Anda di halaman 1dari 20

1.

How do you define light?

Cahaya merupakan suatu bagian kecil dari spektrum elektromagnetik, di mana nilainya
bervariasi dan dapat kita bedakan dengan suatu variabel, yaitu panjang gelombang (). Dari
spektrum yang ada, cahaya dapat dibedakan menjadi cahaya tampak dan yang tidak tampak.
Cahaya tampak merupakan bagian spektrum yang apabila menyentuh suatu benda maka dapat
kita lihat dengan kasat mata, dengan panjang gelombang berkisar sekitar 400-800 nm, spekturm
pada bagian inilah yang sering kita lihat bahwa cahaya dapat berwana dari ungu sampai merah,
berbeda-beda sesuai panjang gelombangnya.Di luar daerah cahaya tampak terdapat cahaya tak
tampak dengan panjang gelombang baik itu di atas 800 nm ataupun di bawah 400 nm, seperti
gelombang radio, sinar x, dan lain-lain. Namun batas rentang panjang gelombang ini belum tentu
akurat karena secara alami kita tidak memiliki kemampuan untuk melihatnya, dan juga belum
ada alat yang mampu untuk mengukurnya secara tepat.

Dari rentang spektrum yang bervariasi tersebut, ditemukan 3 pendekatan untuk menyatakan apa
itu cahaya, yaitu sebagai berikut :
1. Cahaya sebagai optik geometris / garis lurus
- Apabila << Dimensi Alat
- Apabila E << Sensitivitas Alat
2. Cahaya sebagai gelombang
- Apabila = Dimensi Alat
- Apabila E << Sensitivitas Alat
3. Cahaya sebagai foton
- Apabila << Dimensi Alat
- Apabila E >> Sensitivitas Alat

Dimensi alat di sini adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengamatan, yang dimensinya
sama dengan panjang gelombang. Sedangkan energi adalah energi foton, dari teori mekanika
kuantum kita ketahui energi dapat berbeda kalau frekuensi dan panjang gelombangnya berbeda.
Lalu, mengapa harus panjang gelombang sebagai pembeda? Hal ini berkaitan dengan metode
aproksimasi yang ada untuk mendefinisikan cahaya tersebut. Panjang gelombang memiliki
keterkaitan secara langsung dengan dimensi dari peralatan yang digunakan untuk
mempelajarinya.
Sumber :
Fynman 1, Bab 26
- http://www.feynmanlectures.caltech.edu/I_26.html
Gambar :
-

http://3.bp.blogspot.com/-ouDeZjjFQIM/Uk_aEfelxI/AAAAAAAAADI/wutd43HhznU/s1600/Spektrum+Gelombang+Elektromagneti
k.jpg

2.
How do you use Fermat's principle of least time to explain the required shapes of
lenses and mirrors?
Dalam batasan optik geometrik, cahaya bergerak pada garis lurus di antara dua titik ( titik awal
dan tujuannya), tapi bukan berarti cahaya hanya bergerak dalam satu arah. Cahaya bergerak ke
semua arah, dalam ruangan misalnya, lampu bisa menerangi seluruh ruangan menjadi contoh
bahwa cahaya dari lampu tersebar ke segala arah yang menerangi ruangan tersebut. Cahaya
tersebar ke segala arah dalam ruangan tersebut dengan lintasan berupa garis lurus.

Ilustrasi cahaya lampu di sebuah ruangan


Lalu bila cahaya membentur/ menabrak suatu material, misalnya kaca, ketika cahaya menabrak
kaca ketika sedang merambat dengan lintasan lurus, cahaya akan dipantulkan pada suatu garis
lurus yang baru. Dari fenomena ini didapatkan hubungan sudut datangnnya cahaya dengan sudut
cahaya yang dipantulkan. Sudut keduanya terhadap kaca adalah sama besar.

Peristiwa inilah yang biasanya kita sebut dengan hukum pemantulan, yaitu :
=
Selanjutnya ada fenomena lainnya ketika cahaya bergerak dari satu medium ke medium yang
lain, dari udara ke air misalnya. Bila kita meletakkan sendok ke dalam gelas yang terisi air, bila
kita amati, sendok yang tergenang air terlihat seperti patah, berbeda dengan yang tidak tergenang
air. Lintasan lurus cahaya berbeda dengan lintasan lurus di air, kira-kira itulah yang terjadi.
Cahaya akan dibelokkan bila melewati medium yang berbeda. Peristiwa ini bisanya disebut
dengan pembiasan.

Hubungan kedua sudut arah rambat cahaya dapat dijelaskan oleh hukum snellius, yaitu :
sin = sin

Nilai n adalah suatu konstanta yang disebut dengan indeks bias, yang berbeda-beda tergantung
mediumnya.
Prinsip Fermat
Untuk mengetahui mengapa ada pemantulan dan pembiasan, dapat dijelaskan dengan prinsip dari
Fermat, yang menyatakan bahwa cahaya akan berjalan dengan mengambil lintasan dengan waktu
tersingkat dari satu titik ke titik lainnya. Coba kita lihat prinsipnya pada pemantulan dengan
gambar berikut :

Pada gambar, jika hanya ada titik A, B dan cermin datar MM, maka lintasan tercepat dari A ke
B adalah cahaya bergerak langsung dengan lintasan lurus. Namun bila ditambahkan bahwa
cahaya harus memantul terlebih dahulu ke cermin sebelum ke titik B, lintasan dengan waktu
tersingkat adalah ACB, mengapa ? Kita dapat menggunakan metode geometris untuk
menjawabnya. Kita dapat membuat garis bantu yang simetri dari titik B ke B, berpotongan di
titik F sehingga BF = FB. Dari titik bantu tersebut kita dapat mencari titik terpendeknya, dengan
kecepatan yang konstan dan pada medium yang sama, jarak terpendeknya adalah garis lurus
langsung dari A ke B. Sehingga kita dapatkan bahwa cahaya akan memantulkan dirinya ke titik
C untuk kemudian ke titik B. Ini bisa dibuktikan dengan pengukuran langsung, kalau titiknya
simetri, maka :

Jika diukur, lintasan dengan waktu tercepat berturut-turut adalah ACB, AFB, ADE. Dan lagi
kalau garis bantunya simetri maka <BCF = <BCF = < ACB. Itu artinya = , sesuai dengan
hukum pemantulan yang telah dibahas sebelumnya. Yang menjadi poin menurut saya adalah
pada garis bantu B ke B, yaitu lintasan yang cahaya tersebut merambat dengan lintasan lurus.

Pada pembiasan, karena kecepatannya berbeda di satu medium dengan medium lainnya, maka
jarak terpendek tidak sama dengan waktu tersingkat. Ilustrasi prinsip fermat pada hukum snellius
dapat digambarkan pada gambar berikut ini :

Kita dapat mengasumsikan kecepatan cahaya di air lebih lambat dibandingkan di udara, hal ini
karena pengaruh dari faktor n. Pada gambar cahaya ingin bergerak dari titik A ke B, lintasan
mana yang akan ditempuh ? Misalkan di titik A di tepi pantai dan di titik B ada seseorang yang
tenggelam dan kita harus menolongnya. Lintasan yang sebaiknya kita ambil adalah ACB , karena
lari kita lebih cepat dibandingkan kalau berenang di air. Oleh karena itu kita dapat memilih
lintasan yang pendek untuk berenang walaupun harus berlari sedikit lebih jauh, dengan begini
waktu kita untuk menolong orang tersebut dapat lebih singkat. Seperti itulah yang juga terjadi
pada cahaya. Misalkan kecepatan di udara = 1, kecepatan di air adalah 1/n kecepatan udara,
dengan ECN sebagai dan BCN sebagai maka relasi ini dapat dituliskan sebagai :
sin = sin
Aplikasi dari the principle of least time beberapa diantaranya adalah dapat menentukan bentuk
yang dibutuhkan dari lensa dan cermin.
Pada cermin, sinar yang datang akan dipantulkan dengan sudut yang sama besar dengan sinar
pantulnya. Tentunya the principle of least time akan selalu mengikuti ketentuan ini pada cermin.
Selain itu, karena tidak ada medium yang berbeda antara sinar datang dan sinar pantul pada
cermin, maka kecepatan cahayanya sama. Kecepatan yang sama, dan waktu tempuh yang sama,
akan memberikan jarak tempuh yang sama pula pada sinar dari jalur apapun. Katakanlah kita
ingin mengumpulkan sinar dari bintang ke titik P seperti gambar berkut :

Untuk mengaplikasikan the principle of least time pada cermin sehingga memiliki bentuk yang
dibutuhkan, ada hal unik yang bisa kita gunakan, yaitu jarak tempuh sinar dari segala jalur harus
sama. Modal awal terpenting yang kita butuhkan adalah suatu artificial line. Garis buatan ini,
pada cermin sangat membantu karena kita akan memiliki modal awal di mana panjang dari sinarsinar yang datang pada garis ini adalah sama, sehingga selanjutnya kita hanya perlu merekayasa
panjang sinar tersebut agar menuju titik P. Misalkan, pada Fig 26-12, sinar sejajar datang dari
garis K-K.Selanjutnya kita akan membuat artificial line yaitu L-L, yang mana kita letakkan
setelah titik P dan cermin. Misal kita ambil salah satu garis, yaitu A-A. Cara merekayasa
panjang A-A ke titik Padalah :
1. Membuat garis lurus sepanjang A menuju P.
2. Membagi garis A-P menjadi 2 bagian sama panjang.
3. Pada titik tengah A-P tersebut, tarik garis lurus menuju A-A yang mana garis tersebut
tegak lurus terhadap A-P.
4. Titik perpotongan garis tersebut terhadap A-A adalah titik dimana cermin harus
memiliki bagian di titik tersebut, katakanlah A.
5. Dengan metode yang sama, kita akan memperoleh titik-titik B, C, D, dan X.
Kemudian menghubungkan titik-titik tersebut.
Itu adalah metode untuk menentukan bentuk cermin yang dibutuhkan ketika sinar datang pada
cermin berupa garis lurus.Untuk sinar yang datang pada cermin bukan garis lurus, melainkan
datang dari suatu sumber cahaya, katakanlah A, sedemikian sehingga sinar datang menyebar ke
segala arah, maka yang perlu dilakukan hanyalah mengganti artificial line nya saja, sedemikian
sehingga setiap sinar memiliki modal panjang awal yang sama. Pada kasus seperti ini, artificial
line akan dibentuk seperti lingkaran, yang mana sumber cahaya sebagai pusat lingkaran.
Untuk lensa, kita tidak dapat menggunakan panjang lintasan yang sama, karena sinar (cahaya)
melawati dua medium yang berbeda. Dimana, kedua medium tersebut memiliki indeks bias yang
berbeda dan memerlukan waktu tempuh yang berbeda. Maka, bentuk lensa dirancang
melengkung agar dapat memberikan delay untuk setiap lintasan yang ditempuh cahaya sehingga
menghasilkan waktu tempuh yang bersamaan.

Bentuk dari suatu lensa di desain untuk meneruskan cahaya dari suatu titik ke titik yang
diinginkan.Misalnya dari titik P ke P pada gambar berikut.

Dengan the principle of least time, maka seharusnya waktu yang dibutuhkan dari setiap jalur
yang melalui lensa adalah sama. Yang paling mudah adalah menganalisis jalur yang ditempuh
cahaya dari titik P-Q-P, karena jalur ini cahaya sangat sedikit melalui medium lensa, seolah olah
waktu tempuhnya bisa dikatakan dari P-Q dan Q-P.Jika ini kita jadikan acuan, maka waktu
tempuh bagian lensa lainnya harus menyesuaikan. Misalkan,ketebalan lensa yang tepat berada di
tengah-tengah harus memperlama waktu tempuh cahaya agar waktu tempuhnya sampai di P
dengan cahaya yang menempuh jalur dengan titik Q adalah sama. Untuk pemodelan kasar, kita
dapat menggunakan balok-balok planar yang kita susun sebagai pengganti lensa bikonveks,
dengan tujuan ketebalan balok yang berbeda-beda mampu memberikan waktu tempuh yang sama
pada setiap cahaya yang menembusnya. Ketika ini berhasil untuk beberapa jumlah sinar, maka
kita dapat memperbanyak jumlah balok yang kita gunakan, sehingga lensa yang kita hasilkan
akan mulai berbentuk seperti lensa bikonveks juga.Tujuan dari bentuk lensa sendiri adalah
memfokuskan gambar dan menghasilkan citranya pada jarak yang diinginkan.
Sumber :
Fynman 1, Bab 26
-

http://www.feynmanlectures.caltech.edu/I_26.html

3. How do you use Fermats


geometrical optics ?

principle of least time to explain various concept of

Dalam pendekatan cahaya sebagai optik geometris, aplikasinya sudah banyak diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, khususya dalam mendesain instrumen dan sistem optik. Ada beberapa
konsep dasar geomtrikal optik yang dapat dijelaskan dengan menggunakan prinsip fermat of
least time, seperti yang sudah dibahas pada soal sebelumnya.
A. The focal length of a spherical surface
Sebelum membahas konsep yang pertama, kita akan terlebih dahulu mendapatkan suatu
persamaan geometris, yaitu seperti berikut :

Fynman 1, figure 27 - 1

Jika kita memiliki suatu segitiga dengan ketinggian h, panjang d, dan garis miring s yang lebih
panjang dari d. Nilai s lebih panjang sebesar atau dengan kata lain d = s . Garis lengkung
merupakan sebuah potongan dari lingkaran dengan titik pusat berada pada titik yang
menghubungkan s dengan d. Sehingga jari jari lingkaran adalah r = d = s .

Garis bantu dari sebagian lingkaran ini kita butuhkan nantinya untuk menemukan perbedaan
waktu tempuh dari dua lintasan rambat cahaya yang berbeda. Hal ini lebih mudah dengan
lingkaran karena jarak dari titik pusat ke semua garis lengkungnya adalah sama. Dari segitiga
pada gambar 27-1, didapatkan bahwa 2 2 = 2 atau ( + ) = 2 . Karena nilai s
- d = dan + 2 (nilai kecil), maka kita dapatkan
= 2 /2

(Fynman 1, persamaan 27-1)

Konsep yang pertama adalah panjang titik fokus dari sebuah permukaan melengkung. Contoh
sederhana dapat kita lihat pada pembiasan seperti gambar berikut, dengan kecepatan pada udara
adalah 1, dan pada kaca lebih lambat yaitu 1/n, akibat pengaruh dari indeks bias n.

Fynman 1, figure 27 - 2

Misalkan kita memiliki titik O dengan jarak s dari depan permukaan kaca dan titik O dengan
jarak s pada bagian dalam kaca, dan kita ingin mengatur permukaan yang melengkung
sedemikian rupa, sehingga semua cahaya dari titik O yang menabrak permukaan di setiap titik p
akan diteruskan menuju titik O'. Sehingga kita harus membentuk permukaan sedemikian agar
waktu tempuh cahaya dari O ke P , ditambah waktu yang dibutuhkan untuk pergi dari P ke O ',
sama dengan suatu independen konstan titik P. Kondisi ini membekali kita dengan suatu
persamaan untuk menentukan permukaannya. Hal ini tidak mudah karena untuk memfokuskan
cahaya dari satu titik ke titik lainnya membutuhkan permukaan yang lebih rumit. Hal yang dapat
dilakukan adalah kita akan mengatur agar hanya cahaya yang sangat dekat dengan axis saja yang
akan menuju ke titik fokus, tidak semuanya. Cahaya yang dekat dengan axis ini biasanya disebut
dengan paraxial rays, dan yang kita lakukan adalah menganalisis kondisi yang seperti apa agar
dapat memfokuskan paraxial rays tersebut.
Kita misalkan titik P dekat dengan axis, kita tarik garis tegak lurus PQ yang tingginya = h. Kalau
permukaan adalah bidang yang melewati P, maka waktu yang dibutuhkan dari O ke P akan
melebihi waktu dari O ke Q, dan juga, waktu dari P ke O 'akan melebihi waktu dari Q ke O ',
oleh karena permukaan kaca dibuat melengkung, akan ada time delay ketika cahaya bergerak
melewati titk V ke Q, sehingga waktu tempuhnya akan sama sesuai prinsip fermat (OPO =
OVO), kelebihan waktu dari OP dan dari PO haruslah sama dengan delay VQ, di udara cahaya
bergeraka lurus dari O ke V dengan kecepatan 1 dan lebih lambat karena pengaruh n pada saat
melewati permukaan kaca, sehingga waktu delay pada jarak VQ adalah (n-1)VQ. Panjang VQ
bisa kita dapatkan dengan garis bantu lainnya berupa potongan lingkaran dengan pusat C dan
jari-jari R seperti pada gambar , kita dapatkan bahwa panjang VQ adalah

2
2

, maka dapat

dituliskan :
2
2
2
+ = 1
2
2
2
1
1
+ = 1

Kita dapatkan hukum yang menghubungkan s dan s, yang memberikan kita nilai jari-jari
kelengkungan yang diperlukan. Sehingga jika kita mempunyai titik O dan O ' yang berbeda dan
ingin mefokuskan cahaya dari O ke O', maka kita dapat menghitung jari-jari kelengkungan R

dari permukaanya dengan menggunakan rumus di atas. Jika s besar maka s akan mengecil atau
dengan kata lain, jika O keluar menjauh maka O akan mendekat, begitu pula sebaliknya. Jika
titik O dibuat tak terhingga, maka titik O akan tetap bergerak mendekati permukaan sampai
jarak tertentu, jarak ini disebut focal length f. Hal ini juga berlaku ketika O yang dibuat tak
terhingga di dalam material, maka O akan mendekati permukaan sampai jarak tertentu di luar
material (udara), disebut f.

=
atau

( 1)
1 ( 1)

=
=

( 1)
Sehingga persamaan sebelumnya menjadi :
1 1
+ =

Keadaan lainnya akan kita dapatkan ketika < , yaitu nilai s akan bernilai negatif. Dengan
kata lain titik O dan titik O sama-sama berada di sisi luar permukaan. Seperti gambar berikut :

Fynman 1, figure 27 - 3

Lalu jika R tak terhingga, maka

= 0 atau = . Hal tersebut mengatakan bahwa

jika kita melihat dari medium rapat ke titik yang berada di medium kurang rapat, maka titik
tersebut akan kelihatan lebih jauh daripada jarak sebenarnya oleh faktor n. Sedangkan jika kita
melihat dari medium renggang ke titik yang berada di medium rapat, maka titik tersebut akan
kelihatan lebih dekat daripada jarak sebenarnya.

Fynman 1, figure 27 - 4

Sehingga untuk permukaan melengkung :


-

Jarak objek s akan (+) jika titik O berada di sebelah kiri permukaan.
Jarak gambar s akan (+) jika titik O berada di sebelah kanan permukaan.
Jari-jari kelengkungan dari permukaan akan (+) jika titik pusatnya berada di sebelha
kanan permukaan.

B. The focal length of a lens


Lensa yang biasanya digunakan memiliki dua permukaan. Seperti gambar berikut.

Fynman 1, figure 27 - 5

Misalkan ada lensa dengan dua permukaan yang berbeda, dan diantara keduanya diisi dengan
material kaca. Saat cahaya melewati permukaan pertama tentu saja cahaya akan dibiaskan dan
saat melewati permukaan kedua cahaya akan dibiaskan kembali. Jadi untuk mempermudah
dilakukan analisis satu-persatu, sehingga ketika cahaya melewati permukaan pertama kita akan
mendapatkan posisi dan titik fokus baru, citra tersebut kemudian digunakan untuk menjadi objek
pada permukaan kedua. Maka untuk permukaan pertama, cahaya merambat dari medium 1
dengan indeks bias 1 ke medium 2 dengan indeks bias 2 , didapatkan,
1

1 2

Fynman 1, figure 27 - 6

Jika kita memiliki dua permukaan yang berjarak sangat dekat, maka kesalahan kecil dari
ketebalan lensa dapat diabaikan. Jika cahaya menempuh jalur dari O menuju O maka jarak
OPO harus memiliki waktu yang sama dengan jalur lurusnya dari O ke O. Maka dibutuhkan
time delay pada gelas dengan ketebalan (jarak) T , sehingga di dapatkan persamaan berikut :
1 2
2 2
+
= 1 2
2
2

Jika T dihubungkan dengan R1 dan R2 dari kedua permukaan dengan R1 < R2, (lensa konveks),
=

2
2

21
22

Maka akan didapatkan


1 1
+
= 2 1

1
1

1 2

Sebelumnya dikatakan bahwa jika satu titik diatur tak terhingga maka titik lainnya berada pada
suatu titik fokus f, panjang titi fokusnya adalah :
1
= 1

1
1

1 2

di mana = 2 . Maka jika panjang titik fokus diketahui, akan lebih mudah jika persamaan
1

dituliskan langsung dengan panjang titik fokusnya , sehingga persamaan dapat dituliskan
menjadi :
1 1 1
+ =

C. Magnification
Kita akan coba melihat gambaran kalau objek tidak berada tepat di axis,berbeda dengan
sebelumnya yang berfokus hanya pada titik axis, sehingga kita bisa mengerti sifat dari
magnification. Magnification dapat diilustrasikan dengan gambar berikut :

Fynman 1, figure 27 -7

Andaikan kita mempunyai objek dengan jarak x dari fokus, ketinggian objek y. Kita dapat
mengetahui jarak dan tinggi citra yang terbentuk.
Dari analisis dari sistem lensa tipis pada gambar di atas didapatkan beberapa fakta, yaitu :

Berkas cahaya yang datang sejajar dengan sumbu axis dibelokkan menuju titik fokus di
sisi dalam.

Berkas cahaya yang datang menuju titik fokus di sisi luar dibelokkan sejajar dengan
sumbu axis.

Dari segitiga PVU dan TXU, didapatkan



=

Sedangkan dari segirtiga SWR dan QXR, didapatkan

=

Sehingga nilai y/y untuk masing-masingnya adalah

= =

Persamaan di atas merupakan persamaan lensa yang sudah terkenal, yang menjelasakan
peristiwa magnification,bahwa citra yang dihasilkan dari perbesaran lensa berada di arah yang
berlawanan. y/y menyatakan hubungan jarak dan panjang fokus, juga memberikan hubungan x
dan x terhadap fokus.
= 2
Kita ketahui bahwa = + dan = + . Jika diturunkan :
= 2
= 2
= +
+
1
=

1 1 1
+ =

D. Compound lenses
Bila suatu sitem terdiri dari beberapa lensa, cara menganalisisnya adalah satu persatu dimulai
dari lensa pertama, kemudian citra yang dihasilkan menjadi objek untuk lensa kedua dan
seterusnya. Namun akan terjadi hal yang menarik dari efek yang dihasilkan ketika cahaya
melewati beberapa lensa yang dimulai dan berakhir pada medium yang sama, misalnya udara.
these planes are often fairly close to the first surface of the first lens and the last surface of the
last lens Alat-alat optik, seperti teleskop atau mikroskop yang terdiri dari beberapa lensa,
mempunyai karakteristik yaitu memilki dua bidang yang disebut dengan principle planes dari

sistem. Yang berada sangat dekat permukaan pertama dari lensa pertama dan pada permukaan
terakhir pada lensa terakhir. Karakteristik yang dimiliki adalah

Jika cahaya datang ke dalam sistem sejajar dengan absis dari sisi pertama, cahaya keluar
dengan fokus tertentu yang jaraknya sama dengan titik fokus f.
Jika cahaya paralel datang pada sisi lain, maka akan jatuh pada titik fokus yang jaraknya
sama dengan titik fokus f.

Fynman 1, figure 27 -7

E. Aberrations
Suatu lensa memiliki nilai aberasi, nilai yang dimilki berbeda-beda pada setiap lensa. Contoh
dari aberasi adalah spherical aberrations dan chromatic aberration.
spherical aberration
Contohnya adalah lensa mata kita yang mengalami gangguan. Ketika citra dari cahaya tidak
jatuh di retina, kita tidak dapat melihat dengan jelas, untuk mengatasinya dapat digunakan lensa
dari kacamata yang memiliki nilai aberasi yang sama dengan lensa mata, tetapi nilainya
berlawanan. Sehingga kedua aberasi dapat saling menghilangkan.sehingga citra dapat jatuh di
retina.
chromatic aberration
Cahaya dengan berbagai warna mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, atau dipengaruhi
indeks bias yang berbeda-beda, pada kaca misalnya, titik fokus pun berbeda untuk warna yang
berbeda. Akibatnya jika kita mencitrakan bintik putih, citranya akan mempunyai warna, ketika
yang difokuskan adalah cahaya merah, cahaya biru akan keluar dari fokus. Kasus ini disebut
chromatic aberration.
F. Resolving power
Lensa juga memiliki keterbatasan pada kemampuan resolving power. Resolving power adalah
suatu kapasitas dari suatu instrumen untuk memecah dua titik yang sangat dekat. Hal ini menjadi
serius karena kalau hanya dengan pembesaran saja, tidak mampu membuat kedua titik tersebut
terlihat terpisah. Misalkan kita ingin melihat suatu bakteri menggunakan mikroskop, dan yang
baru saja terlihat hanya citra satu titik. Setelah diperbesar kita tentunya berharap setidaknya
mampu melihat dua titik di ujung-ujungnya. Kita mungkin mampu menyusun berbagai lensa-

lensa sedemikian sehingga menghasilkan kemampuan perbesaran hingga 2000 diameter atau
bahkan 10000 diameter. Tetapi kita tetap tidak bisa melihat 2 titik tersebut yang terlalu dekat
karena sistem optic juga memiliki keterbatasan. Aturan umum tentang resolusi dari instrument
optik apapun adalah : dua sumber titik berbeda dapat diamati hanya jika satu sumber terfokuskan
pada suatu titik yang waktu untuk sinar maksimal dari sumber lainnya mencapai titik tersebut
dibandingkan dengan titik citra miliknya sendiri, adalah berbeda lebih dari satu periode.
2 1 > 1/
Di mana v adalah frekuensi cahaya ( kecepatan/panjang gelombang).
Sumber :
Fynman 1, Bab 27
- http://www.feynmanlectures.caltech.edu/I_27.html

4. How do you explain the physical meaning of the law of electromagnetic radiation?
Dari hasil penelitiannya menggabungkan hukum kelistrikan dan magnet dengan hukum sifat
cahaya, Maxwell mengatakan biarkan disitu ada listrik dan magnet, maka di situlah cahaya!.
Percobaan Maxwell tersebut adalah tahap awal dikenalnya istilah radiasi elektromagnetik, yang
membuat kita familiar dengan apa itu transmisi radio, radar, dan sebagainya.
Misalkan seseorang berbicara dari Europa, dengan pengaruh listrik yang kecil, tetapi dapat
didengar pada jarak ribuan mil di Los Angeles. Bagaimana hal itu dapat terjadi ?Itu karena
medannya tidak bervariasi dengan inverse dari kuadrat jarak, tetapi hanya berbanding terbalik
sebagai pangkat pertama dari jarak. Pada akhirnya, bahkan cahaya sendiri terdiri dari listrik dan
magnet yang berpengaruh untuk memperpanjang luasan jarak, dan menghasilkan osilasi yang
sangat cepat dan tak terduga pada elektron di dalam atom. Semua peristiwa tersebut disimpulkan
dengan kata radiasi, lebih spesifiknya, radiasi elektromagnetik. Meskipun ada juga satu atau dua
jenis radiasi lain. Tapi, hampir selalu radiasi artinya adalah radiasi elektromagnetik.
Untuk menjawab pertanyaan mengenai arti fisis dari hukum radiasi elektromagnetik, terlebih
dahulu kita harus mengetahui hukum radiasi elektromagnetik. yaitu:
=

40 2

(Fynman 1, persamaan 28.6)

Persamaan tersebut berasal dari persamaan medan listrik dengan faktor koreksi ke 2.
Persamaan medan listrik, E, adalah
=


1 2
+
+

40 2 2
2 2
(Fynman 1, persamaan 28.3)

Dimana () adalah medan listrik yang diterima oleh detektor. Sedangkan q adalah muatan
yang menghasilkan medan E, er adalah vektor unit pada arah dari titik P dimana E diukur, dan r
adalah jarak antara P ke q.
Pada awalnya, vektor unit er dan jarak r dihasilkan dari hukum gaya gravitasi, yaitu :
=

Dimana er adalah vektor unit diarahkan dari m ke M dan r adalah jarak antara keduanya.
Sedangkan E dan q berasal dari hukum gaya elektromagnetik, yang kemudian medan listrik E di
pisahkan menjadi persamaan 28.3. Hukum gaya elektromagnetik yaitu :
= ( + )

Jadi, hukum radiasi elektromagnetik adalah gabungan dari hukum gaya gravitasi dan hukum
gaya elektromagnetik.
Kita kembali lagi ke persamaan 28.6 yaitu:
=

40 2

Pertama, kita melihat pada suku pertama persamaan tersebut yaitu 4

. Suku pertama ini

memberitahu kita secara fisis bahwa kuat medan listrik sebanding dengan besar muatan listrik
dan berbanding terbalik dengan jarak detektor dengan sumber.

Lalu, kita lihat suku kedua persamaan tersebut yaitu ( ). Persamaan tersebut mengandung
arti fisis bahwa medan listrik yang diterima detektor bukanlah medan listrik pada saat itu tetapi
merupakan medan listrik pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain detektor merasakan medan
listrik yang mengalami delay, delay ini disebabkan jarak antar muatan dan detektor yang kita
gunakan. Besarnya waktu delay tersebut dapat kita hitung dari persamaan tersebut tersebut yaitu

Sumber :
Fynman 1, Bab 28
- http://www.feynmanlectures.caltech.edu/I_28.html

5. How do you mathematically and graphically describe the phenomenon of interference,


particularly using the concepts of amplitudes, phases, and wavelengths?
Ilustrasi dari interferensi dapat dilihat dari gambar berikut :

Fynman 1, figure 28-3

Jika kita punya dua sumber bersebelahan dengan panjang gelombang yang sedikit berbeda
seperti pada gambar . Aturannya adalah bahwa dua sumber harus memberikan efek mereka pada
titik 1 ketika kedua sumber tersambung ke generator yang sama dan keduanya bergerak naik dan
turun dengan cara yang sama, sehingga medan listrik total adalah jumlah dari dua kedua sumber,
yang berjumlah dua kali lebih kuat dari sebelumnya.
Secara matematis, fenomena interferensi dapat dijelaskan dari kasus two dipol radiator.
Kita misalkan ada sebuah kasus dimana :
Amplitudo 1 = 2 = A
Fase 1 = + 1
Fase 2 = + 2
Dengan sifat trigonometri,berdasarkan persamaan (29.9) dan (29.10) pada
(Feynman I, Bab 29, Sub 29-5 ), maka kita dapat memperoleh persamaan :
= 2 cos

1
1
1
1 2 cos + 2 + 1
2
2
2

Jadi, kita mendapatkan sebuah oscillatory wave dengan fase dan amplitude yang baru. Secara
umum, hasilnya akan menjadi sebuah oscillatory wave dengan amplitude AR yang kita sebut
amplitudo resultan. Osilasi pada frekuensi yang sama tapi dengan fase yang berbeda , kita
sebut resultan fase.
(Feynman I, Bab 29, Sub 29-5, Paragraf 2)
Amplitudo resultan dari kedua sumber tersebut adalah :

2 cos

1

2 1 2

Catatan penting bahwa amplitudo resultan ini tidak dipengaruhi oleh nilai . Sedangkan fase
resultannya adalah rata-rata dari dua fase sebelumnya.

Fynman 1, figure 29-9

Untuk kasus yang kedua:


Amplitudo 1 = 1
Amplitudo 2 = 2
Fase 1 = + 1
Fase 2 = + 2
Kita dapat menyelesaikannya dengan persamaan bilangan kompleks sebagai berikut :
= (1 1 + 2 2 )
Nilai dari amplitudo resultannya adalah:
= 1 1 + 2 2
Dan kita akan mendapatkan persamaan umum panjang amplitudo resultan sebagai berikut :
2 = 1 2 + 2 2 + 21 2 cos 2 1
(Fynman 1, persamaan 29.16)
Bagian dari 21 2 cos(2 1 ) adalah efek dari interferensi. Di mana, jika bagian tersebut
bernilai positif, maka yang terjadi adalah interferensi konstruktif. Sedangkan jika bagian tersebut
bernilai negatif, maka yang terjadi adalah interferensi destruktif.
(Feynman I, Bab 29, Sub 29-5, Paragraf 6 )

Fynman 1, figure 29-10

Selanjutnya, masuk pada penerapan persamaan tersebut. Kita harus mengetahui beda fase
interferensi terhadap titik penerima. Beda fasenya yaitu:
2 1 = +

2 sin

(Feynman I, Bab 29, Sub 29-5, Persamaan 29.16 )


Hal ini dapat menyelesaikan kasus two dipole radiator. Yang harus kita lakukan adalah
mensubtitusikan persamaan ini ke persamaan (29,16) untuk kasus A1 = A2, dan kita dapat
menghitung berbagai hasil untuk dua antena dengan intensitas yang sama.
Misalkan intensitasnya 2 pada sudut 300 seperti pada gambar berikut :

Fynman 1, figure 29-5


1

Dua osilator terpisah dengan jarak 2 sehingga pada 300 , sin = /4,. Dengan demikian,
2 1 =

2
4

, Maka interferensinya adalah nol (Kita tambahkan 2 vektor pada 900).

Hasilnya adalah sisi miring dari segitiga siku-siku 450, yang merupakan 2 kali satuan
amplitude, dengan mengkuadratkannya, kita akan mendapatkan intensitas satu osilator yang
bernilai dua kali dari sebelumnya. Untuk kasus-kasus lainnya juga berlaku cara yang sama.
Sumber :
Fynman 1, Bab 28 dan 29
-

http://www.feynmanlectures.caltech.edu/I_28.html#Ch28-S4
http://www.feynmanlectures.caltech.edu/I_29.html

Anda mungkin juga menyukai