Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis merupakan penyakit menular yang terdapat di dunia. Sekitar
115 juta penduduk terinfeksi filariasis W. Bancrofti dan sekitar 13 juta
penduduk teridentifikasi sebagai filariasis Brugia spp,1 dan lebih dari 1,3
miliar penduduk di 72 negara berisiko terinfeksi penyakit filariasis, dan 65%
hidup di Asia Tenggara, 30% di Afrika dan sisanya di daerah tropis lainnya. 2
Indonesia termasuk wilayah rawan terjadinya filariasis.
Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Data kumulatif sampai tahun 2010 menyebutkan jumlah kasus
klinis filariasis di Indonesia sebanyak 11.969 kasus, meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu 11.914 kasus.3 Sebanyak 356 (72%) kabupaten/kota
dinyatakan

endemis

filariasis

dan

penentuan

status

endemisitas

kabupaten/kota tersebut berdasarkan hasil Survei Darah Jari (SDJ) dengan


angka mikrofilaria (mf rate) >1%.3 Sebanyak 316 dari 471 kabupaten/kota
telah terpetakan secara epidemiologis endemis filariasis. Berdasarkan peta
endemisitas filariasis diketahui prevalensi penyakit ini mencapai 19% atau
sekitar 40 juta jiwa.3
Salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai kasus filariasis
adalah di Provinsi Jawa Tengah. Secara kumulatif pada tahun 2011 terdapat
537 penderita yang meningkat dari tahun sebelumnya 2010 yaitu 451
penderita, ditemukan 141 kasus baru pada tahun 2011 di 9 kabupaten/kota
yaitu Kota Pekalongan (125 kasus), Kabupaten Banjarnegara (5 kasus), Kota
Semarang (2 kasus), Kabupaten Boyolali (1 kasus), Kabupaten Demak (1
kasus), Kabupaten Batang (1 kasus), dan Kabupaten Pemalang (1 kasus). 4
Pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 sebanyak 25 kabupaten/kota yang

http://digilib.unimus.ac.id

melaporkan adanya kasus filariasis dan terdapat 2 daerah endemis filariasis di


Jawa Tengah yaitu Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.5
Kota Pekalongan merupakan daerah endemis filariasis dengan kasus
tertinggi dan mencakup seluruh wilayah kecamatan. Data filariasis di Kota
Pekalongan adalah total sebaran kasus klinis dan kronis pada tahun 20042010 berjumlah 202 kasus, dengan rincian 11,39% untuk kasus kronis dan
88,61% untuk kasus klinis filariasis.6 Terdapat 6 kelurahan dalam 3
kecamatan yang angka mikrofilaria (mf rate) >1% yaitu Kecamatan
Pekalongan Barat terdiri dari Kelurahan Tegalrejo (2,40%), Kelurahan
Pasirsari (2,34%), dan Kelurahan Pabean (3,40%), Kecamatan Pekalongan
Selatan terdiri dari Kelurahan Bumirejo (5,48%) dan Kelurahan Kertoharjo
(4,18%), Kecamatan Pekalongan Utara terdapat pada Kelurahan Bandengan
(3,57%).7 Di wilayah Kecamatan Pekalongan Selatan terdapat Kelurahan
Jenggot yang meskipun angka mikrofilaria <1%, namun masih bertambahnya
kasus filariasis dimana Kelurahan Jenggot berbatasan langsung dengan
Kelurahan Kertoharjo (4,18%).7 Di Pekalongan kasus filariasis tidak
menimbulkan kematian tetapi meninggalkan kecacatan dan kelumpuhan,
sehingga menyebabkan penurunan produktivitas bagi para penderitanya.
Sebagai akibat dari kasus filariasis tersebut telah mengalami kerugian dari
segi ekonomi sebesar 17,8% dan kerugian untuk biaya rumah tangga sebesar
32,3%.8
Manusia merupakan satu-satunya pejamu definitif yang terinfeksi
melalui gigitan nyamuk. Larva yang masuk bermigrasi ke limfatik tempatnya
menjadi dewasa dan menghasilkan mikrofilaria dalam 6-12 bulan setelah
infeksi. Mikrofilaria bermigrasi ke darah perifer pada malam hari dan
terambil oleh nyamuk yang menggigit, kemudian dalam nyamuk tersebut
mikrofilaria matang menjadi larva infektif. Parasit dewasa hidup selama
beberapa tahun, mikrofilaria hidup selama 3 bulan-3 tahun dan kerusakan
jaringan disebabkan oleh cacing dewasa yang hidup dalam limfatik,
menyebabkan inflamasi, fibrosis serta obstruksi.9

