NIA Saraf
NIA Saraf
badan terasa lemah sebelah kanan, dan kesemutan pada lengan dan kaki kanannya.
Bocara pelo (-), penglihatan kabur (-), demam (-).
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak teratur meminum obat hipertensi dan tidak rutin kontrol. Pasien terakhir
meminum obat hipertensi satu tahun lalu. Pasien belum mendapatkan pengobatan
selama perjalanan ke rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi sudah 10 tahun, DM (-), Stroke (-), Riwayat sakit jantung (-).
Riwayat Keluarga
Hipertensi (+) dari ibu pasien. DM (+) dari kakek pasien. Stroke (+) dari kakak
pasien.
Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
Riwayat Lingkungan Sosial
Pasien saat ini tinggal dengan anak dan menantunya.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran
Vital sign
: 72 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 37,8C
Status Generalis:
Kepala/leher: a / i / c / d : - /- /- /-
Kepala
Mata
Mulut
Leher
Thoraks :
Paru
:
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketinggalan gerak
Palpasi : Fremitus raba dan suara simetris paru kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, rhonki -/-,wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Simetris, iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV MidClavicular line Sinistra
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi: Suara jantung S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop
(-)
Ekstremitas
Atas:
Bawah:
Akral: hangat
Akral: hangat
Sianosis: (-)
Sianosis: (-)
Edema - / -
Edema - / -
A.
PEMERIKSAAN NEUROLOGI
: (-)
Laseque
: kanan = (-)
kiri = (-)
Kernig
: kanan = (-)
kiri = (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
2. Saraf otak
NI
Kanan
Kiri
Anosmia
Hiposmia
Parosmia
Halusinasi
N II
Kanan
Kiri
Visus
>1/60
>1/60
Yojaya penglihatan
normal
normal
Melihat warna
Tidak dilakukan
Funduskopi
N III, IV, VI
kanan
di tengah
kiri
di tengah
normal
normal
Ke temporal atas
normal
normal
Ke bawah
normal
normal
Ke atas
normal
normal
Ke temporal bawah
normal
normal
normal
normal
Bentuk
Bulat
Bulat
Lebar
3 mm
3 mm
Perbedaan lebar
ishokor
ishokor
R.cahaya langsung
Miosis
Miosis
Pupil
R.cahaya konsensuil
Miosis
Miosis
R.akomodasi
tde
tde
R.konvergensi
tde
tde
N.V
kanan
kiri
Cabang motorik
otot masseter
Tde
otot temporal
otot pterygoideus int / ext
Cabang sensorik (I)
(II)
Tde
(III)
Refleks kornea langsung
Refleks kornea konsensuil
N.VII
kanan
kiri
kerutan dahi
tinggi alis
simetris
simetris
sudut mata
simetris
simetris
Waktu diam
lipatan nasolabial
sudut mulut
ada
ada
simetris
simetris
Waktu gerak
mengerut dahi
menutup mata
bersiul
TDE
TDE
memperlihatkan gigi
TDE
TDE
tidak dilakukan
-
tidak dilakukan
N.VIII
Vestibular
kanan
Vertigo
kiri
Nystagmus ke
Tinnitus aureum
Kanan
Kiri
Cochlear
Weber
Tidak dilakukan
Rinne
Schwabach
Tuli konduktif
Tuli perseptif
N.IX, X
Bagian motorik
Suara biasa/parau/tidak bersuara
: sde
Menelan
: sde
: sde
Kedudukan uvula
: sde
: sde
Vernet-rideau phenomenon
: tidak dilakukan
Detik jantung
: normal
Bising usus
: normal
Bagian sensorik
Refleks muntah (pharynx)
: tde
: tidak dilakukan
N.XI
kanan
kiri
Mengangkat bahu
sde
sde
Memalingkan kepala
sde
sde
N.XII
Kedudukan lidah
kanan
kiri
Waktu istirahat ke
sde
sde
Waktu gerak ke
sde
sde
Atrofi
Fasikulasi/tremor
sde
sde
3. Ekstremitas
A. Superior
Inspeksi
Atrofi otot
:-
Pseudoatrofi
:-
Palpasi
Nyeri
:-
Kontraktur
:-
Konsistensi
: Lunak
Perkusi
Normal
: tidak dilakukan
Reaksi myotonik
: tidak dilakukan
Motorik
Kekuatan otot
(NB: 5=normal (100%), 4=dpt melawan tahanan minimal (75%), 3=dpt, elawan
gravitasi (50%), 2=dpt menggerakkan sendi (25%), 1=msh ada kontraksi oto (10%),
0=tidak ada gerak sama sekali (0%))
Lengan
kanan
kiri
Tonus otot
kanan
kiri
Flaksid
normal
Hypotoni
Spastik
Rigid
Rebound phenomen
BPR
+2
+2
TPR
+2
+2
Hoffman
Tromner
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Sensibilitas
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial
Rasa suhu (panas/dingin)
sde
Tidak dilakukan
sde
Propioseptik
Rasa getar
Rasa tekan
Tidak dilakukan
Enteroseptik
Tidak dilakukan
Referred pain
Rasa kombinasi
Stereognosis
sde
Barognosis
sde
Graphestesia
sde
Sensory extinction
tde
sde
sde
B. Inferior
Inspeksi
Atrofi otot
: -
Pseudoatrofi
: -
Palpasi
Nyeri
:-
Kontraktur
:-
Konsistensi
: Lunak
Perkusi
Normal
: tidak dilakukan
Reaksi myotonik
: tidak dilakukan
Motorik
Kekuatan otot
(NB: 5=normal (100%), 4=dpt melawan tahanan minimal (75%), 3=dpt melawan
gravitasi (50%), 2=dpt menggerakkan sendi (25%), 1= msh ada kontraksi otot (10%),
0=tidak ada gerak sama sekali (0%))
Tungkai
kanan
kiri
3
9
Gerakan jari-jari
kanan
kiri
Hypotoni
Spastik
Rigid
Rebound phenomen
KPR
+2
+2
APR
+2
+2
Babinsky
Chaddox
+-
Oppenheim
Gordon
Gonda
Schaeffer
Rossolimo
Mendel-bechterew
Stransky
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Sensibilitas
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial
Rasa suhu (panas/dingin)
sde
Tidak dilakukan
sde
10
Propioseptik
Rasa getar
Tidak dilakukan
Rasa tekan
Rasa nyeri tekan
Rasa gerak dan posisi
Rasa kombinasi
Stereognosis
Tidak dievaluasi
Barognosis
Tidak dievaluasi
Graphestesia
Tidak dievaluasi
Sensory extinction
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Enteroseptik
Tidak dilakukan
Referred pain
4. Badan
Inspeksi
Palpasi
Otot perut
Otot pinggang
: sulit dievaluasi
Kedudukan diafragma
: - gerak
-
Istirahat
: simetris
: simetris
Perkusi
Auskultasi
Motorik
Gerakan cervical vertebrae
Flexi
: sulit dievaluasi
Ekstensi
: sulit dievaluasi
11
Rotasi
: sulit dievaluasi
Lateral deviation
: sulit dievaluasi
: sulit dievaluasi
Ekstensi
: sulit dievaluasi
Lateral deviation
: sulit dievaluasi
Refleks-refleks
Refleks dinding abdomen
: Tidak dilakukan
Refleks interskapula
: Tidak dilakukan
Refleks scapula
: Tidak dilakukan
Refleks gluteal
: Tidak dilakukan
Refleks anal
: Tidak dilakukan
5. Kolumna vertebralis
Kelainan lokal
Skoliosis
: (-)
Kifose
: (-)
Kifoskoliosis
: (-)
Gibbus
: (-)
Tidak dilakukan
: (-)
Pseudoatrofi
: (-)
Reaksi myotonik
tidak dilakukan
12
Palpasi otot
Nyeri
: (-)
Kontraktur
: (-)
Konsistensi
: Padat Kenyal
6. Gerakan-gerakan involunter
Tremor
: (-)
Waktu istirahat
: (-)
Waktu gerak
: (-)
Chorea
: (-)
Athetose
: (-)
Myokloni
: (-)
Ballismus
: (-)
Torsion spasme
: (-)
Fasikulasi
: (-)
Myokymia
: (-)
: tidak dilakukan
Jari tangan-hidung
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
Tumit-lutut
: tidak dilakukan
Pronasi-supinasi
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
Gait station
Gait
Jalan di atas tumit
: tidak dilakukan
13
: tidak dilakukan
Tandem walking
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
Jalan mundur
: tidak dilakukan
Hopping
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
8. Fungsi luhur
Apraxia
: tidak dilakukan
Alexia
: tidak dilakukan
Agraphia
: tidak dilakukan
Fingeragnosia
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
9. Refleks-refleks primitif
Grasp refleks
Snout refleks
Sucking refleks
Palmo-mental refleks
Tidak dilakukan
: normal
Salivasi
: normal
Gangguan tropik
-
Kulit
: -
Rambut
: -
Kuku
: -
Defekasi
: normal
Gangguan vasomotor
:-
Sekresi keringat
: normal
14
Orthostatik hypotensi
:-
Diagnosis :
Diagnosis klinis: penurunan kesadaran, vomitting, pupil anisokor, lateralisasi ke
kanan, hemiplegi dextra, hemiparese sinistra, Hipertensi
Diagnosis topis : subkortikal
Diagnosis etiologis : CVA Hemoragik + Hipertensi Emergensi
Diagnosis Banding : CVA Infark
Planning
Planning Diagnosa: Planning Terapi
:
-
O2 masker 8 lpm
Infus NS 20 tetes per menit.
Injeksi Ondancentron 3 x 1 amp
Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
Paracetamol 3 x 1 inf
Inj Citicolin 3x1 amp
Inj Neurobion 3x1
Perdipin 7,5 cc/jam
15
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hematokrit
39
L: 40-54, P:35-47%
Haemoglobin
13,8
Leukosit
15.3330
4000-11.000/mm3
Hitung Jenis
1/0/64/29/5
0-8/0-3/45-70/16-46/4-11%
Trombosit
256.000
150.000-350.000/mm3
Eritrosit
4,5
4,1-5,1 juta / L
Total Eosinofil
210
50-300 / L
169
200 mg/dL
Bilirubin Total
1,81
< 1 mg/dL
Bilirubin Direk
0,61
Alkali Phosphat
70
30-100 U/L
AST (SGOT)
16
10-25 U/L
ALT (SGPT)
10-25 U/L
BUN
9,6
10-20 mg/dL
Kreatinin
0,8
0,5-1,7 mg/dL
Asam Urat
4,1
2,3-6,6 mg/dL
Natrium
138,9
135-150 mg/dL
Kalium
3,09
3,6-5,5 mg/dL
Calsium
1,11
1,0-1,3 mg/dL
Chlorida
100,6
100-106 mg/dL
16
Daftar Pustaka :
1. Feigin V. Pendaluhuan. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. xx-ii
2. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran
Darah Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1.
Yogyakarta: Gadjah Madya University Press; 1999. hal. 59-107
3. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA eds.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 1995.
p. 961-79
4. Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama ; 1998. pg 180-204.
5. Jauch CE. Acute Stroke Management [Online]. 2007 Apr 9 [cited 2007 June 8];
Available from: URL:hhtp://emedicine.com/neuro-vascular/topic334.htm
6. Lindsay KW, Bone I. Localised Neurological Disease and Its Management.
17
18
www.abta.org
Hasil Pembelajaran :
1. Pengetahuan tentang penegakkan diagnosis dan diagnosis banding Stroke
Hemoragik
2. Pengetahuan tentang pemeriksaan penunjang pada kasus Stroke Hemoragik
3. Pengetahuan tentang penatalaksanaan pada kasus Stroke Hemoragik
4. Edukasi kepada pasien dan keluarganya untuk mencegah serangan kembali
setengah jam sebelumnya pasien sempat mengeluhkan pusing dan sakit kepala,
muntah satu kali. Pagi harinya saat kejadian, pasien mengatakan badannya dingin,
badan terasa lemah sebelah kanan, dan kesemutan pada lengan dan kaki kanannya.
Bocara pelo (-), penglihatan kabur (-), demam (-).
2. Objective :
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran
: 72 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 37,8C
Meningeal sign
Nervus kranialis
N III : Pupil
Bentuk
Bulat teratur
Bulat teratur
Lebar
3 mm
3 mm
Perbedaan lebar
Ishokor
Ishokor
R. Cahaya Langsung
Miosis
Miosis
R. Cahaya Konsensuil
kanan
kiri
Ekstremitas superior
Ekstremitas inferior
Reflek fisiologis
BPR
: +2
TPR
: +2
KPR
: +2
APR
: +2
20
O2 masker 8 lpm
Infus NS 20 tetes per menit.
Injeksi Ondancentron 3 x 1 amp
Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
Paracetamol 3 x 1 inf
Inj Citicolin 3x1 amp
21
Pendidikan
Stroke Hemoragik
A. PENDAHULUAN
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar kematian di Amerika Serikat.
Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu merupakan juga penyebab
utama cacat menahun dan kematian nomor dua dunia. Penyakit ini telah menjadi
masalah kesehatan mendunia dan semakin penting terutama di negara-negara
berkembang. Secara global, pada saat tertentu sekitar 80 juta orang menderita
stroke. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahunnya, dimana sekitar
4,4 juta meninggal dalam 12 bulan.
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa
22
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke
iskemik), perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak,
ruang cairan cerebrospinal di otak, atau keduanya. Adanya perdarahan ini pada
jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang mengakibatkan
terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak mendapat darah lagi, serta
terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses ini
memacu peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan herniasi
jaringan otak yang dapat mengakibatkan kompresi pada batang otak.
Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga yang
dapat terjadi pada siapa saja, dan sekali terjadi tidak ada lagi tindakan efektif yang
dapat dilakukan untuk mengatasinya. Namun, data-data ilmiah terakhir secara
meyakinkan telah membuktikan hal yang sebaliknya. Selama dekade terakhir
telah terjadi kemajuan besar dalam pemahaman mengenai faktor resiko,
pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi stroke.
B. ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain aterosklerosis( trombosis), embolisme,
hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma .
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor
resiko seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,
diabetes mellitus, atau penyakit vaskuler perifer.
Adapun penyebab perdarahan pada stroke hemoragik :
a. Intrakranial :
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensiva)
2. Pecahnya aneurisma
23
Leukemia
Hemofilia
Anemia
Obat-obat antikoagulan
Penyakit liver
C. FAKTOR RESIKO
Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:
a.
1.
2.
Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena
stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20 %
daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun.
Setelah mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan
risiko stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring usia
terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini
75% stroke ditemukan.
24
3.
4. Ras
Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit hitam
daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki insidens 93 per 100.000
jiwa dengan tingkat kematian mencapai 51% sedang pada wanita negro
memiliki insidens 79 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
Lelaki kulit putih memiliki insidens 62,8 per 100.000 jiwa dengan tingkat
kematian mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit putih memiliki insidens
59 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :
1.
25
4.
5.
Serangan iskemik sesaat, sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan mengalami
paling sedikit satu kali serangan iskemik sesaat ( transient ischemic attack
atau TIA) seumur hidup mereka. Jika tidak diobati dengan benar, sekitar
sepersepuluh dari pasien ini akan mengalami stroke dalam 3 bulan serangan
pertama, dan sekitar sepertiga akn terkena stroke dalam lima tahun setelah
serangan pertama.
6. Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah suatu faktor
resiko stroke atau bukan. Obesitas
26
Hipertensi (80%)
Aneurisma
Malformasi arteriovenous
Neoplasma
Antikoagulan
Vaskulitis
Trauma
Idiophatic
27
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga
subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat
pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di
samping juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari
semua kejadian stroke.
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke
ruang subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal.
Penyebab perdarahan subarachnoid :
-
Aneurisma (70-75%)
Tumor ( < 5% )
Vaskulitis (<5%)
28
Amerika Serikat. Estimasi insidens perdarahan intraserebral per 100.000 per tahun
bervariasi dari 6 kasus di Kuwait hingga 411 di China.
Kehamilan
dapat
meningkatkan
factor
resiko
terkena
stroke
hemoragik, terutama pada eklampsia yaitu sekitar 40% dari kasus perdarahan
intraserebral pada kehamilan. Lokasi dari perdarahan intraserebral adalah
putamen(40%), lobar(22%), thalamus (15%), pons (8%), cerebellum (8%) dan
caudate (7%).
Perdarahan Subarachnoid memiliki kasus yang signifikan di seluruh
dunia, menyebabkan kecacatan dan kematian. Perdarahan Subarachnoid biasanya
didapatkan pada usia dewasa muda baik pada laki-laki maupun perempuan.
Insidens perdarahan subarachnoid meningkat seiring umur dan lebih tinggi pada
wanita daripada laki-laki. Populasi yang terkena kasus perdarahan subarachnoid
bervariasi dari 6 ke 16 kasus per 100.000, dengan jumlah kasus tertinggi di
laporkan di Finlandia dan Jepang. Selama kehamilan, resiko untuk terjadinya
rupture malformasi arteriovenous meningkat, terutama pada trimester ketiga
kehamilan.
F. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan
lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan
adanya plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteri
serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang.
Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah
sebagian terisi oleh materi sklerotik. Plak cenderung terbentuk pada daerah
percabangan ataupun tempat-tempat yang
29
terjadi embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotis atau
arteri karotis interna. temapt yang paling sering terserang emboli serebri adalah
arteri serebri media, terutama bagian atas.
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi
dimana tekanan darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan pecah/ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak
dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser
dan tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi kebagian
darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark
yang tersiram darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi
lagi sehingga menimbulkan deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan
hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan
hematom yang cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak
berikut bagian rostral batang otak. Keadaan demikian menimbulkan koma dengan
tanda-tanda neurologik yang sesuai dengan kompresi akut terhadap batang otak
secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil, pernapasan, tekanan darah
sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran hemoragia
intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau
hemorrhagic stroke.
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah
kapsula interna. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa
disitu terdapat aneurisme kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot
Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada orang-orang dengan hipertensi kronik,
sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsure elastic dari dinding arteri.
Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan beban tekanan darah
tinggi, maka timbullah beberapa pengembungan kecil setempat yang dinamakan
aneurismata Charcot Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas,
aneurismata tersebut berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri
media yaitu arteria lentikolustriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti
sewaktu orang marah, mengeluarkan tenaga banyak dan sebagainya, aneurima
kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan, nafas mendengkur
30
31
Amankan jalan napas dan pernapasan. Jika perlu pemberian intubasi dan
hiperventilasi mekanik. Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien dengan
koma yang tidak dapat mempertahankan jalan napas dan pasien dengan
gagal pernapasan. Analisa gas darah harus diukur pada pasien dengan
gangguan kesadaran
Follow up ketat
32
cepat.
merupakan
prediktor
bagi
prognosis
buruk
sehingga
harus
ditemukan
penyebabnya.
pemberian tissue plasminogen activator (rt-PA) pada iskemik akut yang memicu
peninggian serum glukosa.
Mencegah
diatesis
perdarahan
dengan
pemberian
plasma
darah,
Memperbaiki aneurisma.
Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral masih
33
Pasien yang masih dapat tetap bertahan setelah iktus awal setelah beberapa
hari, di mana pada saat itu bekuan sudah mulai mencair dan memungkinkan untuk
di aspirasi sehingga massa desakan atau defisit dapat dikurangi.
b.
menimbulkan defisit neurologis. Dalam hal ini biasanya dapat segera dilakukan
operasi pada hari-hari pertama.
c.
tindakan
operasi
terhadap
kasus-kasus
perdarahan
intraserebral adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula
interna) mengingat biasanya walaupun hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini
malahan menambah kerusakan otak.
Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume
hematoma sedikit dan defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran.
Hal
34
35
drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui
penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi
menunjukkan prognosis buruk.
Perdarahan intraserebral dan subarahnoid biasanya dikaitkan dengan adanya
malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan
harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi.
Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli bedah
saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena operasi dapat mencetuskan
AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral. Pilihan penanganan
operatif pada AVM antara lain: pengangkatan endovaskular, eksisi, stereotaxic
radiosurgery, dan kombinasi diantaranya.
1. Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop operasi
sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi mayor eksisi
langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta fungsi neurologisnya
yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.
2. Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat dilakukan
sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini berguna untuk lesi
yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun tambahan pengangkatan pada
operasi. Komplikasi yang dapat berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan
angionekrosis karena toksisitas materi emboli.
3. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan proton
menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin yang
menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM dalam
beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa radionekrosis jaringan
otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post terapi, kehilangan regulasi
temperatur, defisit fungsi kongnitif.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam,
dan komplikasi yang muncul di kemudian hari.
37
1.
beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini
dapat diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita.
I.
PROGNOSIS
Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi,
38