Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana menetapnya
membrane anus sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total, kadangkala
sebuah lubang sempit masih memungkinkan keluarnya isi usus. Bila
penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit perineum, keadaan ini
seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi
seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000
kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital
pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan
kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien
perempuan.2,3
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup
dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang
menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada lakilaki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal
uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.3
Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data
yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya
Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.4
Sebuah hasil pemeriksaan radiologi merupakan referensi yang sangat
berguna untuk penegakan diagnosis tatalaksana. Beberapa pasien mungkin hanya
memerlukan pencitraan diagnostik konvensional seperti sinar-X, atau beberapa
justru membutuhkan pencitraan dengan teknologi tinggi untuk memperoleh hasil
terbaik mengenai tatalaksana yang akan diberikan kepada pasien nantinya. Pada
laporan kasus ini penulis akan membahas mengenai atresia ani dan gambaran
radiologisnya.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, gejala klinis, penegakan
diagnosis, dan pengobatan atresia ani.
1.2.2.Mengetahui pemeriksaan radiologis

yang

dibutuhkan

dan

interpretasinya pada kasus-kasus atresia ani.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

Identifikasi
Nama
Usia
Jenis Kelamin

: An. Desi Rosita Sari


: 1 tahun 3 bulan
: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Palembang

Kebangsaan

: Indonesia

No. Medical Record : 5358


II.

Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis terhadap Ibu pasien pada 26 Mei 2015.
Keluhan utama
:
Tidak memiliki lubang anus sejak lahir
Keluhan tambahan :
(-)
Riwayat perjalanan penyakit
:
Sejak pasien lahir, ibu pasien mengeluh anaknya tidak memiliki
lubang anus. Pasien BAB melalui lubang kencing, BAB yang keluar
sedikit. Penderita tidak mengalami demam, muntah tidak ada, perut
kembung (+).
1 tahun yang lalu pasien dibawa ke Puskesmas lalu dirujuk ke
RSMH dan dibuat anus di dinding perut (colostomi). Sejak operasi hingga
saat ini, BAB pasien keluar melalui lubang stoma dan ditampung di
kantong kolostomi. Kantong penampung dibersihkan setiap 3-4 hari oleh
ibu pasien. Riwayat perdarahan, infeksi, dan keluhan terkait stoma pada
pasien disangkal. Riwayat demam, muntah kehijauan, perut yang
membesar, tidak BAB disangkal. Riwayat keluar kotoran dari lubang
kencing saat BAK atau tanpa BAK setelah operasi disangkal, tidak ada
keluhan BAK lainnya.
Riwayat Operasi

Riwayat dilakukan colostomi 5 bulan yang lalu.


3

Riwayat Ante Natal Care:


Ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan ANC
Riwayat Tumbuh Kembang:
Penderita belum dapat berbicara.
Riwayat penyakit dalam keluarga:
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
III.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
Suhu
Pernapasan

: Compos mentis
: 108 kali /menit
: 36,80 C
: 26 kali

Keadaan Spesifik
Kepala:
Nafas cuping hidung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Thoraks:
Simetris, retraksi (-)
Cor
: BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-).
Pulmo : vesikuler (+/+) normal, rhonki (-), wheezing (-).
Abdomen :
Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal.
Ekstremitas:
Akral hangat, edema (-)
Genitalia:
Tidak tampak lubang anus maupun dimple.

IV.

Pemeriksaan Radiologis

Gambar 1. Gambaran Distal Lopogram Posisi AP dan Lateral


Hasil:
Pada pemeriksaan foto Distal Lopogram didapatkan:
Pada foto polos tak tampak dilatasi usus-usus. Distribusi udara usus
sampai distal.
Dipasang kateter dengan balon di tempat colostomi dengan marker di
rektum dan vagina.
Dimasukkan kontras barium sulfat encer lewat kateter, tampak kontras
mengisi rektum sampai colon descendens.
Jarak paling distal colon ke marker 5 cm.
Tampak fistulasi dari bagian distal colon rekto-sigmoid ke vagina.
Jalan kontras ke bagian distal colon lancar.

Kesan :
Atresia ani dengan fistula rectovaginal.
V.

Diagnosis Kerja
Atresia ani dengan fistula rectovaginal.

VI.

Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad funtionam
Quo ad sanationam

: dubia
: dubia
: dubia

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal,
Cardial, Esofageal, Renal, Limb).1
3.2 Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah
1 dalam 5000 kelahiran.2 Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak
ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan. Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang
paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular
dan fistula perineal.3 Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester

menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak


ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.4
3.3 Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,
dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap
dari septum urorektalis menghasilkan 2 anomali letak tinggi atau supra
levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek
perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.1

Gambar 2.
3.3.4 Fungsi fisiologi anorectal
1.

Motilitas kolon
a. Absorbsi cairan
b. Keluarkan isi feses dari kolon ke rectum

2. Fungsi defekasi
a. Keluarkan feses secara intermitten dari rectum
b. Tahan isi usus agar tidak keluar saat tidak defekasi
3.4 Klasifikasi
3.4.1
Secara Fungsional
a. Tanpa anus tetapi

dengan

dekompresi

adekuat

traktus

gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok


ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula recto-vagina
atau recto-fourchette yang relatif besar,dimana fistula ini sering
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adekuat sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa
bentuk intervensi bedah segera.
3.4.1
Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang
baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis;
lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal
tidak

ada.

Hal

ini

biasanya

berhubungan

dengan

fistula

genitourinarius-retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan).


Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1
cm.
b. Klasifikasi Wingspread
Jenis Kelamin Laki-laki
Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke

vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah


dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin
jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter.
Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke
vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita
-

memerlukan kolostomi segera.


Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2
cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera

dilakukan kolostomi.
Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.


Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya
terletak lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah
-

anus yang buntu menimbulkan obstipasi.


Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium
di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya

dilakukan terapi definit secepat mungkin.


Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis
anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi
sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya

harus segera dilakukan terapi definitif.


Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.2,3,2

10

Gambar 3. Malformasi anorektal pada laki-laki8


Jenis Kelamin Perempuan
Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.
-

Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya

dilakukan kolostomi.
Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai
makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila

penderita dalam keadaan optimal.


Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2
cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera

dilakukan kolostomi.
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.


Golongan II
- Kelainan fistel perineum
11

Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva


dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang
-

buntu menimbulkan obstipasi


Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar

sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.


Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi

Gambar 4. Malformasi anorektal pada perempuan8


3.5 Etiologi
3.5.1
Faktor penyebab
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
b.

tanpa lubang dubur.


Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12

c.

minggu atau 3 bulan.


Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di
daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang

d.

terjadi antara minggu ke-4 hingga ke-6 usia kehamilan.


Berkaitan dengan Sindrom Down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial.
Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an,
didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1
dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1
dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya
12

hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi


21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa
mutasi dari 3 bermacam-macam gen yang berbeda dapat
menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi
e.
f.

malformasi anorektal bersifat multigenik.6


Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguanpertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh

3.5.2

kelainankongenital saat lahir seperti:


a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada
b.
c.
d.

vertebral, anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).


Kelainan sistem pencernaan.
Kelainan sistem pekemihan.
Kelainan tulang belakang

3.6 Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena
tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara
minggu ke-7 dan ke-10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga dapat terjadi karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina. Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,

13

maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya


feses yang mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanyaakan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju kevesika urinaria atau ke prostat
(rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju keuretra (rektouretralis).
3.7 Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam
waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:5
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat
dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata
letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit
sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia
dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak
tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.9
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang
lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan
tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.2
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah:2,3,10
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten
ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal
defect.
2. Kelainan gastrointestinal
14

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),


obstruksi duodenum (1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan
pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 %
sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER

(Vertebrae,

Anorectal,

Tracheoesophageal

and

Renal

abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,


Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).3
3.8 Diagnosis
1.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat
ditemukan:1
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan
2.

kemungkinan kelainan adalah letak rendah


Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema
Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen

sempit ke daerah yang melebar.


Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran

mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.


b. Biopsi hisap rektum
Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak
adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa,

3.

dan adanya serabut saraf yang menebal.


Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
Pena menggunakan cara sebagai berikut:1
a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

15

Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal


membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal
Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi
Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan
kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan
tindakan definitif.
Apabila

pemeriksaan

diatas

meragukan

dilakukan

invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut


letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada lakilaki

fistel

dapat

berupa

rektovesikalis,

rektouretralis

dan

rektoperinealis.1
b.

Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel


Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal
PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.
Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi
terlebih dahulu.
Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1
cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila
akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada
perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak
rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak
tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam
setelah lahir agar usus terisis, dengan cara Wangenstein Reis (kedua
kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau
knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.1
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak
selalu menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu,
diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah
lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan
termometer melalui anus.3,

16

3.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu
lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan
prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel.1
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus
ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula.1 Leape (1987) menganjurkan pada:1
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
2.

(PSARP)
Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas

3.
4.

otot sfingter ani ekternus


Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

17

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Operasi definitif setelah 4 8 minggu. Saat ini teknik yang paling
banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited
atau full postero sagital anorektoplasti.1
Penatalaksanaan malformasi anorektal11

Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus lakilaki11


Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi
anorektal pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan.
Prinsip penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir
sama dengan bayi laki-laki.3
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan9

18

Gambar 6. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus


perempuan9
3.10 Proyeksi Pemeriksaan Radiologi
3.10.1 Proyeksi Wangesteen Rice
A. Posisi AP
Untuk melihat ada tidaknya atresia ani dan untuk melihat beratnya
distensi atau peregangan usus.

Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala


di bawah, kaki di atas) di depan standart kaset yang telah di
siapkan. Kedua tungkai difleksikan 90 terhadap badan untuk
menghindari superposisi antara trokanter mayor paha dengan
ischii. MSP tubuh tegak lurus kaset.

Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian


distal masuk dalam film., Pada daerah anus di pasang marker.

CR: Horisontal tegak lurus kaset.

19

CP: Pertengahan garis yang menghubungkan kedua trokhanter


mayor.

FFD: 90cm

Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.

B. Posisi Lateral
Untuk melihat ketinggian atresia ani.

Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala


di bawah, kaki di atas) dengan salah satu sisi tubuh bagian kiri atau
kanan menempel kaset. Kedua paha di tekuk semaksimal mungkin
ke arah perut agar bayangan udara pada radiograf tidak tertutup
oleh gambaran paha. MSP (mid sagital plane) tubuh sejajar
terhadap garis pertengahan film, MCP (mid coronal plane) tubuh
diatur tegak lurus terhadap film.

Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian


distal masuk dalam film. Pada daerah anus di pasang marker.

CR: Horisontal tegak lurus kaset.

CP: Pada trokhanter mayor.

FFD: 90cm

Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.

3.10.2 Lateral Prone Cross Table


Alternatif pemeriksaan invertogram pada kasus atresia ani untuk
memperlihatkan bayangan udara di dalam colon mencapai batas maksimal tinggi/
naik di daerah rectum bagian distal.

Posisi Pasien : Pasien diposisikan prone.

Posisi Objek : kedua paha ditekuk (hip fleksi), angkat bagian punggung
bayi sehingga letak pelvis lebih tinggi dan kepala/wajah lebih rendah.
Kaset pada salah satu sisi lateral dengan trokhanter mayor pada
pertengahan kaset.

20

Gambar 7. Ilustrasi posisi pasien pada Lateral cross table

CP: pada trochanter mayor menuju pertengahan kaset.

CR: Horisontal, tegak lurus film/kaset.

FFD: 90 cm

Ekspose dilakukan saat bayi tidak bergerak.

Gambar 8. Foto lateral


Keuntungan posisi ini :

Posisi lebih mudah.

Waktu untuk memposisikan lebih singkat.

Pasien lebih tenang dan nyaman.

Udara pada rectum tampak naik dan lebih tinggi sehingga posisi ini lebih
baik.

21

Gambar 9. Gambaran distal lopogram prone cross table lateral


Gambaran radiologi atresia ani dengan fistula:

Gambar 10. R: Rektum, V: Vagina. Fistula rektovagina.

22

Gambar 11. Malformasi anorektal letak tinggi dengan fistula urethra posterior
pada anak laki-laki.

23

BAB IV
KESIMPULAN

24

DAFTAR PUSTAKA
1.

Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 28 Mei


2015].
2. Grosfeld J, ONeill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6 th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and
Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?
artid=1778456&blobtype=pdf [diakses 28 Mei 2015]
5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 3 November 2012]
6. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare
Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 28 Mei
2015]
7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
8. Anonim. Anorectal Malformation A parents Guide. Departement of
Paediatric
Surgery
Starship
Hospital
Auckland,
2006.
http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf
[diakses 28 Mei 2015]
9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery
University
of
Michigan
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalfor
mation [diakses 28 Mei 2015]
10. Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with
Anorectal Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2)
2006; 151-154 http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses 28 Mei
2015]
11. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai