Anda di halaman 1dari 7

3.

1 Fisiologi wanita pascapersalinan


Wanita menyusui
Selama kehamilan, kadar prolaktin mengalami peningkatan, terjadi perangsangan terhadap
pertumbuhan payudara dan kelenjar mammae. Peningkatan kadar prolaktin berhubungan dengan
disfungsi ovulasi dan infertilitas. Pada proses laktasi, hal tersebut berperan penting dalam
menunda kembalinya ovulasi setelah persalinan. 7 Estrogen dan progesteron memiliki efek
hambatan terhadap prolaktin pada payudara. Setelah persalinan, prolaktin bertindak sebagai
hormon utama yang mendukung produksi ASI, terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron
beserta efek inhibitornya terhadap prolaktin secara bermakna. Refleks isap bayi akan
merangsang prolaktin dan mempertahankan produksi ASI. Pembesaran payudara dan sekresi ASI
secara penuh mulai terjadi pada hari ketiga hingga keempat pasca pesalinan ketika estrogen dan
progesteron benar-benar telah hilang dari sirkulasi wanita. Berdasarkan teori, kontrasepsi
hormonal khususnya yang mengandung estrogen dapat mengganggu laktasi melalui efek
inhibitornya terhadap prolaktin yang bertanggung jawab terhadap produksi ASI.8 Kembalinya
siklus menstruasi setelah persalinan merupakan salah satu indikator kembalinya kemampuan
reproduksi, tetapi terjadinya mentruasi tidak selalu berarti terjadi ovulasi. Monitor terjadinya
ovulasi dapat dilakukan dengan ultrasonografi. Ovulasi ditandai dengan folikel yang berukuran
lebih dari 1.8 cm dan akumulasi cairan di kavum uterorektal. Suatu studi pada 101 wanita
menyusui, menunjukkan bahwa 53 wanita (52.5%) dengan diameter folikel > 1.8 cm mengalami
menstruasi pada hari ke 13884, mengalami ovulasi pertama kali dalam 15545 hari
pascapersalinan dan mengalami kenaikan suhu basal tubuh 6-13 hari setelahnya. Sedangkan 48
wanita dengan diameter folikel 1.7 cm mengalami menstruasi kembali dalam 29388 hari.
Waktu kembalinya menstruasi juga berkorelasi dengan pemberian makanan pengganti ASI pada
bayi (r=0.5554, p<0.01) dan waktu terjadinya ovulasi pertama kali pascapersalinan (r=0.4764,
p<0.01).9
Wanita tidak menyusui
Pada wanita yang memilih untuk tidak menyusui, kadar gonadotropin tetap rendah selama 2-3
minggu pertama masa nifas dan kembali ke normal pada minggu ke-3 dan ke-5 saat kadar
prolaktin mengalami penurunan di bawah kadar normal.8 Rerata waktu terjadinya ovulasi
pertama kali pada wanita AS adalah 453.8 hari (rentang 25-72 hari). Sebagai tambahan, 2/3

wanita menyusui dan tidak menyusui mengalami ovulasi sebelum terjadinya perdarahan pertama.
Hal ini menunjukkan pentingnya pertimbangan pemakaian kontrasepsi dan waktu dimulainya
pemakaian kontrasepsi sebelum kembalinya menstruasi.10
Kondisi Hiperkoagulabilitas Pascapersalinan
Faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan dan memulai kontrasepsi
pascapersalinan adalah adanya kondisi hiperkoagulabel yang meningkatkan risiko tromboemboli
vena 2 minggu setelah persalinan. Penggunaan kontrasepsi yang mengandung estrogen tidak
direkomendasikan pada periode ini, karena penggunaan estrogen dapat menyebabkan eksaserbasi
risiko tromboemboli.7
3.2 Terminologi Kontrasepsi Pascapersalinan
Menurut WHO, penggunaan kontrasepsi pada masa pascapersalinan dibagi menjadi dua yaitu
wanita pascapersalinan yang menyusui dan wanita pascapersalinan yang tidak menyusui. Masa
menyusui yang dimaksud adalah masa pemberian ASI eksklusif.
KONTRASEPSI PERIODE MENYUSUI

