Anda di halaman 1dari 21

REFERAT PRAKTIKUM

LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI


GAGAL JANTUNG KRONIK

Kelompok 33
Adam Abdul Malik Sujoko

G1A013089

Yulinar Firdaus

G1A013070

Aida Ainul Chikmah

G1A013074

Asisten :
Rendy Faris Anggono

G1A012134

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS REFERAT PATOLOGI ANATOMI


BLOK SISTEM JANTUNG DAN PEMBUULH DARAH
ANGIOSARKOMA
oleh:
Kelompok 33
Adam Abdul Malik Sujoko

G1A013089

Yulinar Firdaus

G1A013070

Aida Ainul Chikmah

G1A013074

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti Ujian Identifikasi Laboratorium


Patologi Anatomi Blok Sistem Jantung dan Pembuluh Darah pada Jurusan Kedokteran Umum,
Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Diterimadandisahkan,
Purwokerto, 05 Mei 2015
Asisten Praktikum,

Rendy Faris Anggono


G1A012134

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat patologi anatomi yang berjudul Angiosarkoma.
Terimakasih juga kepada asisten praktikum yang membantu dan membimbing penulis
dalam mengerjakan referat ini. Referat ini merupakan sarana belajar bagi penulis dan merupakan
persyaratan untuk memenuhi tugas Laboratorium Patologi Anatomi. Melalui referat ini, penulis
ingin berbagi pengetahuan kepada para pembaca. Semoga referat ini bisa bermanfaat bagi
penulis dan juga para pembaca.
Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan yang mendasar pada referat ini
karena penulis masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Purwokerto, 5 Mei 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan fatik yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Dulu gagal jantung merupakan akibat
dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropic untuk
meningkatkannya dan diuretic serta vasodilator untuk mengurangi beban.
Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban atau penyakit
pada miokard sehingga pencegahan progresifitas dengan penghambat neurohumoral seperti
ACE inhibitor, Angiotensin receptor blocker atau penyekat beta diutamakan di samping obat
konv3nsional seperti diuretika dan digitalis ditambah denga terapi yang muncul belakangan
ini seperti biventricular pacing, recyncronizing cardiac teraphy, intra cardiac defibrillator,
bedah rekonstruksi ventrikel kiri dan mioplasti.
Dalam istilah gagal jantung dikenal dengan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan
lalu gagal jantung diastole dan gagal jantung sistol.
Gagal jantung kiri akiba kelamahan ventrikel, menimbulkan tekanan vena pulmonalis dan
paru menyebabkan pasien sesak nafas dan ortopneu. Gagal jantung kanan terjadi jika
kelainannya melemahkan ventrikel kanan.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, dan kemampuan fisik dalam
melakukan aktivitas sehari hari.
Gagal jantung diastolic adalah gangguan relaksasi dan gangguan oengisisan ventrikel.
Gagal jantung diastolic didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari
50%.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang kompleks yang timbul disebabkankelainan
sekunder dari abnormalitas struktur jantung dan atau fungsi (yang diwariskanatau
didapat) yang merusak kemampuan ventrikel kiri untuk mengisi ataumengeluarkan darah
(Braunwald, 2005)
B. ETIOLOGI
Gagal jantung kronis (CHF) disebabkan oleh penyakit lain atau kondisi yang merusak
atau kebanyakan kerja otot jantung. Seiring waktu, otot jantung melemah dan tidak
mampu memompa darah yang seharusnya. Gagal jantung kronis yang terkemuka adalah:
a. Penyakit arteri koroner (CAD)
b. Tekanan darah tinggi ( hipertensi )
c. Diabetes
Arteri koroner penyakit, termasuk angina dan serangan jantung , merupakan penyebab
paling umum yang mendasari gagal jantung kronis. Orang yang memiliki serangan
jantung beresiko tinggi mengembangkan gagal jantung kronis. Kebanyakan orang dengan
gagal jantung juga memiliki tinggi tekanan darah, dan sekitar satu dari setiap tiga orang
dengan gagal jantung juga memiliki diabetes.
Kondisi-kondisi lain dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan gagal jantung kronis
meliputi:
a) Kardiomiopati (penyakit dari otot jantung)
b) Penyakit katup jantung
c) Abnormal detak jantung atau aritmia
d) Bawaan penyakit jantung
e) Pengobatan untuk kanker, seperti radiasi dan obat kemoterapi tertentu
f) Gangguan tiroid
g) Penyalahgunaan alkohol
h) HIV / AIDS
i) Kokain dan penggunaan narkoba ilegal lain
C. EPIDEMIOLOGI
Menurut National Heart Lung and Blood Institute insidensi penyakit gagal jantung
emakin meningkat setiap tahun dan rata-rata 5 juta penduduk United States menderita
gagal jantung. Penyakit gagal jantung adalah punca hospitalisasi yang utama dikalangan
pasien U.S yang berumur lebih daripada 65 tahun dan menyebabkan lebih kurang
300,000 kematian dalam setahun . Walaupun perbaikan dalam terapi, angka kematian

pada pasien dengan gagal jantung tetap sangat tinggi. Pembaruan 2010 dari American
Heart Association (AHA)memperkirakan bahwa terdapat 5,8 juta orang dengan gagal
jantung di AmerikaSerikat pada tahun 2006 dan juga terdapat 23 juta orang dengan gagal
jantung di seluruh dunia (Ramachandran, 2010).
D. FAKTOR RESIKO
Faktor yang dapat meningkatkan risiko gagal ginjal kronis, antara lain:
1. Diabetes
2. Tekanan darah tinggi
3. Penyakit jantung
4. Merokok
5. Obesitas
6. Kolesterol tinggi
7. Ras Afrika-Amerika, penduduk asli Amerika atau ras Asia-Amerika
8. Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal
9. Usia 65 tahun atau lebih
E. TANDA DAN GEJALA
Kriteria untuk Gagal Jantung Kronis
Kriteria Mayor:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Paroksismal nokturnal dispnea


Distensi vena pada leher
Ronkhi basah
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea d effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia(>120/menit)

Manifestasi klinis yang bisa terjadi :


1
2

Dispnea dengan tenaga (awal) atau pada saat istirahat (akhir)


Orthopnea
a Dispnea ketika berbaring; bantuan dengan tegak

menggunakan beberapa bantal


b) Batuk nokturnal
Paroksismal nokturnal dispnea
a Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya
b
c

duduk atau

membangunkan pasien
Batuk dan mengi sering bertahan bahkan dengan duduk tegak.
Asma kardiale : dispnea nokturnal, mengi, dan batuk karena

bronkospasme
Respirasi Cheyne-Stokes
a respirasi periodik atau siklik
b Umum di gagal jantung maju dan biasanya berhubungan dengan
c

output jantung yang rendah


Pada tahap apneic, P arteri O2 jatuh, dan P arteri CO2 meningkat.
Hal ini merangsang pusat pernapasan tertekan, menyebabkan
hiperventilasi dan hipokapnia.
Pusat pernafasan depresi, pesat pernafasan yang berulang fase
apneic, dan siklus berulang.
d) Mungkin dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak
parah atau sebagai penghentian sementara pernapasan

5
6

Kelelahan dan kelemahan


Gejala Gastrointestinal
a Anoreksia
b Mual
c Sakit perut dan kepenuhan

d Nyeri kuadran kanan atas (kongesti hati dan peregangan kapsulnya)


Gejala Cerebral
a Status mental berubah karena perfusi serebral berkurang
Kebingungan
Disorientasi
Kesulitan berkonsentrasi
Gangguan memori
Sakit kepala
Insomnia
Kegelisahan
Mood swing

8. Nokturia
F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti
sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung
antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan
radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru.
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung
(cardio thoraxic ratio> 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas
pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran
cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan
lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran Batwing pada lapangan paru yang
menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura
bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh
penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10%
kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T,
hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG
dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal
jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal
jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan

fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah semua pasien
dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak
yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi
ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tidak terkontrol, atau aritmia).
Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,
mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab
susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada
gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga
dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan
adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain
untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis
apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting
enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi
proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi
kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat
dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium
sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH)
gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum
fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda
biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP
adalah 300pg/ml.
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventriculography dapat mengetahui fraksi
ejeksi, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari
pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal
jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global
maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung
kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.
G. PEMERIKSAAN FISIK

Umum penampilan dan tanda-tanda vital


a Tekanan darah sistolik
Normal atau tinggi pada gagal jantung awal
Umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut
b Tekanan nadi dapat berkurang
c Sinus tachycardia
d Akral dingin
e Sianosis pada bibir dan kuku tempat tidur
Vena jugularis
a Distensi vena jugularis
b Peningkatan tekanan atrium kanan
c Positif abdominojugular refluks
Pada tahap awal gagal jantung, tekanan vena jugularis mungkin
tampak normal pada saat istirahat tetapi mungkin menjadi abnormal

meningkat dengan berkelanjutan (~1 menit) tekanan pada perut


Pemeriksaan Paru
a Paru crackles(rales atau crepitations) dengan atau tanpa mengi ekspirasi
b Efusi pleura
Sering bilateral
Ketika unilateral, mereka terjadi lebih sering pada ruang pleura kanan.
Pemeriksaan jantung
a Titik impuls maksimum (PMI) dapat dipindahkan dan berkelanjutan (seperti
pada hipertensi) atau lemah, seperti dalam kardiomiopati membesar idiopatik.
b
c

Ketiga dan suara jantung keempat: sering ada tapi tidak spesifik
Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid yang sering hadir pada pasien dengan

gagal jantung lanjut.


Perut dan ekstremitas
a Hepatomegali
b Asites (tanda akhir)
c Penyakit kuning (menemukan akhir)
d Peripheral edema
Terjadi terutama di pergelangan kaki dan wilayah pretibial pada
pasien rawat jalan
Pada pasien sakit, edema dapat ditemukan di daerah sacral (edema
presacral) dan skrotum.
Lama edema dapat berhubungan

6
7

dengan

kulit

indurated dan

berpigmen.
Cardiac cachexia
a Ditandai berat badan dan cachexia (dengan gagal jantung kronis parah)
Depresi

8
9

Disfungsi Seksual
Pulsus alternans
a Reguler irama dengan pergantian dalam kekuatan pulsa perifer
b Paling umum di kardiomiopati, hipertensi, dan penyakit jantung iskemik
10 Penurunan output urin
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio
kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali
dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi
perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien
(80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi,
aritmia. Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal
jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan
abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat
disinggirkan.

Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai

fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung
sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.

Pencitraan radionuklida

menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan sangat berguna ketika citra
yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu
dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner.
I. PATOGENESIS
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume
residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik ventrikel), maka
terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP,
maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam

anyaman vaskular paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru. Jika tekanan
hidrostatik dari anyaman kapiler paru- paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka
akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan
melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan
terjadilah edema paru-paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonari meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi
oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari katup atrioventrikularis, atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi
sekunder akibat dilatasi ruang.
Respon Kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat :
1
2
3

Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik


Meningkatnya beban awal akibat aktivitas system renin-angiotensin-aldosteron
Hipertrofi ventrikel

Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah


jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, dan pada
keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jatung
biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
J. PATOFISIOLOGIS
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat

mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadlah edema paru. Tekanan
arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung
kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema. Perkembangan dari
kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi
fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional
dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahanperubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat
dilatasi ruang. (Corwin,2009)
Gagal jantung kronik terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi sistolik jantung atau
kemampuan jantung untuk memompa darah ditentukan oleh empat determinan utama
iaitu, kontraktilitas miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolic dan resultan
panjang serabut ventrikel sebelum berkontraksi), afterload ke arah ventrikel, dan
frekuensi denyut jantung. Terdapat 4 perubahan yang berpengaruh langsung pada
kapasitas curah jantung dalam menghadapi beban: (Corwin,2009)
A Menurunnya respons terhadap stimulasi beta adrenergic akibat bertambahnya usia.
Etiologi belum diketahui pasti. Akibatnya adalah denyut jantung menurun dan
kontrakstilitas terbatas saat menghadapi beban.
B Dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku pada usia lanjut karena bertambahnya
jaringan ikat kolagen pada tunika media dan adventisia arteri sedang dan besar.
Akibatnya tahanan pembuluh darah (impedance) meningkat, yaitu afterload
meningkat karena itu sering terjadi hipertensi sistolik terisolasi.
C Selain itu terjadi kekakuan pada jantung sehingga compliance jantung berkurang.
Beberapa faktor penyebabnya: jaringan ikat interstitial meningkat, hipertrofi miosit
kompensatoris karena banyak sel yang apoptosis mati) dan relaksasi miosit terlambat
karena gangguan pembebasan ion non-kalisum.
D Metabolisme energi di mitokondria berubah pada usia lanjut.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi
sistem rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini

mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Meknisme-meknisme ini


mungkin memadai untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja
ventrikel dan menurunnya curah jntung biasanya tampak pada keadaan berktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang
efektif. (Corwin,2009)
Pada awal gagal jantung, akibat curah jantung yang rendah, di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta
pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel
akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah
dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Frank Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi atau dilatasi jantung akan
lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.
(Corwin,2009)
K. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS

Gambar 1. Mikroskopis Gagal Jantung

Secara mikroskopis, kapiler alveolus akan mengalami kongesti. Terjadi transudasi


cairan. Mula-mula terbatas diruang interstisium perivaskuler sehingga septum alveolus
melebar. Seiring dengan waktu, cairan tumpah ke dalam alveolus. Cairan edema
rendah-protein berwarna merah muda pucat apabila dilihat di bawah mikroskopi. Apaila
tekanan vena paru terus meningkat, kapiler dapat menjadi berkelok-kelok dan mungkin
pecah sehingga timbul pendarahan kecil ke dalam ruang alveolus. Makrofag alveolus
memfagosit sel darah merah, dan akhirnya penuh dengan hemosiderin. (Sosin,2006)
L. PENTALAKSANAAN
Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya
bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan haruslah diberi kepada orang awam.
Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi, aktivitas seksual serta rehabilitasi.
Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol. Selain itu,
hendaklah sentiasa monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang
tiba-tiba, mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas dan hentikan merokok.
Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas, dan humiditas
memerlukan perhatian khusus. Dapatkan konseling mengenai obat, baik efek samping
dan menghindari obat-obat tertentu seperti obat anti inflamasi non steroid (NSAID),
anti-aritmia kelas 1, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan
trisiklik, steroid. (Gleadle,2007)

M. TERAPI LAMA
Terapi ditujukan untuk memperbaiki keluhan dan menurunkan angka kesakitan.
Beberapa terapi yang dilakukan yaitu terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Untuk
terapi farmakologi yaitu dengan pemberian penghambat Angiotensin converting enzym
inhibitor (ACEI)/ penyekat enzim konversi angiotensin, digitalis, obat penyekat beta,
diuretik, antagonis aldosteron, dan vasodilator. Untuk terapi nonfarmakologi yang dapat
dilakukan yaitu dengan edukasi, istirahat, diet natrium, pembatasan alkohol, dan
menghentikan rokok. (Mcphee,2007)
N. TERAPI BARU

Terapi baru tidak hanya ditujukan untuk memperbaiki keluhan, namun diupayakan
pencegahan dan diharapkan dapat menurunkan angka kematian. Upaya pencegahan
yang dapat dilakukan yaitu : (Mcphee,2007)
A. Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung koroner
B. Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan
C. Pengobatan hipertensi yang agresif d. Koreksi kelainan kongenital serta penyakit
katup jantung
E. Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari,
selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung. Selain
itu, beberapa golongan obat yang dapat diberikan pada pasien gagal jantung yaitu :
a. Angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI)/ penyekat enzim konversi
angiotensin. Contoh dari golongan ini yaitu kaptopril denan dosis inisial 6,25
mg dan dosis pemeliharaan 25-50 mg.
b. Angiotensin receptor blocker (ARB). Contoh dari golongan ini yaitu valsartan
dengan dosis 80-320 mg dan telmisartan dengan dosis 40-80 mg.
c. Digitalis/Glikosida Jantung. Contoh obat dari golongan ini yaitu digoxin.
d. Diuretik. Golongan diuretik yang dapat diberikan yaitu tiazid, diuretik kuat,
dan diuretik hemat klaium. Contoh obat dari golongan diuretik yaitu
indapamid dengan dosis inisial 2,5mg, furosemid dengan dosis inisial 20-40
mg, dan amilorid dengan dosis inisial 2,5 mg.
e. Penyekat betha. Contoh dari golongan ini yaitu bisoprolol dengan dosis inisial
1,25 mg.
f. Antagonis aldosteron. Contoh obat dari golongan ini yaitu spironolakton
dengan dosis inisial 26 mg. Menurut Santoso (2010), terapi nonfarmakologi
yang dapat dilakukan yaitu dengan edukasi penyakit kepada pasien,
perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan
pada pasien obesitas, olahraga, pembatasan alkohol, pembatasan asupan
garam dan istirahat.

O. KOMPLIKASI
1. Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada
dijantungyang normal, maka semakin besar kemungkinan pembekuan darah akan

terjadi, yang dapat meningkatkan resiko terkena serangan jantung atau stroke.
(Sudoyo,2009)
2. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani. Kerusakan gagal ginjal dari gagal
jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan. (Sudoyo,2009)
3. Syok Kardiogenik
Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita jantung adalah syok
kardiogenik. Syok kardiogenik ini merupakan suatu sindrom klinis komoleks yang
mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik, tetapi petunjuk
umum adalah tidak memadainya perfisi jaringan. Syok kardiogenik ditandai dengan
gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Pada gagal jantung terjadi syok
terkompensasi dimana terjadi usaha untuk menstabilkan sirkulasi guna mencegah
kemunduran lebih lanjut. Namun terjadi manifestasi sistemik terjadi keadaan
hipoperfusi yang memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi serta pembuangan sisasisa metabolit pada tingkat jaringan sehingga masuk tahap dimana sudah terjadi
kerusakan sel yang hebat dan tidak dapat dihindari, pada akhirnya terjadi kematian.
(Sudoyo,2009)
4. Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam tubuh.
Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstisial dari batas negatif menjadi batas
posistif. (Sudoyo,2009)
Penyebab kelaianan paru yang paling umum adalah :
Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan

tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang intersitial dan alveoli.


Kerusakan pada membran kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin
atau gas sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein

plasma dan cairan secara cepatkeluar dari kapiler.


5. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan
pada katup jantung. (Sudoyo,2009)
6. Tromboemboli

Risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis
(DVT) dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF
berat. (Robbins,2008)
7. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF, yang bisa menyebabkan pemburukan
dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
pemberian digoksin/ bloker ) dan pemberian wafarin. (Robbins,2008)
8. Aritmia ventrikel
Aritmia ventrikel sering di jumpai, bisa menyebabkan sinkopi atau kematian jantung
mendadak. (Robbins,2008)
9. Kerusakan hati
Penumpukan cairan yang terlalu banyak karena gagal jantung dapat menaikkan
tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkan
hati tidak dapat berfungsi dengan baik. (Robbins,2008)

P. PROGNOSIS
Meskipun kemajuan baru-baru ini banyak dalam evaluasi dan pengelolaan gagal
jantung, perkembangan gagal jantung masih membawa prognosis buruk. Studi
menunjukkan 30-40% dari pasien meninggal dalam waktu 1 tahun sejak diagnosis dan
60-70% mati dalam waktu 5 tahun, terutama karena perburukan gejala atau sebagai ada
kejadian mendadak (kemungkinan akibat aritmia ventrikel). Meskipun sulit untuk
memprediksi setiap individu, pasien dengan gejala saat istirahat memiliki angka
kematian 30-70% pertahun, sedangkan pasien dengan gejala dengan aktifitas sedang
memilikitingkat tahunan kematian 5-10%. (Davey,2005)

BAB III
KESIMPULAN
Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan fatik yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Dulu gagal jantung merupakan akibat
dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropic untuk
meningkatkannya dan diuretic serta vasodilator untuk mengurangi beban. Sekarang gagal
jantung dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban atau penyakit pada miokard
sehingga pencegahan progresifitas dengan penghambat neurohumoral seperti ACE inhibitor,
Angiotensin receptor blocker atau penyekat beta diutamakan di samping obat konv3nsional

seperti diuretika dan digitalis ditambah denga

terapi yang muncul belakangan ini seperti

biventricular pacing, recyncronizing cardiac teraphy, intra cardiac defibrillator, bedah


rekonstruksi ventrikel kiri dan mioplasti.
Gagal jantung juga dapat mengakibatkan beberapa komplikasi seperti stroke, syok
kardiogenik yang sifatnya kegawatdaruratan yang apabila tidak tertatalaksana dengan baik
akan mengakibatkan pada kematian penderita.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi: buku saku. Jakarta: EGC, 2009.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dtt. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jakarta: Interna

publishing, 2009.h.1586-1601.
Sosin MD. Bhatia G. Lip GY. Davies MK. Heart failure. United Kingdom: Manson
publishing, 2006.
Robbins, Stanley L. Buku saku dasar patologi penyakit. Jakarta: EGC. 2008.
Mcphee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. 46th ed. United states:
Mc graw hill, 2007.
Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007.

Davey P. At a glance medicine: Gagal Jantung. Jakarta:EMS, 2005.


Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Cannon, C.P., Braunwald, E., 2005. Unstable Angina and Non-ST-Elevation Myocardial
Infarction. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L.,
eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill 1444-1445.

Ramachandran S Vasan, Peter WF Wilson. Epidemiologi dan penyebab gagal jantung,


UpToDate 18.3, 2011.

Anda mungkin juga menyukai