PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik berulang muncul tanpa
diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak
terkontrol dengan baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan
sebagai disfungsi otak.1
Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa ada batasan ras dan sosioekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di Negara berkembang dibanding
dengan Negara industri. Hal ini belum diketahui penyebabnya, diduga terdapat beberapa
faktor ikut berperan misalnya perawatan ibu hamil, keadaan waktu melahirkan, trauma lahir,
kekurangan gizi, dan penyakit infeksi.12
Epilepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak morbiditas di bidang saraf anak,
yang menimbulkan berbagai permasalahan antara lain kesulitan belajar, gangguan tumbuhkembang, dan menentukan kualitas hidup anak. Insidens spilepsi pada anak dilaporkan dari
berbagai negara dengan variasi yang luas, sekitar 4-6 per 1000 anak.2
Gejala dan tanda klinik bangkitan epilepsi sangat bervariasi tergantung pada lokasi
neuro kortikal yang mengalami gangguan. Loncatan elektrik abnormal sebagai pencetus
serangan sangat sring berasal dari neuron-neuron kortikal. Faktor lain yang ikut berperan
dalam terjadinya bangkitan adalah ketidakseimbangan neurotransmiter eksitasi dan inhibisi,
dan gangguan saluran ion di reseptor yang berperan terhadap kegiatan eksitatorik
neurotransmiter.ikatan eksitatorik dengan reseptor terkait akan membuka pintu untuk
masuknya ion kalsium yang berlebihan ke dalam sel sebagai penyebab dari kematian sel yang
berdampak pada kualitas otak dalam hal ini fungsi hipokampus dan korteks serta mengarah
pada gangguan perilaku termasuk bunuh diri.3
Selain itu di kalangan masyarakat awam sendiri masih terdapat pandangan yang salah
mengenai penyakit epilepsi, antara lain dianggap sebagai penyakit kutukan, guna-guna,
kerasukan, gangguan jiwa, dan penyakit menular melalui air liur. Hal ini tentu saja
berpengaruh negatif terhadap pelayanan untuk tatalaksana penyakit epilepsi. Beberapa
masalah lain yang telah diidentifikasi sebagai penghambat tatalaksana penyakit epilepsi
adalah keterbatasan tenaga medis, sarana layanan kesehatan, dana dan kemampuan
masyarakat. Keterbatasan tersebut akan menurunkan optimalisasi penatalaksanaan penyakit
epilepsi.13
Tidak jarang penyakit epilepsi ini menimbulkan kematian. Angka kematian pertahun
adalah 2 per 100.000. hal ini dapat berhubungan langsung dengan kejang, misalnya ketika
terjadi serangkaian kejang yang tidak terkontrol, dan diantara serangan pasien tidak sadar,
1
atau jika terjadi cedera akibat kecelakaan atau trauma. Fenomena kematian mendadak yang
terjadi pada penderita epilepsi (sudden unexplained death in epilepsy) diasumsikan
berhubungan
dengan
aktivitas
kejang
dan
kemungkinan
besar
karne
disfungsi
kardiorespirasi.14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kata epilepsi berasal dari bahasa latin dan Yunani yang berarti serangan atau penyakit
yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi adalah gangguan yang dapat terjadi pada semua spesies
mamalia.4
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan
oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.13
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
2
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).13
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara
bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis bangkitan,
faktor pencetus, dan kronisistas.13
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Otak memiliki 15 Milyar neuron yang membangun substansia alba dan substansia
grisea. Otak merupakan organ yang paling komplek dan sensitif, berfungsi sebagai
pengendali dan pengatur aktivitas, gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Otak juga
merupakan tempat kedudukan memori dan juga sebagai pengatur aktivitas involuntar atau
otonom. Sel-sel otak bekerjasama, berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang dapat
terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang
menghasilkanserangan atau seizure. Sistem limbik merupakan bagian otak yang paling
sensitif terhadap serangan. Ekspresi aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan motorik,
sensorik, kognitif atau psikis.5
Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak), hipokampus, dan area
fronto-temporal bagian mesial sering kali merupakan letak awal munculnya serangan
epilepsi, area subkorteks misalnya thalamus, substansia nigra dan korpus striatum berperan
dalam menyebarkan aktivitas serangan dan mencetuskan seranan epilepsi umum. Pada otak
normal, rangsangan penghambat dari area subkorteks mengatur neurotransmiter perangsang
antara korteks dan area otak lainnya serta membatasi meluasnya signal listrik abnormal.
Penekanan terhadap aktivitas inhibisi eksitasi di area tadi pada penderita epilepsi dapat
memudahkan penyebaran aktivitas serangan mengikuti awal serangan persial atau munculnya
seranga epilepsi umum primer.5
2.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya epilepsy dibagi menjadi dua tipe yaitu epilepsy primer dan
epilepsy sekunder.6
Epilepsy primer adalah epilepsy yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti.
Epilepsy primer juga disebut dengan idiopatik epilepsy. Beberapa hal yang berhubungan
dengan epilepsy primer yaitu:
Adanya episode aktivitas listrik yang abnormal didalam otak yang menyebabkan
kejang
Ada beberapa area tertentu pada otak yang dipengaruhi oleh aktivitas listrik yang
abnormal yang menyebabkan beberapa tipe kejang
Jika semua area otak dipengaruhi oleh aktivitas listrik yang abnormal maka kejang
menyeluruh mungkin terjadi. Hal ini berarti bahwa kesadaran mungkin hilang atau
berkurang. Seringnya semua tangan dan kaki akan menjadi kaku kemudian
otot akan menyebar keseluruh tubuh. Pada saat ini, kejang akan menjadi menyeluruh.
Kejang yang disebabkan oleh demam tinggi pada anak mungkin tidak
dipertimbangkan sebagai epilepsy.
Epilepsy sekunder adalah kejang yang penyebabnya telah diketahui. Epilepsy sekunder
disebut juga sebagai epilepsy simtomatik. Ada beberapa penyebab yang biasa di temukan
pada epilepsy sekunder yaitu:
Tumor
Ketidakseimbangan metabolism seperti hipoglikemi
Trauma kepala
Penggunaan obat-obatan
Kecanduan alkhohol
Stroke termasuk perdarahan
Trauma persalinan
Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.
2.4 Patofisiologi
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala, stroke,
tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal
(neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi
genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan
mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang
mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus)
inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak.3
Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi (focus) di otak.
Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa
menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental. Dari sudut pandang biologi molekuler,
bangkitan epilepsi disebabkan olehketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter
eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari
presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor NMDA atau
AMPA di post-sinaptik. Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat
(NMDAR) disebut sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan epilepsi.3
4
Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat
antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang
bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari
reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal
ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya
mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa.3
Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ionion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ionion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.
Jika terjadi kerusakanatau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan listrik akan
juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja
reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter
seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat
(eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan
epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab
terhadapmemori dan proses belajar.3
Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan
antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia,
infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya
faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi
bila ada rangsangan yang memadai.3
Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di
hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas
neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan
yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu
didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih
dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat
hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan.5
Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena efek
traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya. Efek ini dapat
berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau glia,
yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal epileptogenik.
Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya, semuanya
dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga menjadi
epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya, khususnya grand mal dan petit
5
mal serta benigne centrotemporal epilepsy. Walaupun demikian proses yang mendasari
serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang sama.5
2.5 Klasifikasi epilepsi
Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:7
1. Epilepsi Grand Mal Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik
yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum,
dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4
menit.
2. Epilepsi Petit Mal Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar
atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini
penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch-like),biasanya di
daerah kepala, terutama pengedipan mata.
3. Epilepsi Fokal Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi
setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan
batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan
fungsional.
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981, epilepsi diklasifikasikan
menjadi 2 yakni berdasarkan bangkitan epilepsi dan berdasarkan sindromepilepsi.1,5,8,9
1. Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsi :
a. Bangkitan Parsial Bangkitan parsial diklasifikasikan menjadi 3 yakni,
Parsial Sederhana (kesadaran tetap baik)
Dengan gejala motorik
Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
Dengan gejala autonom
Dengan gejala psikis
Kejang ini sangat berbeda pada setiap orang, tergantung pada bagian otak dimana
kejang ini berawal. Satu hal yang umum terjadi pada setiap penderita bahwa mereka tetap
terjaga dan dapat mengingat apa yang terjadi. Dokter sering membagi kejang parsial
sederhana kedalam beberapa kategori tergantung pada jenis gejala yang dialami oleh pasien.
Kejang motorik
Kejang ini menyebabkan perubahan pada aktivitas otot. Sebagai contoh ,
seseorang mungkin mengalami gerakan abnormal seperti jari tangan menghentak
atau kekakuan pada sebagian tubuh. Gerakan ini mungkin akan meluas atau tetap
pada satu sisi tubuh (berlawanan dengan area otak yang terganggu) atau meluas
pada kedua sisi. Contoh yang lain adalah kelemahan dimana dapat berpenagruh
pada saat berbicara. Penderita mungkin bisa atau tidak menyadari gerakan ini.
Kejang sensorik
6
pergi atau suara seseorang seperti teredam ketika seharusnya terdengar jelas.
Kejang autonomic
Kejang ini menyebabkan perubahan pada bagian system saraf yang secara
otomatis mengendalikan fungsi tubuh. Kejang ini biasanya meliputi perasaan
asing atau tidak nyaman pada perut,dada dan kepala, perubahan pada denyut
melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar
kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan
EEG akan menunjukan gambaran yang khas yakni spikewave yang berfrekuensi
3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh.
2. Klonik Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1
3 detik, terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti
oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
3. Tonik Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum
dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
4. Tonik-klonik /Grand malSecara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan
teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah
itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik yag disertai dengan
relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau
bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan
sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan
tertidursetelahnya.
5. Mioklonik Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar
sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya
berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan
fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
6. Atonik Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan
2.
ini.
Kelompok umur 3 bulan sampai 4 tahun Pada kelompok ini sering terjadi kejang
demam, karena kelompok ini sangat peka terhadap infeksi dan demam. Kejang
demam bukan termasuk epilepsi, tetapi merupakan faktor risiko utama terjadinya
epilepsi. Sindrom epilepsi yang sering terjadi pada kelompok ini adalah sindrom
Spasme Infantile atau Sindrom Westdansindrom Lennox-Gestautatau epilepsi
mioklonik.
Kelompok umur 4-9 tahun Pada kelompok ini mulai timbul manifestasi klinis dari
epilepsi umum primer terutama manifestasi dari epilepsi kriptogenik atau epilepsi
karena fokus epileptogenik heriditer. Jenis epilepsi pada kelompok ini adalah
Petitmal, grand mal dan Benign epilepsy of childhood with Rolandic spikes
(BECRS). Setelah usia 17 tahun anak dengan BECRS dapat bebas serangan tanpa
menggunakanobat.
Kelompok umur lebih dari 9 tahun. a. Kelompok epilepsi heriditer : BERCS,
kelompok epilepsi fokal atau epilepsiumum lesionik. b. Kelompok epilepsi
simtomatik : epilepsi lobus temporalis atau epilepsi psikomotor. Kecuali BECRS,
pasien epilepsi jenis tersebut dapat tetap dilanda bangkitan epileptik pada
kehidupan selanjutnya. Epilepsi jenis absencedapat muncul pada kelompok ini.
memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentaknyentak. Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus
menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana
mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas.10
Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan
penderita bisa meninggal.
2.7 Faktor risiko9
Faktor Risiko untuk epilepsy meliputi:
Bayi yang lahir kurang bulan.
Bayi yang mengalami kejang pada satu bulan pertama setelah dilahirkan.
Bayi yang lahir dengan struktur otak yang abnormal.
Perdarahandidalam otak.
Pembuluh darah abnormal didalam otak
Trauma otak berat atau kurangnya oksigen otak
Tumor otak
Infeksi pada otak, abses meningitis atau ensefalitis
Serebal palsy.
Faktor yang dapat memicu terjadinya kejang yaitu:
Lupa minum obat
Kurang tidur
Sakit (dengan atau tanpa demam)
Stress psikologi yang berat
Pengguuna alkhohol yang berat
Penggunaan kokain atau ekstasi
Kurangnya nutrisi seperti vitamin dan mineral
Siklus menstruasi
2.8 Diagnosis
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
hasilpemeriksaan EEG dan radiologis.5
1. Anamnesis Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis
menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan obat-obatan
tertentu. Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi: - Pola / bentuk serangan - Lama
serangan - Gejala sebelum, selama dan paska serangan - Frekueensi serangan - Faktor
pencetus - Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang - Usia saat serangan
terjadinya pertama - Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan - Riwayat
penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya - Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
11
kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis
sebabsebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan
perkembangan,
organomegali,
perbedaan
ukuran antara
anggota
tubuh
dapat
kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG,
terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung,
kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. 16 Prinsip mekanisme kerja obat
anti epilepsi : 11
Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Clatau aktivitas neurotransmiter.
2.10 Komplikasi
Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress emosional.
Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:9
Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual
Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada
13
Trauma kepala dan oral Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP) SUDEP terjadi
pada sebagian kecil orang dengan epilepsy . Dengan alasan yang sangat sulit untuk
dimengerti, orang sehat dengan epilepsy dapat meninggal secara mendadak. Ketika hal ini
terjadi, orang dengan epilepsy simtomatik memiliki risiko yang lebih tinggi. Dari hasil
autopsy tidak ditemukan penyebab fisik dari SUDEP. Hal ini mungkin terjadi karena edem
pulmo atau cardiac aritmia. Beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi dari yang lain
seperti dewasa muda dengan kejang umum tonik klonik yang tidak dapat dikontrol
sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang menggunakan dua atau lebih obat anti kejang
mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk SUDEP.
2.11 Pencegahan
Jika kejang berhubungan dengan kondisi medis tertentu, identifikasi dan terapi pada
kondisi medis tersebut adalah kunci dari pencegahan terjadinya kejang. Jika pengobatan anti
kejang telah diberikan oleh dokter, minum obat sesuai jadwal yang telah direkomendasikan
oleh dokter dan tidak lupa minum obat adalah hal yang penting dalam pencegahan kejang.9
Beberapa orang dengan epilepsy sensitive terhadap alkhohol. Mungkin ada beberapa
orang yang mengalami kejang setelah meminum sedikit alkhohol sehingga kunci utama
kejang digolongkan menurut gejala yang terjadi. Kejang dapat digolongkan menjadi kejang
parsial dan kejang umum, tergantung pada banyaknya area otak yang terpengaruh. Ada
beberapa komplikasi pada epilepsy seperti status epileptikus dan sudden unexpected death in
epilepsy (SUDEP). Status epileptikus terjadi jika terdapat kejang lebih dari 30 menit tanpa
adanya masa pemulihan kesadaran. Biasanya status epileptikus adalah kedaruratan medis
pada kejang tonik klonik. Sedangkan SUDEP sangat jarang terjadi, hanya satu diantara seribu
orang dengan epilepsy simtomatik (penyebab diketahui) yang mengalami SUDEP. Gejala
epilepsy dapat dikontrol dengan obat anti kejang. Hampir delapan dari sepuluh orang dengan
epilepsy gejala kejang yang mereka alami dapat dikontrol dengan baik oleh obat antikejang.
Pada umumnya, pertama kali dokter akan memulai pengobatan dengan menggunakan satu
jenis anti kejang, jika kejang tetap tidak bisa dikontrol baru digunakan dua atau lebih
kombinasi obat anti kejang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Herry garna & Heda melinda nataprawira, Pedoman Diagnosis dan Terapi,
Departemen Ilmu Kesehatan Anak UNPAD, RSUP Dr. Hasan sadikin. Bandung.
2012.
2. I Gusti Ngurah Made Suwarba. Journal, Insidens dan karaterisitik klinis epilepsi pada
anak. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
RSUP Sanglah, Denpasar, Bali. 2011.
3. Jan Sudir Purba, Epilepsi: Permasalahan di Reseptor atau Neurotransmitter,
Departemen Neurologi/RSCM, FK UI, Medicinus; Jakarta.2008.
4. Atlas epilepsy care in the world, Programme for Neurological Diseases and
Neuroscience Department of Mental Health and Substance Abus .WHO,
Geneva.2005.
15
5. Tri Budi Raharjo, Tesis, Risk Factors of Epilepsy on Children Below 6 Years Age.
Program pendidikan dokter spesialisi Ilmu Penyakit Saraf UniversitasDiponegoro.
Semarang. 2007.
6. http://ml.scribd.com/doc/80463709/Referat-Epilepsy, Accessed 2012 Desember 21.
7. Guyton AC., Hall JE., Sistem saraf. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbookof
Medical Physiology)Edisi 9. Buku Kedokteran EGC.Jakarta. 1996.
8. Utoyo sunaryo, Presentation Pedoman Tatalaksana Epilepsi Kelompok Studi Epilepsi
PERDOSSI, Fakultas kedokteran Universitas wijaya kusuma. Surabaya.2007.
9. http://scribd.com/doc/38128375/epilepsi.Accessed 2012Desember 21.
10. Epilepsi. Available at : http://www.medicastore.com/ Accessed : 2012, Desember 21
11. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Epilepsi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 1985.
12. Lumbatobing SM. Epilepsi (ayan). Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006;p.1-3
13. Harson, Kustiowati E, Gundharma S, editors. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Edisi
ke-3. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2008;p.1-48
16