4.1 Kontrasepsi Progestin


4.1.1 Kontrasepsi pil progestin (minipil)
Penggunaan kontrasepsi progestin tidak menunjukkan perbedaan volum ASI, pertumbuhan bayi
dan komposisi ASI dibandingkan dengan plasebo selama 14 hari pertama pascapersalinan.
(Velazquez 1976) Pil progestin (progestin-only minipills) atau yang lebih dikenal luas sebagai
minipil bekerja sebagai metode kontrasepsi dengan melepaskan hormon progestin dalam dosis
rendah. Terdapat bukti kuat tentang rendahnya efek terhadap produksi ASI serta pertumbuhan
dan perkembangan neonatus. Bahkan pada beberapa kasus, justru terjadi peningkatan volum
produksi ASI. Sebaliknya, kontrasepsi hormonal kombinasi akan menurunkan kuantitas produksi
serta menyebabkan perubahan pada komposisi ASI. Minipil menyebabkan perubahan kecil
dalam komposisi ASI melalui transfer steroid dari plasma ke ASI dalam jumlah sedikit, namun
biasanya sangat rendah bahkan tidak dapat dideteksi dalam tubuh neonatus setelah pemakaian
minipil dalam beberapa hari oleh wanita menyusui.17
Minipil tidak memengaruhi volum ASI maupun komposisinya, serta tidak menyebabkan efek
jangka panjang terhadap bayi. Idealnya, wanita yang memberikan ASI eksklusif dapat memulai
pemakaian minipil pada 6 minggu pascapersalinan. 18,19 Penggunaan metode amenorea laktasi saja

selama 6 minggu awal pascapersalinan akan menurunkan paparan hormon eksogen terhadap bayi
dan menurunkan insidens perdarahan ireguler pascapersalinan. Namun, bagi wanita yang
mengalami keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan, minipil dapat segera digunakan
dalam beberapa hari pascapersalinan.19 Berkurangnya kadar progesteron secara drastis
pascapersalinan memicu inisiasi laktogenesis, sehingga dipikirkan bahwa progesteron perlu
mencapai kadar basal sebelum memulai pemakaian kontrasepsi pil progestin. Oleh karena itu,
penggunaan

metode

kontrasepsi

ini

sebaiknya

ditunda

setidaknya

sampai

hari

pascapersalinan.20
Terdapat 2 jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progestin, yaitu :
(1) Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA yang
diberikan setiap 3 bulan/90 hari dengan cara disuntik intramuskular (di daerah bokong); (2) Depo
Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg Noretindron Enantat,
diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskular. Pemberian kontrasepsi suntikan
Noristerat untuk 3 injeksi setelah injeksi pertama diberikan setiap 8 minggu, kemudian injeksi
kelima dan seterusnya diberikan setiap 12 minggu. Suntikan dapat diberikan 2 minggu sebelum
jadwal, atau 2 minggu setelah jadwal asalkan tidak terjadi kehamilan.12 Pengaruh progestin
injeksi terhadap laktasi telah diteliti efektif untuk mengontrol kesuburan pascapersalinan pada
wanita menyusui (M.Karim et al, 1971). Penggunaan norethisterone ethanate/NET EN (200
mg/84 hari) dan depot medroxyprogesterone acetate/DMPA (150 mg/3 bulan) yang dimulai pada
masa nifas dan diikuti selama 3 bulan, menunjukkan tidak terdapat penurunan volum ASI yang
diukur produksinya per 3 jam setiap harinya. Secara statistik, berat badan bayi mengalami
peningkatan dibanding kelompok kontrol. Penggunaan progestin injeksi / DMPA pada minggu
pertama (7 hari pascapersalinan) dan minggu keenam (42 hari pascapersalinan) pascapersalinan
terbukti tidak menimbulkan efek negatif terhadap menyusui maupun perkembangan bayi. Efek
samping yang muncul hanya amenore yang normal terjadi pada periode ini sehingga tidak
menimbulkan masalah bagi para wanita. Penggunaan progestin injeksi akan mencegah
kehamilan selama setidaknya 11 bulan pascainjeksi. Kehamilan kembali cenderung terjadi jika
injeksi selanjutnya tertunda dalam 5 bulan pascainjeksi terakhir.21 Sama dengan kontrasepsi
progestin lainnya, DMPA tidak meningkatkan risiko trombosis puerperal sehingga teorinya,
suntikan DMPA dapat diberikan pertama kali dalam hari ke-3 pascapersalinan. Namun
penggunaan semacam ini dikatakan mendahului kebutuhan untuk kontrasepsi, selain juga

meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan menjadi memanjang dan lebih banyak. Dalam
prakteknya, suntikan pertama DMPA akan ditunda hingga minggu kelima sampai keenam
pascapersalinan untuk wanita menyusui. Sedangkan bagi wanita yang tidak menyusui, suntikan
pertama tidak boleh ditunda terlalu lama, biasanya sekitar hari ke-21 pascapersalinan.3
Penggunaan DMPA akan menunda kembalinya fertilitas sehingga tidak dianjurkan untuk wanita
yang menginginkan kehamilan kembali dalam 2 tahun.23 Namun, DMPA justru terpilih bagi
wanita usia muda yang berisiko mengalami kehamilan kembali dalam jarak terlalu dekat.31
4.1.3 Kontrasepsi Implan
Implan termasuk salah satu alat kontrasepsi yang aman dipakai pada masa laktasi. Terdapat 3
jenis implan yang tersedia di Indonesia, yaitu (1) Norplant, dengan lama kerja 5 tahun, yang
terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga (panjang 3.4 cm; 2.4 mm) berisi 36 mg
levonorgestrel; (2) Implanon, dengan lama kerja 3 tahun, yang terdiri dari 1 batang putih lentur
(panjang 40 mm; 2 mm) berisi 68 mg 3-keto-desogestrel; (3) Jadena dan Indoplant, dengan
lama kerja 3 tahun, yang terdiri dari 2 batang berisi 75 mg levonorgestrel.12 Implan Indoplant
cukup aman dan efektif dalam mencegah kehamilan, sebanding dengan implan Norplant. Efek
samping dan keluhan pemakai Indoplant dan Norplant antara lain masalah perdarahan, pusing
dan sakit kepala semuanya masih dalam batas normal dan umumnya terjadi dalam 6 bulan
pertama pemakaian. Angka kehamilan pada bulan ke-36 untuk kelompok Indoplant 0.7 per 100
wanita, sedangkan pada kelompok Norplant tidak ditemukan kehamilan.32 Karena tidak
mengandung hormon estrogen, maka kontrasepsi implan merupakan pilihan bagi wanita
menyusui dan dapat digunakan selama laktasi, minimal 4 minggu pascapersalinan.33,34
4.1.4 AKDR dengan Progestin (AKDR levonorgestrel)
Jenis AKDR yang mengandung hormon steroid adalah Prigestase yang mengandung
progesteron dan Mirena yang mengandung levonorgestrel.12AKDR Levonorgestrel merupakan
perpaduan antara kontrasepsi hormonal, sejenis dengan kontrasepsi injeksi, dengan AKDR.
Didalamnya terkandung hormon levonorgestrel yang dilepaskan 20 g perhari. Penggunaan
AKDR Levonorgestrel memiliki keuntungan mengurangi perdarahan bahkan mengakibatkan
amenore jangka panjang. Efek ini bersifat reversibel.35 Dalam setahun pertama pascapelepasan
AKDR, fertilitas akan kembali dan 90% wanita akan mengalami kehamilan. 36AKDR
Levonorgestrel tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui pada insersi dini pascaplasenta
sampai 48 jam pascapersalinan, ataupun insersi pada kurang dari 4 minggu pascapersalinan.11

4.3 Metode Amenorea Laktasi (MAL)


Metode amenorea laktasi (MAL) didefinisikan sebagai penggunaan proses pemberian ASI
sebagai metode kontrasepsi bagi wanita yang masih belum mengalami menstruasi (amenorea)
dan tidak memberikan suplementasi makanan dan minuman apapun kepada bayinya hingga usia
6 bulan pascapersalinan. Metode ini memberikan perlindungan lebih dari 98% terhadap
terjadinya kehamilan pada 6 bulan pertama pascapersalinan.52 Terdapat tiga kriteria yang
didefinisikan sebagai periode dimana risiko terjadinya kehamilan adalah paling rendah (Gambar
1). Apabila semua jawaban dari ketiga pertanyaan pada algoritma adalah tidak, maka MAL dapat
digunakan. Bila salah satu jawaban adalah ya, maka dianjurkan untuk menggunakan metode
kontrasepsi lainnya. Tiga kriteria tersebut adalah: amenorea, pemberian ASI eksklusif dan
proteksi terbatas pada 6 bulan pertama pascapersalinan, semua kriteria ini harus dipenuhi untuk
memastikan proteksi yang adekuat dari kehamilan yang tidak direncanakan (unplanned
pregnancy).53,54
MAL dapat dipakai sebagai alat kontrasepsi bila ibu menyusui secara penuh (full breastfeeding)
artinya bayi hanya mendapat asupan ASI saja; lebih efektif jika pemberian ASI 8 kali perhari,
ibu belum haid (amenore) dan usia bayi < 6 bulan. MAL memiliki efektivitas yang tinggi
(keberhasilan 98% pada enam bulan pertama pascapersalinan). Beberapa catatan dari konsensus
Bellagio (1988) untuk mencapai efektivitas 98%, yaitu:12
Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya sesekali diberi 1-2 teguk
air/minuman pada upacara adat/agama);
Perdarahan sebelum 56 hari pascapersalinan dapat diabaikan (belum dianggap haid);
Bayi menghisap secara langsung;
Menyusui dimulai dari setengah sampai 1 jam setelah bayi lahir;
Kolostrum diberikan kepada bayi;
Pola menyusui on demand (menyusui setiap saat bayi membutuhkan) dan dari kedua payudara;
Sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hari;
Hindari jarak menyusui > 4 jam.

MAL dapat diaplikasikan pada semua wanita tanpa persyaratan medis tertentu dan hingga
saat ini tidak ada dokumentasi yang menunjukkan akibat negatif MAL pada kesehatan wanita.
Pada MAL, wanita tetap menyusui untuk menyediakan kebutuhan nutrisi bayi dan memberikan
perlindungan terhadap penyakit. Namun ada beberapa kondisi yang mempengaruhi proses
pemberian ASI dan juga mempengaruhi durasi amenorea, sehingga menjadikannya suatu pilihan
yang kurang bermanfaat untuk tujuan keluarga berencana.11
Pada studi observasional yang dilakukan oleh Diaz (1988) dengan wanita pengguna AKDR
sebagai kelompok kontrol, didapatkan tingkat kehamilan kumulatif setelah 6 bulan sebesar 2.45
dengan penggunaan definisi standar berakhirnya amenorea. Definisi standar yang dimaksud tidak
mengikutsertakan terjadinya perdarahan sebelum 56 hari pascapersalinan sebagai tanda
berakhirnya amenorea. Sedangkan tingkat kehamilan kumulatif dengan menggunakan definisi

kedua yang mengikutsertakan segala perdarahan sebagai tanda berakhirnya amenorea


menunjukkan tingkat kehamilan kumulatif sebesar 0.45. Studi yang dilakukan oleh Peres (1991)
menunjukkan bahwa dengan menggunakan definisi standar berakhirnya amenorea, tingkat
kehamilan kumulatif sebesar 0.45 pada penggunaan MAL.52

Anda mungkin juga menyukai