Anda di halaman 1dari 37

Alergi makanan

dr. Sri Hastuti Andayani, Sp. A


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK YARSI

pendahuluan
Dibagi menjadi 2 kategori:
1. Terjadi melalui mekanisme imunologis, yaitu:
- Diperantarai oleh Ig E alergi kacang
terjadi saat atau segera setelah makan
- Tidak diperantarai Ig E misalnya proteininduced enterocolitis syndrome) terjadi
dalam beberapa jam
2. Intoleransi makanan intoleransi laktosa,
keracunan makanan yang mengandung bakteri

patofisiologi
Sebagian besar alergi makanan
diperantarai oleh Ig E
Alergen makanan biasanya berupa
glikoprotein yang tahan terhadap
pemanasan dan proteolisis
Mempunyai berat molekul rendah (1070kD) sehingga dapat menembus mukosa
Contoh alergen makanan: kacang, putih
telur, ikan, udang, soybean dapat terjadi
reaksi silang dengan alergen lain misalnya
putik sari bunga

patofisiologi
Mediator yang dilepaskan: histamin,
prostaglandin, leukotrien,
chemotactic factor, sitokin
Reaksi yang terjadi: vasodilatasi,
kontraksi otot polos, dan sekresi
mukus,dll

Insiden alergi makanan di Amerika sekitar


6% pada bayi dan anak, 3,7% pada dewasa
2,5% alergi susu sapi, 1.3% alergi telur,
0,8% kacang, 0,4% wheat, 0,4% soy
Kematian biasanya disebabkan oleh reaksi
anafilaksis yang hebat edema laring,
irreversible bronchospasm, refractory
hypotension, atau kombinasi ketiganya
Alergi makanan tercatat sebagai 1/3
penyebab kasus reaksi anafilaksis

Cara menegakkan diagnosis


Anamnesis
Telaah semua daftar makanan yang mungkin
menjadi penyebab
Bagaimana cara penyajian?
Berapa banyak yang dimakan?
Catat semua reaksi yang terjadi :
- cara terpapar (ditelan, skin contact,
inhalasi, suntikan) dan dosis?
- onset terjadinya reaksi?
- catat semua gejala dan tingkat
keparahannya
- lama reaksi terjadi?
- terapi yang diberikan dan responnya?

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik
Kulit
reaksi yang paling sering terjadi
mulai dari urtikaria akut (paling
sering), flushing, angioedema,
eksaserbasi dermatitis atopi,
dermatitis herpetiformis
Alergi makanan jarang menimbulkan
urtikaria kronik atau angioedema

Dermatitis atopi

Dermatitis atopi

urtikaria

angioedema

Pemeriksaan fisik
Saluran pencernaan
Termasuk didalamnya reaksi
hipersensitivitas cepat dan pollen-food
allergy syndrome (oral allergy syndrome)
Gejala: mual, muntah, nyeri perut, diare
(jarang terjadi)
Oral allergy syndrome timbul rasa gatal
di bibir, lidah, palatum, dan tenggorokan
disertai edema 3% kasus berkembang
menjadi edema laring atau hipotensi

Mixed IgE/non-IgE gastrointestinal


food allergy (eosinophilic gastroenteritis)
Gejala: mual, nyeri perut, tanda khas pada
anak BB dan failure to thrive
Lab darah: eosinofilia
Endoskopi dan biopsi ditemukan
eosinofil di saluran cerna
Terapi biasanya dengan diet makanan
yang merupakan alergen tidak berhasil
kortikosteroid

Non-IgE mediated gastrointestinal


food allergy
Dietary protein enterocolitis terjadi
pada bulan pertama kehidupan muntah
proyektil yang hebat, diare, FTT bayi
tampak lemah dan dapat terjadi dehidrasi
Biasanya disebabkan oleh susu sapi atau
protein kedelai
Reaksi terjadi setelah 2 jam ingesti
makanan
Untuk menegakkan diagnosis oral food
challenge

Pemeriksaan fisik
Saluran pernafasan
URT Kongesti hidung, bersin, hidung terasa
gatal, atau rinore biasanya terjadi
bersamaan dengan gejala pada mata, kulit, dan
GIT
LRT edema laring, batuk, bronkospasme
Asma patogenesisnya masih kontroversial
reaksi utama bukanlah bronkospasme akut, tapi
timbul gejala asma kronik atau kesulitan untuk
mengatasi serangan asma

Food-induced pulmonary hemosiderosis

Disebut juga Heiner syndrome


Jarang terjadi
Ditandai pneumonia berulang,
hemosiderosis, perdarahan GIT, anemia
defisiensi besi, dan FTT (pada bayi)
Mekanisme imunologis masih belum jelas
sekunder terhadap non-IgE
hypersensitivity

Food induced anaphylaxis


Gelaja : orofaringeal pruritus, angioedema
(edema laring), urtikaria, ocular injection,
ocular pruritus, edema konjungtiva,
periocular swelling, kongesti nasal, nasal
pruritus, rinore, bersin, stridor, disfonia,
batuk, dyspnea, wheezing, bronkospasme,
mual, muntah, nyeri perut, diare,
kegagalam kardiovaskular

Pemeriksaan penunjang
Eosinofilia (darah atau jaringan) hitung jenis
eosinofil >3%, eosinofil total >300/ml
Pemeriksaan IgE total dan spesifik IgE
RAST positif bila hasilnya 1 dan hasil yang
positif berkorelasi baik dengan uji tusuk kulit
(prick test)
Epicutaneous (prick) test
Double blind food challenges
Pharmacin CAP system ~ ELISA positif bila
hasilnya >32kUa/L dan berkorelasi baik dengan
double blind placebo controlled food
challenge (DBPCFC)

Pemeriksaan penunjang
Uji kulit : uji tusuk, uji gores, serta uji
intradermal
Akurasi hasil positif <50% ( berkorelasi
dengan uji DBPCFC), sedangkan bila hasilnya
negatif dapat memprediksi tidak terjadi reaksi
alergi Ig E mediated sebesar 95%
Uji tusuk kulit pada anak<1 tahun bisa negatif
Timbulnya indurasi >6mm pada anak <2 tahun dan
>8mm pada anak >2 tahun berarti positif

Pemeriksaan penunjang
Uji Provokasi susu sapi
Merupakan pemeriksaan lanjutan bila dari
A/, PF, salah satu pemeriksaan Ig E total, Ig
E spesifik, dan uji kulit menunjukkan hasil
yang positif
Baku emas diagnosis alergi susu sapi adalah
DBPCFC mahal double blind placebo
controlled cows milk challenge (DBPCMC)

DBPCCMC
Elimisasi susu sapi atau makanan yang mengandung
susu sapi minimal 14 hari sebelum tes
Antihistamin tidak boleh diberikan 3 hari
sebelumnya, steroid dan bronkodilator sejak 1 hari
sebelumnya
Dosis awal harus <kecil dari dosis yang diperkirakan
dapat menimbulkan reaksi alergi, bila tidak diketahui
Mulai 400 mg
Dosis kumulatif 8-10 g bahan bubuk harus dicapai
untuk menyatakan bahwa hasil negatif

Lama periode observasi tergantung dari


reaksi yang timbul (minimal 2 jam setelah
provokasi selesai)
Persiapkan alat dan obat untuk menangani
reaksi anafilaktik
Bila tidak ada reaksi saat observasi
orang tua mencatat gejala dan kapan reaksi
alergi timbul

Elimination challenge test


Dilakukan untuk membuktikan adanya
perbaikan dari gejala setelah tidak minum
susu sapi dan berulangnya gejala bila
kembali diberikan susu sapi
Harus dengan pengawasan dokter
Kesulitan tergantung kemampuan untuk
menghindar dari alergen dan tidak ada
faktor lain yang dapat memicu
reaksi yang sama

penatalaksanaan
Eliminasi makanan
Terapi farmakologi
Pada pasien malabsorpsi pemberian
nutrisi lain harus optimal
Imunoterapi dan hiposensitisasi oral
Edukasi pasien

