Bagian Satu
Pengertian, tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
(1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh
guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara.
(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini
adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang
boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk
mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Pasal 2
(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi
undang-undang.
(2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral
yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya
dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi
profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan
kemanusiaan.
Bagian Dua
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman,
penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang
termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku,
baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
(2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru
dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan
pendidikan.
Pasal 4
(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau
kelompok sebelumnya melaksanakan tugas.
Bagian Tiga
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
(3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan
kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,
Pasal 6
(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar,
membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hakhak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat
c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual
dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk
kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha
menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan
sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan
menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu
peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk
kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan
martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hakhak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari
kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan
keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang
tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan
kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta
didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta
didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :
1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif
mengenai perkembangan peserta didik.
3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam
memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan
kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya
berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan
pendidikan.
7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.
(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :
1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
4. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan
martabat profesinya.
5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat
berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya
6. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama,
hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
7. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada
masyarakat.
8. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat.
(4) Hubungan Guru dengan seklolah
1. Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan
proses pendidikan.
3. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
5. Guru menghormati rekan sejawat.
6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
7. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan
standar dan kearifan profesional.
8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh
secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan
profesionalitasnya.
9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat
profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran
10. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam
setiap tindakan profesional dengan sejawat.
11. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan
keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan
dan pembelajaran.
(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik
Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes
guru.
(2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.
Pasal 9
(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap
Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
(2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus objektif
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada
guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib
melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau
pejabat yang berwenang.
(6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan
organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Bagian Lima
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia
wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Enam
Penutup
Pasal 11
http://trieelangsutajaya2008.wordpress.com/2009/02/16/kode-etik-guru-2008/
sebagai pekerjaan yang tidak terlalu membanggakan. Sehingga, lulusan SLTA yang
berprestasi merasa malas untuk melanjutkan ke Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan. Dengan salary yang memadai dan prestise yang baik, diasumsikan akan
mendorong anak-anak muda dengan prestasi akademik yang bagus bersedia menerjuni
pekerjaan menjadi guru.
Mungkinkah Kode Etik Guru Bisa Fungsional ?
Bisa jadi pertanyaan di atas terlalu skeptis. Tapi marilah kita simak fakta yang ada.
Barangkali untuk meningkatkan salary guru pada taraf yang dianggap memadai tidak
terlalu menjadi masalah. Bukankah ke depan pemerintah akan meningkatkan anggaran
untuk dunia pendidikan hingga 20% dari total APBN ?
Barangkali yang akan menjadi dilema adalah tuntutan akan keahlian sebagai satu profesi.
Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang
dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar (dalam Adiningsih,: 2002). Mereka
memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan
SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0-100,
artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi
pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan
bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75%
sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan
adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40%
guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya.
Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagimana dapat dikatakan
profesional jika penguasaan materi matapelajaran yang diampu masih kurang, dan
bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang mengajar diluar bidang
keahliahanya. Seperti yang diungkap oleh Geist (2002) bahwa Professionals are
specialists and experts inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily
transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity
outside their specialties. ( Agung Haryono, TANTANGAN PROFESIONALISME
GURU EKONOMI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI, Jurnal Ekofeum online)
Bisa saja sebelum sanksi diberlakukan bagi guru-guru yang keahliannya tidak memenuhi
standard minimal, mereka diberi waktu untuk meng upgrade diri selama sekian waktu.
Tapi perlu diingat, seperti dijelaskan di atas, bahwa dengan gaji yang sekarang ini,
banyak guru harus mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Apalagi
kalau dilihat guru-guru sekolah swasta, salary-nya masih banyak yang di bawah UMR,
masuk akalkah untuk meminta mereka meng upgrade diri ?
Andai saja dengan ada mukjizat tertentu sehingga membuat pemerintahan SBY mampu
menaikkan salary para guru, baik negeri maupun swasta, sampai tingkat memadai, tetapi
tetap saja harapan supaya guru-guru yang ada saat ini meng upgrade diri sampai
memiliki keahlian yang memadai juga masih sebagai utopia. Bukankah raw material yang
menjadi input LPTK selama ini sebagian besar adalah para lulusan yang bisa dibilang
second grade ?
Lalu kalau standard keahlian yang dipersyaratkan untuk profesi guru tidak tercapai,
apakah majelis kehormatan yang akan dibentuk nanti memecati guru-guru yang dianggap
tidak memenuhi standard keahlian ?
Jadi jelas pencanangan Guru Sebagai Profesi merupakan kebijakan yang gegabah dari
Mendiknas. Barangkali akan lebih realistis jika kebijakan peningkatan mutu guru dimulai
dengan meningkatkan salary para guru sesuai dengan kemampuan pemerintah. Setelah
itu, perlu dilakukan pelatihan-pelatihan yang lebih intensif dan dengan metode yang lebih
baik saehingga membuat guru-guru termotivasi untuk mengembangkan dirinya.
Berikutnya, diadakan percepatan usia pensiun untuk guru. Kalau sekarang usia pensiun
guru adalah 60 tahun, barangkali bisa dimajukan menjadi 55 tahun. Dengan begitu, akan
memberi kesempatan tenaga-tenaga baru untuk terjun di bidang pendidikan, tentu dengan
ini harus dipilih tenaga-tenaga yang memang memiliki keahlian yang memadai.
Last but not least, dalam proses recruitment harus dibersihkan dari unsur-unsur suap
menyuap. Menurut Darmaningtyas dalam artikelnya di atas menyebutkann bahwa proses
perekrutan guru calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2004 ini diwarnai dengan suap
Rp 20 juta-Rp 75 juta? Menurut hemat penulis, kalau mau membuat program 100 hari
yang monumental, realistis, dan jelas indikatornya, hal itu dapat dilakukan dengan
mencegah penerimaan guru CPNS dengan menggunakan uang suap sedikit pun.
( Darmaningtyas,Kompas, 13 Desember 2004 ).
Dengan pemberantasan korupsi saat proses rekruitmen tenaga guru, akan di dapat caloncalon guru yang lebih berkualitas. Guru pun lebih bermartabat karena menjadi guru
berkat kemampuannya, bukan karena menyuap pihak lain.
*******
http://rohadieducation.wordpress.com/2007/06/11/ruwetnya-merumuskan-kode-etikprofesi-guru/
Peranan guru sebagai pendidik dapat dilaksanakan apabila guru memenuhi persyaratan
kepribadian. Guru akan mampu mendidik apabila dia mempunyai kestabilan emosi,
memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk memajukan peserta didik, bersikap
realistis, jujur, terbuka, dan peka terhadap perkembangan, terutama terhadap inovasi
pendidikan.[5]
Berdasarkan uraian di atas, maka hakikat guru dan dosen sebagai pendidik harus
mempunyai kepribadian yang baik. Seperti berperilaku yang terpuji, memiliki kestabilan
emosional dan spiritual. Dengan kata lain, pendidik harus berakhlak yang mulia dalam
memberikan contoh kepada peserta didiknya.
3. Guru dan Dosen Sebagai Pengajar
Sehubungan dengan peranan guru sebagai pengajar, maka dia harus menguasai ilmu,
antara lain mempunyai pengetahuan yang luas, menguasai bahan pelajaran serta ilmuilmu yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya, menguasai teori dan
praktek metode pengajaran, teknologi pendidikan, evaluasi, psikologi belajar, dan lain
sebagainya.[6]
Lebih teknis lagi yang dikemukakan oleh Mulyasa tentang beberapa hal yang perlu
dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, yaitu: membuat ilustrasi; mendefinisikan;
menganalisis; mensintesis; bertanya; merespon; mendengarkan; menciptakan
kepercayaan; memberikan pandangan yang bervariasi; menyediakan media untuk
mengkaji materi standar; menyesuaikan metode pembelajaran; memberikan nada
perasaan.[7]
Rumusan tujuan pembelajaran yang sudah dicantumkan di dalam kurikulum formal
belum tentu dapat diaktualisasikan tanpa peranan guru dalam pembelajaran di kelas. Hal
ini sangat tergantung kepada peranan yang dimainkan oleh guru yang bertindak sebagai
The man behind the gun-nya.[8]
Khusus bagi dosen, ada tiga tingkatan kewenangan dalam pelaksanaan dharma
pendidikan dan pengajaran, yakni: Mandiri; Ditugaskan; dan Membantu. Mandiri adalah
dosen yang sudah memilki kewenangan dan tanggung jawab secara penuh dalam praktek
pendidikan dan pengajaran. Ditugaskan adalah dosen yang kewenangannya berdasarkan
tanggung jawab tenaga pengajar yang lebih senior yang sudah memilki tanggung jawab
penuh dalam bidang tugasnya. Sementara membantu adalah dosen yang kewenangannya
hanya membantu tenaga pengajar yang lebih senior.[9]
Sebagai pengajar, guru dan dosen harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang
materi yang akan diajarkannya, metode, pendekatan, dan teknik juga harus dikuasai.
Pengelolaan kelas yang baik dalam pembelajaran menjadi seni ketika guru dan dosen
mengajar.
C. PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALITAS GURU DAN DOSEN
Afnibar dalam bukunya Memahami Profesi dan Kinerja Guru, dia mengutip pendapat
Imran Manan yang menyatakan bahwa:
Profesi adalah Kedudukan atau jabatan yang memerlukan ilmu pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperoleh sebagian lewat pendidikan atau perkuliahan yang
bersifat teoritis dan disertai dengan praktek, diuji dengan sejenis bentuk ujian baik di
universitas atau lembaga yang diberi hak untuk itu dan memberikan kepada orang-orang
yang memilikinya (sertifikat, lisence, brevet) suatu kewenangan tertentu dalam
hubungannya dengan kliennya.[10]
Selanjutnya, sebagai sebuah profesi pekerjaan tersebut harus mempunyai criteria-kriteria
seperti: Pertama, Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam. Kedua, Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang
tertentu sesuai dengan bidang profesinya. Ketiga, Menuntut adanya tingkat pendidikan
keguruan yang memadai. Keempat, Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan
dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Kelima, Memungkinkan perkembangan sejalan
dengan dinamika kehidupan. Keenam, Memiliki kode etik sebagai acuan dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Ketujuh, Memilki klien/objek layanan yang tetap
seperti dokter dengan pasiennya atau guru dengan muridnya. Kedelapan, Diakui oleh
masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.[11]
Dari keterangan di atas, dapat difahami bahwa adanya keterkaitan persyaratan pekerjaan
guru sebagai sebuah profesi. Yaitu : Pekerjaan sebagai guru memerlukan pendidikan
khusus, hal ini dikelola oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK);
Memberi manfaat kepada masyarakat yakni mendidik sumber daya manusia yang
berkualitas; Memilki kode etik yaitu kode etik profesi guru; Memilki objek yang jelas
yaitu para siswa di sekolah; Melibatkan kegiatan intelektual yaitun dalam proses belajar
mengajar; keberadaannya sangat dibutuhkan dab diakui oleh masyarakat dan memilki
organisasi profesi, yaitu organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).[12]
Guru adalah jabatan professional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai
suatu profesi, maka harus memenuhi criteria professional sebagai berikut:
1. Fisik, maksudnya adalah guru harus sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat
tubuh yang dapat menimbulkan cemoohan atau rasa kasihan dari peserta didik
2. Mental/ Kepribadian, maksudnya adalah guru memiliki kepribadian yang baik;
mencintai bangsa dan sesama manusia serta rasa kasih saying kepada peserta didik;
berbudi pekerti yang luhur; berjiwa kreatif; mampu menyuburkan sikap demokrasi dan
penuh tenggang rasa; mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi; bersikap terbuka,
peka, dan inovatif; menunjukkan rasa cinta kepada profesinya; taat kepada disiplin; dan
memilki sense of humor
3. Keilmiahan/Pengetahuan, maksudnya adalah guru harus memahami ilmu pendidikan
dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik; memahami,
menguasai, dan mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan; memiliki pengetahuan yang
cukup tentang bidang-bidang yang lain; senang membaca buku-buku yang ilmiah;
mampu memecahkan persoalan secara sistematis; memahami prinsip-prinsip
pembelajaran.
4. Keterampilan, maksudnya adalah guru harus mampu berperan sebagai organisator dan
fasilitator; mampu menyusun bahan pembelajaran; mampu melaksanakan teknik-teknik
mengajar yang baik sehingga tercapai tujuan pembelajaran; mampu merencanakan dan
melaksanakan evaluasi pendidikan; dan mampu memahami dan melaksanakan kegiatan
pendidikan luar sekolah.[13]
Berdasarkan penjelasan di atas, prinsip-prinsip profesionalitas guru dan dosen merupakan
profil guru. Keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu harus
dimiliki oleh guru yang professional. Oleh karena itu, guru perlu ditempa kepribadiannya
dan diasah penguasaan materinya sehingga menjadi tenaga yang professional.
Dalam Undang-undang guru dan dosen dijelaskan tentang prinsip profesionalitas pada
pasal 7 ayat 1 yang berbunyi:
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.[14]
Dari sembilan poin prinsip professional dalam Undang-undang di atas, dapat difahami
bahwa guru dan dosen harus bekerja menjalankan tugas secara professional. Pemerintah
memberikan jaminan perlindungan hukum kepada guru dan dosen ketika ada persoalan
dalam menjalankan tugas keprofesionalan di sekolah maupun universitas.
D. KUALIFIKASI, KOMPETENSI, DAN SERTIFIKASI
GURU DAN DOSEN
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki
oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di
tempat penugasan
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan
sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru
dan dosen sebagai tenaga professional.
Pengertian kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi di atas merupakan rumusan yang
terdapat dalam UU RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Oleh karena itu, guru
dan dosen di Indonesia harus memenuhi patuh terhadap apa yang telah diatur dalam
undang-undang tersebut.
Profesi guru dan dosen wajib mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan
sertifikasi untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, dapat dilihat dalam
Undang-undang Guru dan Dosen pada Bab IV pasal 8, 9, 10, 11, 12, dan 13 untuk guru.
Kemudian pada Bab V pasal 45,46,47,48, 49, dan 50 untuk dosen.
Kualifikasi akademik guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau
diploma empat.Sedangkan kualifikasi dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Dengan bahasa lain guru
harus menyandang gelar akademik sarjana (S1) dan dosen minimal magister (S2) atau
doctor (S3).
Kariyoto dalam Afnibar menyatakan bahwa ada tiga tingkatan kualifikasi professional
guru, yaitu: Pertama, Tingkat capable personal, artinya guru diharapkan memiliki
pengetahuan dan sikap yang tepat untuk mampu mengelola proses belajar mengajar.
Kedua, guru sebagai motivator, yakni memiliki komitmen terhadap pembaharuan dan
penyebar ide pembaharuan yang efektif. Ketiga, guru sebagai developer yang memiliki
visi yang jauh ke depan dalam menjawab tantangan dunia pendidikan masa depan.[15]
Dilihat dari Ilmu Pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi guru yang baik
dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya,
hendaklah dia bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniyahnya, baik akhlaknya,
bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.[16]
Kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan
merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan
apapun. Secara teoritis ketiga kompetensi itu mungkin dapat dipisah-pisahkan. Tetapi
secara praktis, sesungguhnya ketiganya tidak dapat dipisah-pisahkan atau saling menjalin
secara terpadu dalam diri guru. Guru yang terampil mengajar harus memiliki pribadi
yang baik dan mampu melakukan pekerjan atau kegiatan social di masyarakat.[17]
Ada sepuluh kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya yaitu: 1). Menguasai bahan.
2). Mampu mengelola program belajar mengajar. 3). Mengelola kelas. 4). Menggunakan
media/sumber. 5). Menguasai landasan pendidikan. 6). Mengelola interaksi belajar
mengajar. 7). Menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran. 8). Mengenal
fungsi dan layanan BP. 9). Mengenal administrasi sekolah. 10). Memahami prinsipprinsip dan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.[18]
Dosen yang bermutu ditandai oleh sifat tanggung jawabnya yang tercermin pada perilaku
yang rabbaniy, zuhud, ikhlas, sabar, jujur dan kebapakan, dapat mengambil keputusan
yang berwibawa secara mandiri dan professional, memiliki keahlian teknis pendidikan,
mampu membelajarkan mahasiswa serta menguasai konsep, proses, dan dasar filosofis
iptek modern.[19]
Pembinaan dan pengembangan mutu dosen bertolak dari kebijakan mengembangkan
kemampuan professional ketenagaan guru meningkatkan mutu layanan akademik dan
non-akademik. Tekanannya pada peningkatan keahlian, perluasan wawasan, pembinaan
spirit ilmiah, dan pengembangan budaya ilmiah serta kebebasan akademik. Sasaran
utamanya adalah peningkatan mutu akdemik dan peningkatan kewenangan akademik.
Program utama yang ditempuh dan menjadi temuan penelitian adalah program latihan
prajabatan (LPJ); peningkatan keahlian melalui studi lanjut gelar; studi lanjut non-gelar;
pengembangan staf melalui pertemuan-pertemuan ilmiah; penataran/loka karya;
pengembangan staf melalui peningkatan mutu penelitian; pengembangan staf melalui
peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat; dan penugasan-penugasan. [20]
Menurut ketentuan Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogic, maksudnya adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik. Kompetensi kepribadian, maksudnya adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Kompetensi profesional, maksudnya adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran
secara luas dan mendalam. Kompetensi social, maksudnya adalah kemampuan guru
untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik,
sesame guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.[21]
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas RI)
No. 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan, komponen portofolio meliputi:
1). Kualifikasi akademik, 2). Pendidikan dan pelatihan, 3). Pengalaman mengajar, 4).
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, 5). Penilaian dari atasan dan pengawas, 6).
Prestasi akademik, 7). Karya pengembangan profesi, 8). Keikutsertaan dalam forum
ilmiah, 9). Pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan social, 10). Penghargaan
yang relevan dengan bidang pendidikan.
Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru untuk menilai kompetensi guru dalam
menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogic
dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,
pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi
kepribadian dan kompetensi social dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari
atasan dan pengawas, kompetensi professional dinilai antara lain melalui dokumen
kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman, perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, dan prestasi akademik. [22]
Dari penjelasan di atas, dapat difahami bahwa hubungan kualifikasi, kompetensi, dan
sertifikasi sangat erat satu dengan yang lainnya. Ketika guru sudah mempunyai
kualifikasi dalam akademik, hendaknya guru dan dosen memiliki kompetensi, kemudian
kualifikasi dan kompetensi tersebut diukur atau dinilai dari sertifikasi yang dilakukan
oleh pemerintah. Proses yang telah dilalui oleh guru dan dosen tersebut akan
menghasilkan tenaga yang professional. Keprofesionalan harus ditunjukkan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan oleh pemerintah bagi guru dan dosen.
E. HAK DAN KEWAJIBAN/TANGGUNG JAWAB GURU DAN DOSEN
Hak dan kewajiban guru dan dosen sudah diatur dalam pasal 14, 20, 51, dan 60 UU No.
14 Tahun 2005 yang berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan
social;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang
kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan,
kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
Dari uraian di atas, hak dan kewajiban/ tanggung jawab guru dan dosen sudah berimbang.
Kewajiban yang dibebankan kepada guru dan dosen diiringi dengan pemberian hak yang
wajar merupakan upaya yang baik dari pemerintah. Tetapi dalam pelaksanaannya hak-hak
yang dicantumkan dalam peraturan belum terealisasi sebagaimana mestinya.
F. KODE ETIK DAN PEMBINAAN KARIR GURU DAN DOSEN
Kode etik dalam pasal 43 ayat 2 UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan
berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
Kongres XIII PGRI pada bulan November 1973 telah ditetapkan AD dan ART, program
umum, program kerja organisasi, dan kode etik guru. Hal ini merupakan catatan sejarah
bagi para pendidik di Indonesia, karena pada kesempatan itu dinyatakan perubahan
eksistensi organisasi dari serikat sekerja menjadi organisasi profesi.[24]
Kode etik merupakan sejumlah nilai-nilai atau norma-norma sebagai suatu kesatuan yang
menjadi pedoman sikap dan tingkah laku para pejabat yang memangku keahlian tertentu
dalam menjalankan tugas/pekerjaannya sehari-hari.
Kode etik guru pada garis besarnya mengatur hal-hal seperti: Pertama, mengatur
hubungan guru dengan murid; Kedua, mengatur hubungan guru dengan teman
sekerjanya; Ketiga, mengatur hubungan guru dengan oraang tua dan masyarakat;
Keempat, mengatur hubungan guru dengan jabatan atau profesinya, Kelima, mengatur
hubungan guru dengan pemerintah.[25]
Kode etik pendidik dalam pendidikan Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh AlKanani yang dikuti oleh Ramayulis adalah menyangkut persyaratan seorang pendidik
terdiri atas tiga macam, yaitu: Pertama, yang berkenaan dengan diri pendidik sendiri,
persyaratannya terdiri dari sebelas poin. Kedua, persyaratan yang berhubungan dengan
pelajaran (paedagogis didaktis), hal ini terdiri dari dua belas poin. Ketiga, sikap guru di
tengah-tengah para muridnya, hal ini terdiri dari sembilan poin.[26]
Tujuan penetapan kode etik guru adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi guru;
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota profesi guru; meningkatkan
pengabdian anggota profesi guru dalam pembangunan bangsa dan Negara; meningkatkan
kualitas guru; meningkatkan kualitas organisasi profesi guru.[27]
Pembinaan dan pengembangan karier guru dan dosen meliputi penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi. Hal ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangundangan. Semoga apa yang telah direncanakan oleh pemerintah untuk pembinaan dan
pengembangan karier dapat direalisasikan dengan baik sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Analisa yang dapat diungkapkan dalam kode etik dan pembinaan karier guru dan dosen
adalah bahwa dengan adanya kode etik dapat menjadi rambu-rambu atau pedoman guru
dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Kode etik tersebut disusun dan ditetapkan
oleh organisasi profesi guru. Pembinaan dan pengembangan karier guru dan dosen erat
kaitannya dengan pendanaan yang ada, maka dalam hal ini guru dan dosen belum dapat
memaksakan kehendak agar pemerintah segera untuk merealisasikannya. Padahal
pembinaan akan mempengaruhi keprofesionalan dalam menjalankan tugas mereka.
G. SANKSI-SANKSI JABATAN GURU DAN DOSEN
PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Menurut ketentuan UU RI No. 14 Tahun 2005 dijelaskan sanksi terhadap guru dan dosen
yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya pada pasal 77 dan 78 secara bertahap
berupa: teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak gurudan dosen, penurunan
pangkat, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.
Dalam pendidikan Islam, guru dan dosen telah diberikan amanah oleh orang tua atau wali
peserta didik. Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab harus dilaksanakan dengan baik.
Tanggung jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang akan
dipertanggungjawabkan di hari akhir. Selain itu juga bernilai keduniawian, berarti
kelalaian seseorang dapat dituntut di pengadilan sesuai dengan aturan yang berlaku.[28]
Sanksi yang terberat bagi guru dan dosen adalah sanksi yang diberikan oleh masyarakat.
Jabatan atau profesi guru dan dosen sangat mulia di mata masyarakat sebagai pendidik
dan pengajar. Kedudukan tersebut dapat berubah menjadi hina ketika guru dan dosen
melakukan tindakan yang melanggar aturan agama atau etika yang berlaku dalam
masyarakat.
H. PENUTUP
Dari uraian di atas, dapat difahami bahwa keprofesionalan guru dan dosen tercermin dari
hakikat sebagai pendidik dan pengajar. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi yang telah
diatur melalui undang-undang harus diterima dengan lapang dada oleh guru dan dosen
dan dilaksanakan guna mencapai tujuan pendidikan. Kode etik guru merupakan pedoman
norma yang mengikat dalam menjalankan tugas keprofesionalan. Sanksi yang diberikan
kepada guru dan dosen juga telah diatur berdasarkan undang-undang, namun dalam
pendidikan Islam sanksi yang diberikan tidak hanya berkaiatan dengan urusan duniawi
saja, tetapi kesalahan tersebut harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Makalah ini belum mencapai kesempurnaan, kesalahan dan kekurangan menjadikan
keterbatasan pemakalah. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari peserta
diskusi sangat diharapkan untuk kesempurnaan isi makalah ini. Semoga apa yang
dilakukan tersebut mendapat ridha dari Allah.
sumber : http://pai-smpn21padang.blogspot.com/