15

Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA
merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada pergerakan dari
sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dapat menjalar
(radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten
merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal yang telah mengalami
stenosis spinal. Predileksi OA pada sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I),
Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi apofiseal tulang belakang, lutu, dan paha).
2

Kaku pada pagi hari (morning stiffness)


Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena

duduk di kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan sering
disebutkan kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
3

Hambatan pergerakan sendi


Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara

perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi

Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.

Perubahan bentuk sendi


Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa

perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena
kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya
berjalan dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada lutut atau tangan
mengalami perubahan bentuk membesar secara perlahan-lahan.
6

Perubahan gaya berjalan


Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir semua

pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan gaya
berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri.
2.7 Diagnosis
16

Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan Kriteria diagnosis American College of


Rheumatology:14
a

Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:

1.

umur > 50 tahun

2.

kaku sendi < 30 menit

3.

krepitus

4.

nyeri tekan tepi tulang

5.

pembesaran tulang sendi lutut

6.

tidak teraba hangat pada sendi

Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.


b Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1.

umur > 50 tahun

2.

kaku sendi <30 menit

3.

krepitus disertai osteofit

Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.


c

Klinis dan laboratoris:

Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:


1.

usia >50 tahun

2.

kaku sendi <30 menit

3.

Krepitus

4.

nyeri tekan tepi tulang

5.

pembesaran tulang

6.

tidak teraba hangat pada sendi terkena

7.

LED<40 mm/jam

8.

RF <1:40

9.

analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis

Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.


Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan disertai
3 atau 4 kriteria berikut:
17

1.

pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan

2.

pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)

3.

pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)

4.

deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan

Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-masing
tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
2.8 Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran radiologis.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah:
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada daerah yang
menanggung beban)
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
Kista tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiologis diatas, secara radiografi OA dapat digradasi
menjadi ringan sampai berat; yaitu menurut Kellgren dan Lawrence. Harus diingat bahwa pada
awal penyakit, seringkali radiografi sendi masih normal.15
b) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan
laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok pada OA sekunder. Darah
tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal kecuali OA generalisata yang
harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid
dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan
penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan
(<8000/m) dan peningkatan protein.6
c) Pemeriksaan Marker6
Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul yang akan
dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin. Beberapa marker
18

molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis, prognostik dan monitor penyakit
sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme penyakit pada
tingkat molekuler.
Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain: Keratan sulfat,
Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric matrix protein),
metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan sulfat dalam serum dapat
digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker sering pula digunakan untuk
menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit.
Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker prognostik untuk
membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA maka hialuronan serum dapat
digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut akan terjadinya progresivitas OA
dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat membuat prediksi terhadap progresivitas
penggunaan untuk petanda lainnya maka marker untuk prognostik ini masih diteliti lagi secara
prospektif dan longitudinal dengan jumlah pasien yang lebih besar.
Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons pengobatan.
Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan dan yang masih
tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi penting dari perangai proses
metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan yang dilepaskan
dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten dengan
aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya terhadap matriks rawan sendi pada OA.
Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase. Penelitian penggunaan marker ini sedang
dikembangkan.
2.9 Manajemen OA6
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi yang
mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu
diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar
pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan
multidisiplin atau holistic.
Bagan 1. Penatalaksanaan pasien OA
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelolaan pasien dengan osteoarthritis yaitu:
1. Lamanya OA
19

2. Lokasi dan jumlah sendi yang terkena


3. Sejak kapan mulainya gejala, eksaserbasi dan remisi
4. Pengobatan sebelumnya beserta efeknya
5. Efek samping obat sebelumnya
6. Pengobatan yang dilakukan selain oleh dokter
7. Injeksi steroid
8. Injeksi hialuronan intra artikular
9. Tindakan bedah termasuk artroskopi
10. Penggunaan alat bantu seperti tongkat, deker, korset dll.
11. Adakah riwayat tukak peptik, perdarahan GIT
12. Penyakit kronik penyerta : PJK, payah jantung, hipertensi, penyakit ginjal,
13. Hati, status hormonal, penyakit kulit kronik, dll.
14. Terapi antikoagulan dan warfarin
15. Pemakaian steroid saat ini
2.10 Penatalaksanaan11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan
berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:

Terapi non-farmakologis:
1.

Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar


penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai

2.

Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan
faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus
selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus
diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.

3.

Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi


20

Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit.

Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan


menambah luas pergerakan sendi.

Terapi Farmakologis:

A. Obat Sistemik
1.

Analgesik oral
Non narkotik: parasetamol
Opioid (kodein, tramadol)

2.

Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)


Obat pilihan utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500mg maksimal
4gram perhari. Pemberian obat ini harus hati-hati pada pasien usia lanjut karena dapat
menimbulkan reaksi pada liver dan ginjal.

3.

Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA, sebagian
peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs
(SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini
yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: etrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.

Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP. Salah satu
contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada
manusia.

Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam degradasi


tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan
juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987 pemakaian GAG selama 5 tahun dapat
memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja
(mangkir), yang secara statistik bermakna.
21

Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebra, dan
terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk
(1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan
proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat
oksigen reaktif.

Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim dan
bermanfaat dalam terapi OA

Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in vitro,
radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan
pada pasien OA.

4.

Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian)16


Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep pengobatan
tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan peningkatan fungsi dengan efek
samping ringan diantara pasien dengan OA lutut dari sedang sampai parah. Tranezumad
adalah suatu humanis IgG2 monoklonal antibodi yang bekerja menghambat nerve growth
factor yang memblik interaksi antara nerve factor dengan receptor. TrkA dan p75.

B.

Obat topikal

1.

Krim rubefacients dan capsaicin.

Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat counter
irritant.
2.

Krim NSAIDs

Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran yang
dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan
sodium diclofenac.
22

C. Injeksi intraartikular/intra lesi


Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan modalitas
terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya
ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan
viskosuplementasi (DMAODs) dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit.
Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui
pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.
1.

Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)


Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik. Kejadian inflamasi

kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu obat ini dipakai dan obat ini mampu
mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu singkat. Penelitian selanjutnya tidak
menunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga hal ini masih kontroversial.
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi yang kurang
responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas
yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus
aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak
menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali
terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil
biasanya digunakan dosis 10 mg.
2.

Asam hialuronat
Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah memperbaiki

viskositas cairan synovial. Obat ini diberikan intra-artikuler. Obat ini memegang peranan penting
dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan.
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular biasanya untuk
sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali
dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan
harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik,
nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar

23

hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
3.

Stem sells
Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan stem sel untuk terapi OA

terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran. Dilakukan penelitian selama periode satu tahun,
dengan menyuntikan stem sel intraartikular kepada pasien dengan OA lutut yang berat.
Didapatkan hasil yang puas dan tidak ditemukan efek samping lokal atau sistemik. Nyeri, status
fungsional lutut, dan berjalan kaki cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi,
setelah itu rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien berjalan sedikit
menurun. Perbandingan gambar resonansi magnetik (MRI) pada awal dan enam bulan pascasuntikan sel didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan, perluasan jaringan perbaikan atas
tulang subchondral dan penurunan yang cukup besar dalam ukuran patch pembengkakan
subchondral dalam tiga dari enam pasien.
Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago artikular yang hancur dalam
lutut osteoarthritic. Menurut hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa semua parameter dievaluasi
muncul semakin meningkatkan hingga enam bulan pasca injeksi. Nilai ini sedikit berkurang
sampai 12 bulan pasca injeksi. Untuk alasan ini, dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan
membutuhkan enam bulan setelah injeksi pertama. 17
D. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan
keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1.

Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

2.

Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint


1) Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut
dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian
besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.
2) Arthroplasty

24

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam highdensity polyethylene.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
1. Partial replacement/unicompartemental
2. High tibial osteotmy : orang muda
3. Patella &condyle resurfacing
4. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh
ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
5. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability.
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,
instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi meliputi non
fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior
Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem
patella; rekuren subluksasi/dislokasi, loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue.
Sedangkan keuntungan dari Total Knee Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan
mobilitas dan gerakan, koreksi deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas
hidup.
B. Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu

gangguan

pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan (1). Hipertensi sering kali
disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan
tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat
memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak
diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan
kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi
dan peningkatan volume aliran darah (2).

25

Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah


suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Beberapa klasifikasi hipertensi:
a.

Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7


Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program
merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan, dan
agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang
dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat.
Tabel 1
Klasifikasi JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment
of High Blood Pressure)

Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 7
Normal
Pra-Hipertensi
Hipertensi:
Tahap 1
Tahap 2
-

Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 6
Optimal
Nornal
Normal-Tinggi
Hipertensi:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3

Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
< 120
120-139
< 130
130-139

dan/
atau
dan
atau
dan
atau

Tekanan
Darah Diastol
(mmHg)
< 80
80-89
< 85
85-89

140-159
160
160-179
180

atau
atau
atau
atau

90-99
100
100-109
110

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya


dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko

komplikasi

kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra
hipertensi.
b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah
mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi,
hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Sani, 2008).
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori
Tekanan Darah
Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Diatol (mmHg)
Optimal
26

Normal
Normal-Tinggi
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi Berat)
Hipertensi sistol terisolasi
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan

< 120
< 130
130-139
140-159
140-149
160-179
180
140

< 80
< 85
85-89
90-99
90-94
100-109
110
< 90

140-149

<90

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan hipertensi
diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu
kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum
dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan
atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara
tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan
meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam
arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan menurut
Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras,
umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan primer.
Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui (Lanny
Ssustrani, dkk, 2004).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna
dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan
gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah

27

keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang
merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginal (Mahalul Azam,2005).

Patofisiologi
Aktivitas angiotensin II adalah menstimulasi sekresi

aldosteron

dari

korteks

adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara

mereabsorpsinya

dari

tubulus

ginjal.

Naiknya

konsentrasi

NaCl

akan

diencerkan yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini,
2008).

28

Angiotensin II

Sekresi hormone ADH rasa


haus

Stimulasi sekresi aldosteron


dari korteks adrenal

Urin sedikit pekat & osmolaritas


Ekskresi NaCl (garam)
dengan mereabsorpsinya di
tubulus ginjal
Mengentalkan

Menarik cairan intraseluler


ekstraseluler
Volume darah

Tekanan
darah

Konsentrasi
NaCl di pembuluh
darah

Diencerkan dengan
volume ekstraseluler

Volume
darah

Tekanan darah

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.


Pengobatan hipertensi
Kelas obat utama yang digunakan untuk mengendalikan tekanan darah adalah :
1. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis.
Pengurangan volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan
dieresis dalam penurunan curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah
pada akhirnya. Penurunan curah jantung yang utama menyebabkan resitensi
29

perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi kronik volume cairan ekstraseluler
dan volume plasma hampir kembali kondisi pretreatment.
a. Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita dengan
fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas 30
mL/menit, thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk
menurunkan tekanan darah. Dengan menurunnya fungsi ginjal, natrium dan
cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat Henle perlu digunakan untuk
mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan
mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan tekanan darah dengan
cara memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang berperan dalam
penurunan resistensi vascular perifer.
b. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan
tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan dengan
diuretik hemat kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat kalium dapat
mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.
c. Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih
berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6 minggu
dengan spironolakton).
2. Beta Blocker
Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan
menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung
dan inhibisi pelepasan renin dan ginjal.
a. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada
dosis rendah dan mengikat baik reseptor 1 daripada reseptor 2. Hasilnya agen
tersebut kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokontruksi serta lebih aman
dari non selektif bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi pulmonari
kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial perifer. Kardioselektivitas
merupakan fenomena dosis ketergantungan dan efek akan hilang jika dosis tinggi.
b. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas intrinsik
simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis reseptor .
3. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)

