Anda di halaman 1dari 13

Obesitas 2 pada Usia Dewasa Serta

Penatalaksanaannya secara Farmakoterapi dan


Non Farmakoterapi
Pendahuluan
Di Indonesia kejadian gizi lebih semakin meningkat terutama di daerah perkotaan.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2010) prevalensi nasional
kegemukan di Indonesia pada kelompok usia di atas 15 tahun sudah mencapai 19.1%.
Dewasa ini masyarakat belum menyadari sepenuhnya bahaya kegemukan, bahkan ada
yang memandangnya sebagai lambang kemakmuran (Mumpuni dan Wulandari, 2010).
Laju kejadian kegemukan meningkat bersamaan dengan munculnya faktor risiko
kardiovaskular (sindrom metabolik) (James, 2008). Selain itu kegemukan dapat
menurunkan ekspektansi hidup karena meningkatkan laju mortalitas (Mann & Stewart,
2007).
Kegemukan dapat terjadi karena konsumsi energi melalui makanan melebihi energi
yang dikeluarkan. Energi dalam makanan berasal dari karbohidrat, protein dan lemak.
Kebutuhan seseorang akan energi tergantung pada basal metabolic rate (BMR) dan
aktivias fisik. Basal metabolic rate dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, suhu,
lingkungan, penyakit dan komposisi tubuh. Setiap kelebihan energi yang tidak
diperlukan untuk metabolisme akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan
adiposa (E. Bech, 2011).
Isi
Anamnesis
Pendekatan klinis malnutrisi meliputi anamnesis terutama tentang asupan nutrisi
selama ini. Ditanyakan juga faktor risiko malnutrisi seperti penurunan atau
peningkatan berat badan, riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat-obatan, diet
khusus, kesehatan mulut, depresi, keadaan status fungsional dan sosial, riwayat
merokok dan minum alkohol. Selanjutnya dilakukan pengkajian asupan makanan
secara terinci merupakan bagian krusial dalam penhkajian nutrisi, walaupun
seringkali sulit didapat. Terdapat 4 cara untuk mendapatkan informasi asupan
makanan:

Food record
Pasien mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam waktu 7
hari. Cara ini paling akurat dan praktis untuk mengumpulkan data, asalkan pasien
kooperatif.
Food frequency questionnaire
Cara ini kurang akurat bila dibanding dengan food record. Food frequency
questionnaire adalah untuk menilai perilaku makan dan mendapatkan data kuantitas
asupan makanan 1 bulan terakhir dengan cara menanyakan frekuensi, jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi dalam 1 minggu terakhir dengan bantuan food
model sebagai panduan untuk membantu ingatan subyek. Selanjutnya, data yang
diperoleh dalam ukuran rumah tangga (URT), dikonversi dalam ukuran gram
menggunakan daftar bahan makanan penukar dan dianalisis dengan program
nutrisurvey 2005.
24 hour recall
Pasien mengingat semua makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam. Cara ini kurang
akurat, tergantung keterampilan penanya,keterbatasan daya ingat pada usia lanjut
dan dipengaruhi variasi makanan dari hari ke hari.1
Riwayat diet
Riwayat diet diceritakan oleh pasien, yang dilakukan oleh dietisien yang terlatih.
Pengkajian asupan makanan tidak hanya ditanyakan pada saat sebelum pasien
dirawat, namun juga perlu dikaji asupan makanan selama dalam perawatan. Dokter
bersama ahli gizi dan perawat (sebagai bagian dari Tim Terpadu) memantau
perkembangan asupan makanan pasien yang dirawat setiap hari.
Pemeriksaan fisik
Pengukuran berat badan dan tinggi (Indeks Massa Tubuh)2
Setelah didapatkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan selanjutnya

dilakukan pengukuran untuk menentukan IMT pasien tersebut. Caranya,


Indeks massa tubuh =

Berat badan (kg)


Tinggi badan (m2)

Tabel 1. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa
berdasarkan IMT menurut WHO
Klasifikasi

IMT (kg/m2)

Berat badan kurang


Kisaran normal
Berat badan lebih
Pra-Obes atau resiko tinggi
Obese 1
Obese 2

< 18,5
18,5-22,9
23,0
23,0 - 24,9
25,0 - 29,9
30,0

Hipertensi
Kadar tekanan darah 140 mmHg untuk sistolik dan 90 mmHg untuk diastolik
atau seseorang yang sudah mengalami hipertensi dan sedang dalam pengobatan

hipertensi.
Pengukuran waist to hip ratior (WHR)
Pengkuran dilakukan untuk menentukan pasien mengalami obesitas sentral atau
obesitas perifer. Cara nya dengan melakukan pengukuran pada lingkar perut atau
pinggang (Lpe) dan lingkar panggul (Lpa). Selanjutnya Lpe dibagi dengan Lpa,
bila pada pria hasilnya > 0,90 atau wanita >0,85 maka pasien tersebut menderita
obesitas sentral yang merupakan salah satu kriteria utama yang biasanya dimiliki
pasien dengan sindrom metabolik.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang sebenarnya hanya dilakukan untuk memastikan pasien
hanya menderita obesitas atau sindrom metabolik.
Trigliserida dan glukosa darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah pasien mengalami

resistensi insulin yang ditandai dengan kadar trigliserida yang tinggi atau > 150
mg/dL, toleransi glukosa terganggu (TGT), dan peningkatan kadar glukosa darah
puasa dan sewaktu. Hasil pengukuran tadi merupakan kriteria dari sindrom

metabolik.
Kadar kolestrol-HDL
Kadar kolestrol-HDL yang <40 mg/dL pada pria atau <50 mg/dL pada seorang
wanita merupakan kriteria dari sindrom metabolik.3

Diagnosis kerja
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik. Dfaktor
genetik diketahui sangat berpean bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis,
obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak uang tidak

normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.


Obesita dibagi menjadi 2 jenis, yaitu obesitas sentral dan obesitas perifer. Obesitas
sentral, meningkatakan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan
sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi insulin/
hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/diabetes melitus, dislipidemia, hiperurisemia,
gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia dan hipertensi. Obesitas tipe sentral
cenderung lebih banyak di alami pria, sedangkan wanita lebih cenderung mengalami
obesitas perifer karena bentuk anatomis nya. Obesitas perifer memiliki risiko
penyakit aterosklerosis dan varises pembuluh darah.4
Diagnosis banding
Sindrom metabolik
Sindroma Metabolik (SM) adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah
tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika
kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada satu orang, maka orang
tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap penyakit macrovasculer. Obesitas,
resistensi insulin (RI), dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama SM.
Jadi, meskipun SM memiliki definisi yang berbeda, namun memiliki tujuan yang
sama, yaitu mengenali sedini mungkin gejala gangguan metabolik sebelum
seseorang jatuh ke dalam beberapa komplikasi. Sindroma Metabolik dikenal dengan
berbagai nama. Pada tahun 1970 Gerald Phillips menyatakan bahwa umur, obesitas
dan sex hormon dihubungkan dengan manifestasi klinis, yang sekarang disebut
Sindroma Metabolik dan dihubungkan dengan penyakit jantung. Pada tahun 1988,
Gerald Reaven mengajukan hipertensi,

hiperglikemia, intoleransi glukosa,

peningkatan trigliserida, dan kolesterol HDL yang rendah dan dinamakan kumpulan
abnormalitas Sindrom-X. Akhirnya pada tahun 1998 World Health Organization
(WHO) mengajukan nama Metabolic Syndrome yang didefinisikan dengan adanya
dua atau lebih abnormalitas metabolik (pada pasien diabetes) atau RI dengan dua
atau lebih keadaan: 1. Hipertensi dengan perlakuan atau tekanan darah >160 / >90
mmHg, 2.Trigliserida150 mg/dL, 3. HDL <35 mg/dL pada laki-laki, atau <40
mg/dL pada perempuan, 4. Rasio lingkar pinggang >0.90 pada laki-laki atau >0.85
pada wanita, 5. Mikroalbuminuria.

Tabel 2. Kriteria sindrom metabolik menurut WHO, NCEP-ATP III dan IDF.5
Komponen

Obesitas
abdominal/ sentral
Hipertrigliseridemia
Hipertensi

Kadar
Glukosa darah
tinggi
Mikro-albuminuri

Kriteria diagnosis
WHO:
Resistensi insulin
plus :
Waist to hip ratio :
Laki-laki : > 0,9
Wanita : > 0,85 atau
IMB >30 Kg/m
150 mg/dl ( 1,7
mmol/L)
TD 140/90 mmHg
Atau riwayat terapi
anti hipertensif
Toleransi glukosa
terganggu,
Glukosa puasa
terganggu,resistensi
insulin atau DM
Rasio albumin urin
dan kreatinin
30 mg/g atau laju
eksresi albumin
20 mcg/menit

Criteria diagnosis
ATP III : 3
komponen di
bawah ini
Lingkarperut :
Laki-laki: 102 cm
Wanita : >88 cm

IDF

Lingkar perut :
Laki-laki: 90 cm
Wanita : 80 cm

150 mg/dl (1,7


mmol/L)

150 mg/dl

TD 130/85
mmHg Atau riwayat
terapi anti
hipertensif
110 mg/dl GDP

TD sistolik 130
mmHg
TD diastolik 85
mmHg
100mg/dl

Etiologi
Etiologi dari obesitas multifaktor, namun banyak di sebabkan oleh faktor-faktor
berikut:
Faktor metabolik
Faktor genetik
Level aktivitas
Faktor endokrin
Ras, jenis kelamin dan faktor usia
Faktor etnik dan budaya
Status sosioekonomi
Pola makan
Kehamilan dan menopause
Riwayat diabetes gestasional
Riwayat menyusui pada wanita
Epidemiologi
Sebagai dampak dari adanya perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan pola

makan dan aktivitas olah raga. Pada survei di 27 ibu kota provinsi tahun 1996/1997,
masalah gizi kurang (KEK) dan lebih (obesitas) tampak sangat jelas. Masalah gizi
ganda (double burden) ini juga tidak saja terjadi pada usia produktif di ibu kota
provinsi, akan tetapi di wilayah kumuh perkotaan maupun perdesaan juga sudah
mulai terlihat dan ada kecenderungan meningkat terutama untuk masalah
kegemukan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1, analisis dari data 1999 dan 2001
yang memisahkan dua ekstrim prevalensi kurus (IMT<18.5) dan prevalensi obesitas
(IMT >30) pada wanita usia produktif. Pada daerah kumuh perkotaan (Jakarta,
Semarang, Makassar, Surabaya), masalah kurus banyak terjadi pada usia muda, dan
masalah obesitas sudah mulai terlihat pada usia 30 tahun ke atas dengan prevalensi
>5%. Masalah obesitas pada usia >30 tahun ini meningkat dari tahun 1999 ke tahun
2001. Di wilayah perdesaan (Jabar, Banten, Jateng, Jatim, Lampung, Sumbar,
Lombok, Sulsel), masalah yang sama sudah mulai tampak, hanya prevalensinya
lebih rendah dari wilayah kumuh perkotaan.
Kegemukan dan obesitas merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit
degeneratif sebagai akibat dari perubahan gaya hidup, perubahan pola makan ke arah
tinggi karbohidrat, lemak dan garam serta rendah serat serta rendahnya aktivitas fisik
yang dilakukan sehari-hari.6
Gambar

1.

Masalah

gizi

kurang

dan

gizi lebih pada


usia dewasa di
perkotaan
tahun
1996/1997.
Patofisiologi
Kegemukan
adalah keadaan yang menunjukkan adanya kelebihan lemak tubuh yang umumnya
ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. Mekanisme dasar terjadinya


kegemukan adalah masukan kalori yang melebihi pemakaian kalori untuk
memelihara dan pemulihan kesehatan yang berlangsung cukup lama. Akibat
kelebihan kalori tersebut akan disimpan dalam jaringan lemak, yang lama kelamaan
akan mengakibatkan kegemukan. Faktor makanan ini merupakan faktor yang
terpenting untuk terjadinya kegemukan baik sebagai penyebab tunggal maupun
bersama dengan penyakit lain (Waspadji, 2003). Sebagian besar gangguan
keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen atau nutrisional (obesitas
primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal,
sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10% (Hidayati & Irawan, 2009). 7
Penatalaksanaan
Manajemen berat badan
Penurunan berat badan mempunya efek yang menguntungkan terhadap komorbid
obesitas. Bahkan, penurunan berat bada sebesar 5 sampai 10 persen dari berat awal
dapt mengakibatkan perbaikan kesehatan secara signifikan.
Walaupun belum adan penelitian retrospektif yang menunjukan perubahan pada
angka kematian dengan penurunan berat badan pada pasien obese, dengan
penurunan berat badan, pengurangan pada faktor risiko ini dianggap akan
menurunkan perkembangan diabetes tipe 2 serta kardiovaskular.
Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu obesitas dan
overweight mengurangi faktor risiko diabetes dan penyakit kardiovaskular. Bukti
kuat lainnya juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan dapa menunrunkan
tekanan darah pada individu overweight normotensi dan hipertensi; mengurangi
serum

trigliserid

dan

meningkatkan

kosentrasi-HDL;

dan

secara

umum

mengakibatkan beberapa pengurangan pada kolestrol serum total dan kolestrol-LDL.


Penurunan berat badan juga dapat mengurangi konsentrasi glukosa darah pada
individu overweight dan obesitas tanpa diabetes; dan juga mengurangi konsentrasi
glukosa darah serta HbA1C pada beberapa pasien dengan diabetes tipe 2.
Tidak ada terapi tunggal yang efektif untuk orang dengan kelebihan berat badan dan
obesitas. Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet
rendah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/ bedah.
Tujuan penurunan berat badan

Penurunan berat badan harus SMART: Spesific, Measurable, Achievable, Realistic


dan Time limited. Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan adalah untuk
mengurangi berat badan sebesar sekitar 10 persen dari berat badan awal.
Batas waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar 10 persen adalah
6 bulan terapi. Untuk pasien overweight dengan rentang BMI sebesar 27 sampai 35,
penurunan kalori sebesar 300 hingga 500 kcal/hari akan menyebabkan penurunan
berat badan sebesar 1/2 sampai 1 kg/minggu dan penurunan sebesar 10 persen dalam
6 bulan.
Setelah 6 bulan, kecepatan penurunan berat badan lazimnya akan melambat dan
berat badan menetap karena seiring dengan berat badan yang berkurang terjadi
penurunan energi ekspenditure.
Oleh karena itu, setelah terapi penurunan berat badan selama 6 bulan, program
penurunan berat badan harus terus dilakukan. Jika dibutuhkan penurunan berat
badan lebih banyak, dapat dilakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap anjuran diet
dan aktivitas fisik.
Untuk pasien yang tidak mampu mencapai penurunan berat badan yang signifikan,
pencegahan kenaikan berat badan lebih lanjut merupakan tujuan yang paling
penting. Pasien seperti ini tetap diikut sertakan dalam program manajemen berat
badan.
Strategi penurunan dan pemeliharaan berat badan
Terapi diet
Pada program manajemen berat badabn, terpi diet direncanakan berdasarkan
individu. Terapi diet ini harus dimasukkan ke dalam status pasien overweight. Hal ini
bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga 100 kcal/hari menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun.
Sebelum mengajurkan defisit kalori sebesar 500 hingga 1000 kcal/hari sebaiknya
diukur kebutuhan energi basal pasien terlebih dahulu. Pengukuran kebutuhan energi
basal dapat menggunakan rumus dari Harris-Benedict:
Laki-laki
B.E.E = 66.5 + (13.75 x kg BB) + (5.003 x cm TB) - (6.775 x usia)
Wanita
B.E.E = 65.51 + (9.563 x kg BB) + (1.850 x cm TB) - (4.676 x usia)
Kebutuhan kalori total sama dengan BEE dikali dengan jumlah faktor stres dan
aktivitas. Faktor stres ditambah aktivitas berkisar dari 1,2 sampai lebih dari 2.
Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya kurang dan sama

dengan 30% dari total kalori. Perungan presentasi lemak dalam menu sehari-hari
saja tidak dapat menyebabkan penurunan berat badan, kecuali total kalori juga
berkurang. Ketika asupan lemak dikurangi, prioritas harus diberikan untuk
mengurangi lemak jenuh. Hal tersebut bermaksud untuk menurunkan konsentrasi
kolesterol-LDL.
Aktivitas fisik
Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan
berat badan; walaupun aktivitas fisik tidak menyebabkan penurunan berat badan
lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Kebanyakan penurunan berat badan
terjadi karena pengurangan asupan kalori. Aktivitas fisik yang lama sangat
membantu dalam pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan
aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan risiko kardiovaskular dan diabetes lebih
banyak dibandingkan dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja.
Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup cenderung lebih berhasil menurunkan
berat badan dalam jangka panjang dibandingkan dengan program latihan yang
terstruktur.
Untuk pasien obese, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitasnya
meningkat secara bertahap. Latihan dapat dilakukaan seluruh pada satu saat, atau
secara bertahap sepanjang hari.
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka
waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan
jangka waktu selama 5 kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran energi
tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori per hari dapat dicapai.
Regimen ini dapat diadaptasi kedalam berbagai bentuk aktivitas fisik lain, tetapi
jalan kaki lebih menarim karena keamanannya dan kemudahannya. Pasien harus
dimotivasi untuk meningkatkan ativitas fisik sehari-hariseperti naik tangga daripada
naik lift. Seiring waktu, pasien dapat melakukan aktivitas yang lebih berat.
Strategi lain untuk meningkatkan aktivitas fisik adalah mengurangi waktu santai
(sedentary) dengan cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan risiko cedera
rendah.
Terapi perilaku
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya, diperlukan suatu
strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktivitas

fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan
dan aktivitas fisik, manajemen stres, stimulus control, pemecahan masalah,
contigency management, cognitive restructuring dan dukungan sosial.
Farmakoterapi
Merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat badan.
Sibutramine dan orlistat
Merupakan obat-obat penurun berat badan yang telah disetujui oleh FDA di Amerika
Serikat, untuk penggunaan jangka panjang. Untuk pasien dengan indikasi obesitas,
sibutramine dan orlistat sangat berguna.
Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif
menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Dengan pemberian sibutramine
dapat muncul peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Sibutramine sebaiknya
tidak diberikan pada pasien dengan riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner,
gagal jantung kongestif, aritmia atau riwayat stroke.
Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian
orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi
parsial. Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang timbul. Pengawasan
secara berkelanjutan oleh dojter dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efikasi dan
keamanan.
Terapi bedah
Merupaka salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan. Terapi ini hanya
diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI 40 atau 35
dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai alternatif
terakhir untuk pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita komplikasi
obesitas yang ekstrem.
Bedah Gastrointestinal (restriksi gastrik [banding vertical gastric]) atau bypass
gastric adalah suatu intervensi penurunan berat badan pada subyek yang bermotivasi
dengan risiko operasi yang rendah.
Suatu program yang terintegrasi harus dilakukan baik sebelum maupun sesudah
untuk memberikan panduan diet, aktivitas fisik, dan perubahan perilaku serta
dukungan sosial.4
Kebutuhan energi, karbohidrat, protein dan lemak perhari