http://digilib.unimus.ac.id

Kejadian filariasis dipengaruhi oleh adanya kontak langsung dengan


vektor pembawa larva infektif, lingkungan tempat tinggal yang mempunyai
rawa-rawa dan genangan air, serta semak-semak yang merupakan tempat
perindukan nyamuk, kondisi rumah yang tidak menggunakan kelambu dan
keberadaan kawat kasa juga dapat berpengaruh untuk terinfeksi filariasis.10
Beberapa faktor risiko yang telah dibuktikan memiliki kontribusi dalam
penularan filariasis adalah adanya genangan air, adanya persawahan, tidak
adanya hewan predator (ikan sebagai pemakan jentik nyamuk), kebiasaan
tidak menggunakan kelambu, dan kebiasaan tidak menggunakan obat
nyamuk.11 Faktor risiko lain dalam penularan filariasis yaitu konstruksi
plafon rumah, barang-barang bergantung dalam rumah, jenis kelamin, dan
kebiasaan keluar rumah malam.12
Aktivitas di ruang terbuka dan di luar rumah pada malam hari berisiko
untuk terpapar mikrofilaria gigitan nyamuk Culex quinquefasciatus (vektor
filariasis) bagi penduduk di daerah endemis. Salah satu kelompok penduduk
yang termasuk populasi ini adalah pedagang kaki lima, tukang parkir, tukang
becak malam hari, satuan pengamanan (satpam). Mereka berisiko dua kali
lebih besar untuk terpapar filaria dibanding penduduk yang berada di dalam
rumah pada malam hari dan penduduk yang tidak berada pada daerah
endemis filariasis.13 Namun demikian, hingga saat ini belum ada data tentang
kejadian filariasis pada kelompok penduduk tersebut. Oleh karena itu perlu
diteliti, sehingga besar risiko dapat diketahui dan penting untuk tindakan
pencegahan. Penelitian ini diambil di wilayah Kecamatan Pekalongan Selatan
yang terdiri dari Kelurahan Jenggot, Kelurahan Banyurip Ageng dan
Kecamatan Pekalongan Utara yaitu Kelurahan Pabean, dimana data kejadian
filariasis di 3 Kelurahan dalam 2 Kecamatan tersebut tergolong tinggi sampai
dengan tahun 2012.7 Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil Survei
Darah Jari (SDJ) terbaru (2012) dan wawancara terstruktur untuk mengetahui
seberapa besar faktor risiko periodisitas kerja.

http://digilib.unimus.ac.id

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai
berikut Apakah periodisitas kerja merupakan faktor risiko terinfeksi
mikrofilaria?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui risiko periodisitas kerja terhadap infeksi mikrofilaria.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan penduduk yang terinfeksi mikrofilaria berdasarkan
data terbaru hasil Survei Darah Jari (SDJ) tahun 2012.
b. Menghitung prevalensi infeksi mikrofilaria pada penduduk, yang
dibedakan berdasarkan periodisitas kerja.
c. Menganalisis risiko periodisitas kerja terhadap infeksi mikrofilaria
pada penduduk.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat untuk menghindari infeksi
mikrofilaria di daerah endemis filariasis.
b. Meningkatkan kinerja instansi terkait untuk melakukan eliminasi
filariasis.
2. Manfaat Teoritis
a. Mengetahui berbagai faktor risiko filariasis.
b. Mengetahui cara penularan dan pencegahan filariasis.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No
1.

Peneliti
(th)
Bakhrizal
(2006)

Judul
Hubungan
Kebiasaan Berada
di Luar Rumah
pada Malam Hari

http://digilib.unimus.ac.id

Desain
studi
Case
Control

Variabel bebas
dan terikat
- Keluar
rumah
malam hari
- Tingkat

Hasil
Terdapat hubungan
antara keluar rumah
pada malam hari
dengan
kejadian

dengan Kejadian
Filariasis
2.

Tri
Ramadhani
dkk.
(2008)

Filariasis Limfatik
di Kelurahan
Pabean Kota
Pekalongan

Cross
Sectional

3.

Rifai
Agung
Mulyono
dkk.
(2008)

Faktor Risiko
Lingkungan dan
perilaku yang
berpengaruh
terhadap Kejadian
Filariasis

Case
Control

4.

Puji
Juriastuti
dkk.
(2010)

Faktor Risiko
Kejadian Filariasis
di Kelurahan
Jatisampurna

Case
Control

5.

Arwinda
Nugraheni
(2011)

Faktor-faktor
Risiko Lingkungan
terhadap Kejadian
Filariasis Bancrofti
di Wilayah Kerja
Puskesmas Buaran
Kabupaten
Pekalongan

Case
Control

http://digilib.unimus.ac.id

pengetahuan
- Kejadian
filariasis
- Situasi
distribusi
filariasis
limfatik
- Kejadian
filariasis
limfatik

- Faktor risiko
lingkungan
fisik
- Lingkungan
sosial
ekonomi
- Faktor risiko
perilaku
- Kejadian
filariasis
- Faktor risiko
Lingkungan
fisik dalam
rumah
- Faktor risiko
karakteristik
individu
- Faktor risiko
lingkungan
fisik
luar
rumah
- Kejadian
filariasis

Faktor-faktor
risiko
lingkungan
Kejadian
filariasis
bancrofti

filariasis

Didapatkan
hasil
Survei Darah Jari
(SDJ) yaitu angka
mikrofilaria 3,4%,
angka kesakitan akut
tinggi 0,4% dan
angka
kesakitan
kronis filaria rendah
0,00%
Didapatkan faktor
risiko filariasis yang
berpengaruh yaitu
lingkungan fisik dan
perilaku

- Didapatkan faktor
risiko lingkungan
fisik dalam rumah
yang
berhubungan
dengan kejadian
filariasis adalah
konstruksi plafon
rumah, barangbarang
bergantung,
keberadaan kawat
kasa, keberadaan
kelambu/pemakai
an kelambu.
- Didapatkan faktor
risiko
karakteristik
individu
yang
berhubungan
dengan kejadian
filariasis adalah
jenis kelamin dan
kebiasaan keluar
rumah malam.
Didapatkan faktorfaktor
risiko
ligkungan
yang
berpengaruh
terhadap
kejadian
filariasis
adalah
langit-langit rumah,
dinding,
lantai,

genangan
limbah,
pengelolaan limbah,
pengelolaan
tinja,
kebun, menggantung
pakaian, kelembaban
rumah,
intensitas
cahaya.

Dalam penelitian sebelumnya banyak disebutkan tentang faktor risiko


lingkungan yang berpengaruh dengan kejadian filariasis, begitu juga tentang
faktor risiko perilaku keluar rumah malam hari yang berhubungan dengan
kejadian filariasis pada penduduk. Dalam penelitian ini mencari seberapa
besar faktor risiko pada kelompok penduduk yang mempunyai periode kerja
sebelum pukul 16.00 dengan kelompok penduduk yang mempunyai periode
kerja sesudah pukul 16.00.
Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa beberapa faktor
risiko lingkungan berpengaruh terhadap kejadian filariasis, begitu pula faktor
risiko perilaku keluar rumah pada malam hari berhubungan dengan kejadian
filariasis. Penelitian ini juga mencari seberapa besar faktor risiko penduduk
yang bekerja di luar rumah dan di dalam rumah, seperti yang telah diketahui
bahwa vektor penyebab filariasis menggigit di luar rumah maupun di dalam
rumah.

http://digilib.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai