Anda di halaman 1dari 7

2.

Depresi

2.1.1 Definisi Depresi


Depresi merupakan perubahan suasana suasana perasaan meliputi kesedihan dan
anhedonia atau gangguan merasaka kesenangan. Pada kasus yang berat sering didapatkan pikiran
percobaan bunuh diri atau kematian. Depresi sering disertai dengan perasaan bersalah, tidak
berdaya, putus asa, dan tidak berharga. Sebuah episode depresi adalah multidimensi, termasuk
gangguan suasana perasaan, kelainan ekspresi verbal, perubahan afektif, manifestasi motorik,
perubahan kognitif, perubahan motivasi, gangguan neurovegetatif (tidur, nafsu makan, dan
perilaku seksual), dan perubahan neuroendokrin.1
Seseorang dapat terpicu menderita gangguan depresif karena adanya interaksi antara
tekanan, daya tahan mental diri dari lingkungan. Pada dasarnya inti dari gangguan depresif
adalah kehilangan obyek cinta misalnya kematian anggota keluarga atau orang yang sangat
dicintai, kehilangan pekerjaan, kesulitan keuangan, terkucil dari pergaulan sosial, kondisi fisik
yang tidak sempurna, penyakit, kehamilan dan bertambahnya usia. Selain itu, gangguan depresif
juga dipengaruhi faktor genetik dan faktor biologis berupa gangguan neurotransmitter di otak.
Gangguan depresif ditandai dengan berbagai keluhan seperti kelelahan atau merasa menjadi
lamban, masalah tidur, perasaan sedih, murung, nafsu makan terganggu dapat berkurang atau
berlebih, kehilangan berat badan dan iritabilitas. Penderita mengalami distorsi kognitif seperti
mengkritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga dan putus asa. Gangguan
depresif merupakan gangguan yang dapat menganggu kehidupan dan dapat diderita tanpa
memandang usia, status sosial, latar belakang maupun jenis kelamin. Gangguan depresif dapat
terjadi tanpa disadari sehingga penderita terkadang terlambat ditangani sehingga dapat
menimbulkan penderitaan yang berat seperti bunuh diri.2

2.2.2. Epidemiologi Depresi


Gangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling sering terjadi.
Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3 8 % dengan 50 % kasus terjadi
pada usia produktif yaitu 20 50 tahun. World Health Organization menyatakan

bahwa

gangguan depresif berada pada urutan ke-empat penyakit di dunia. 2 Gangguan depresif mengenai
sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020
diperkirakan jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati
urutan kedua penyakit di dunia.2
2.2.3. Etiologi
Etiologi depresi meliputi faktor genetik, gangguan neurotrasmiter, dan faktor psikososial
yaitu pengalaman buruk masa kecil, kesulitan hidup yang menahun, peristiwa buruk yang tidak
diinginkan, keterbatasan hubungan sosial, dan perasaan rendah diri. Gangguan depresi juga
terjadi pada penyakit fisik tertentu, obat-obatan, penyalahgunaan alkohol, dan penyalahgunaan
zat.1

Gambar 2.2.2.1 Etiologi depresi.3

2.2.4 Mekanisme terjadinya Depresi


Neurotransmitter
Norepinefrin (Noradrenergic)
Neuron adrenergic terletak pada locus ceruleus di batang otak dan berproyeksi ke hypothalamus,
basal ganglia, sistem limbic dan kortek serebral.

Hubungan yang dinyatakan oleh penelitian

ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor - adrenergik dan respon antidepresan secara
klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi.

Neuron yang

mengandung norepinefrin terlibat dalam beberapa fungsi, misalnya kewaspadaan, mood, nafsu
makan, penghargaan, dan dorongan kehendak.5
Serotonin
Neuron serotoninergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks serebri,
hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksinya ke tempat-tempat
ini mendasari keterlibatannya pada gangguan psikiatrik.4 Serotonin berfungsi sebagai pengatur
tidur, selera makan, dan libido. Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari
penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor post sinaps 5-HT 1A
dan 5-HT2A pada pasien depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi penanda
kerentanan terhadap kekambuhan depresi.5 Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respons
serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak
mendapatkan pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh
diri.4

Dopamin
Dopamin

juga

sering

berhubungan dengan patofisiologi depresi. Terdapat empat

jaras

dopamin di otak, yaitu:

Sistem tuberoinfundibular berproyeksi dari badan sel di hipotalamus ke hipofisis dan

bekerja menghambat sekresi prolaktin


Sistem nigrostriatal berasal dari badan sel di substantia nigra dan berproyeksi ke basal

ganglia dan berfungsi mengatur aktivitas motorik.


Sistem mesolimbik yaitu badan sel terletak di ventral tegmentum yang berproyeksi
hampir ke seluruh regio limbik seperti nukleus akumben, amigdala, hipokampus, nukleus
dorsalis media talamus, dan girus singulatus. Sistem ini mengatur ekspresi emosi, belajar,
dan penguatan, dan kemampuan hedonia.

Sistem mesokorteks-mesolimbik juga berasal dari ventral tegmentum mesokorteks yang


berproyeksi ke regio korteks orbitofrontal dan prefrontal. Sistem ini berfungsi mengatur
motivasi, konsentrasi, memualai aktivitas bertujuan, terarah, dan kompleks, serta tugas-tugas
fungsi eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan dengan gangguan
kognitif, motorik, dan hedonia yang merupakan maifestasi simptom depresi.4
(4 ) Faktor neurotransmiter lainnya : Gamma-aminobutyric-acid (GABA) dan neuroaktif
peptida (terutama vasopresin dan opiat
gangguan mood.

endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi

GABA memiliki efek inhibisi terhadap monoamin, terutama pada sistem

mesokorteks dan mesolimbik. Pada penderita depresi terjadi penurunan BAGA yang terlihat pada
plasma dan cairan serebrospinal (CSS). Stressor kronik dapat mengurangi kadar GABA dan
antidepresan dapat meningkatkan regulasi reseptor GABA.4

Asam amino glutamat dan glisin merupakan neurotransmiter eksitatori utama di susunan saraf
pusat. Apabila berlebihan, glutamat dapat menimbulkan efek neurotoksik. Ada lima reseptor
glutamat yaitu NMDA, kainat, AMPA (-amino-3 hydroxy-5-methylisoxazole-4-propionic acid),
L-AP4 (L-2 amino-4-phosphorobutyrate) dan ACPD (trans-1-aminocycloppenthane-1, 3dicarboxilic acid). Hipokampus merupakan regio yang memiliki konsentrsi NMDA tertinggi.
Obat-obat yang bersifat antagonis terhadap NMDA memiliki efek antidepresan.4
2.2.3.2 Faktor Neuroendokrin
Cortical-Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Cortical Axis (CHPA)
Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat dalam korteks
cerebri dan sistem limbik sebagai stressor atau emosi yang terganggu, bagian dari otak ini akan
mengirim pesan ke tubuh. Adrenal akan mengeluarkan hormon kortisol untuk mempertahankan
kehidupan. Peningkatan aktivitas glukokortikoid adalah respon utama terhadap stressor. Kada
kortisol yang meningkat menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif, yaitu
hipotalamus menekan sekresi CRH, kemudian mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga
hipofisis juga menurunkan produksinya (adrenocorticotropin-hormone / ACTH). Akhirnya pesan
ini juga diteruskan kembali ke adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.4
Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Apabila peningkatan kadar
kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan hipokampus
merupakan predisposisi depresi.4
2.2.3.3. Faktor Genetik

Kembar identik beresiko 76% untuk menjadi depresi, sedangkan saudara tidak kembar
hanya 50% risiko menjadi depresi bila ada salah satu saudaranya depresi. Mereka yang
mempunyai saudara dan orangtua depresi beresiko 3 kali lipat menjadi depresi dibandingkan
dengan mereka yang tidak mempunyai riwayat depresi. Mereka dengan keluarga peminum
alcohol juga beresiko lebih tinggi untuk menjadi depresi. Latar belakang genetic juga dapat
mempengaruhi respon pengobatan dengan anti depresan. Hingga saat ini belum ditemukan gen
spesifik (gen depresi) yang bertanggung jawab sebagai penyebab depresi. Kecenderungan
menjadi depresi perlu berinteraksi dengan stressor tertentu untuk menimbulkan gangguan
depresi.6

DAFTAR PUSTAKA
1.
Cummings JL and Mega MS. Neuropsychiatry and behavioral neuroscience. Oxford
Univ Press, 2003.

2.
Kesehatan DBKDA and RI DK. Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan
Depresif. 2007.
3.
Baldwin DS and Birtwistle J. An atlas of depression. Informa Healthcare, 2002.
4.
<Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock-Kaplan and Sadock's Comprehensive textbook
of Psychiatry 8th edition-Lippincott Williams & Wilkins (2004).pdf>.
5.
Bhagwagar Z, Whale R and COWEN PJ. State and trait abnormalities in serotonin
function in major depression. The British Journal of Psychiatry. 2002; 180: 24-8.
6.
Kusumawardhani A. Panduan Gangguan Depresi Mayor. 2013.

Anda mungkin juga menyukai