Anda di halaman 1dari 38

Portofolio Kasus Ke- III

Nama Peserta : dr. Mekania Tamarizki


Nama Wahana : RSUD dr. Moh. Saleh kota Probolinggo
Topik : Stroke Hemoragik
Tanggal (kasus) : 22 Mei 2015
Nama Pasien: Ny. L
No. RM : 477286
Tanggal Presentasi :
Nama Pendamping : dr. Ni Nyoman Sudewi
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan Komite Medik RSUD dr. Moh. Saleh kota
Probolinggo
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak
Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Pasien Ny. S, Perempuan, usia 53 tahun, datang dengan penurunan kesadaran sejak
4 jam SMRS.
Tujuan :
1. Menegakkan diagnosis Stroke Hemoragik
2. Mengetahui penatalaksanaan pada kasus Stroke Hemoragik
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas :
Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data Pasien :
Nama : Ny. Lilik
No. Register : 477286
Nama Klinik : Ruang Flamboyan Telp : Terdaftar sejak : 2015
RSUD dr. Moh. Saleh
Data Utama Untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis
ANAMNESIS ( Alloanamnesis dengan anak pasien tanggal 22 Mei 2015
Keluhan Utama
Sejak 4 jam SMRS, pasien ditemukan dalam keadaan tidak sadar di kamar mandi
oleh anaknya.
Riwayat Penyakit Sekarang
4 jam sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien ditemukan oleh anaknya dalam
keadaan tidak sadar di kamar mandi saat sedang mencuci baju. Menurut anaknya,
setengah jam sebelumnya pasien sempat mengeluhkan pusing dan sakit kepala,
muntah satu kali. Pagi harinya saat kejadian, pasien mengatakan badannya dingin,

badan terasa lemah sebelah kanan, dan kesemutan pada lengan dan kaki kanannya.
Bocara pelo (-), penglihatan kabur (-), demam (-).
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak teratur meminum obat hipertensi dan tidak rutin kontrol. Pasien terakhir
meminum obat hipertensi satu tahun lalu. Pasien belum mendapatkan pengobatan
selama perjalanan ke rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi sudah 10 tahun, DM (-), Stroke (-), Riwayat sakit jantung (-).
Riwayat Keluarga
Hipertensi (+) dari ibu pasien. DM (+) dari kakek pasien. Stroke (+) dari kakak
pasien.
Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
Riwayat Lingkungan Sosial
Pasien saat ini tinggal dengan anak dan menantunya.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran

: Somnolen, GCS 3-1-4

Vital sign

Tekanan darah : 220/120 mmHg


Nadi

: 72 x/menit

Respirasi

: 24 x/menit

Suhu

: 37,8C

Status Generalis:
Kepala/leher: a / i / c / d : - /- /- /-

Kepala

: Bentuk simetris, deformitas (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.

Telinga: MAE tidak ditemukan kelaian.


Hidung

: Tidak ada pernafasan cuping hidung.

Mulut

: Lidah, tonsil, dan faring tidak ditemukan kelainan

Leher

: Pembesaran KGB (-), Massa (-), Peningkatan JVP (-)

Thoraks :
Paru

:
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketinggalan gerak
Palpasi : Fremitus raba dan suara simetris paru kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, rhonki -/-,wheezing -/-

Jantung :
Inspeksi : Simetris, iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV MidClavicular line Sinistra
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi: Suara jantung S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop
(-)
Ekstremitas
Atas:

Bawah:

Akral: hangat

Akral: hangat

Sianosis: (-)

Sianosis: (-)

Perfusi: baik (CRT < 2 detik)

Perfusi: baik (CRT < 2 detik)

Edema - / -

Edema - / -

A.

PEMERIKSAAN NEUROLOGI

1. Rangsangan Selaput Otak


Kaku kuduk

: (-)

Laseque

: kanan = (-)

kiri = (-)

Kernig

: kanan = (-)

kiri = (-)

Brudzinski tanda leher

: (-)

Brudzinski tanda kontralateral

: (-)

Brudzinski tanda pipi

: (-)

Brudzinski tanda symphisis pubis

: (-)

2. Saraf otak
NI

Kanan

Kiri

Anosmia

Hiposmia

Parosmia

Halusinasi

N II

Kanan

Kiri

Visus

>1/60

>1/60

Yojaya penglihatan

normal

normal

Melihat warna

Tidak dilakukan

Funduskopi
N III, IV, VI

kanan

Kedudukan bola mata

di tengah

kiri
di tengah

Pergerakan bola mata


Ke nasal

normal

normal

Ke temporal atas

normal

normal

Ke bawah

normal

normal

Ke atas

normal

normal

Ke temporal bawah

normal

normal

Celah mata (ptosis)

normal

normal

Bentuk

Bulat

Bulat

Lebar

3 mm

3 mm

Perbedaan lebar

ishokor

ishokor

R.cahaya langsung

Miosis

Miosis

Pupil

R.cahaya konsensuil

Miosis

Miosis

R.akomodasi

tde

tde

R.konvergensi

tde

tde

N.V

kanan

kiri

Cabang motorik
otot masseter

Tde

otot temporal
otot pterygoideus int / ext
Cabang sensorik (I)
(II)

Tde

(III)
Refleks kornea langsung
Refleks kornea konsensuil
N.VII

Dalam batas normal

kanan

kiri

kerutan dahi

tinggi alis

simetris

simetris

sudut mata

simetris

simetris

Waktu diam

lipatan nasolabial
sudut mulut

ada

ada

simetris

simetris

Waktu gerak
mengerut dahi

menutup mata

bersiul

TDE

TDE

memperlihatkan gigi

TDE

TDE

pengecapan 2/3 depan lidah


Hyperakusis
Sekresi air mata

tidak dilakukan
-

tidak dilakukan

N.VIII
Vestibular

kanan

Vertigo

kiri

Nystagmus ke

Tinnitus aureum

Kanan

Kiri

Cochlear
Weber

Tidak dilakukan

Rinne
Schwabach
Tuli konduktif

Tuli perseptif

N.IX, X
Bagian motorik
Suara biasa/parau/tidak bersuara

: sde

Menelan

: sde

Kedudukan arcus pharynx

: sde

Kedudukan uvula

: sde

Pergerakan arcus pharynx/uvula

: sde

Vernet-rideau phenomenon

: tidak dilakukan

Detik jantung

: normal

Bising usus

: normal

Bagian sensorik
Refleks muntah (pharynx)

: tde

Refleks palatum molle

: tidak dilakukan

N.XI

kanan

kiri

Mengangkat bahu

sde

sde

Memalingkan kepala

sde

sde

N.XII
Kedudukan lidah

kanan

kiri

Waktu istirahat ke

sde

sde

Waktu gerak ke

sde

sde

Atrofi

Fasikulasi/tremor

Kekuatan lidah menekan bagian dlm pipi

sde

sde

3. Ekstremitas
A. Superior
Inspeksi
Atrofi otot

:-

Pseudoatrofi

:-

Palpasi
Nyeri

:-

Kontraktur

:-

Konsistensi

: Lunak

Perkusi
Normal

: tidak dilakukan

Reaksi myotonik

: tidak dilakukan

Motorik
Kekuatan otot
(NB: 5=normal (100%), 4=dpt melawan tahanan minimal (75%), 3=dpt, elawan
gravitasi (50%), 2=dpt menggerakkan sendi (25%), 1=msh ada kontraksi oto (10%),
0=tidak ada gerak sama sekali (0%))
Lengan

kanan
kiri

M.deltoid (abduksi lengan atas)

M. Biceps (flexi lengan bawah)

M.triceps (ekstensi lengan bawah)

Flexi sendi pergelangan tangan

Ekstensi sendi pergelangan tangan

Membuka jari-jari tangan

Menutup jari-jari tangan

Tonus otot

kanan

kiri

Tonus otot lengan

Flaksid

normal

Hypotoni

Spastik

Rigid

Rebound phenomen

BPR

+2

+2

TPR

+2

+2

Hoffman

Tromner

Refleks fisiologis

Refleks patologis

Sensibilitas
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial
Rasa suhu (panas/dingin)

Rasa raba ringan

sde
Tidak dilakukan
sde

Propioseptik
Rasa getar
Rasa tekan

Tidak dilakukan

Rasa nyeri tekan


Rasa gerak dan posisi

Enteroseptik

Tidak dilakukan

Referred pain
Rasa kombinasi
Stereognosis

sde

Barognosis

sde

Graphestesia

sde

Sensory extinction

tde

Loss of body image

sde

Two point tactile discrimination

sde

B. Inferior
Inspeksi
Atrofi otot

: -

Pseudoatrofi

: -

Palpasi
Nyeri

:-

Kontraktur

:-

Konsistensi

: Lunak

Perkusi
Normal

: tidak dilakukan

Reaksi myotonik

: tidak dilakukan

Motorik
Kekuatan otot
(NB: 5=normal (100%), 4=dpt melawan tahanan minimal (75%), 3=dpt melawan
gravitasi (50%), 2=dpt menggerakkan sendi (25%), 1= msh ada kontraksi otot (10%),
0=tidak ada gerak sama sekali (0%))
Tungkai

kanan

kiri

Flexi artic coxae (tungkai atas)

Extensi artic coxae (tungkai atas)

Flexi sendi lutut (tungkai bawah)

3
9

Ekstensi sendi lutut (tungkai bawah)

Flexi plantar kaki

Extensi dorsal kaki

Gerakan jari-jari

Tonus otot tungkai

kanan

kiri

Hypotoni

Spastik

Rigid

Rebound phenomen

KPR

+2

+2

APR

+2

+2

Babinsky

Chaddox

+-

Oppenheim

Gordon

Gonda

Schaeffer

Rossolimo

Mendel-bechterew

Stransky

Refleks fisiologis

Refleks patologis

Sensibilitas
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial
Rasa suhu (panas/dingin)

Rasa raba ringan

sde
Tidak dilakukan
sde

10

Propioseptik
Rasa getar
Tidak dilakukan

Rasa tekan
Rasa nyeri tekan
Rasa gerak dan posisi
Rasa kombinasi
Stereognosis

Tidak dievaluasi

Barognosis

Tidak dievaluasi

Graphestesia

Tidak dievaluasi

Sensory extinction

Tidak dievaluasi

Loss of body image

Tidak dievaluasi

Two point tactile discrimination

Tidak dievaluasi

Enteroseptik

Tidak dilakukan

Referred pain
4. Badan
Inspeksi

: dalam batas normal

Palpasi
Otot perut

: tidak ada nyeri tekan

Otot pinggang

: sulit dievaluasi

Kedudukan diafragma

: - gerak
-

Istirahat

: simetris
: simetris

Perkusi

: thorax : sonor, abdomen : timpani

Auskultasi

: thorax : vesikuler, abdomen : bising usus (+)

Motorik
Gerakan cervical vertebrae
Flexi

: sulit dievaluasi

Ekstensi

: sulit dievaluasi

11

Rotasi

: sulit dievaluasi

Lateral deviation

: sulit dievaluasi

Gerakan dari tubuh


Membungkuk

: sulit dievaluasi

Ekstensi

: sulit dievaluasi

Lateral deviation

: sulit dievaluasi

Refleks-refleks
Refleks dinding abdomen

: Tidak dilakukan

Refleks interskapula

: Tidak dilakukan

Refleks scapula

: Tidak dilakukan

Refleks gluteal

: Tidak dilakukan

Refleks anal

: Tidak dilakukan

5. Kolumna vertebralis
Kelainan lokal
Skoliosis

: (-)

Kifose

: (-)

Kifoskoliosis

: (-)

Gibbus

: (-)

Nyeri tekan/keto lokal

Nyeri tekan sumbu

Nyeri tarik sumbu

Tidak dilakukan

Besar otot (sebutkan otot mana)


Atrofi

: (-)

Pseudoatrofi

: (-)

Respons terhadap perkusi


Normal

Reaksi myotonik

tidak dilakukan

12

Palpasi otot
Nyeri

: (-)

Kontraktur

: (-)

Konsistensi

: Padat Kenyal

6. Gerakan-gerakan involunter
Tremor

: (-)

Waktu istirahat

: (-)

Waktu gerak

: (-)

Chorea

: (-)

Athetose

: (-)

Myokloni

: (-)

Ballismus

: (-)

Torsion spasme

: (-)

Fasikulasi

: (-)

Myokymia

: (-)

7. Gait dan keseimbangan


Koordinasi
Jari tangan jari tangan

: tidak dilakukan

Jari tangan-hidung

: tidak dilakukan

Ibu jari kaki-jari tangan

: tidak dilakukan

Tumit-lutut

: tidak dilakukan

Pronasi-supinasi

: tidak dilakukan

Tapping dg jari-jari tangan

: tidak dilakukan

Tapping dg jari-jari kaki

: tidak dilakukan

Gait station
Gait
Jalan di atas tumit

: tidak dilakukan

13

Jalan di atas jari kaki

: tidak dilakukan

Tandem walking

: tidak dilakukan

Jalan lurus lalu putar

: tidak dilakukan

Jalan mundur

: tidak dilakukan

Hopping

: tidak dilakukan

Berdiri dengan satu kaki

: tidak dilakukan

8. Fungsi luhur
Apraxia

: tidak dilakukan

Alexia

: tidak dilakukan

Agraphia

: tidak dilakukan

Fingeragnosia

: tidak dilakukan

Membedakan kanan dan kiri : tidak dilakukan


Acalculia

: tidak dilakukan

9. Refleks-refleks primitif
Grasp refleks

Snout refleks

Sucking refleks

Palmo-mental refleks

Tidak dilakukan

10. Susunan Saraf Otonom


Miksi

: normal

Salivasi

: normal

Gangguan tropik
-

Kulit

: -

Rambut

: -

Kuku

: -

Defekasi

: normal

Gangguan vasomotor

:-

Sekresi keringat

: normal

14

Orthostatik hypotensi

:-

Diagnosis :
Diagnosis klinis: penurunan kesadaran, vomitting, pupil anisokor, lateralisasi ke
kanan, hemiplegi dextra, hemiparese sinistra, Hipertensi
Diagnosis topis : subkortikal
Diagnosis etiologis : CVA Hemoragik + Hipertensi Emergensi
Diagnosis Banding : CVA Infark
Planning
Planning Diagnosa: Planning Terapi

Pemeriksaan darah lengkap, CT Scan

:
-

O2 masker 8 lpm
Infus NS 20 tetes per menit.
Injeksi Ondancentron 3 x 1 amp
Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
Paracetamol 3 x 1 inf
Inj Citicolin 3x1 amp
Inj Neurobion 3x1
Perdipin 7,5 cc/jam

Planning Edukasi : Diit cair 6x200 cc

15

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

: DL, GDA, LFT, RFT (22 Mei 2015)

Hematokrit

39

L: 40-54, P:35-47%

Haemoglobin

13,8

L:13-18, P:12-16 g/dl

Leukosit

15.3330

4000-11.000/mm3

Hitung Jenis

1/0/64/29/5

0-8/0-3/45-70/16-46/4-11%

Trombosit

256.000

150.000-350.000/mm3

Eritrosit

4,5

4,1-5,1 juta / L

Total Eosinofil

210

50-300 / L

Glukosa Darah Acak

169

200 mg/dL

Bilirubin Total

1,81

< 1 mg/dL

Bilirubin Direk

0,61

< 0,5 mg/dL

Alkali Phosphat

70

30-100 U/L

AST (SGOT)

16

10-25 U/L

ALT (SGPT)

10-25 U/L

BUN

9,6

10-20 mg/dL

Kreatinin

0,8

0,5-1,7 mg/dL

Asam Urat

4,1

2,3-6,6 mg/dL

Natrium

138,9

135-150 mg/dL

Kalium

3,09

3,6-5,5 mg/dL

Calsium

1,11

1,0-1,3 mg/dL

Chlorida

100,6

100-106 mg/dL

16

Pemeriksaan CT Scan (terlampir tanggal 23 Mei 2015)

Daftar Pustaka :
1. Feigin V. Pendaluhuan. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. xx-ii
2. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran
Darah Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1.
Yogyakarta: Gadjah Madya University Press; 1999. hal. 59-107
3. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA eds.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 1995.
p. 961-79
4. Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama ; 1998. pg 180-204.
5. Jauch CE. Acute Stroke Management [Online]. 2007 Apr 9 [cited 2007 June 8];
Available from: URL:hhtp://emedicine.com/neuro-vascular/topic334.htm
6. Lindsay KW, Bone I. Localised Neurological Disease and Its Management.

17

Neurology and Neurosurgery illustrated. London: Churchill Livingstone; 2004.


p. 238-44
7. Feigin V. Memahami Faktor Resiko Stroke. Stroke Panduan Bergambar Tentang
Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer;
2006. p. 22-43
8. Sacco RL, Toni D, Brainin M, Mohr JP. Classification Of Ischemic Stroke In:
Clinical Manifestation In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds.
Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management.

4th ed. Philadelphia:

Churchill Livingstone; 2004. p 61-74


9. Feigin V. Memahami Stroke. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan
dan Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. 8-17
10. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf Pusat
Dalam Mardjono M, Sidharta P eds. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 9. Jakarta: PT
Dian Rakyat; 2003. hal. 269-92
11.Morgenstern LB. Medical Therapy of Intracerebral and Intraventricular
Hemorrhage In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds.
Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management.

4th ed. Philadelphia:

Churchill Livingstone; 2004. p 1079-88


12. Caplan LR, Chung C-S. Neurovascular Disorders In: Goetz CG eds. Textbook Of
Clinical Neurology. 2nd ed. Chicago: Saunders; 1996. p. 991-1016
13. Georgiadis D, Schwab S, Werner H. Critical Care of The Patient with Acute
Stroke In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds.
Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management.

4th ed. Philadelphia:

Churchill Livingstone; 2004. p. 987-1024


14. Mendelow AD. Intracerebral Hemorrage In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW,
Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and
Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p. 1217-30
15. Hongo K, Nitta J, Kobayashi S.Cerebellar Infraction and Hemorrage In: Therapy
In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology,
Diagnosis, and Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004.
p 1459-66
16. http://medpics.findlaw.com/imagescooked/753W.jpg
17. Breneman J, Warnick R. Stereotactic Radiosurgery & Radiotherapy of the Head
[Online]. 2003 Sept [cited 2007 Agt 28]; Available from: URL:hhtp://

18

www.abta.org
Hasil Pembelajaran :
1. Pengetahuan tentang penegakkan diagnosis dan diagnosis banding Stroke
Hemoragik
2. Pengetahuan tentang pemeriksaan penunjang pada kasus Stroke Hemoragik
3. Pengetahuan tentang penatalaksanaan pada kasus Stroke Hemoragik
4. Edukasi kepada pasien dan keluarganya untuk mencegah serangan kembali

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus


1. Subjective :
4 jam sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien ditemukan oleh anaknya dalam
keadaan tidak sadar di kamar mandi saat sedang mencuci baju. Menurut anaknya,
19

setengah jam sebelumnya pasien sempat mengeluhkan pusing dan sakit kepala,
muntah satu kali. Pagi harinya saat kejadian, pasien mengatakan badannya dingin,
badan terasa lemah sebelah kanan, dan kesemutan pada lengan dan kaki kanannya.
Bocara pelo (-), penglihatan kabur (-), demam (-).
2. Objective :
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran

: Somnolen, GCS 3-1-4

Tekanan darah : 220/120 mmHg


Nadi

: 72 x/menit

Respirasi

: 24 x/menit

Suhu

: 37,8C

Meningeal sign

Nervus kranialis

KK(-), K(-), L(-), B1(-), B2(-)

N III : Pupil
Bentuk

Bulat teratur

Bulat teratur

Lebar

3 mm

3 mm

Perbedaan lebar

Ishokor

Ishokor

R. Cahaya Langsung

Miosis

Miosis

R. Cahaya Konsensuil

kanan

kiri

Ekstremitas superior

Ekstremitas inferior

N VII : Parese dextra tipe central


N XII : Sde
Kekuatan motorik

Reflek fisiologis
BPR

: +2

TPR

: +2

KPR

: +2

APR

: +2

20

Reflek patologis positif pada ekstremitas kanan.


3. Assessment :
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke
iskemik), perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Pada pasien terdapat keluhan penurunan kesadaran, lemah seluruh badan
dan kesemutan sebelah kanan secara tiba-tiba, sakit kepala, pusing, muntah, dan
selain itu memiliki riwayat hipertensi. Tekanan darah saat diperiksa adalah
220/120 mmHg sehingga memenuhi kriteria hipertensi emergensi ( karena sudah
mengalami defisit neurologi berupa kelemahan separuh badan ). Untuk
penegakkan diagnosa diperlukan adanya:
Siriraj Stroke score : (2,5x 2) + ( 2x 1) + ( 2x 0) + (0,1 x 120) ( 3 x 1) 12 =
0+0+0+10-3-12
=+4 (cva hemoragik)
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambaran hematome pada parenkim otak
dengan batas tegas. Hal ini menguatkan diagnosis pasien adalah stroke hemoragik
akibat pecahnya pembuluh darah otak yang disebabkan oleh hipertensi.
4. Planning :
Diagnosis

: Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yang ada, maka pasien di diagnosa dengan hemiplegi dextra +


hemiparese sinistra e.c stroke hemoragik + Hipertensi emergensi.
Pengobatan :
-

O2 masker 8 lpm
Infus NS 20 tetes per menit.
Injeksi Ondancentron 3 x 1 amp
Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
Paracetamol 3 x 1 inf
Inj Citicolin 3x1 amp

21

Pendidikan

Inj Neurobion 3x1


Perdipin 7,5 cc/jam

Menjelaskan pada keluarga pasien tentang kondisi dan penyakit pasien


Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang pengobatan yang diberikan dan

waktu yang diperlukan selama proses pemulihan pasien


Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang komplikasi dan prognosa penyakit
pasien

Stroke Hemoragik
A. PENDAHULUAN
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar kematian di Amerika Serikat.
Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu merupakan juga penyebab
utama cacat menahun dan kematian nomor dua dunia. Penyakit ini telah menjadi
masalah kesehatan mendunia dan semakin penting terutama di negara-negara
berkembang. Secara global, pada saat tertentu sekitar 80 juta orang menderita
stroke. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahunnya, dimana sekitar
4,4 juta meninggal dalam 12 bulan.
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa
22

detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke
iskemik), perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak,
ruang cairan cerebrospinal di otak, atau keduanya. Adanya perdarahan ini pada
jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang mengakibatkan
terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak mendapat darah lagi, serta
terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses ini
memacu peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan herniasi
jaringan otak yang dapat mengakibatkan kompresi pada batang otak.
Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga yang
dapat terjadi pada siapa saja, dan sekali terjadi tidak ada lagi tindakan efektif yang
dapat dilakukan untuk mengatasinya. Namun, data-data ilmiah terakhir secara
meyakinkan telah membuktikan hal yang sebaliknya. Selama dekade terakhir
telah terjadi kemajuan besar dalam pemahaman mengenai faktor resiko,
pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi stroke.
B. ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain aterosklerosis( trombosis), embolisme,
hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma .
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor
resiko seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,
diabetes mellitus, atau penyakit vaskuler perifer.
Adapun penyebab perdarahan pada stroke hemoragik :
a. Intrakranial :
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensiva)
2. Pecahnya aneurisma

23

3. Pecahnya malformasio arterio-venosa


4. Penyakit moya-moya
5. Tumor otak (primer/metastasis)
6. Infeksi (meningoensefalitis)
b. Ekstrakranial :
1

Leukemia

Hemofilia

Anemia

Obat-obat antikoagulan

Penyakit liver

C. FAKTOR RESIKO
Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:
a.

Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :

1.

Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan.


Pembuluh darah yang tidak normal tersebut dapat pecah atau robek sehingga
menimbulkan perdarahan otak. Adapula yang dapat mengganggu kelancaran
aliran darah otak sehingga menimbulkan iskemik.

2.

Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena
stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20 %
daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun.
Setelah mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan
risiko stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring usia
terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini
75% stroke ditemukan.

24

3.

Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang menjadi


penyebab langsung stroke. namun gen berperan besar dalam beberapa faktor
risiko stroke misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan
pembuluh darah.(2,4,5,6)

4. Ras
Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit hitam
daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki insidens 93 per 100.000
jiwa dengan tingkat kematian mencapai 51% sedang pada wanita negro
memiliki insidens 79 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
Lelaki kulit putih memiliki insidens 62,8 per 100.000 jiwa dengan tingkat
kematian mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit putih memiliki insidens
59 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :
1.

Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark


cerebral dan perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya
maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh darah
otak menimbulkan perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan sel-sel otak
mengalami kematian. Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap
munculnya hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin tinggi kemungkinan
terjadinya hipertensi.

2. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi menyebabkan stroke


dikemudian hari antara lain: penyakit jantung rematik, penyakit jantung
koroner, dan gangguan irama jantung. Faktor resiko ini umumnya
menimbulkan sumbatan/hambatan darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke dalam aliran darah.
Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, diabetes
mellitus, obesitas ataupun hiperkolesterolemia.
3. Diabetes mellitus, penyakit diabetes mellitus menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah otak yang berukuran besar dan akhirnya mengganggu
kelancaran aliran darah otak dan menimbulkan infark otak.

25

4.

Hiperkolesterolemia, meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama


LDL merupakan faktor resiko penting bagi terjadinya aterosklerosis sehingga
harus segera dikoreksi.

5.

Serangan iskemik sesaat, sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan mengalami
paling sedikit satu kali serangan iskemik sesaat ( transient ischemic attack
atau TIA) seumur hidup mereka. Jika tidak diobati dengan benar, sekitar
sepersepuluh dari pasien ini akan mengalami stroke dalam 3 bulan serangan
pertama, dan sekitar sepertiga akn terkena stroke dalam lima tahun setelah
serangan pertama.

6. Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah suatu faktor
resiko stroke atau bukan. Obesitas

merupakan faktor resiko terjadinya

penyakit jantung sehingga obesitas mungkin menjadi faktor resiko sekunder


bagi terjadinya stroke.
7. Merokok, merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan
ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan viskositas darah sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis.
D. KLASIFIKASI STROKE
Secara garis besar stroke dibagi menjadi dua yaitu infark non
hemoragik/iskemik dan hemoragik.
1.

Infark nonhemoragik/iskemik, umumnya disebabkan oleh trombus yang


menyebabkan oklusi menetap, mencegah adanya reperfusi pada organ yang
infark sehingga menyebabkan terjadinya keadaannya anemia atau iskemik
Secara patologi didapatkan infiltrasi leukosit selama beberapa hari terutama
pada daerah tepi infark. Makrofag menginvasi daerah infark dan aktif bekerja
sampai produk-produk infark telah dibersihkan selama periode waktu tertentu
( beberapa minggu). Eritrosit sangat jarang ditemukan. Hampir 85% stroke
nonhemoragik disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan arteri/
beberapa arteri yang mengarah ke otak, embolus (kotoran) yang terlepas dari
jantung atau arteri ekstrakranium yang menyebabkan sumbatan di satu atau

26

beberapa arteri ekstrakranium. Pada usia lebih dari 65 tahun penyumbatan


atau penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis.
2.

Infark hemoragik, terjadinya infark hemoragik yang telah lama diketahui


adalah adanya reperfusi oleh pembuluh darah setelah oklusi hilang.
Diasumsikan bahwa adanya tekanan baru arteri pada kapiler-kapiler
menyebabkan terjadinya diapedesis eritrosit melalui dinding kapiler yang
hipoksia. Semakin sering terjadi reperfusi, semakin rusak pula dinding kapiler
dan makin memperbanyak kemungkinan daerah infark hemoragik. Berbeda
dengan infark nonhemoragik secara patologik

pada infark hemoragik

ditemukan banyak eritrosit di sekeliling daerah nekrosis yang umumnya


menetap lebih lama yaitu beberapa jam sampai 2 minggu ataupun setelah
oklusi arteri. Ini adalah jenis stroke yang sangat mematikan, tetapi relatif
hanya menyusun sebagian kecil dari stroke total (10-15% untuk perdarahan
intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subarakhnoid).
Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas :
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah
ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan
rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid.
Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu
sendiri. Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
-

Hipertensi (80%)

Aneurisma

Malformasi arteriovenous

Neoplasma

Gangguan koagulasi seperti hemofilia

Antikoagulan

Vaskulitis

Trauma

Idiophatic

27

2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga
subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat
pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di
samping juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari
semua kejadian stroke.
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke
ruang subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal.
Penyebab perdarahan subarachnoid :
-

Aneurisma (70-75%)

Malformasi arterivenous (5%)

Antikoagulan ( < 5%)

Tumor ( < 5% )

Vaskulitis (<5%)

Tidak di ketahui (15%)

E. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI


Di Eropa, stroke adalah penyebab kematian nomor tiga di negaranegara industri di Eropa. Insidens global stroke diperkirakan akan semakin
meningkat sejak populasi manula berusia lebih dari 65 tahun meningkat dari 390
juta jiwa menjadi 800 juta jiwa yang diperkirakan pada tahun 2025. Stroke
iskemik adalah tipe yang paling sering ditemukan, kira-kira 85% dari seluruh
kasus stroke. Sedangkan stroke hemoragik mencakup 15% dari seluruh kasus
stroke. Di USA, sebanyak 705.000 kasus stroke terjadi setiap tahun, termasuk
kasus baru dan kasus rekuren. Dari semua kasus tersebut, hanya 80.000 kasus
adalah stroke hemoragik.
Perdarahan intraserebral adalah penyebab utama kecacatan dan
kematian dan mencakup 10-15% dari kasus stroke pada orang kulit putih dan
sekitar 30% pada orang kulit hitam dan Asia. Insidens Perdarahan Intraserebral
(PIS) dari keseluruhan kasus stroke adalah lebih tinggi di Asia dan lebih rendah di

28

Amerika Serikat. Estimasi insidens perdarahan intraserebral per 100.000 per tahun
bervariasi dari 6 kasus di Kuwait hingga 411 di China.
Kehamilan

dapat

meningkatkan

factor

resiko

terkena

stroke

hemoragik, terutama pada eklampsia yaitu sekitar 40% dari kasus perdarahan
intraserebral pada kehamilan. Lokasi dari perdarahan intraserebral adalah
putamen(40%), lobar(22%), thalamus (15%), pons (8%), cerebellum (8%) dan
caudate (7%).
Perdarahan Subarachnoid memiliki kasus yang signifikan di seluruh
dunia, menyebabkan kecacatan dan kematian. Perdarahan Subarachnoid biasanya
didapatkan pada usia dewasa muda baik pada laki-laki maupun perempuan.
Insidens perdarahan subarachnoid meningkat seiring umur dan lebih tinggi pada
wanita daripada laki-laki. Populasi yang terkena kasus perdarahan subarachnoid
bervariasi dari 6 ke 16 kasus per 100.000, dengan jumlah kasus tertinggi di
laporkan di Finlandia dan Jepang. Selama kehamilan, resiko untuk terjadinya
rupture malformasi arteriovenous meningkat, terutama pada trimester ketiga
kehamilan.
F. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan
lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan
adanya plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteri
serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang.
Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah
sebagian terisi oleh materi sklerotik. Plak cenderung terbentuk pada daerah
percabangan ataupun tempat-tempat yang

melengkung. Trombosit yang

menghasilkan enzim mulai melakukan proses koagulasi dan menempel pada


permukaan dinding pembuluh darah yang kasar. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan menutup
arteri secara sempurna.
Emboli kebanyakan berasal dari suatu thrombus dalam jantung, dengan
kata lain hal merupakan perwujudan dari masalah jantung. Meskipun lebih jarang

29

terjadi embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotis atau
arteri karotis interna. temapt yang paling sering terserang emboli serebri adalah
arteri serebri media, terutama bagian atas.
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi
dimana tekanan darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan pecah/ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak
dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser
dan tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi kebagian
darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark
yang tersiram darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi
lagi sehingga menimbulkan deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan
hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan
hematom yang cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak
berikut bagian rostral batang otak. Keadaan demikian menimbulkan koma dengan
tanda-tanda neurologik yang sesuai dengan kompresi akut terhadap batang otak
secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil, pernapasan, tekanan darah
sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran hemoragia
intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau
hemorrhagic stroke.
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah
kapsula interna. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa
disitu terdapat aneurisme kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot
Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada orang-orang dengan hipertensi kronik,
sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsure elastic dari dinding arteri.
Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan beban tekanan darah
tinggi, maka timbullah beberapa pengembungan kecil setempat yang dinamakan
aneurismata Charcot Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas,
aneurismata tersebut berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri
media yaitu arteria lentikolustriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti
sewaktu orang marah, mengeluarkan tenaga banyak dan sebagainya, aneurima
kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan, nafas mendengkur

30

dalam sekali dan memperlihatkan tanda-tanda hemiplegia. Oleh karena stress


yang menjadi factor presipitasi, maka stroke hemorrhagic ini juga dikenal sebagai
stress stroke.
Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya
aneurisme ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90%
terletak di bagian depan sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering
beraneurisme adalah pangkal arteria serebri anterior, pangkal arteria komunikans
anterior dan tempat percabangan arteria serebri media di bagian depan dari sulkus
lateralis serebri. Aneurisme yang terletak di system vertebrobasiler paling sering
dijumpai pada pangkal arteria serebeli posterior inferior, dan pada percabangan
arteria basilaris terdepan, yang merupakan pangkal arteria serebri posterior.
Fakta bahwa hampir selalu aneurisme terletak di daerah percabangan
arteri menyokong anggapan bahwa aneurisme itu suatu manifestasi akibat
gangguan perkembangan embrional, sehingga dinamakan juga aneurisme sakular
(berbentuk seperti saku) congenital. Aneurisme berkembang dari dinding arteri
yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya. Tempat ini merupakan tempat
dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris resistensiae), yang karena
beban tekanan darah tinggi dapat menggembung, sehingga dengan demikian
terbentuklah suatu aneurisme.
Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya
langsung bersambung dengan vena, sehingga membentuk shunt arteriovenosus.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan
intraandominal, aneurisma ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan
yang menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral
akibat pecahnya aneurisma Charcor Bouchard. Pada umumnya factor presipitasi
tidak jelas. Maka perdarahan akibat pecahnya aneurisme ekstraserebral yang
berimplikasi juga bahwa aneurisme itu terletak subarakhnoidal, dinamakan
hemoragia subduralis spontanea atau hemoragia subdural primer.
G. PENATALAKSANAAN

31

Penanganan tepat dan segera pada pasien dengan infark hemoragik


merupakan penanganan kegawatdaruratan. Pasien dengan stroke hemoragik harus
dirawat dalam ruangan khusus.
Penatalaksaan pasien dengan infark hemoragik terdiri atas dua yaitu:
1. Konservatif

Amankan jalan napas dan pernapasan. Jika perlu pemberian intubasi dan
hiperventilasi mekanik. Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien dengan
koma yang tidak dapat mempertahankan jalan napas dan pasien dengan
gagal pernapasan. Analisa gas darah harus diukur pada pasien dengan
gangguan kesadaran

Keseimbangan cairan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


mudah ditemui pada pasien-pasien ICU. Hal ini disebabkan oleh respon
simpatis terhadap adanya injuri neuron akibat iskemik ataupun hemoragik,
subsitusi cairan/elektrolit yang tidak seimbang, regimen nutrisi yang tidak
adekuat, dan pemberian diuretik ataupun obat-obat lainnya. Pilihan terapi
enteral/ cairan isotonik intravena. Monitoring keseimbangan cairan dan
elektrolit perlu dilakukan.

Nutrisi. Menurut penelitian Davaks dan kawan-kawan, malnutrisi


merupakan faktor independen bagi prognosis buruk pada pasien stroke.
Hasil penelitian yang sama oleh Gariballa dan kawan-kawan bahwa status
nutrisi mempengaruhi perburukan pasien secara signifikan selama periode
tertentu. Mereka menemukan bahwa konsentrasi serum albumin
mempunyai hubungan signifikan dengan komplikasi infeksi dan
merupakan prediktor independen kematian dalam waktu 3 bulan.
Penelitian ini menunjukkan pentingnya suplai kalori dan protein adekuat
pada pasien stroke akut.

Follow up ketat

32

Mannitol dan diuretik berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial lebih

cepat.

Jika demam, berikan acetominofen dan kompres mekanik. Demam

merupakan

prediktor

bagi

prognosis

buruk

sehingga

harus

ditemukan

penyebabnya.

Keadaan hiperglikemia menunjukkan adanya cedera sel-sel saraf ataupun

pemberian tissue plasminogen activator (rt-PA) pada iskemik akut yang memicu
peninggian serum glukosa.

Kontrol hipertensi melalui pemberian antihipertensi

Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi.


Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya perdarahan
ulangan, namun dilain pihak hal ini dapat mencetuskan iskemik perihematomal.
Beberapa peneliti menyarankan penurunan tekanan darah menuju tekanan darah
rata-rata harus dilakukan perlahan hingga , 130 mmHg namun penurunan tekanan
darah lebih darah 20% harus dicegah dan tekanan darah tidak boleh turun lebih
dari 84 mmHg.

Mencegah

diatesis

perdarahan

dengan

pemberian

plasma

darah,

antihemofilik, vitamin K, transfusi platelet, dan transfusi darah.


2. Operasi

Drainase hematoma drainase stereotaktik atau evakuasi operasi

Drainase ventrikular atau shunt

Evakuasi perdarahan malformasi arterivenous atau tumor

Memperbaiki aneurisma.
Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral masih

kontroversi. Walaupun terdapat indikasi-indikasi jelas bahwa pasien memerlukan


suatu tindakan operatif ataupun tidak, masih terdapat daerah abu-abu
diantaranya. Sebagai contoh pasien usia muda dengan perdarahan intraserebral
pada hemisfer nondominan yang awalnya sadar dan berbicara kemudian
keadaannya memburuk secara progresif dengan perdarahan intraserebral area
lobus memerlukan penanganan operatif. Sebaliknya, pasien usia lanjut dengan

33

perdarahan intraserebral luas pada hemisfer dominan disertai perluasan ke area


talamus dan berada dalam kondisi koma tergambar memiliki prognosis jelek
sehingga tindakan operatif tidak perlu dipertimbangkan.
Tindakan pembedahan untuk evakuasi atau aspirasi bekuan darah pada
stadium akut kurang begitu menguntungkan. Intervensi bedah pada kasus-kasus
demikian adalah :
a.

Pasien yang masih dapat tetap bertahan setelah iktus awal setelah beberapa

hari, di mana pada saat itu bekuan sudah mulai mencair dan memungkinkan untuk
di aspirasi sehingga massa desakan atau defisit dapat dikurangi.
b.

Hematom intraserebeler, mudah segera dikeluarkan dan kecil kemungkinan

menimbulkan defisit neurologis. Dalam hal ini biasanya dapat segera dilakukan
operasi pada hari-hari pertama.
c.

Hematom intraserebral yang letaknya supericial, seringkali mudah diangkat

dan tidak memperburuk defisit neurologis.


Kontraindikasi

tindakan

operasi

terhadap

kasus-kasus

perdarahan

intraserebral adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula
interna) mengingat biasanya walaupun hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini
malahan menambah kerusakan otak.
Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume
hematoma sedikit dan defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran.

Hal

tersebut diatas menunjukkan indikasi jelas mengapa seseorang memerlukan


tindakan operatif atau tidak. Hal inilah yang menjadi ketidakmenentuan mengenai
indikasi apakah operasi diperlukan atau tidak.
Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:
1. Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma.
Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan
intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien memburuk, dan
jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih mudah dan kompresi
yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli

34

bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah dekompresi eksternal jika


terdapat udem serebri yang luas.

Gambar 1. Flap lebar tulang kranium pada Hemicraniotomi dan dekompresi


operasi untuk infrak area arteri cerebri media.

Gambar 2. Insisi kulit pada suboksipital kraniotomi dan drainase ventrikular.


A. Insisi Linear. B. Insisi question mark untuk kepentingan kosmetik.

35

Gambar 3. Prosedur Sub-sekuen Kraniotomi.


2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma
melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada laporan observasi
lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik dan ultrasonografi
memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma lebih sedikit (volume <
30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan dan validitasnya belum
dibuktikan.
3. Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada
aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur ini
masih diobservasi.
4. Trombolisis intracavitas
Blaauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti pasien
perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada
kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu
tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak
berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan
keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel
36

drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui
penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi
menunjukkan prognosis buruk.
Perdarahan intraserebral dan subarahnoid biasanya dikaitkan dengan adanya
malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan
harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi.
Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli bedah
saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena operasi dapat mencetuskan
AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral. Pilihan penanganan
operatif pada AVM antara lain: pengangkatan endovaskular, eksisi, stereotaxic
radiosurgery, dan kombinasi diantaranya.
1. Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop operasi
sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi mayor eksisi
langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta fungsi neurologisnya
yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.
2. Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat dilakukan
sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini berguna untuk lesi
yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun tambahan pengangkatan pada
operasi. Komplikasi yang dapat berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan
angionekrosis karena toksisitas materi emboli.
3. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan proton
menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin yang
menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM dalam
beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa radionekrosis jaringan
otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post terapi, kehilangan regulasi
temperatur, defisit fungsi kongnitif.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam,
dan komplikasi yang muncul di kemudian hari.

37

1.

Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinan

herniasi, pneumonia aspirasi dan kejang.


2.

Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan

intraserebral yang luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan.


Perdarahan potensial yang lain juga dapat muncul di traktus gastrointestinal,
traktus genitourinarius dan kulit terutama di sekitar pemasangan intravenous line.
3.

Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan emboli

pulmonal, infeksi traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur, spasme, masalah


sendi dan malnutrisi.
4.

beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini

dapat diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita.
I.

PROGNOSIS
Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi,

ukuran, dan kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil,


berlokasi jauh ke dalam dan dekat dengan midline sering diikuti dengan herniasi
sekunder dan massa sehingga mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan
perdarahan intraserebral biasanya disertai defisit neurologis.
Pasien dengan perdarahan subarahnoid masif sejak awal dapat berakhir
dengan kematian ataupun kerusakan otak. Namun jika perdarahan terbatas, pasien
dapat bertahan dengan resiko perdarahan ulangan pada beberapa hari/minggu
berikut setelah perdarahan subarahnoid pertama. Jika tidak di terapi segera,
perdarahan subarahnoid yang disebabkan oleh ruptur AVM beresiko terhadap
perdarahan ulangan pada 24 jam sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan
sebesar 3 % terjadi 3 bulan setelah serangan awal. Evaluasi dan penanganan
pasien dengan perdarahan subarahnoid harus segera diberikan untuk mencegah
prognosis buruk pasien.

38

Anda mungkin juga menyukai