Untuk menjaga kesehatan diperlukan adanya keseimbangan antara makanan sumber


energi yang dimakan dengan energi yang dikeluarkan terutama untuk bergerak dan
beraktivitas. Jika konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang
dikeluarkan akan terjadi kekurangan energi, maka cadangan energi di dalam tubuh
yang berada dalam jaringan otak/lemak akan digunakan untuk menutupi kekurangan
tersebut. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya berat
badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Jika hal tersebut terjadi terusmenerus, maka dapat menurunkan daya pikir, prestasi belajar, dan kreativitas bagi
anak sekolah. Sedangkan bila konsumsi energi melalui makanan melebihi dari energi
yang dikeluarkan maka akan terjadi kelebihan energi. Kelebihan energi ini akan
diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya terjadi berat badan lebih atau kegemukan
(Almatsier, 2009).
Untuk berada dalam kondisi Tubuh Sehat Ideal selain postur tubuh yang ideal juga
harus dilengkapi dengan keadaan tubuh yang sehat fisik atau jasmani. Untuk
mewujudkan hal tersebut, diperlukan zat gizi yang berasal dari konsumsi makanan
sehari-hari. Zat gizi yang diperlukan oleh tubuh terdiri dari Hidrat-arang, protein,
lemak, vitamin, mineral, air dan serat. Hidrat-arang, protein dan lemak disebut zat
gizi makro dan vitamin serta mineral disebut sebagai zat gizi mikro. Kebutuhan zat
gizi sehari tergantung dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan/aktivitas, suhu
linggkungan dan kondisi tertentu. Misalnya pada ibu hamil/meneteki atau sedang
sakit, membutuhkan zat gizi lebih banyak. Triguna makanan adalah sebagai 1)
sumber zat tenaga atau energi, 2) sumber zat pembangun dan 3) sumber zat pengatur.
Hidrat-arang, lemak dan protein merupakan komponen utama sebagai sumber energi
yang dibutuhkan untuk aktivitas, sedangkan protein dibutuhkan sebagai sumber zat
pembangun yaitu untuk pembentukan sel-sel tubuh. Dan vitamin mineral sibutuhkan
sebagai sumber zat pengatur yang diperlukan sebagai enzym, co-enzym atau hormon
untuk membantu proses metabolisme dalam tubuh. Kebutuhan energi untuk laki-laki
dewasa berkisar antara 1.900 2.700 Kkal/hari, sedangkan pada wanita antara 1.700
2.100 Kkal./hari.
AKG diatas bila kita jabarkan menurut takaran konsumsi makanan sehari pada orang
dewasa umur 20-59 tahun, yaitu: nasi/pengganti 4-5 piring, lauk hewani 3-4 potong,
lauk nabati 2-4 potong, sayuran 1 - 2 mangkok dan buah-buahan 2-3 potong.

Dengan catatan dalam keadaan berat badan ideal. Ketidak seimbangan antara asupan
makanan dan penggunaan zat gizi yang terkandung untuk keperluan metabolisme
tubuh akan mengganggu fungsi metabolisme tersebut. Kekurangan zat gizi akan
menyebabkan status gizi kurang atau gizi buruk. Sebaliknya kelebihan zat gizi akan
menyebabkan status gizi lebih, yang ditandai dengan kegemukan atau obesitas.
Kekurangan atau kelebihan zat gizi pada seseorang dapat terjadi secara spesifik
sesuai pola makan orang tersebut, yang dapat menimbulkan penyakit tertentu,
tergantung zat gizi apa yang kurang/lebih dikonsumsi.
Cara menghitung berat badan ideal dengan menggunakan rumus Brocca8 :
BB ideal = (Tinggi badan - 100) - 10% (Tinggi badan - 100)
Skenario:
Seorang laki-laki berusia 45 tahun, bekerja sebagai guru dengan tinggi badan 150
cm dan berat badan 80 kg.
Bila dihitung IMT (indeks massa tubuh) pasien ini adalah 35,56, yang bila dilihat
dalam tabel IMT asia pasifik termasuk dalam kategori obesitas 2.
Guru merupakan aktivitas yang termasuk dalam kategori ringan, sehingga bila akan
dihitung kebutuhan energi perhari nya menggunakan 25 kal/kg BBI. Hasilnya 25 kal
dikalikan dengan berat badan pasien 80 kg adalah 2000 kal.
Kebutuhan hidrat arang atau karbohidrat = 60% x 2000 kal = 1200 / 4 gr = 300 gr
Kebutuhan protein
= 20% x 2000 kal = 400 / 4 gr = 100 gr
Kebutuhan lemak
= 20% x 2000 kal = 400 / 9 gr = 44,44 gr
Waktu
Pagi

Snack
Siang

Snack
Malam

Total

Jenis makanan
Sumber Hidrat Arang
Sumber Protein Hewani
Sumber Protein Nabati
Sayuran (A)
Buah
Sumber Hidrat Arang
Sumber Protein Hewani
Sumber Protein Nabati
Sayuran (B)
Buah
Sumber Hidrat Arang
Sumber Protein Hewani
Sumber Protein Nabati
Sayuran (C)

Takaran
1P
0,5 P
0,5 P
Bebas
1P
1P
0,5 P
0,5 P
1P
1P
1P
0,5 P
0,5 P
1P
10 P

Energi
175 kal
47,5 kal
40 kal
40 kal
175 kal
47,5 kal
80 kal
25 kal
40 kal
175 kal
47,5 kal
80 kal
50 kal
1.022,5 kal

HA
40 gr
4 gr
10 gr
40 gr
4 gr
5 gr
10 gr
40 gr
4 gr
10 gr
167 gr

Protein
4 gr
5 gr
3 gr
4 gr
5 gr
3 gr
1 gr
4 gr
5 gr
3 gr
3 gr
40 gr

Lemak
3 gr
1,5 gr
3 gr
1,5 gr
3 gr
1,5 gr
13,5 gr

Komplikasi
Penderita obesitas yaitu orang yang mempunyai berat badan sangat berlebihan,
secara umum dapat didiagnosa hanya dengan melihat secara fisik. Namun perlu
diwaspadai bahwa masalah obesitas tidak hanya sekedar mempengaruhi penampilan
seseorang. Seperti dikatakan diatas masalah obesitas biasanya juga disertai masalah
kesehatan lain seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi,
kanker, penyakit ginjal, dan penyakit hati yang dapat menyebabkan kematian.
Penutup
Bila dilihat dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan, pasien
menderita obesitas 2. Namun untuk menentukan diet yang cocok untuk pasien perlu
dilakukan anamnesis lebih lanjut karena obesitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Seperti riwayat konsumsi nutrisi sebelumnya dan pemeriksaan kadar kadar hormon
tiroid.
Daftar Pustaka
1. Lubos Sobotka. Basics ini clinical nutrition. Edisi keempat. Czech: ESPEN;
2.

2011.hal.23-26.
Sachiko T. Obesity assesment : tools, methods, interpretations. New York: Chapman

3.

and Hall ; 2007.hal.47-56.


Steven Lipshultz, et all. Pediatric metabolic syndrome. London: Springer;

4.

2012.hal.267-81.
Sidartawan Sugondo. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi 6. Jakarta: EGC;

5.

2014.hal.2559-69.
Nurhaedar Jafar. 2012. Sindrom metabolik dan epidemiologi. Makassar: Universitas

6.

Hasanuddin.hal.71-73.
Azrul Azwar. 2014. Kecenderungan masalah gizi dan tantangan di masa datang.

7.

Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI.hal.8-9.


Santi Helinawati, et all. 2013. Analisis minuman berkalori terhadap asupan energi

8.

serta dampaknya pada kegemukan. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.hal1-7.


Azrul Azwar. 2014. Tubuh sehat ideal dari segi kesehatan. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.hal.2-4.

Anda mungkin juga menyukai