Terapi farmakologi
diberikan bila tidak ada perbaikan dengan eliminasi
makanan, tidak dapat menghindari makanan tersebut,
alergen makanannya tidak dapat teridentifikasi

1. H1 receptor antihistamine (t,u untuk reaksi


yang melepaskan histamin urtikaria,
angioedema, konjungtivitis, rinitis, pada
kasus GIT masih kontroversial)
pemberian sebelum makan bisa mengurangi
gejala tapi tidak mencegah terjadinya
reaksi anafilaksis
2. H2 receptor antihistamine simetidin,
ranitidin perannya masih belum jelas
3. Adrenergic agent epinefrin

Terapi farmakologi
Jika reaksinya ringan (urtikaria atau
pruritus saja cukup antihistamin oral
Reaksi anafilaksis epinefrin

epinefrin
Merupakan obat pilihan untuk reaksi anafilaksis
Cara kerja: resistensi vaskuler sistemik, tek
diastolik, bronkodilator, aktivitas inotropik dan
kronotropik jantung mengurangi urtikaria,
angioedema, edema laring, dan gejala anafilaksis
yang lain
Dosis: 0,3 ml s.k atau i.m (1:1000) untuk i.v
(1:10.000)
Dosis anak: 0,01ml/kgBB/dosis (1:1000)
MAKSIMAL 0,3 ML

antihistamin
Melalui reseptor H1 mencegah kontraksi
otot polos, permeabilitas kapiler,
mencegah timbulnya edema
Contoh : difenhidramin
Dosis dewasa: 25-50 mg p.o tiap 6 jam atau
50-75mg iv/im tiap 6 jam, atau
5mg/kgBB/hari iv, maksimal 300 mg/hari
Dosis anak: 1-2 mg/kgBB/dosis, tiap 6 jam,
p.o/i.v/i.m, drip 5mg/kgBB/hari

antihistamin
Histamin-2 blocker ranitidin,
simetidin untuk ulkus gaster
Dosis ranitidin dewasa: 150mg p.o tiap
8-12 jam, atau 50mg i.v tiap 6-8 jam
Pada anak tidak dianjurkan
Dosis simetidin 300 mg p.o/i.v tiap 6-8
jam anak>16 tahun 20-40
mg/kgBB/hari p.o/i.v

bronkodilator
Albuterol (ventolin) 2,5-5 mg nebulisasi
Metaproterenol efek terhadap HR
kecil 0,3 ml nebulisasi
Teofilin 5-6 mg/kg i.v dilarutkan
dalam Dx 5% hingga 20 ml, diberikan
dalam 15-20 menit, diikuti dosisi
maintenance 0,5-1 mg/kgBB/jam

kortikosteroid
1. Metilprednisolon antiinflamasi,
mengembalikan permeabilitas vaskular
yang meningkat
Dosis: 60-80 mg i.v, 1 dosis, diulang
setelah 6 jam
Dosis anak: 1-2 mg/kgB/dosis i.v tiap 6
jam, maksimal 60-80 mg

kortikosteroid
2. Hidrokortison
Dosis: 100-200 mg i.v tiap 6-8 jam
Dosis anak: tidak lebih dari 5-10
mg/kg i.v tiap 6-8 jam
3. Prednison
Dosis: 20-40 mg p.o kemudian tapp off
Dosis anak: 1-2 mg/kg/hari p.o
kemudian tapp. off, tidak lebih dari 2
mg

Kondisi yang menyerupai


reaksi alergi makanan
Kelainan dengan muntah sebagai salah
satu gejala gastroesofageal
refluks (GER)
Diare karena sebab lain (infeksi)
Intoleransi laktosa

Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai