Anda di halaman 1dari 12

STROKE

DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi
secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena
trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.1,2
EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah

penyebab kematian yang

ketiga

setelah

penyakit

jantung

dan

keganasan.Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan
stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan
angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase stroke non
hemoragik hanya sebanyk 15-35%. 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom
intraserebral, dan 5-15% perdarahan subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada
jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan
mencapai 20-30%.1,2
KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun
stroke hemorragik.
a. Stroke Iskemik3
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau
penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CTScan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol
pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis
ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke
otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh
:

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan

mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.


Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =
sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita
yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau

gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).


Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung

di dalam sebuah arteri.


peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke

otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh

darah di otak dan menyebabkan stroke.


Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang
mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan

jantung atau irama jantung yang abnormal.


b. Stroke Hemorragik3
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan
intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70
persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
c. Klasifikasi Berdasarkan Stadium / Pertimbangan Waktu
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
Didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan
gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang

dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di
masa depan.
2) Stroke in evolution
3) Completed stroke
d. Klasifikasi Berdasarkan Sistem Pembuluh Darah
1) Sistem karotis
2) Sistem vertebrobasiler
FAKTOR RESIKO 3
A. Non modifiable risk factor
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Ras dan etnik
4) Genetik
B. Modifiable risk factor (kuat)
1) Hipertensi
2) Penyakit jantung
3) Infark miokard
4) Disritmia/ fibrilasi
5) Gagal jantung katup
6) Gagal jantung kongestif
7) Manifestasi arteriosclerosis
8) Diabetes mellitus
9) Polisitemia
C. Modifiable risk factor (ringan)
1) Hiperkolesterolemia
2) Hematokrit tinggi
3) Merokok
4) Kegemukan
5) Hiperurichemia

6) Hiperfibrinogenemia
7) Kurang olahraga
8) Alkohol
9) Lipoprotein abnormalities
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke
sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an otak
yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga
mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung
dapat

menyebabkan

arteriosklerosis

obstruktif,

lalu

terjadi

infark

lakuner

dan

mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik maupun
diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara
bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan
darah. Penyakit jantung tersebut antara lain adalah: penyakit katup jantung, atrial fibrilasi,
aritmia, hipertrofi jantung kiri (LVH), kelainan EKG
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan
peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih
dini. Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria

dan 4 kali lebih

banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada umur
dan jenis kelamin yang sama.

4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk
semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke

terutama

perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis


yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat
berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung,
diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua
atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-obatan
kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan
hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan
koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor
resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
GEJALA KLINIS 4,5
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah
buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati
(stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan
periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa
perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:

Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).


Kesulitan berbicara, bicara tidak jelas (pelo) atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan.
Kesulitan menulis atau membaca.
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,

atau kadang terjadi secara tiba-tiba.


Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

Mual atau muntah.

Penglihatan ganda.

Kejang.
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau

kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.

Perbedaan stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik berdasarkan Ngoerah, 1991.


Gejala
Awitan

Kesadaran
Tensi darah
Muntah
Kaku kuduk
Likuor
CT-scan
Frekuensi

SNH

SH

Subakut

Hiperakut

Tidak aktif

Aktif

(jam 0-6)
Baik
Normotensi

(jam 6-18)
Koma
Hipertensi

Tidak ada
Tidak ada
Normal
Bercak hipodens
Sudah beberapa kali

(diastole > 150 mmHg)


Ada
Ada
Berdarah/ santokhrom
Bercak hiperdens
Pertama kali

Perbedaan stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik berdasarkan Nuartha, 1994.


Gejala
Permulaan

SNH
SH
Subakut. Tidak melakukan Melakukan aktivitas
aktivitas, saat tidur atau

Peringatan (warning)
Nyeri kepala
Muntah
Kejang-kejang
Kesadaran menurun
Hipertensi
Bradikardia

bangun tidur
+ / ++
-/
- / (sepintas)
-/+
-

+++
++
++
+++
++ / +++
+ / ++

Papiledema
Kaku kuduk
Kernig / brudzinki
Perdarahan retina

Sering +
+ / ++
+ / ++
+

(subhialoid)
DIAGNOSIS 4,5
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami
stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Hanya karena
seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal
kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk
gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:
Tumor otak
Abses otak
Sakit kepala migrain
Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
Meningitis atau encephalitis
Overdosis karena obat tertentu
Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan
perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Diagnosis stroke adalah secara klinis beserta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI. Untuk menilai kesadaran penderita stroke
dapat digunakan Skala Koma Glasgow. Untuk membedakan jenis stroke dapat digunakan
berbagai sistem skor, seperti Skor Strok Siriraj, Algoritma Stroke Gajah Mada, atau Algoritma
Junaedi.
Pemeriksaan Penunjang

Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang


terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan.
Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang
sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan
berguna untuk menentukan:

jenis patologi
lokasi lesi

ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar

yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah
pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI
perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika
detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan
peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat
dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI. MRI konvensional tidak dapat
mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadangkadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk
mengevaluasi pasien stroke.
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien
stroke untuk mencari sumber emboli. Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan Creactive protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan
peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan
lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan
abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1

Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit) 6,7,8


Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati, dan
agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan
darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam
basa harus terus dipantau. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
Pengelolaan umum, pedoman 5 B :

a. Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah
kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan ventilasi
baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka). Intubasi pada pasien dengan GCS < 8.
Pada kira-kira 10% penderita, pneumonia (radang paru) merupakan merupakan penyebab
kematian utama pada minggu ke 2 4 setelah serangan otak. Penderita sebaiknya
berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2 jam. Dan bila ada radang
atau asma cepat diatasi.
b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat
memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau
diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100
mmHg (stroke hemoragik).

Penurunan tekanan darah maksimal 20 %. Obat-obat yang

dapat dipergunakan Nicardipin, Diltiazem, nitroprusid, nitrogliserin, labetolol, kaptopril.


Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi. Kadar gula darah (GD) yang terlalu
tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke.
c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala,
muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai adalah
manitol dengan pemantauan osmolalitas antara 300 320 mOsm, keuntungan lain
penggunaan manitol penghancur radikal bebas. Peningkatan suhu tubuh harus dihindari
karena memperbanyak pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan
BBB dan merusak pemulihan metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap
protein kinase. Hipotermia ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif. Bila
terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk perfusi darah
kejaringan otak
d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya dipasang
kateter intermitten.

Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom

kateter, pada wanita pasang kateter.


e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga supaya
defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan. Kekurangan
albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
Stroke iskemik 9,10

Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi) : usaha menghilangkan sumbatan


penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal dengan obat trombolisis.
Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian
haruslah kurang dari 3 jam. Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan
memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin, obat lain yang juga memperbaiki
sirkulasi adalah naftidrofuril.

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi) : Untuk menghindari terjadinya trombus


lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti
agregasi trombosit. Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai
risiko untuk terjadi emboli otak, obat yang dapat diberikan adalah heparin.

Proteksi neuronal/sitoproteksi : obat-obatan pada kelompok ini diharapkan dapat


memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron.
Obat-obatan tersebut antara lain : CDP-Choline, Piracetam, Statin, dan Cerebrolisin.
Stroke Hemoragik 6,11

Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral : Pemberian anti perdarahan berupa


Epsilon aminocaproat, Asam Traneksamat. Untuk mengurangi kerusakan jaringan
iskemik disekeliling hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat
neuropriteksi.

Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid : Bed rest total selama 3 minggu,
Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers.

Pengelolaan operatif : Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,


penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh darah.

Fase Pasca Akut 6


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional
Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000 Seri
Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular
disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
4. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention, diagnosis
and therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.
5. Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
6. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
7. Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306
8. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke (terjemahan).
cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
9. Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet 1992,
339: 537-9.

10. CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford, Wardlaw.
Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic stroke Excell
Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 429.
11. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2 nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002

Anda mungkin juga menyukai