EFUSI PLEURA
Oleh :
Putri Firdayanti
2051210032
Pembimbing :
Dr. Tahri Iskandar Sp.P
BAB I
PENDAHULUAN
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura
parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan
cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara
histologis kedua lapisan ini terdir dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler
dan pembuluh getah bening (Halim et al., 2006).
Rongga potensial diantara pleura parietalis dan pleura viseralis berperan sebagai sistem
yang berpasangan antara paru dan dinding dada, dan dalam keadaan normal mengandung
sedikit cairan (Ward et al., 2007), yang dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui
pembuluh darah kapiler. Filtrasi terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan
jaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga
pleura.
Selain itu dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura (Halim et al., 2006). Aliran cairan
melalui rongga pleura ditentukan oleh rumus starling yang melibatkan tekanan mikrovaskular,
tekanan onkotik, permeabilitas, dan area permukaan. Pada keadaan normal, terjadi filtrasi
netto cairan transudatif (kurang protein) kedalam rongga pleura yang diimbangi dengan
resorpsi melalui limfatik parietal (Ward et al., 2007).
BAB II
STATUS PENDERITA
IDENTITAS PENDERITA
A.
Nama
: Tn. K
Umur
: 63 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: -
Agama
: Islam
Alamat
: Dampit
Status Perkawinan
: Menikah
Suku
: Jawa
Tanggal periksa
: 19 February 2011
ANAMNESIS
B.
1.
Keluhan Utama
: Batuk
2.
4.
5.
ANAMNESIS SISTEM
C.
1. Kulit
2. Kepala
3. Mata
pandangan
mata
berkunang-kunang(-),
penglihatan
kabur(-),
13. Psikiatri
14. Muskuloskeletal
nyeri otot(-)
15. Ekstremitas Atas : Bengkak (-), sakit (-), ujung jari tangan dingin (-), telapak tangan
pucat (-)
16. Ekstremitas Bawah : Bengkak (-), sakit (-), ujung jari kaki dingin (-), telapak kaki
pucat (-)
PEMERIKSAAN FISIK
D.
1. Keadaan Umum
Tampak batuk-batuk, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan kurang.
2. Tanda Vital
Tensi
: 140/100 mmHg
Nadi
: 88 x / menit
Pernafasan
: 28 x /menit
Suhu
: 36,5 oC
3. Kulit
Warna gelap, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi (-), petechie (-),
spider naevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah / bells palsy (-).
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek kornea (+/+), warna kelopak
(coklat), arkus senilis (-/-), radang (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-),
hiperpigmentasi (-/-), saddle nose (-/-)
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi
lidah hiperemis (-), tremor (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-), cuping telinga dalam
batas normal.
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid
(-), pembesaran
pinggang jantung
Palpasi
Perkusi
: sonor/redup
Auskultasi
Ronchi
+ + -
Wheezing
-
+ 12. Abdomen
-
Perkusi : tympani
13. Ektremitas
palmar eritema (-/-)
akral dingin
-
Oedem
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
6
1.
Hb
: 13,7 g/dL
Lekosit
: 5.200 /cm3
LED
: 40
mm/jam
GDS
: 117
mg/dL
SGOT
: 24
U/L
SGPT
: 20
U/L
Ureum
: 14
Kreatinin : 0,68
Natrium
: 135 mmpl/L
Kalium
: 3,7 mmol/L
Volume
: 3,5 ml
Kejernihan
: Jernih
Warna
: kuning
Bekuan
: negative
Ph
: 8,0
Mikroskopis
Eritrosit
Lekosit
PMN
: 5
MN
: 95
: 10.000 sel/cmm
: 4.310 sel/cmm
Mikrobiologi
Pewarnaan Gram
Kesan
Soft tissue
Tulang-Tulang
Diafragma
seperti kubah (dbn), sedangkan yang sebelah dextra sulit untuk dievaluasi.
Sinus
Trachea
: simetris
Hilus
F. RESUME
Dari anamnesa :
-
Batuk sejak 2 minggu yang lalu, batuk berdahak warna putih kental dan tidak
ada darahnya. hari ke 5 dahaknya berubah berwarna kekuningan. Pasien juga
mengeluh nyeri dada yang disertai dengan sesak napas terutama disebelah kanan.
Nyeri dada tidak menjalar. Semenjak sakit nafsu makan pasien menjadi berkurang
KU
Tensi
: 140/100 mmHg
8
Nadi
: 88 x / menit
Pernafasan
: 28 x /menit
Suhu
: 36,5 oC
Pemeriksaan Pulmo :
o Perkusi
: sonor/redup
G. DIAGNOSIS
Pleuritis Tuberkulosa
H. DIFFERENTIAL DIAGNOSA
CHF
Sirosis
Nephrotic Syndrome
Peritoneal Dialisis
Glomerulonephritis
Myxedema
Hypoalbuminemia
Pulmonary Emboli
I. PENATALAKSANAAN
1.
a. Tirah baring
b. Menghilangkan kebiasaan merokok.
c. Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita dan bagaimana
penatalaksanaannya.
9
2.
IVFD RL 20 tpm
Amboxol 3 x 1
Pct 3x1
Salbutamol 3x2 gr
H.
FLOW SHEET
Nama
: Tn. K
Umur
: 63 tahun
Alamat
: Dampit
Subyektif
Sesak (+), dada terasa
panas
Obyektif
T:150/90mmHg
N:80 x/mnt
RR:18x/mnt
S: 36,5 oC
Ronkhi : +/-
Assesment
Efusi
Pleura
Dextra
Planning
Rencana
Efusi
cairan
pleura
22/02/11
Sesak (+)
T: 130/80mmHg
N:80 x/mnt
RR:17x/mnt
S: 36,3 oC
23/02/11
Sesak berkurang
T: 120/80mmHg
N:80 x/mnt
RR:18x/mnt
S: 36,0 oC
Tx tetap
RHZE
(OAT : Rifamisin,
INH,
Pirazinamid
etambutol )
24/02/11
Sesak berkurang
T: 120/100mmHg
N:80 x/mnt
RR:20x/mnt
S: 36,8 oC
Tx tetap
25/02/11
Keluhan (-)
T: 130/90mmHg
N:80 x/mnt
RR:18x/mnt
S: 36,9 oC
Tx tetap
Besok
BLPL
Evaluasi
cairan
Pleura
Therapy
O
Rl 16 tts/mnt
Oxtercid 3x750
Ambroxol 3x1
Tx tetap
rencana
10
BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT
A. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat
atau cairan eksudat (). Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan
sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
B. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura berfungsi
untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena
pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga
pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura
viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses
pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di
dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu;
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.
11
kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa (Halim et al., 2006). Penting untuk menggolongkan efusi
pleura sebagai transudatif atau eksudatif.
C. ETIOLOGI
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk
menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan
pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis
transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan
dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di
dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria
berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam
serum.
dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala
perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus
dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang
berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab
dapat
merupakan
bakteri
aerob
maupun
anaerob
(Streptococcus
paeumonie,
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran
kapiler.
Invasi tumor
ke
kelenjar
limfe
paru-paru
dan
jaringan
limfe
pleura,
sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural,
sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan
kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam
cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan
pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru
atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan
14
pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa
kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang
diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4
indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir
bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b) Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah
perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga
terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan
kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan
aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura
dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan
efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi
pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang
torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat
transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam.
Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
15
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang
ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya
cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak
dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan
yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous
shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi
pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meigs Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor
ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor
ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah
tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya
dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di
diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun
bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi
melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura
dengan cairan dialisat.
c) Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru
diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah
terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
D. DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik yang teliti,
diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.
Dari anamnesa didapatkan :
1. Sesak nafas
2. Rasa berat pada dada
16
17
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat dilihat
pada tabel :
c. Sitologi. Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
d. Bakteriologi. Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering pneumokokus,
E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter (Halim et al., 2006).
Biopsi Pleura. Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada (Halim et al., 2006).
E. PENATALAKSANAAN
Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).
Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
Torakosentesis. Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas
bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam
posisi tidur terlentang.
18
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit
medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor
dan redup.
3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena
penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diahfrahma atau terlalu dalam
sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh
karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.
dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk
ke dalam rongga pleura.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jeremy, et al. 2008. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta.
2. Jeremy, et al. 2008. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi Edisi kedua. EMS.
Jakarta.
3. Prasenohadi. 2009. The Pleura. Universitas Indonesia.
4. Halim, Hadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
5. Stein, Jay H. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: EGC.
21
6. Prasenohadi, 2009. The Pleura (Health and Disease). Departement Of Pulmology and
Respiratory Medicine Faculty Of Medicine, Univercity Of Indonesia. Jakarta.
7. Mulyono, Djoko. 2008. Efusi Pleura Parapneumonia. SMF Paru Rumah Sakit Samsudin
SH, Sukabum, Jawa Barat.
8. Pudjo Astowo, 2001. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas, dan Empiema. Department
Pulmonology and Respiration Medicine, Division Critical Care Medicine and Pulmonary
Intervention Medical Faculty University of Indonesia, Persahabatan Hospital. Jakarta.
9. Maryani.
2008.
Efusi
Pleura.
Diakses
dari
2009.
Efusi
Pleura.
Diakses
dari
22