30

ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi


tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada
beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial.
Kemudian, tempat utama produksi angiotensin II adalah pembuluh darah bukan
ginjal. Pada kenyataannya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah pada
penderita dengan aktivitas renin plasma normal, bradikinin, dan produksi jaringan
ACE yang penting dalam hipertensi.
4. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)
Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk ACE)
dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti chymases. Inhibitor
ACE hanya menutup jalur renin-angiotensin, ARB menahan langsung reseptor
angiotensin tipe I, reseptor yang memperentarai efek angiotensin II. Tidak seperti
inhibitor ACE, ARB tidak mencegah pemecahan bradikinin.
5. Antagonis Kalsium
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga mengurangi masuknya
kalsium ekstra selluler ke dalam sel. Relaksasai otot polos vasjular menyebabkan
vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah. Antagonis kanal
kalsium dihidropiridini dapat menyebbakan aktibasi refleks simpatetik dan semua
golongan ini (kecuali amilodipin) memberikan efek inotropik negative.
Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi nodus
AV, dan menghasilkan efek inotropik negative yang dapat memicu gagal jantung
pada penderita lemah jantung yang parah. Diltiazem menurunkan konduksi AV
dan denyut jantung dalam level yang lebih rendah daripada verapamil.
6. Alpha blocker
Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat reseptor 1
yang menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vascular perifer yang
memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah aktivitas reseptor 2
sehingga tidak menimbulkan efek takikardia.
7. Vasodilator langsung
Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos
arteriol. Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik dari
pusat fasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan
renin. Oleh karena itu efek hipotensi dari vasodilator langsung berkurang pada
penderita yang juga mendapatkan pengobatan inhibitor simpatetik dan diuretik.
31

8. Inhibitor Simpatetik Postganglion


Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari terminal
simpatetik postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap respon
stimulasi saraf simpatetik. Hal ini mengurangi curah jantung dan resistensi
vaskular perifer .
9. Agen-agen obat yang beraksi secara sentral
10. VASO-dilator langsung.
Pengobatan hipertensi masyarakat
a. Bayam
Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak hanya
melindungi Anda dari penyakit jantung, tetapi juga dapat mengurangi tekanan
darah. Selain itu, kandungan folat dalam bayam dapat melindungi tubuh dari
homosistein
menunjukkan

yang

membuat

bahwa

tingkat

bahan
tinggi

kimia
asam

berbahaya.
amino

Penelitian

telah

(homosistein)

dapat

menyebabkan serangan jantung dan stroke.


b. Biji bunga matahari.
Kandungan magnesiumnya sangat tinggi dan biji bunga matahari
mengandung pitosterol, yang dapat mengurangi kadar kolesterol dalam tubuh.
Kolesterol tinggi merupakan pemicu tekanan darah tinggi, karena dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Tapi, pastikan mengonsumsi kuaci
segar yang tidak diberi garam.

c. Kacang-kacangan
Kacang-kacangan, seperti

kacang tanah, almond,

kacang merah

mengandung magnesium dan potasium. Potasium dikenal cukup efektif


menurunkan tekanan darah tinggi.
d. Pisang
Buah ini tidak hanya menawarkan rasa lezat tetapi juga membuat tekanan
darah lebih sehat. Pisang mengandung kalium dan serat tinggi yang bermanfaat
mencegah penyakit jantung. Penelitian juga menunjukkan bahwa satu pisang
sehari cukup untuk membantu mencegah tekanan darah tinggi.
e. Kedelai
Banyak sekali keuntungan mengonsumsi kacang kedelai bagi kesehatan.
Salah satunya adalah menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah tinggi.
Kandungan isoflavonnya memang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
f. Kentang
32

Nutrisi dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang tidak
sehat. Padahal kandungan mineral, serat dan potasium pada kentang sangat tinggi
yang sangat baik untuk menstabilkan tekanan darah.
g. Avokad
Asam oleat dalam avokad, dapat membantu mengurangi kolesterol. Selain
itu, kandungan kalium dan asam folat, sangat penting untuk kesehatan jantung.
B.

Pendekatan Kedokteran Keluarga


Sejak 1978 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai programnya
Health for All in 2000, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu hal yang utama
dalam pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut menitikberatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif. Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan
Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter Keluarga Dunia yaitu World Organization of
National Colleges, Academies and Academic Associatons of General Practitioner or
Family Physician (WONCA) telah merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan
(action plan) untuk meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang
dalam tulisan Making Medical Practice and Education More Relevant to Peoples
Needs: The Role of Family Doctor.
Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi,
menyatakan bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di Indonesia sepatutnya
diarahkan untuk menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi dokter komunitas atau dokter
Puskesmas seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi
pelayanan dokter keluarga. Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam
Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang
merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Definisi dokter keluarga (DK) atau dokter praktek umum (DPU) yang
dicanangkan oleh WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan
penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan
kedokteran dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah
seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan
kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter
yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari
individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis
33

dokter

ini

berkompeten

untuk

menyediakan

pelayanan

dengan

sangat

mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis


pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan
yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya.

BAB III
METODE
A.

Desain
Desain family folder yang digunakan adalah wawancara, pemeriksaan fisik, observasi

dan konseling.
B.

Tempat dan waktu


Tempat

: Jl. Poncol II NO. 44, Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan Cilandak,


Jakarta Selatan.

Waktu
C.

: Agustus- September 2015

Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data diperoleh dengan cara primer, yaitu mendapat data langsung dari
responden melalui wawancara dan observasi secara langsung.

D.

Instrumen Penulisan
Instrumen penelitian yang digunakan adalah stetoscope, tensimeter, buku, alat tulis, dan
penlight.

E.

Diagnosis Masalah
Osteoartritis dan Hipertensi Stage II
34

BAB IV
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
I.

IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA


i.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. M

Umur

: 60 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status perkawinan : Menikah / Janda


Alamat

: Jl. Poncol II NO. 44, Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan


Cilandak, Jakarta Selatan.

Agama

: ISLAM

Suku Bangsa

: Betawi

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

ii.

Identitas Kepala Keluarga


Nama

: Ny. M

Umur

: 60 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status perkawinan : Menikah/ Janda


Alamat

: Jl. Poncol II NO. 44, Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan


Cilandak, Jakarta Selatan.

Agama

: ISLAM

Suku Bangsa

: Betawi

Pendidikan

: SMP
35

Pekerjaan

: -

iii.

Sumber Pembiayaan Kesehatan


Jaminan

: BPJS

iv.

Perilaku Kesehatan Keluarga

1. Bila ada anggota keluarga yang sakit, yang pertama dilakukan : beli obat sendiri melalui
anak ketiga pasien yang tinggal bersamanya yang bernama Bu Umi.
2. Keikut sertaan pada program kesehatan di lingkungan rumah :
- Posyandu balita
: tidak
- Posyandu lansia
: tidak
- Perkumpulan kesehatan lainnya : tidak
3. Pemanfaatan waktu luang :
- Olah raga
: tidak
- Rekreasi
: tidak
- Melakukan hobi
: ya, memasak
- Aktifitas Sosial di Lingkungan pemukiman
: Ya
- Arisan
: tidak
- Pertemuan RT
: tidak
- Organisasi
:Ya (Pengajian

rutin

4x

dalam seminggu)
II.

PROFIL KELUARGA
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Kandung

No Nama

Kedudukan
dalam
Keluarga

L/P

Umur
Pedidikan
(tahun)

Pekerjaan

Keterangan

1.

Ibu/ kepala
Masnun keluarga
(pasien)

60

SD

Ibu
Rumah
Tangga

2.

Hutami

Anak III

44

SLTP

Karyawan
swasta

Sehat

3.

Endang
Tirtana

Anak VI

35

SLTA

Karyawan
swasta

Sehat

Sakit

Tempat
Tinggal

Jln.
Poncol II
no 44
RT/RW
013/007
Jln. Poncol
II no 44
RT/RW
013/007
Jln. Poncol
II no 44
RT/RW
013/007

36

Diagram 1. Genogram Keluarga kandung Pasien

10

11

12

13

Keterangan :
1. Ayah dari suami

meninggal dunia

2. Ibu dari suami

meninggal dunia

3. Ayah dari pasien

meninggal dunia saat masih muda, riwayat hipertensi

4. Ibu dari pasien

meninggal dunia

5. Suami

Meninggal

6. Pasien

sakit

7. Anak I pasien

meninggal dunia

8. Anak II pasien

sehat

9. Anak III pasien

sehat

10. Anak IV pasien

meninggal dunia

11. Anak V pasien

meninggal dunia

12. Anak VI pasien

sehat

13. Anak VII pasien

meninggal dunia
37

III.

RESUME

PENYAKIT

DAN

PENATALAKSANAAN

YANG

SUDAH

DILAKUKAN
Dilakukan dengan autoanamnesa dan alloanmnesa (anak pasien) pada tanggal 4
September 2015.
A. Keluhan Utama
Nyeri di kedua lutut terutama saat dipakai sholat serta berjalan dan makin memburuk
sejak 1 minggu sebelum ke puskesmas.
2. Riwayat Penyakit Saat Datang ke
Klinik Kedokteran Keluarga
Penderita datang dengan keluhan kedua lututnya sakit terasa ngilu. Keluhan
dirasakan hilang timbul, timbul ketika beraktifitas dan hilang jika sedang istirahat.
Pasien mengatakan lututnya kadang terasa kaku, dan sulit dipakai berjalan. Rasa kaku
dirasakan terutama pada pagi hari ketika bangun tidur kurang lebih sekitar setengah
jam. Nyeri pada kedua kaki juga dirasakan menjalar sampai dengan ke pinggang.
Keluhan nyeri dirasakan sejak dua tahun yang lalu namun semakin dirasakan nyeri
sejak satu bulan yang lalu. Pasien belum pernah minum obat untuk menghilangkan
nyeri di lututnya tersebut. Menurut pasien apabila sudah sakit sekali pasien sampai
merasa sakit kepala dan tidak bisa tidur. Pasien mengatakan meminum obat warung
apabila sakit kepalanya datang. Pasien mengaku tidak ada mual dan muntah, tidak ada
batuk pilek, perut tidak kembung, BAB dan BAK baik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (sejak 5 tahun lalu akan tetapi tidak pernah minum obat dengan teratur)

DM (Tidak tau)

Penyakit jantung (-)

Penyakit ginjal (-)

Alergi (-)

Asthma (-)

38

4. Riwayat Kebiasaan
Merokok, mengkonsumsi alkohol maupun jamu disangkal oleh pasien. Pasien
mengaku jarang makan buah dan susu. Namun rutin makan sayur sop dan sayur asem.
Pasien mengaku senang makan makanan yang asin, ia mengatakan sering
menambahkan garam pada masakannya agar lebih terasa bumbunya. Ia juga mengaku
jarang berolahraga, akan tetapi rutin jalan kaki apabila akan pengajian setiap 4x dalam
seminggu.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat diabetes mellitus, asma dan alergi pada keluarga disangkal oleh pasien.
Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi.
Hasil Pemeriksaan Fisik
Jumat, 11 September 2015
Keluhan

: Nyeri di lutut terutama saat dipakai sholat dan berjalan dan


makin memburuk sejak 1 minggu sebelum ke puskesmas

Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tinggi Badan

: 155 cm

Berat Badan

: 63 kg

BMI

: 26,2 kg/m2

Keadaan Gizi

: gizi lebih

Tanda Vital

: Tensi : 180/90 mmHg


Nadi : 90x / menit

RR

Suhu :

20x / menit
36,7oC

Kepala

: Normocephali

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor

Telinga

: Normotia, serumen -/-, sekret -/-

Hidung

: Bentuk normal, sekret -/-, septum deviasi -

Tenggorok : T1-1, hiperemis (-), faring hiperemis (-), detritus -/-, kripta -/Mulut

: Bibir kering (-), sianosis (-)

Dada

Cor

I : Iktus kordis tak tampak


Pa : Iktus kordis teraba di SIC V 2cm medial LMCS
Pe : Konfigurasi jantung dalam batas normal
39

Au: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)


Pulmo I : Simetris saat statis dan dinamis
Pa : Stem fremitus kiri lebih lemah dari yang kanan
Pe : Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketuk (-)
Au: Ka: Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Ki: Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen I : Datar
Au : Bising usus (+) normal
Pa : Supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
Pe :

Timpani

Ekstremitas

Superior

Inferior

Oedema

-/-

+/-

Akral dingin

-/-

-/-

Kemerahan

-/-

-/-

Nyeri tekan

-/-

+/-

Krepitasi

-/-

+/+

Laseq

-/-

Kernig

-/6. Hasil Laboratorium dan Pemeriksaan


Penunjang

Hasil laboraturium

GDS

: 79 mg/dl

Kolesterol

: 191 mg/dl

Asam urat

: 6,6 mg/dl
7. Rencana Penatalaksanaan

Pemeriksaan radiologi (x-ray) kedua lutut di puskesmas kecamatan


Pengobatan yang telah diberikan :
Terapi medikamentosa :
-

Captopril
2x 25 mg
Amlodipine
1x10 mg
Hidroklorotiazid 2x 25 mg
Meloxicam
3x 15 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
40

Ranitidin

3x 150 mg

Terapi edukasi :

Batasi aktivitas fisik yang berat

Istirahat yang cukup

Kurangi asupan garam

Turunkan berat badan

Minum obat hipertensi secara teratur


8. Hasil Penatalaksanaan Medis

Saat kunjungan rumah kedua (11 September 2015) keadaan kesehatan penderita
sudah merasa lebih baik, nyeri di lututnya sudah sedikit berkurang dan pasien tampak
lebih segar. Hasil pemeriksaan tekanan darah juga makin baik pada kunjungan tanggal
11, 18 dan 25 September 2015.
Faktor Pendukung

Pasien memiliki keinginan untuk sembuh

Sikap pasien kooperatif sehingga dapat dengan mudah memahami


penjelasan dan edukasi yang diberikan

Anak pasien yang turut serta dalam mengingatkan meminum obat serta
membantu membatasi pemakaian garam dalam makanan

Faktor Penghambat

Faktor usia dan berat badan pasien yang merupakan faktor resiko dari
osteoartritis.

Kesadaran pasien untuk minum dan rutin kontrol tekanan darah ke


puskesmas kurang karena alasan lupa dan sudah tua.

Pasien masih mengkonsumsi ikan asin dan banyak menggunakan garam


pada bahan masakannya sehari- hari

Indikator Keberhasilan :

Pasien memahami mengenai penyakitnya meliputi penyebab, faktor


resiko, faktor yang memperberat, pencegahan dan penatalaksanaan serta
berusaha untuk menghindari faktor-faktor tersebut.
41

IV.

Pasien dapat beraktivitas seperti biasa tanpa nyeri di lutut

Pasien rutin minum obat anti hipertensi

IDENTIFIKASI FUNGSI FUNGSI KELUARGA


A. Fungsi Biologis
Dari hasil wawancara diperoleh informasi, bahwa penderita sudah pernah
mengalami nyeri di lutut seperti ini akan tetapi hilang timbul dan tidak pernah senyeri
sekarang dan penyakit hipertensi sudah diketahui oleh pasien sejak 5 tahun yang lalu aka
tetapi pasien jarang minum obat dengan rutin karena merasa tidak ada keluhan.
B. Fungsi Psikologis
Penderita tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang berjumlah 1 orang.
Penderita terbiasa tidur pukul 21.00 WIB dan bangun pukul 03.00 WIB. Hubungan
penderita dengan keluarga dan tetangga cukup baik.
C. Fungsi Ekonomi
Penderita dalam hal ini sebagai kepala rumah tangga sesuai dengan kartu
keluarga akan tetapi bukan merupakan tulang punggung keluarga. Pendapatan saat ini
didapatkan dari anak anak pasien yang bekerja sebagai karyawan di suatu perusahan,
selain itu terkadang pasien mendapatkan bantuan dari tetangga sekitarnya sehingga total
pendapatan per bulan sekitar Rp. 300.000- 500.000,-.
D. Fungsi Pendidikan
Pendidikan penderita ialah tamat SD. Anak kedua pasien tamat SLTP dan bekerja
sebagai karyawan, sudah menikah dan tinggal terpisah. Anak ketiga pasien tamat SLTA
saat ini bekerja sebagai karyawan swasta di suatu perusahaan dan belum menikah saat ini
tinggal bersama pasien. Sedangkan anak keenam pasien tamat SLTA, saat ini bekerja
sebagai karyawan Swasta dan belum menikah serta tinggal bersama pasien.
E. Fungsi Religius
Penderita beragama Islam dan rutin ke tempat peribadatan (masjid) untuk sholat
dan sangat rutin mengikuti pengajian (4x dalam seminggu)
F. Fungsi Sosial Budaya
Penderita tinggal di tempat pemukiman penduduk yang padat. Hubungan
penderita dengan tetangga cukup baik. Sosialisasi dengan tetangga cukup baik.
42

V.

POLA KONSUMSI MAKANAN PENDERITA


FORMULIR 24 HOUR RECALL
(Catatan : asupan makanan/minuman KEMARIN mulai bangun pagi hingga tidur
malam)

Waktu

Jam

Makan Pagi

07.00
Selingan

10.00

Nama makanan atau


minuman

Gorengan
Teh
Minuman
Nasi , sayur, ikan

Bahan
makanan

Nasi
Telur ayam
Air putih
Gorengan

Jumlah
URT
gram

gelas
1 butir
1 gelas
1 potong

100
60

Pasien mengaku tidak pernah makan siang


Makan Siang

Selingan

Makan sore

15.30
16.00

Minuman

Air putih

2 gelas

Snack
Nasi putih
Telur dadar
Tempe goreng
Minuman

Gorengan
Nasi
Telur ayam
Tempe
Air putih

2 potong
gelas
1 butir
1 potong
1 gelas

100
50
60

Penjelasan :
Frekuensi makan rata rata setiap hari 2x/hari saat makan pagi, dan makan malam dengan
variasi makanan sebagai berikut : nasi, lauk, sayur dan jarang memakan buah-buahan akan tetapi
jarang meminum susu. Menu nasi, sayur dan lauk berupa telur ataupun ikan merupakan menu
43

yang lebih sering ada di rumah penderita, tambahan lauk seperti ayam atau daging biasanya
apabila terdapat penghasilan tambahan. Pasien memakan snack sebanyak 2x berupa gorengan 35 potong.
VI.

IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


A. Faktor Perilaku
Penderita memiliki kebiasaan makan kurang teratur dengan frekuensi makan
2x/hari dan biasanya diselingi snack 2x dengan makanan yang kurang sehat. Penderita
jarang melakukan olah raga. Jika ada anggota keluarga sakit maka akan dibelikan obat
melalui anak ketiga pasien di warung. Jika sakit sekali maka akan pergi ke puskesmas
dan menambah istirahat. Pemanfaatan waktu luang untuk tidur dan mengaji.
B. Faktor Non Perilaku
Sarana pelayanan kesehatan yang paling dekat dengan rumah adalah Puskesmas.
Hal ini cukup berpengaruh terhadap kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan jika
ada anggota keluarga yang sakit, jarak rumah ke puskesmas 1 Km.

VII.

DIAGNOSIS FUNGSI KELUARGA


A. Fungsi Biologis

Pasien sudah pernah mengalami nyeri lutut seperti ini akan tetapi baru kali ini
merasakan sangat nyeri

Pasien tidak pernah mengalami keluhan nyeri kepala

Pasien jarang memeriksakan tekanan darahnya

Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan penyakit yang serupa.

Riwayat penyakit menular dan penyakit kronis pada anggota keluarga lainnya
dalam satu bulan terakhir disangkal

Berat badan pasien yang sedikit berlebih

B. Fungsi Psikologis

Hubungan penderita dengan keluarga baik.

Pasien termasuk orang yang mudah bergaul.

44

C. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Tidak terdapat masalah dalam perekonomian keluarga.

D. Fungsi Sosial

Dapat bersosialisasi dengan masyarakat sekitar

Pasien rutin mengikuti pengajian di lingkungan rumahnya

E. Faktor Perilaku

Tidak patuh meminum obat rutin

Sering berjalan jauh sendirian saat akan pengajian

Pola makan yang kurang teratur

Makanan yang dikonsumsi kurang bervariasi

Cukup mempedulikan kebersihan rumah

F. Faktor Non Perilaku

VIII.

Tidak ada masalah

IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH


A. Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah penderita terletak di pemukiman penduduk yang padat dengan ukuran
ukuran 120 m2, bentuk bangunan 1 lantai. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 2
kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi + WC, ruang makan bergabung dengan ruang
keluaga, dan ruang tamu. Lantai terbuat dari ubin, dinding terbuat dari tembok, atap
rumah dari genteng. Jendela ada 4 buah. Terdapat 2 buah kamar tidur dengan ukuran
kamar tidur pertama 3x4 m2 dan kamar tidur kedua ukuran 4x5 m 2. Penerangan didalam
ruangan cukup baik.
Udara didalam ruangan terasa cukup baik, dan kebersihan dalam dan luar rumah
cukup bersih, tata letak barang-barang cukup rapi, listrik 800 watt, sumber air dari pompa
air (sanyo). Jamban jongkok. Jarak antara sumber air dan septitank 1 meter. Bak mandi
dikuras 2 minggu sekali, air limbah dialirkan ke selokan/got. Sampah rumah
dikumpulkan dan diangkut oleh petugas kebersihan setiap pagi.

45

B. DENAH RUMAH

40 m2
3

4
5

Keterangan ruangan:

30 m2

1. Ruang tamu / keluarga / makan / ruang tidur


2. Kamar tidur
3. Kamar tidur pasien
46

4. Dapur
5. Kamar mandi
Analisis Keadaan Rumah :
1.
2.

3.

4.
5.
6.
7.

8.

9.
10.

Letak rumah di daerah


: perumahan padat penduduk
Bentuk bangunan rumah
: 1 lantai
Kepemilikan rumah
: sendiri
Luas rumah
: 120 m2
Jumlah orang dalam satu rumah
: 2 orang
Luas halaman rumah
: ada halaman rumah
Lantai rumah dari
: ubin
Dinding rumah dari
: tembok
Atap rumah
: genteng
Pembagian ruangan rumah :
- Ruang tamu
: ada
- Ruang makan
: ada (gabung dengan R.Keluarga)
- Ruang keluarga : ada
- Ruang tidur
: ada
Jendela rumah : ada, Ukuran 40x60 cm
Penerangan didalam rumah (dinilai setelah membandingkan luas jendela dengan lantai
dan kesan subjektif saat membaca tulisan didalam rumah) : cukup
Listrik di rumah : ada 800 watt
Lubang ventilasi :
- Ruang tamu
: ada
- Ruang makan
: ada
- Ruang keluarga : ada
- Ruang tidur
: ada
Terdapat ventilasi berjumlah 10 buah dengan ukuran 40 x 60 cm, tidak terdapat ventilasi
pada kamar tidur. Kamar tidur tidak ditutupi dengan pintu hanya ditutup dengan kain.
Terdapat ventilasi pada kamar mandi dan dapur dengan ukuran 15 x 10 cm sebanyak 6
buah.
-

Kelembaban dalam rumah

: tidak terasa lembab

Kesan ventilasi di dalam rumah : cukup pada ruang depan, kurang pada
kamar tidur

11.
12.
13.
14.
15.
16.

Kebersihan dalam rumah


Sumber air minum dari
Kamar mandi
Limbah rumah tangga di alirkan ke
Tempat sampah diluar rumah
Jalan di depan rumah lebarnya

: cukup
: masak air
: ada
: got (saluran limbah)
: ada; tidak tertutup
: gang kecil 2 meter, terbuat dari : cor-coran

Kesan kebersihan lingkungan pemukiman : cukup


IX.

DIAGRAM REALITA YANG ADA PADA KELUARGA


47

Genetik
Ayah kandung pasien
mempunyai riwayat hipertensi
Yan Kes

Status
kesehatan

Puskesmas kelurahan
Gandaria Selatan terjangkau

Perilaku

Lingkungan

Lingkungan rumah cukup bersih


Ventilasi udara dan cahaya yang
masuk ke rumah cukup
Tidak adanya ventilasi udara pada
ruang tidur
Kamar mandi dengan toilet jongkok

Pola makan pasien yang diselingi dengan snack kurang


sehat
Pasien jarang makan buah dan susu
Tidak patuh meminum obat rutin
Sering berjalan jauh sendirian saat akan pengajian
Pola makan yang kurang teratur

X.

TABEL PERMASALAHAN PADA KELUARGA


No

1.

Resiko dan Masalah

Rencana Pembinaan

Kesehatan
Kepatuhan untuk rutin Menjelaskan bahwa memeriksakan

Indikator Keberhasilan
Penilaian
Pasien rutin memeriksakan

periksa tekanan darah ke

tekanan darah ke puskesmas secara tekanan darah ke puskesmas,

puskesmas kurang

rutin sangat penting untuk mencegah

tekanan

adanya komplikasi yang dapat timbul

terkontrol

darah

dapat

akibat hipertensi

No

Resiko dan Masalah


Kesehatan

Rencana Pembinaan

Indikator Keberhasilan
Penilaian

48

2.

Pasien

yang

mengkonsumsi

obat dapat

secara teratur.

3.

tidak Menjelaskan bahwa hipertensi tidak Keluhan nyeri kepala dan


menjadi

terkontrol

dan

meminum

obat

namun

kepatuhan
akan

kaku di bagian leher akan

dalam dapat

dikurangi,

tensi

membawa terkontrol.

kesembuhan yang baik


Makan makanan dengan Menjelaskan bahwa makan dengan Sudah

menjalankan

pola

gizi kurang seimbang, gizi seimbang dapat meningkatkan makan

dengan

gizi

masih

suka daya tahan tubuh dan menghindari

mengkonsumsi gorengan makanan

4.

normal

berasa

asin

seimbang.

dan

dan makanan asin.

mengandung kolesterol (otak, daging

Sering berjalan jauh

kambing )
Menjelaskan bahwa aktifitas yang

Mengurangi

terlalu banyak dapat mengakibatkan

berjalan jauh.

aktivitas

rasa nyeri pada kaki meningkat dan


lebih

baik

tidak

terlalu

sering

berjalan jauh atau menggunakan


tongkat atau kursi roda saat akan
5.

Toilet
rumah

jongkok

berjalan jauh.
pada Menjelaskan bahwa toilet jongkok Tidak

terjadinya

trauma

dapat engakibatkan rasa nyeri pada lebih lanjut pada daerah


kaki

yang

semakin

meningkat, lutut,

disarankan untuk menggunakan toilet

nyeri

pada

lutut

berkurang.

duduk atau meletakkan pegangan


dari besi pada sisi kiri serta kanan
toilet.

XI.

PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATAN


Tgl

Kegiatan yang

Keluarga

Hasil Kegiatan

Indikator
49

kunjungan

Dilakukan

yang

evaluasi

Terlibat
Perkenalan

dan

Pasien, anak

september

memberitahukan maksud

ketiga pasien

2015

dan tujuan home visit.

04

Melakukan
dan

diri

menerima Pasien

kunjungan.
Pasien

anamnesis

pendekatan

kegiatan
Pasien

memahami

penjelasan

lebih

berkenan
tentang

Pada kunjungan

penjelasan

kepada penderita tentang

berikutnya

penyakitnya,

keluhan

meliputi

2015

sudah

definisi, penyebab, faktor

berkurang

pencetus,

pasien

pencegahan

Melakukan pemeriksaan
fisik pada pasien.
Menanyakan fungsi
keluarga dalam
menunjang kesehatan
pasien
Monitor status kesehatan
pasien
Pendokumentasian

dan
mulai

mengikuti pola
makan sehat.

Pendokumentasian

september

yang

dirasakan.

dan penatalaksanaan.

11

mengenai
keluhan

penyakitnya.

lanjut terhadap pasien.


Memberi

menceritakan

Pasien

Diketahui fungsi
biologis, psikologis,
ekonomi, sosial,
perilaku dan non
perilaku
Diketahui status
kesehatan pasien
terkini

Keluhan
subjektif sedikit
berkurang
Pasien merubah
pola

makan

sehat
Tekanan darah
terkontrol

Tgl

Kegiatan yang

Keluarga

kunjungan

Dilakukan

yang
Terlibat

18

Monitor status kesehatan

Pasien

Hasil Kegiatan

Diketahui

Indikator
evaluasi
kegiatan

status Keluhan

50

september
2015

pasien

kesehatan

Identifikasi gaya hidup

pasien

terkini
Pasien

serta kemampuan pasien


beraktivitas sosial
Menjelaskan pola istirahat

memahami

penjelasan

tentang

identifikasi

gaya

hidup

yang baik

Pasien

Edukasi pola makan


sesuai kondisi

tentang

kesehatannya

hidup

memahami
perilaku
bersih

dan

sehat

Pendokumentasian

Pasien

memahami

pola makan yang


baik dengan kondisi
kesehatannya

Evaluasi

25
september
2015

kondisi

Pasien

kesehatan pasien
Edukasi tentang perilaku

tentang

hidup bersih dan sehat

hidup

Memotivasi pasien agar


rajin

kontrol

perilaku
bersih

dan

sehat

ke

Pasien

puskesmas terdekat untuk


memeriksakan

Diketahui kondisi
terkini penderita.
Pasien memahami

tekanan

darahnya.
Pendokumentasian

subjektif
berkurang
Pasien berusaha
mengubah pola
makan.
Pasien berusaha
untuk
mulai
berolahraga
ringan.
Pasien
memahami dan
menerapkan
pola
hidup
bersih & sehat
serta berusaha
menjaga
kebersihan
lingkungan
Pasien
menjalankan
diet
rendah
garam.
Pasien
memahami
tentang
penyakitnya
sehingga
berusaha

memahami

untuk

menghindari

mengenai

faktor-faktor

pentingnya

yang

memeriksakan

mencetuskan

kesehatan

timbulnya

dapat

penyakit tersebut

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
51

1.

Tingkat pemahaman : Pembinaan terhadap pasien yang dilakukan cukup baik

2.

Faktor pendukung

: Pasien dapat memahami dan menangkap penjelasan yang


diberikan.

Sikap

penderita

yang

kooperatif

dan

menangkap penjelasan yang diberikan. Keinginan pasien


untuk

hidup

dengan

sehat

mempermudah

proses

penyembuhan.
3.

Faktor penyulit

: Kebiasan pasien yang suka berjalan jauh saat mengikuti


pengajian sulit dihindari. Kesadaran pasien untuk rutin
kontrol tekanan darah ke puskesmas kurang karena jika
tidak ada keluhan pasien cenderung tidak kontrol, dan
terkadang pasien masih melanggar pantangan makanan.

4.

Indikator keberhasilan: Penderita dapat mengetahui tentang penyakitnya meliputi


penyebab, faktor pencetus dari penyakitnya, faktor yang
memperberat, pencegahan dan penatalaksanaannya serta
berusaha untuk menghindari faktor tersebut. Keluhan
nyeri di lututnya berkurang. Pasien sudah mulai rutin
minum obat anti hipertensi dan memperbaiki pola
makannya.

B. Saran
1.

Dilakukan edukasi yang berkelanjutan terhadap pasien dan keluarga, bahkan


lingkungan sekitar pasien, dikarenakan tingkat pemahaman yang belum merata
mengenai penyakit osteoartritis dan hipertensi di kalangan keluarga pasien dan
lingkungan.

2.

Memberikan motivasi terhadap pasien dalam melakukan pola hidup sehat dan
sosialisasi dengan lingkungan sekitar.

LAMPIRAN

52

Kamar mandi

Ruang tengah

Dapur
Kamar Pasien

53

54

DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL: Harrison's
Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div., 2005.
2. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001.
3. WHO Techn. Rep. Ser. 231, Arterial Hypertension & IHD (Preventive Aspects WHO
Chronicle 1962
4. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu, Balai Penerbit
FKUI, 2003.
5. Azwar, Azrul. 1995. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. IDI : Jakarta
6. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia;
2009. p.2538-2549.
7. Dharmawirya, Mitzy.

2000.

Efek

Akupunktur

pada

Osteoartritis

Lutut.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.pdf/1
6EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.html, diakses tanggal 25 September 2015.
8. Ariani, F. 2009.Osteoarthritis Sebabkan Lutut Keropos. Disajikan dalam Seminar
Kesehatan by Fajar Public Makassar 26 Juli 2012
9. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal
25 Juli 2012.
10. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
11. Subagjo, Harry. 2000. Struktur rawan sendi dan perunbahannya. Sub bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Cermin Dunia Kedokteran No. 129. Jakarta.
12. Woolf CJ. 2004. Pain: moving from symptom control toward mechanism-specific
pharmacologic management. Ann Intern Medicine ;140:441-451. Abstract. Diakses
tanggal 26 Septemer 2015.
13. Setyohadi B, 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. www.
technorati

favorites.com.

Diakses

tanggal

28

Desember

2009Adam,

W.

2006.Osteoarthritis and How Is It. http://arthritis.about.com/od/oa/a/osteoarthritis.htm,


diakses tanggal 25 September 2015.
14. Klippel JH. Primer on the rheumatic diseases. 12ed. Atlanta: Arthritis foundation. 2001.
pp: 637
55

15. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee Osteoarthritis.
In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index dengan Kellgren-Lawrence
grading system pada penderita osteoartritis genu. Semarang: Medical Faculty
Diponegoro University; 2007. p. 12.
16. Nancy E, lane, MD, et all. 2010, Tanezumad for the treatment of pain from osteoarthritis
of the knee. The new england journal of medicine
17. Emadedin M, Aghdami N et al. 2012. Intra-articular Injection of Autologous
Mesenchymal Stem Cells in Six Patients with Knee Osteoarthritis; Archives of Iranian
Medicine, Volume 15, Number 7. Diakses tanggal 26 September 2012

56

Anda mungkin juga menyukai