Depresi
Depresi
Depresi
bahwa
gangguan depresif berada pada urutan ke-empat penyakit di dunia. 2 Gangguan depresif mengenai
sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020
diperkirakan jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati
urutan kedua penyakit di dunia.2
2.2.3. Etiologi
Etiologi depresi meliputi faktor genetik, gangguan neurotrasmiter, dan faktor psikososial
yaitu pengalaman buruk masa kecil, kesulitan hidup yang menahun, peristiwa buruk yang tidak
diinginkan, keterbatasan hubungan sosial, dan perasaan rendah diri. Gangguan depresi juga
terjadi pada penyakit fisik tertentu, obat-obatan, penyalahgunaan alkohol, dan penyalahgunaan
zat.1
ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor - adrenergik dan respon antidepresan secara
klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi.
Neuron yang
mengandung norepinefrin terlibat dalam beberapa fungsi, misalnya kewaspadaan, mood, nafsu
makan, penghargaan, dan dorongan kehendak.5
Serotonin
Neuron serotoninergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks serebri,
hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksinya ke tempat-tempat
ini mendasari keterlibatannya pada gangguan psikiatrik.4 Serotonin berfungsi sebagai pengatur
tidur, selera makan, dan libido. Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari
penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor post sinaps 5-HT 1A
dan 5-HT2A pada pasien depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi penanda
kerentanan terhadap kekambuhan depresi.5 Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respons
serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak
mendapatkan pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh
diri.4
Dopamin
Dopamin
juga
sering
jaras
mesokorteks dan mesolimbik. Pada penderita depresi terjadi penurunan BAGA yang terlihat pada
plasma dan cairan serebrospinal (CSS). Stressor kronik dapat mengurangi kadar GABA dan
antidepresan dapat meningkatkan regulasi reseptor GABA.4
Asam amino glutamat dan glisin merupakan neurotransmiter eksitatori utama di susunan saraf
pusat. Apabila berlebihan, glutamat dapat menimbulkan efek neurotoksik. Ada lima reseptor
glutamat yaitu NMDA, kainat, AMPA (-amino-3 hydroxy-5-methylisoxazole-4-propionic acid),
L-AP4 (L-2 amino-4-phosphorobutyrate) dan ACPD (trans-1-aminocycloppenthane-1, 3dicarboxilic acid). Hipokampus merupakan regio yang memiliki konsentrsi NMDA tertinggi.
Obat-obat yang bersifat antagonis terhadap NMDA memiliki efek antidepresan.4
2.2.3.2 Faktor Neuroendokrin
Cortical-Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Cortical Axis (CHPA)
Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat dalam korteks
cerebri dan sistem limbik sebagai stressor atau emosi yang terganggu, bagian dari otak ini akan
mengirim pesan ke tubuh. Adrenal akan mengeluarkan hormon kortisol untuk mempertahankan
kehidupan. Peningkatan aktivitas glukokortikoid adalah respon utama terhadap stressor. Kada
kortisol yang meningkat menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif, yaitu
hipotalamus menekan sekresi CRH, kemudian mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga
hipofisis juga menurunkan produksinya (adrenocorticotropin-hormone / ACTH). Akhirnya pesan
ini juga diteruskan kembali ke adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.4
Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Apabila peningkatan kadar
kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan hipokampus
merupakan predisposisi depresi.4
2.2.3.3. Faktor Genetik
Kembar identik beresiko 76% untuk menjadi depresi, sedangkan saudara tidak kembar
hanya 50% risiko menjadi depresi bila ada salah satu saudaranya depresi. Mereka yang
mempunyai saudara dan orangtua depresi beresiko 3 kali lipat menjadi depresi dibandingkan
dengan mereka yang tidak mempunyai riwayat depresi. Mereka dengan keluarga peminum
alcohol juga beresiko lebih tinggi untuk menjadi depresi. Latar belakang genetic juga dapat
mempengaruhi respon pengobatan dengan anti depresan. Hingga saat ini belum ditemukan gen
spesifik (gen depresi) yang bertanggung jawab sebagai penyebab depresi. Kecenderungan
menjadi depresi perlu berinteraksi dengan stressor tertentu untuk menimbulkan gangguan
depresi.6
DAFTAR PUSTAKA
1.
Cummings JL and Mega MS. Neuropsychiatry and behavioral neuroscience. Oxford
Univ Press, 2003.
2.
Kesehatan DBKDA and RI DK. Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan
Depresif. 2007.
3.
Baldwin DS and Birtwistle J. An atlas of depression. Informa Healthcare, 2002.
4.
<Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock-Kaplan and Sadock's Comprehensive textbook
of Psychiatry 8th edition-Lippincott Williams & Wilkins (2004).pdf>.
5.
Bhagwagar Z, Whale R and COWEN PJ. State and trait abnormalities in serotonin
function in major depression. The British Journal of Psychiatry. 2002; 180: 24-8.
6.
Kusumawardhani A. Panduan Gangguan Depresi Mayor. 2013.