A. JUDUL
Pengaruh Penggunaan Minyak Jelantah Terhadap Kerusakan Epitel pada Pharrynx
B. LATAR BELAKANG
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan bagi tubuh
manusia. Selain itu dibandingkan karbohidrat dan protein, minyak juga merupakan sumber
energi yang lebih efektif. Satu gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan
karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak juga berfungsi sebagai
sumber dan pelarut berbagai macam vitamin, seperti vitamin A, D, E dan K
(Ketaren,1986).
Minyak jelantah adalah minyak limbah yang berasal dari berbagai jenis minyak
goreng, minyak jelantah ini merupakan minyak bekas yang sudah dipakai untuk
menggoreng berbagai jenis makanan dan sudah mengalami perubahan pada komposisi
kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).
Sebagai media transfer panas, saat proses penggorengan berlangsung dengan pemanasan
yang tinggi (300oC -350oC), minyak goreng akan teradsorbsi pada makanan masuk mengisi
ruang-ruang kosong pada makanan sehingga hasil penggorengan mengandung 5-40%
minyak. Dengan demikian mau tidak mau minyak goreng ikut terkonsumsi dan masuk ke
dalam tubuh. Kebanyakan masyarakat masih menggunakan meskipun minyak jelantah
yang sudah berulangkali dipergunakan, seperti pada penjual gorengan di pinggir jalan,
sehingga minyak goreng tersebut sudah tidak sehat lagi untuk dikonsumsi. Penyebabnya
sangat bervariasi antara lain karena faktor ekonomi, rasa sayang jika minyak goreng itu
tidak digunakan dan harus dibuang, walaupun minyak tersebut jelas sudah rusak dan tidak
layak konsumsi dari sisi kesehatan.
Konsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti salah
satunya adalah nekrosis sel hati yang ditandai dengan rusaknya pada sel (Trubus, 2005).
Dengan pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang, juga dapat terbentuk akrolein,
di mana akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan, membuat batuk konsumen dan yang tak kalah bahaya adalah dapat
mengakibatkan pertumbuhan kanker dalam hati dan pembengkakan organ, khususnya hati
dan ginjal. Penelitian sebelumnya kebanyakan meneliti pengaruh minyak jelantah pada
organ dalam seperti hepar, ginjal, jantung dan saluran pencernaan. Belum ada penelitian
yang mengkaji pengaruh minyak jelantah pada pharynx.
2
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh penggunaan minyak jelantah terhadap kerusakan epitel pharynx.
C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diambil dalam penelitian ini
adalah Adakah pengaruh penggunaan minyak jelantah terhadap kerusakan epitel pharynx
pada tikus galur wistar ?
D. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penggunaan minyak jelantah terhadap kerusakan epitel pharynx pada tikus galur wistar.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Artikel ilmiah yang dipublikasikan melalui jurnal ilmiah dan dipaparkan dalam
seminar atau dipaparkan dalam seminar nasional.
F. KEGUNAAN
Adapun manfaat atau kegunaan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Dengan mengetahui kandungan minyak jelantah dan pengaruhnya terhadap epitel
3
dinding faring yang terpanjang. Dinding laring dibentuk oleh selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas
nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). (Adam, 1997)
b. Histologi pharynx
Faring dibagi menjadi nasopharynx, oropharynx dan laryngopharynx. Pada setiap
bagian, dinding faring dibentuk dari tiga lapisan berikut :
a. Mukosa terbentuk dari epitel, yang kaya jaringan limfatik dan serat elastis.
b. Musculosa terbentuk dari otot rangka dan serat elastis.
c. Fibrosa terbentuk dari fibro-elastis jaringan ikat areolar.
Nasopharynx dilapisi oleh epitel kolumnar berlapis semu bersilia dengan sel goblet.
Kelenjar Mucoserous berada dibawah epitel tersebut. Ini juga terdiri dari tonsila
faringeal. Oropharynx dilapisi dengan epitel skuamosa bertingkat non-keratin.
Kelenjar mukus murni berada dalam jaringan ikat (corium). Ini juga terdiri dari tonsila
palatina dan lingual. Laryngo-pharynx dilapisi oleh epitel skuamosa bertingkat nonkeratin. Faring, lingual, dan tonsila palatine tersusun dalam bentuk lingkaran yang
dikenal dengan cincin Waldeyer dari jaringan limfoid.
2.
MINYAK JELANTAH
a. Definisi
Minyak jelantah adalah minyak limbah yang berasal dari berbagi jenis minyak
goreng, minyak jelantah ini merupakan minyak bekas yang sudah dipakai untuk
menggoreng berbagai jenis makanan dan sudah mengalami perubahan pada
komposisi kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).
Minyak jelantah merupakan minyak yang telah rusak dengan frekuensi
penggorengan 8 sampai 12. Indikator paling mudah untuk mengetahui minyak
jelantah adalah warnanya coklat tua sampai hitam. Pada proses penggorengan
pertama, minyak memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi. Kadar
asam lemak tak jenuhnya akan semakin menurun dengan semakin seringnya
minyak dipakai secara berulang, sedangkan kadar asam lemak jenuhnya meningkat
(Trubus, 2005). Pada taraf ini terjadi oksidasi dan menyebabkan perubahan struktur
kimiawi pada minyak. Perubahan akibat pemanasan tersebut antara lain terbentuk
peroksida dan karbonil yang bersifat toksik (Ketaren, 1986).
b. Kandungan Minyak Goreng dan Minyak Jelantah
Banyak masyarakat mengolah makanan dengan menggunakan minyak goreng.
Minyak goreng merupakan jenis trigliserida dengan komposisi disamping asam
4
lemak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan, berbentuk cair dalam suhu
kamar, juga mengandung lesitin, sefalin, fosfatida lain, lilin, pigmen larut lemak,
dan hidrokarbon, termasuk karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil (Rukmini,
2007;Lestari, 2010).
Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekul, minyak
goreng terbagi menjadi dua, yaitu minyak dengan asam lemak jenuh dan minyak
dengan asam lemak tak jenuh tunggal maupun majemuk. (Ketaren , 2005)
Minyak dengan asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung
ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi
atau berubah menjadi asam lemak jenis lain. Asam lemak jenuh yang terkandung
dalam minyak goreng pada umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat,
asam laurat dan asam kaprat.
Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal maupun majemuk merupakan
asam lemak
yang
memiliki
ikatan
5
Produk utama autoksidasi yaitu peroksida lipid, dengan cepat mengalami
degradasi pada penggorengan suhu tinggi. Peroksida lipid akan mempengaruhi
metabolisme individu termasuk metabolisme lipid dan mengakibatkan jejas
jaringan hati berupa lipotoksisitas (Chao et al., 2001; Koch et al., 2007).
c. Dampak Minyak Jelantah terhadap Kesehatan
Pada umumnya makanan hasil penggorengan mengandung 4% - 14% lemak dari
total beratnya. Penggunaan minyak jelantah akan meningkatkan polaritas minyak
dan menurunkan tegangan permukaannya antara bahan pangan dan minyak
sehingga penyerapan lemak akan semakin meningkat (Ghidurus et al.,2010). Selain
menyerap minyak, makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah juga
menyerap produk degradasi seperti radikal bebas, keton, aldehid, polimer yang
menyebabkan perubahan pada organ misalnya bertambahnya berat organ ginjal dan
hati serta timbulnya berbagai penyakit seperti kanker, disfungsi endotelial,
hipertensi dan obesitas (Rukmini, 2007; Castillon et al.,2011).
Beberapa studi pada tikus menunjukkan bahwa pemberian diet tinggi lemak
trans menyebabkan terjadinya resistensi insulin, peningkatan berat badan,
akumulasi massa lemak terutama trigliserida pada organ hati karena terjadi
penurunan oksidasi lipid dan peningkatan sintesis asam lemak. Hal ini dapat
memicu terjadinya obesitas, sindrom metabolik dan hepatik steatosis dan
lipotoksisitas (Dorfman et al.,2009). Lipotoksisitas adalah toksisitas sel akibat
akumulasi abnormal lemak.
Salah satu dampak berbahaya dari penggunaan minyak jelantah adalah
meningkatnya radikal bebas, substansi yang mempunyai satu atau lebih elektron
tidak berpasangan. Radikal bebas yang berlebihan akan menimbulkan stress
oksidasi yang memicu proses peroksidasi terhadap lipid, sehingga dapat
menimbulkan penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan mempercepat
terjadinya proses penuaan (Koch et al., 2007; Jusup dan Raharjo, 2010).
d. Pengaruh Minyak Jelantah terhadap Kerusakan Epitel Pharynx
Penggunaan minyak secara berulang (minyak bekas/jelantah) sangat tidak baik
untuk kesehatan. Minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami beberapa
reaksi yang menurunkan mutunya. Terbentuknya akrolein pada minyak goreng
merupakan tanda awal dari kerusakan minyak goreng. Sebagaimana disebut diatas,
akrolein merupakan hasil hidrasi gliserol yang membentuk aldehida tidak jenuh dan
menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan (Ketaren, 2005). Minyak yang telah
digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul,
6
sehingga titik asapnya turun. Bila minyak digunakan berulang kali, akan semakin
cepat terbentuk akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan dan
membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya, sehingga kemungkinan
didapatkan kerusakan pada epitel pharynx akibat zat toksik maupun akrolein yang
terkandung dalam minyak jelantah tersebut.
H. METODE PELAKSANAAN
1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan
menggunakan rancangan penelitian post test only control group design.
2.
Variabel
1) Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah minyak jelantah.
2) Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah epitel pharynx.
b. Definisi Operasional
1) Variable bebas
: Minyak jelantah
Jaringan epitel terdiri dari sel-sel yang memadat dan saling terikat erat. Pada
permukaan apical (bagian atas) beberapa jenis epitel terdapat mikrovili
(tonjolan dari permukaan sel yang bentuknya seperti jari) atau silia.
Permukaan basal (bagian bawah) jaringan epitel berikatan dengan jaringan
ikat. Jaringan epitel dan jaringan ikat yang berada dibawahnya dihubungkan
oleh membrane dasar basalis dan lamina retikularis. Epitel pharynx
7
dinyatakan rusak jika selaput lendir yang melapisi tenggorokkan yang
mengalami peradangan berat atau ringan akan tertutup selaput yang berwarna
keputihan atau mengeluarkan nanah.(Helmi,2009)
Skala : nominal dikotomus (rusak dan tidak rusak)
3.
4.
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah 18 ekor tikus galur wistar.
b. Sampel Penelitian
1) Besar Sampel
Total jumlah sampel adalah 18 ekor tikus galur wistar yang memenuhi
kriteria inklusi.
2) Cara Pengambilan Sampel
Sampel dibagi menjadi tiga kelompok secara simple random sampling.
Tiap kelompok minimal terdiri dari 5 ekor berdasarkan pada ketentuan
WHO yang menyebutkan batas minimal hewan coba yang digunakan dalam
penelitian eksperimental adalah 5 ekor tiap kelompok perlakuan penelitian
(WHO, 1993)
Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 6 ekor pada
dua kelompok perlakuan, dan 6 ekor pada kelompok kontrol negatif.
3) Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi dan eksklusi :
a. Inklusi :
1. Umur 2-3 bulan.
2. Berat badan 180-200 gram.
3. Tidak ada cacat tubuh.
4. Sehat minimal satu minggu sebelum dan pada waktu pengukuran.
Dikatakan sehat bila tikus galur wistar aktif bergerak, bulu mengkilat,
dan nafsu makan baik.
8
b. Eksklusi :
5.
1.
2.
Rancangan Penelitian
Minyak Jelantah
Proses Oksidasi
6.
Akrolein
Kerusakan Epitel
Pharynx
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian kali ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan. Adapun rincian kegiatan yang dilakukan
pertahap adalah sebagai berikut:
a.
Tahap Persiapan
1. Penyediaan minyak jelantah 5 liter dan alat penggorengan
2. Penyediaan kandang tikus putih beserta kelengkapan pemberian makanan
3. Persiapan perlengkapan alat untuk melakukan pembedahan
4. Persiapan alat untuk membuat preparat histology dan mikroskop
b.
1.
Tahap Pelaksanaan
Tikus Galur Wistar jantan yang memenuhi kriteria inklusi diambil secara
random sebanyak 15 ekor. Tikus dipelihara di laboratorium dengan kondisi
lingkungan terkontrol ( 12 jam siklus terang/gelap, suhu dan kelembaban
diatur, alas kandang dari serbuk gergaji dan diberi sekat). Adaptasi tikus
selama 7 hari dengan diet standar ad libitum.
9
5. Setelah dilakukan pemberian minyak jelantah pada kelompok perlakuan
selama 14 hari, sampel tikus diambil kemudian diterminasi dengan cara
didislokasikan lehernya, setelah itu dilakukan tahap pembedahan (post test).
6. Tahap selanjutnya adalah pembuatan preparat histology dengan pengecatan
Hematoksilin Eosin yang kemudian diamati pada mikroskop.
7.
8.
Instrumen Penelitian
Instrument
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
pemeriksaan
Histopatologi.
9.
Analisis Penelitian
Uji Hipotesis
Ho : tidak terjadi perubahan pada epitel pharynx
H1 : terdapat kerusakan pada epitel pharynx
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Chi Square (uji
untuk kelompok >2 baik yang berpasangan maupun tidak berpasangan dengan
skala nominal). Pada penelitian ini sampel tidak berpasangan, karena terdapat 3
kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus galur wistar
dan ketiga kelompok tersebut diberikan perlakuan yang berbeda. Untuk mengetahui
hipotesis diterima atau ditolak, maka dapat dilihat berdasarkan hasil dari nilai
probabilitas. Jika nilai probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan H 1 ditolak yang
berarti tidak ada perbedaan yang signifikan. Apabila nilai probabilitas < 0,05 maka
H1 diterima dan Ho ditolak yang berarti ada perbedaan yang signifikan (Singgih,
2000).
I.
JADWAL KEGIATAN
Tabel 1. Jadwal Kegiatan PKMP
N0. Jenis Kegiatan
Bulan ke1 2 3
10
1.
2.
3.
4.
5.
J.
RANCANGAN BIAYA
Tabel 2. Rekapitulasi pengeluaran biaya penelitian
No.
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
Transpotasi
250.000
6.
350.000
Subtotal
Biaya (Rp)
350.000
600.000
4.000.000
950.000
6.500.000
K. DAFTAR PUSTAKA
Adam, George L. MD. 1997. Boies, Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Castillon, P.G., Artalejo,F.R., Fornes, N.S., Banegas, J. R., Etxezarreta, P.A., Ardanaz, E.,
Barricarte, A., Chirlaque, M.D., Iraeta,M.D.,Larranaga, N., Losada, A.,
Mendez,M., Martinez, C., Quiros, J.R., Navarro,C., Jakszyn, P., Sanchez, M.J.,
Tormo,M.J., Gonzalez, A. 2007. Intake of fried foods is associated with obesity in
the cohort of Spanish adults from the European Prospective Investigation into
Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr 2007;86:198 205. Available from:
http://www.ajcn.org/content/86/1/198.full.pdf+html?sid=0585e315-71d4-49c5ad83-0ed0cb17b91b. Accessed August 27th, 2012
Chao, P. M., Chao, C. Y., Lin, F. J., Huang, C. J. 2001. Oxidized Frying Oil Upregulates
Hepatic Acyl-CoA Oxidase and Cytochrome P450 4 A1 Genes in Rats and Activates
PPAR.
J.
Nutr.,
131:3166-3174.
Available
from:
http://jn.nutrition.org/content/131/12/3166.full.pdf+html. Diakses pada 27 Agustus
2012
Dorfman, S. E., Laurent, D., Gounarides, J.S., Li, X., Mullarkey, T.L., Rocheford,E.C.,
Sarraf, F.S., Hirsch, E.A., Hughes, T.E., Commerford, S.R. 2009. Metabolic
Implications of Dietary Trans-fatty Acids. Obesity vol.17 no.6:1200-1207.
Available from : www.nature.com/oby/journal/v17/n6/full/oby2008662a.html.
Accessed August 27th, 2012
Ghidurus, M., Turtoi, M., Boskou, G., Niculita, P., Stan, V. 2010. Nutritional and health
aspects related to frying. Romanian Biotechnological Letters. Vol.15, no 6.
Available from : www.rombio.eu/rbl6vol15/1%20Review_Ghidurus.pdf. Diakses
pada 27 Agustus 2012
Helmi. Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Diakses pada tanggal 29Agustus 2012.
http://www.ilunifk83.com/t259p15-kesehatan-telinga-hidung-tenggorokan
11
Histology of Pharynx. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2012. http://histology-slidesdatabase.blogspot.com/2011/01/histology-of-pharnyx.html
Jaringan
Epitel.
Diakses
pada
tanggal
27
Agustus
2012.
http://www.scribd.com/doc/19193958/JARINGAN-EPITEL
Jusup, S.A., Raharjo, S.S. 2010. Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea L.)
Sebagai Anti Oksidan Alami Terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) dan
Gambaran Histologi Sel Hepar Rattus norvegicus L. yang Diberi Minyak Goreng
deep frying. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta
Ketaren. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Koch.A, KOnig. B, Spielmann.J, Leitner.A, Stang.G.l, Eder.K. 2007. Thermally Oxidized
Oil Increases the Expression of Insulin-Induced Genes and Inhibits Activation of
Sterol Regulatory Element-Binding Protein-2 in Rat Liver. Journal of Nutrition:
Biochemical, Molecular, and Genetic Mechanisms 137: 20182023. Available from
: jn.nutrition.org/content/137/9/2018.full.pdf . Accessed August 27th, 2012
Lestari, P.P. 2010. Pemanfaatan Minyak Goreng Jelantah Pada Pembuatan Sabun Cuci
Piring. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Rukmini, A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam Menekan
Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). ISSN:
1978 9777.
Sartika, R.A.D. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (deep frying)
Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Markara Sains. 13:23-8.
Singgih, S. 2000. Buku Pelatihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elexmedia
Komputindo
Trubus. 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. Trubus Agrisarana. Surabaya
L. LAMPIRAN
1.
Nama Panggilan
: Bintan
NIM
: 012106107
Fakultas/ Prodi
Perguruan Tinggi
TTL
Agama
: Islam
Alamat Semarang
: Jln.
Menjangan
Dalam
Semarang-Jawa Tengah
II/B7
Pedurungan,
12
Alamat Asal
No. Hp
: 085640366533 / 082135919922
No. Tlpn
: 0294 385300
2.
3.
4.
Tempat/tanggal lahir
Alamat
Status
: Mahasiswa
NIM
: 012106149
Fakultas/Program Studi
Perguruan tinggi
SD Negeri 1 Kund-Blora
SMP Negeri 1 Purwodadi
SMA Semesta Semarang
13
4.
Organisasi
1.
2.
3.
4.
5.
Anggota pelaksana II
Nama Lengkap
: Maria Ulfa
Tempat/tanggal lahir
Alamat
Status
: Mahasiswa
NIM
: 012116442
Fakultas/Program studi
Perguruan tinggi
Organisasi
14
Unissula Medical English Club (2012-sekarang)
Maria Ulfa
2.
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
Alamat
No. HP
: 087839993553
: 210104081
Status Fungsional
: Asisten Ahli
Bidang Keahlian
: Histologi
Pendidikan
Alamat Kantor
15