Kelompok 9B:
Sari Sadyaningrum
Guntur Pamungkas
Siti Kurniawati
Godlive Handel I
Iswahyudi Anton
Mazaya Ghaizani N
Laras Kun R
21040112170002
21040113120010
21040113120062
21040113120064
21040113130080
21040113140086
21040113130114
i|Page
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1
1.2
1.3
1.6
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
3.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.8
iii | P a g e
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Karakteristik Aktivitas dan Pengguna ............................................................... 28
Tabel IV.2 Pengali Sprague .............................................................................................. 32
Tabel IV.3 Analisis Kebutuhan Ruang ............................................................................... 34
Tabel IV.4 Analisis Kebutuhan Ruang ............................................................................... 39
Tabel IV.5 Nilai Satuan Mobil Penumpang (SMP) Tiap Jenis Kendaraan .......................... 46
Tabel IV.6 Kriteria Penentuan Skor Jalan.......................................................................... 47
Tabel IV.7 Kriteria Tingkat Level of Service (LOS) ............................................................ 47
Tabel IV.8 Volume Lalu Lintas Jl. Kolektor Sekunder (Bulusan Meteseh) ...................... 48
Tabel IV.9 Kapasitas Jalan ............................................................................................... 48
Tabel IV.10 Volume Lalu Lintas Jl. Lokal Sekunder (Meteseh Rowosari) ......................... 48
Tabel IV.11 Kapasitas Jalan................................................................................................ 49
Tabel IV.12 Volume Lalu Lintas Jl. Lokal Sekunder (Jl. Bukit Kencana Jaya) ..................... 49
Tabel IV.13 Kapasitas Jalan................................................................................................ 50
Tabel IV.14 Volume Lalu Lintas Jl. Lingkungan (Permukiman)............................................ 50
Tabel IV.15 Kapasitas Jalan................................................................................................ 50
Tabel IV.16 Kebutuhan Air untuk Sambungan Rumah Tangga (SR) ................................... 58
Tabel IV.17 Kebutuhan Air Fasilitas Pendidikan pada Lokasi Perencanaan Tapak ............. 59
Tabel IV.18 Kebutuhan Air Fasilitas Peribadatan pada lokasi perencanaan tapak .............. 59
Tabel IV.19 Kebutuhan Air Fasilitas Kesehatan pada lokasi perencanaan tapak ................ 60
Tabel IV.20 Kebutuhan Air Fasilitas Perdagangan pada lokasi perencanaan tapak ............ 60
Tabel IV.21 Kebutuhan Air Sarana Olahraga pada lokasi perencanaan tapak .................... 61
Tabel IV.22 Kebutuhan Air Fasilitas Pelayanan Umum pada lokasi perencanaan tapak ..... 62
Tabel IV.23 Analisis Timbulan Sampah pada lokasi perencanaan tapak ............................. 73
Tabel IV.24 Analisis Sanitasi pada lokasi perencanaan tapak ............................................. 74
iv | P a g e
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pohon Permasalahan Wilayah Perencanaan Tapak .......................................... 3
Gambar 1.2 Peta Administrasi Kelurahan Meteseh ............................................................... 7
Gambar 1.3 Peta Deliniasi Wilayah Perencanaan Tapak ...................................................... 8
Gambar 1.4 Peta Administrasi Wilayah Perencanaan Tapak ................................................ 9
Gambar 1.5 Kerangka Pikir ................................................................................................. 10
Gambar 4.1 Analisis Hubungan Antar Kelompok Aktivitas .................................................. 40
Gambar 4.2 Analisis Organisasi Ruang .............................................................................. 41
Gambar 4.3 Penampang Jalan Kolektor Sekunder Kelurahan Meteseh .............................. 64
Gambar 4.4 Penampang Rencana Jalan Kolektor Sekunder Kelurahan Meteseh ............... 65
Gambar 4.5 Penampang Jalan Lokal Kelurahan Meteseh .................................................. 66
Gambar 4.6 Penampang Rencana Jalan Lokal Kelurahan Meteseh ................................... 67
Gambar 4.7 Penampang Jalan Lingkungan Primer Kelurahan Meteseh ............................. 68
Gambar 4.8 Penampang Rencana Jalan Lingkungan Primer Kelurahan Meteseh .............. 69
Gambar 4.9 Penampang Jalan Lingkungan Sekunder Kelurahan Meteseh......................... 70
Gambar 4.10 Penampang Rencana Jalan Lingkungan Sekunder Kelurahan Meteseh........ 71
v|Page
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut UU No 4 Tahun 1992, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Dalam suatu lingkungan permukiman
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Prasarana lingkungan
adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sedangkan sarana lingkungan adalah fasilitas
penunjang yang memiliki fungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial, serta budaya (UU No 4 Tahun 1992). Dalam perkembangannya,
peningkatan jumlah penduduk memberikan dampak besar terhadap kebutuhan permukiman
sebagai fungsi hunian (tempat tinggal). Pemenuhan kebutuhan permukiman tersebut
diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana secara
menyeluruh dan terpadu, artinya mampu menciptakan kawasan permukiman yang tersusun
atas satuan-satuan lingkungan permukiman serta mengintegrasikan secara terpadu dan
meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau sekitarnya.
Karakteristik kawasan permukiman terbagi dalam karakteristik permukiman terencana
dan permukiman tidak terencana. Karakteristik permukiman terencana diantaranya terlihat
dari pola permukiman cenderung teratur, sebagian besar rumah secara teratur menghadap
ke arah kerangka jalan, serta sebagian besar terdiri dari bangunan permanen, berdinding
tembok, dan dilengkapi dengan penerangan listrik. Kerangka jalannya pun ditata secara
bertingkat mulai dari jalan raya, penghubung hingga jalan lingkungan. Sedangkan
karakteristik permukiman tidak terencana ditandai dengan ketidakteraturan bentuk fisik
rumah dan pola permukimannya cenderung berkelompok membentuk perkampungan
(Winda dan Mulyana, 2012).
Pada perencanaan tapak ini, lokasi pengembangan permukiman yang diambil adalah
bagian dari Kelurahan Meteseh. Berdasarkan Peraturan Daerah No 7 Tahun 1999,
Kelurahan Meteseh yang merupakan bagian dari Kecamatan Tembalang termasuk dalam
Bagian Wilayah Kota (BWK) VI. Pada pasal 14 Perda No 7 Tahun 1999, penentuan ruang
untuk
Kelurahan
Meteseh
diantaranya
sebagai
kawasan
permukiman,
campuran
perdagangan, jasa, dan permukiman, perdagangan dan jasa, serta fasilitas umum.
Berdasarkan peraturan tersebut jika dilihat dari tata guna lahan wilayah perencanaan tapak,
penggunaan ruangnya diperuntukkan sebagai permukiman dan konservasi. Dengan
persentase permukimannya yaitu 90 persen adalah permukiman terencana dan 10 persen
1|Page
adalah permukiman tidak terencana. Permukiman terencana memiliki karakteristik yaitu pola
permukiman teratur dengan bangunan permanen serta rumah-rumah yang ada cenderung
membentuk blok yang tertata dengan baik menurut kerangka jalan yang terbentuk.
Sedangkan pada permukiman tidak terencana, pola permukiman cenderung tidak teratur
dan berkelompok dengan bangunan semi permanen.
Pertimbangan dalam pemilihan lokasi perencanaan tapak diantaranya dilihat dari
aspek geologi seperti dominasi topografi yang datar, litologi tanah yaitu mediteran coklat tua
yang memiliki tingkat produktifitas yang sedang sampai tinggi sehingga berpotensi dijadikan
kawasan permukiman, dan jika dilihat dari bahaya geologinya tidak terdapat potensi
bencana alam di Kelurahan Meteseh. Potensi lainnya yaitu Kelurahan Meteseh memiliki
fungsi kawasan sebagai kawasan budidaya yang notabene cocok dijadikan sebagai lahan
terbangun seperti permukiman dan pembangunan fasilitas penunjang permukiman lainnya.
Selain potensi juga terdapat permasalahan lingkungan di wilayah perencanaan tapak seperti
kurangnya RTH yang berfungsi sebagai taman yang sekaligus menjadi tempat bermain,
kurangnya pemanfaatan dari keberadaan sungai sebagai penambah nilai estetika suatu
kawasan, serta belum terpenuhinya kebutuhan dalam pelayanan pengolahan sampah
sehingga sebagian warga masih mengolah sampah dengan dibakar atau dibuang ke sungai.
Konsep eco-friendly merupakan salah satu pengembangan dari konsep eco-city.
Konsep eco-friendly bertujuan untuk menciptakan kota baru yang ramah lingkungan dengan
merevitalisasi bagian kota untuk meningkatkan pemanfaatan lahan sesuai dengan
potensinya serta melakukan pembangunan yang seimbang artinya pembangunan yang
memperhatikan carrying capacity, kelestarian dan keberlanjutan lingkungan.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam perencanaan kawasan permukiman dengan konsep neighborhood unit, harus
mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait di dalamnya dan juga permasalahan yang ada
pada kawasan tersebut. Permasalahan eksisting pada lokasi perencanaan tapak
diantaranya permasalahan drainase dan persampahan. Permasalahan drainase yang ada
adalah kurang kapasitas penampungan air hujan karena saluran drainase yang berfungsi
kurang optimal dan juga lokasi perencanaan tapak memiliki topografi datar apabila
dibandingkan dengan kawasan disekitarnya yang cenderung lebih tinggi. Akibatnya terjadi
genangan ketika curah hujan tinggi hingga mencapai 30 cm, sedangkan ketika hujan sedang
genangan air mencapai 10 cm. Luas genangan tersebut meliputi RW III, RW XVI, RW XVIII,
RW XIX, RW XX, RW XXVI dan wilayah yang terkena dampak paling parah adalah RW XX.
Permasalahan lain yaitu berkaitan dengan persampahan, belum adanya pengolahan
sampah terpadu dimana sampah dipisahkan antara sampah organik dan anorganik, serta
tidak terdapatnya bak sampah komunal pada setiap kompleks perumahan. Oleh karena itu,
2|Page
perlu dilakukan perencanaan dalam pengembangan kawasan hunian terkait dengan segala
aspek yang ada di dalamnya. Permasalahan lingkungan tersebut dapat diselesaikan dengan
konsep
perencanaan
mengutamakan
lingkungan
serta
Gambar 1.1
Pohon Permasalahan Wilayah Perencanaan Tapak
1.3
1.3.1 Tujuan
Tujuan pembuatan buku rencana ini adalah untuk mendesain kawasan perumahan
skala besar di Kelurahan Meteseh dengan konsep eco-friendly.
1.3.1 Sasaran
Sasaran yang dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan tersebut, sebagai berikut :
1.
2.
3.
Merencanakan konsep yang sesuai dengan potensi dan permasalahan yang ada.
4.
5.
6.
1.4
Ruang Lingkup
Ruang lingkup terbagi menjadi dua yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup
materi.
Selatan
: Kecamatan Jabungan
Timur
: Kelurahan Rowosari
Barat
4|Page
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.2 Peta Administrasi Kelurahan
Meteseh halaman 6.
B. Wilayah Studi Mikro
Justifikasi dalam pemilihan lokasi tapak didasarkan pada beberapa indikator aspek
fisik lingkungan seperti topografi, litologi tanah (jenis tanah), bahaya geologi, dan daya
dukung lahan. Luas wilayah dari perencanaan tapak adalah 118 Ha. Wilayah
perencanaan tapak memiliki topografi beragam dengan dominasi kelerengan 02% yang
artinya kelerengannya datar. Kawasan ini difungsikan sebagai kawasan budidaya yang
cocok untuk dijadikan lahan terbangun. Penggunaan lahan untuk lahan terbangun
didukung dengan tidak adanya bahaya geologi pada wilayah perencanaan tapak, selain
itu jenis tanah yang ada adalah Mediteran Coklat Tua yang memiliki tingkat produktivitas
sedang sampai tinggi dan memiliki tingkat kepekaan terhadapat erosi yang rendah. Pada
site eksisiting, berdasarkan pada peta penggunaan lahan wilayah perencanaan tapak,
penggunaan lahan terbagi menjadi 4 tata guna lahan diantaranya industri (1,0343 Ha),
permukiman (36,0040 Ha), sawah (26,4526 Ha), dan tegalan (54,5091 Ha).
Deliniasi wilayah merupakan suatu proses pembatasan wilayah yang akan
direncanakan. Batas wilayah ini dideliniasi dengan cara mengikuti batas-batas alam,
dimana dalam konteks ini sungai dijadikan sebagai batas alam dari wilayah perencanaan
tapak. Selain itu, deliniasi dilakukan dengan mengikuti batas-batas jaringan/utilitas sepeti
jalan. Lokasi perencanaan tapak terdapat di Kelurahan Meteseh yang cakupan
wilayahnya hanya sebagian dari Kelurahan Meteseh tepatnya di RW III (Desa
Kedongwinong), RW IV (Desa Teseh), RW V (Desa Sumberejo), RW XVI (Perum Bukit
Kencana Jaya), RW XVII (Perum Puri Dinar Mas), RW XVIII (Perum Puri Dinar Mas), RW
XIX (Perum Puri Dinar Mas), RW XX (Perum Puri Dinar Elok), RW XXI (Perum Puri Dinar
Elok), RW XXII (Perum Puri Dinar Elok), RW XXV (Puri Dinar Asri), dan RW XXVI. Luas
dari lokasi yang diambil +118 Ha. Berikut batas-batas administrasi dari lokasi
perencanaan tapak :
Utara
Selatan
Timur
: Kelurahan Rowosari
Barat
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.3 Peta Deliniasi Wilayah
Perencanaan Tapak halaman 6 dan Gambar 1.4 Peta Administrasi Wilayah
Perencanaan Tapak halaman 7.
6|Page
7|Page
8|Page
9|Page
1.5
Kerangka Pikir
Kerangka pemikiran dalam penulisan buku rencana ini adalah sebagai berikut:
Deliniasi Lokasi :
1. Batas-batas alam seperti sungai
Meteseh
2. Jaringan/utilitas jalan
Potensi:
- Tidak terdapat bahaya geologi
- Aksesibilitas
- Kepadatan penduduk rendah (54,7 jiwa/Ha)
Permasalahan:
- Lokasi penempatan TPS kurang tepat
- Genangan pada curah hujan tinggi
- Lokasi cenderung gersang
Analisis Tapak
Analisis Penyediaan
Infrastruktur
Zoning Kawasan
10 | P a g e
1.6
Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan laporan buku rencana ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang
lingkup, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan
BAB II KAJIAN LITERATUR
Bab ini berisi tentang kajian literatur dari tema perencanaan tapak dan literatur
konsep dalam pengembangan permukiman di wilayah perencanaan tapak.
BAB III KONSEP PERENCANAAN TAPAK
Bab ini berisikan mengenai justifikasi penentuan konsep, benchmarking/best practice
penerapan konsep, serta penerapan konsep perancangan pada lokasi perencanaan
tapak.
BAB IV ANALISIS PERENCANAAN KAWASAN
Bab ini terdiri dari analisis aktivitas dan kebutuhan ruang, analisis tapak (analisis
konstelasi wilayah, analisis lingkungan, analisis topografi, analisis aksesibilitas,
analisis kebisingan, analisis drainase, analisis vegetasi, analisis view, analisis arah
angin dan lintasan matahari, serta zoning kawasan perancangan tapak), analisis
penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada perencanaan
tapak), dan site plan kawasan.
BAB V DETAIL DESAIN ZONA KAWASAN
Bab ini membahas tentang analisis aktivitas tiap zona perencanaan tapak, analisis
kebutuhan ruang zona, site plan zona lokasi perencanaan tapak dengan skala 1 :
2000, serta analisis kelebihan dan kekurangan desain zona.
11 | P a g e
BAB II
KAJIAN LITERATUR
Dalam pengembangan kawasan permukiman, pemenuhan kebutuhan masyarakat
merupakan hal yang paling diutamakan. Perancangan sebuah kawasan permukiman sudah
selayaknya memperhatikan pemenuhan kebutuhan pemukim baik yang berupa kebutuhan
fisik maupun non-fisik. Sejalan dengan pemenuhan kebutuhan tersebut, keberlanjutan dari
suatu kawasan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan perancangan.
Menurut Farr (2007), sebuah perkotaan yang sustainable memiliki lima atribut yaitu Definisi
(definition), Kekompakan (compactness), Kelengkapan (completeness), Keterhubungan
(connectedness) dan Biophilia. Lima kriteria tersebut dapat dijawab melalui konsep
neighborhood unit (definition, compactness, completeness dan connectedness) serta
konsep permukiman eco-friendly (definition, Biophilia).
2.1
Neighborhood Unit
Konsep Neighborhood Unit pertama kali diperkenalkan oleh Clarence A. Perry pada
tahun 1926 dalam laporan yang diterbitkan oleh Komite Perencanaan Wilayah New York
(Committee on the Regional Plan of New York) dan Its Environs pada tahun 1929. Teori
tersebut pada awalnya merupakan pengembangan dari ide untuk meratakan distribusi
taman bermain sebagai respon dari meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi yang
menyebabkan tingkat korban kecelakaan lalu lintas menjadi lebih dari satu anak per hari.
Clarence Perry mengajukan konsep lingkungan sebagai sebuah pulau tersendiri ditengah
kepadatan lalu-lintas kendaraan yang menghindarkan anak-anak (maupun orang dewasa)
dari bahaya lalu-lintas ketika menuju taman bermain maupun fasilitas terdekat. Sehingga
lingkungan yang ideal adalah lingkungan merangkum fasilitas dan kondisi yang diperlukan
oleh keluarga atau penghuninya bagi kenikmatan dan kewajaran hidup disekitar rumah
mereka. Beberapa prinsip dalam merencanakan sebuah neighborhood (Rohe dan Gates,
1985):
1.
2.
3.
Open Space (Ruang Terbuka), harus tersedia ruang terbuka yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat yang bermukim pada lingkungan tersebut.
12 | P a g e
Shops
(Pertokoan
Setempat),
penempatannya
diletakkan
di
sekitar
dasarnya adalah:
1.
Arteri utama dan rute lalu lintas tidak melewati lingkungan perumahan. Sebaliknya,
jalan-jalan ini harus menjadi batas-batas lingkungan.
2.
Pola jalan interior harus dirancang dan dibangun melalui penggunaan cul-de-sac,
tata letak melengkung dan light duty surfacing sehingga dapat mendukung
keamanan, ketenangan, gerakan lalu lintas volume rendah dan pelestarian suasana
perumahan.
3.
4.
Titik fokus lingkungan harus sekolah dasar yang terletak di pusat pada zona kegiatan
umum atau ruang hijau, bersama dengan lembaga lain yang melayani daerah di
dalam batas-batas lingkungan.
5.
Jari-jari lingkungan harus maksimal seperempat mil ( 0,4 km), sehingga tidak
menyebabkan perjalanan lebih dari jarak tersebut untuk anak sekolah dasar.
6.
WIlayah
perbelanjaan
harus
diletakkan
di
tepi
lingkungan,
sebaiknya
di
13 | P a g e
Eco-City Consept
Pada dasarnya konsep eco-friendly merupakan konsep yang sama dengan
pemanfaatan
lahan
sesuai
dengan
potensinya
serta
14 | P a g e
3.
yang
memperhatikan
carrying
capacity
dari
lahan
dengan
Menciptakan compact-city
Mencegah urban sprawl dengan menciptakan lingkungan yang compact dengan
penciptaan lingkungan yang ramah pejalan kaki dengan konektivitas yang baik.
5.
teknologi
untuk
mengoptimalkan
kinerja
energy
dengan
7.
8.
Pemberdayaan masyarakat
9.
15 | P a g e
2.3
Eco-Friendly Concept
Eco-Friendly merupakan istilah yang mengacu pada barang dan jasa, hukum,
b.
c.
Memperbaiki,
melengkapi
dan
mendukung
proses
yang
mempertahankan
kehidupan.
Dari ketiga prinsip tersebut dapat dilihat bahwa konsep eco-friendly menitikberatkan
keseimbangan antara kebutuhan manusia dan lingkungan sekitarnya untuk kehidupan. Hal
tersebut diupayakan melalui:
a.
menggunakan bahan-bahan lokal, dan energi lokal, udara dan air mengalir (sinar
matahari, angin dan hujan) secara optimal.
b.
c.
d.
e.
2.4
sebab itu komunitas harus aktif berpartisipasi dalam perencanaan permukiman dan
pemeliharaannya (Safitri, 2014). Penciptaan kawasan permukiman dengan konsep CloseKnit Community Neighborhood dimaksudkan untuk mewujudkan lingkungan livable dan
favorable. Untuk mencapai tujuan tersebut, permukiman dirancang sedemikian rupa untuk
menciptakan sense of community dalam masyarakat. Menurut McMillan dan Chavis (1986),
empat element yang membentuk sense of community adalah:
1.
Keanggotaan (membership)
16 | P a g e
Perasaan menjadi anggota dan bagian dalam komunitas dipengaruhi oleh lima
atribut, yaitu:
2.
Batas (Boundaries)
Pengaruh (influence)
Anggota komunitas harus merasa memiliki pengaruh dalam suatu lingkungan dan
begitu pula sebaliknya, tiap individu harus merasakan pengaruh dari komunitasnya.
hal tersebut merupakan elemen penting dalam kohesi komunitas. Berdasarkan
penelitian, didapati bahwa masyarakat pedesaan dan perkotaan telah menemukan
bahwa rasa komunitas merupakan faktor utama dalam pembangunan (Chigbu,
2013).
3.
4.
2.5
adalah konsep pembangunan lingkungan perumahan dalam skala luas/besar yang mampu
menyediakan unsur-unsur perkotaan secara lengkap dan utuh dengan tujuan utama untuk
mengurangi konsentrasi kegiatan di pusat kota (Sujarto, 1997:17). Sehingga diharapkan
kawasan permukiman baru dalam jangka panjang akan menjadi kawsan mandiri yang tidak
menjadi beban tambahan bagi pusat kota terutama dalam hal penyediaan sarana dan
prasarana perkotaan (Setyawan, 2002). Perwujudan kota baru saat ini sebagian besar
merupakan permukiman berskala besar yang merupakan respon dari pihak swasta dalam
memenuhi demand hunian atau tempat tinggal, yang dilengkapi dengan berbagai sarana
dan prasarana penunjangnya (Agustina I. H., Tanpa Angka Tahun).
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempal tinggal atau lingkungan
17 | P a g e
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Adapun prasana
lingkungan ialah kelengkapan dasar fisik lingkungan dan sarana lingkungan adalah fasililas
penunjang. Pemerintah sendiri mendorong membangun permukiman skala besar, hal ini
dijelaskan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 pasal 18 yang berbunyi, pemenuhan
kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala
besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
Tujuan pengembangan kawasan permukiman skala besar ini adalah:
a.
b.
prasarana seperti jalan dan jaringan utilitas utama. Selama ini pengembangan dengan pola
tradisional membangun dalam bentuk perumahan skala kecil dan terpencar-pencar,
sehingga tidak dapat memenuhi penyediaan fasilitas permukiman yang lengkap dan
prasarana terpadu yang memadai. (Kwanda, 1999).
Permukiman skala besar yang biasa disebut kota baru tersebut selain sebagai upaya
mencari lokasi permukiman baru dengan harga lahan yang relatif lebih murah, juga
merupakan langkah untuk menghidupkan daerah pinggir kota. Dengan pengembangan
permukiman-permukiman baru tersebut diharapkan laju urbanisasi dapat dikurangi. Selain
dapat mengurangi beban pelayanan kota induk, permukiman skala besar sekaligus dapat
menjadi pusat kegiatan baru dengan adanya dukungan kegiatan-kegiatan ekonomi. (Savitri,
2002).
Pembangunan perumahan pada awal tahun 1990-an berkaitan erat dengan
pembangunan jalan tol. Sarana ini dipandang tepat untuk dianggap sebagai bagian dari
fasilitas perumahan karena memudahkan penghuni untuk beraktivitas sehari-hari (Lasman,
Kartini Diah, Tanpa Angka Tahun). Konsep perumahan disepanjang jalur tol adalah suatu
konsep pembangunan properti dimana pengembang meletakkan perumahan dilokasi yang
berada dekat dengan jalan tol. Menurut Departemen Penataan Ruang dalam Pedoman
Konstruksi dan Bangunan berkaitan dengan pemanfaatan lahan disekitar jalan tol
disebutkan bahwa apabila pembukaan jalan penghubung masih diperlukan maka jarak yang
diperbolehkan 5 km dari jalan penghubung sebelum dan sesudahnya dan jarak antar jalan
18 | P a g e
penghubung baru dengan jalan penghubung sebelum dan sesudahnya minimal 2 km. Dari
hal tersebut, dapat diperkirakan bahwa pembangunan perumahan minimal berjarak 2 km
dari jalan tol.
Konsep pembangunan perumahan skala besar akan dibangun di Kelurahan
Meteseh, yang memiliki jarak 5 6 km dari jalan tol. Konsep yang digunakan adalah ecofriendly, dimana konsep ini merupakan konsep turunan dari eco-city yang secara umum
mempertimbangkan
keberlangsungan
lingkungan
melalui
penghematan
energi,
pemanfaatan sumber daya alam secara optimal (efisiensi sumber daya) dan memperhatikan
kesesuaian iklim dalam pembuatan desain bangunan.
2.6
yang asri, aman, nyaman, berkualitas dan ramah lingkungan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, konsep Eco-Friendly merupakan hunian modern yang merupakan aplikasi
dari konsep sustainable green city. Dalam penerapanya, tidak secara keseluruhan konsep
Green Eco-Friendly diterapkan ke dalam lokasi perencanaan tapak, yang disesuaikan
dengan kondisi eksisting lokasi perencanaan tapak sehingga perencanaan yang dibuat bisa
diterapkan sesuai dengan apa yang direncanakan. Selain Green Eco-Friendly juga terdapat
culture city yang mana dalam perencanaannya akan dibuat dengan mengangkat konsep
kebudayaan dan open space yang terkesan indah dan terasa alami.
Best practice dari Urban Garden Residence adalah BSB City yang berada di
Kecamatan Mijen, Semarang, Jawa Tengah. BSB City memiliki kawasan seluas sekitar 1000
Ha. BSB City merupakan kawasan permukiman berskala kota yang menawarkan
kenyamanan tinggal dalam area perbukitan dengan ketinggian 200 meter di atas permukaan
laut. Konsep yang diambil BSB City adalah konsep penataan lingkungan dengan banyaknya
area hijau, taman-taman lingkungan depan rumah serta taman bermain, membuat udara
lebih segar dan sejuk. Ada beberapa konsep yang diterapkan pada kawasan permukiman
BSB City, antara lain:
A.
A Place to Live
BSB City dikembangkan di kawasan perbukitan Kota Semarang dan merupakan
A Place to Work
BSB City merupakan New Town in Town yang dikembangkan sebagai pusat
19 | P a g e
Di dukung pengelolaan air bersih yang baik. Sumber air bersih di BSB sudah mampu
mendukung penggunaan sehari-hari untuk kebutuhan rumah tangga, ruko dan
kawasan industri.
b.
Tanah di BSB yang merupakan jenis tanah yang siap untuk penanaman berbagai
jenis tanaman, sangat cocok digunakan untuk kebun bibit (Nursery). Selain untuk
memenuhi kebutuhan lansekap, pembibitan ini juga bertujuan untuk melestarikan
tanaman dan menciptakan kebun dan taman yang indah di BSB.
c.
Security: untuk menjaga dan meningkatkan keamanan di seluruh kawasan yang ada
di BSB City, developer membuat pusat keamanan di satu titik dengan jumlah personil
kemanan yang mampu menjangkau seluruh kawasan.
d. Education: Pendidikan adalah penting, untuk itu BSB City telah menyediakan fasilitas
pendidikan berupa sekolah terkemuka di Indonesia yaitu sekolah Al-Azhar dan
sekolah Marsudirini yang berada di tengah lokasi strategis BSB City.
e. General and Social: Adanya BSB Information Centre, gereja, masjid, plaza taman
niaga, SPBU, dan ruko.
f.
Sport and relax: Club House, fasilitas danau BSB, gerbang masuk danau BSB, dan
Jogging track.
20 | P a g e
Sumber: Mikroland.net
Taman Hutan (Wilayah RTH). Taman hutan adalah eksisting cluster daerah hijau
kawasan yang akan dipertahankan sebagai kepulauan hijau selanjutnya akan
dimasukkan ke dalam unit-unit hunian majemuk sehingga seolah menjadi satu
kesatuan hunian dalam taman hutan.
b.
Sungai. Sungai merupakan ruang perairan yang menjadi daya tarik lingkungan
permukiman. Potensi alam ini akan dimanfaatkan sebagai daerah konservasi alam
(aliran sungai, lagoon buatan, bantaran bebatuan kali yang besar-besar, pepohonan
eksisting) dan rekreatif (restaurant, pemancingan, olahraga, istirahat, dan dudukduduk).
c.
yang
menghadirkan lingkungan hunian beragam yaitu hunian tipe besar, tipe sedang, dan
tipe kecil. Kawasan hunian BSB dirancang secara profesional untuk meningkatkan
21 | P a g e
Rumah Kecil : Kawasan rumah kecil atau sederhana dengan luas tanah antara 60 120 m2 (bangunan tipe 21 - 45 m2). Dibangun di tepi jalan raya Jrakah Boja yang
terjangkau oleh sarana transportasi massal. Karena kepadatan yang cukup tinggi,
sehingga kawasan ini dilengkapi dengan tamantaman lingkungan.
Rumah Sedang : Kawasan rumah sedang ini didesain dengan kualitas lingkungan
lebih tinggi. Desain bangunannya terdiri dari berbagai tipe dan luas kavling yang
dirancang dengan beraneka ragam tema dan nuansa serta dibuat hampir costumized
dengan pilihan tampak serta bentuk yang menarik, sehingga keinginan konsumen
yang beragam dapat terpenuhi. Lingkungan yang tercipta terkesan tidak monoton
karena didesain dengan sistem cluster tertutup dengan tamantaman yang membuat
aman dan nyaman bagi penghuni. Dengan luas bangunan antara 37 - 250 m2 dan
luas tanah antara 90 500 m2. Jaringan utilitas seluruhnya underground (telpon,
listrik, air) serta saluran tertutup.
Rumah Besar: Kawasan rumah besar berlokasi di area utama di sekeliling rencana
Lapangan Golf, di pulaupulau lapangan golf (Golf Island) dan di pulau danau (Lake
Island). Kawasan ini direncanakan mulai dari tipe 180 m2 dalam kavling dari 450
1400 m2 dengan desain sesuai dengan kebutuhan konsumen dan dibatasi oleh
peraturan lingkungan yang dibuat oleh pengembang. Rumah besar ini didesain
dengan kondisi lingkungan yang asri dengan tamantaman cluster yang besar dan
beberapa memiliki pemandangan yang indah ke arah lapangan golf, danau, dan
pegunungan. Kawasan rumah besar yang telah dibangun adalah kawasan Puri Arga
Golf.
22 | P a g e
arsitektur modern yang kontemporer digabung dengan nuansa bangunan kota lama
Semarang yang akan membuat citra image CBD BSB.
C. Kawasan Rekreasi dan Olah Raga: Kawasan ini direncanakan sebagai pusat olah
raga dan rekreasi di BSB City yang merupakan fasilitas berkualitas. Pusat olah raga
(sport center) BSB City akan dilengkapi dengan lapangan golf, lapangan tenis, kolam
renang, club house dan lain-lain. Untuk fasilitas lapangan golf, akan dibangun
padang golf 18 holes dengan standar internasional dan dilengkapi club house yang
dinamakan BSB Golf dan country club. Pusat rekreasi BSB City dilengkapi dengan
danau buatan, kolam pancing, dan restoran yang didukung dengan berbagai
permainan dan hiburan menarik yang menghadirkan suasana santai bagi keluarga
sehingga membuat kawasan ini menjadi daerah tujuan wisata utama bagi
masyarakat Semarang dan sekitarnya.
D. Kawasan Industri Bersih: Kawasan industri BSB merupakan kawasan industri yang
bersahabat dengan lingkungan dan dirancang untuk dapat menampung kegiatan
industri ringan, bersih, dan berteknologi sesuai standar dari Departemen
Perindustrian. Kawasan ini dilengkapi dengan fasilitas dan sarana pendukung
kegiatan industri seperti, Techno Plaza (Pusat Informasi/Pelayanan Industri dan
Perdagangan), Techno College, Pusat Penelitian dan Pengembangan. Kawasan
industri akan dikembangkan dengan konsep sebagai Industrial Park. Konsep
industri sebagai pusat pergudangan, perkantoran, dan industri dengan fasilitas
taman sebagai fungsi area hijau. Selain itu dalam kawasan industri ini diberikan
sarana rekreasi dan olah raga bagi para pekerja/buruh industri untuk dapat
dimanfaatkan sebagai sarana melepas lelah.
E.
23 | P a g e
BAB III
KONSEP PERENCANAAN TAPAK
3.1
2.
Letak TPS dekat dengan permukiman dan pompa PDAM (sumber air).
3.
2.
Menempatkan TPS pada jarak minimal 100 m dari sumber air di permukiman.
2.
penyerapan lingkungan. Penyerapan atau porositas dari tanah tergantung pada jenis tanah,
perlapisan tapak dan vegetasinya. Jenis tanah, vegetasi dan proporsi penggunaan lahan
merupakan bagian dari kondisi ekologis setempat, sehingga untuk menyelesaikan masalah
tersebut diperlukan perhatian pada keselarasan ekologi yang diwujudkan melalui konsep
eco-friendly. Perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah genangan tersebut
adalah:
1.
2.
menyelesaikan isu-isu tersebut diperlukan tema yang selaras dengan lingkungan ekologis
tapak. Hal tersebut menjadi pertimbangan dipilihnya Eco-friendly Concept sebagai tema
permukiman tapak.
3.2
Green Housing
Salah satu poin yang terdapat pada konsep permukiman sustainable development
adalah ruang terbuka hijau (RTH) seluas 30% dari luas kota dengan ketentuan RTH
Publik sebesar 20% dan RTH private sebesar 10% (Perda No 14 Tahun 2011).
b.
kawasan, dalam perencanaan tapak ini akan dibangun danau/waduk untuk menjadi good
view. Berdasarkan literatur (best practice) yang didapatkan bahwa pembangunan
danau/waduk 50.000 m2.
c.
hunian, wilayah, ataupun kota, ruang terbuka hijau harus dimiliki dengan total proporsi
yang sesuai dengan standar yang berlaku yaitu, 30% dari suatu kawasan. Salah satu
ruang terbuka hijau yang tersedia pada perencanaa tapak ini adalah taman bermain yang
total luas lahannya 123.000 m2. Ruang terbuka hijau yang akan direncanakan pada lokasi
perencanaan tapak diantaranya taman dalam lingkup RT/RW.
25 | P a g e
d.
Sekolah Alam
Sebagai rencana pendukung konsep Eco-Friendly Concept, maka pada lokasi
perencanaan akan dibangun sekolah alam yang berfungsi sebagai sarana pendidikan
yang berbasis pada alam lingkungan sekitar sebagai objek belajar. Rancangan
bangunannya adalah bangunan hemat biaya dan dapat berfungsi dengan tepat, dengan
eksplorasi material lokal dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal.
e.
RTH
Ruang terbuka hijau berupa sabuk hijau yang berfungsi untuk membatasi aktivitas
satu dengan aktivitas lainnya, tujuannya supaya tidak saling mengganggu. Sabuk hijau
berbentuk RTH yang memanjang mengikuti batas-batas are atau pengggunaan lahan
tertentu. Selain itu, RTH untuk pejalan kaki yang disediakan bagi pejalan kaki pada kirikanan jalan atau di dalam taman.
26 | P a g e
BAB IV
ANALISIS AKTIVITAS DAN KEBUTUHAN RUANG
4.1
terdapat pada suatu kawasan. Setiap kawasan memiliki karakteristik tersendiri yang
membedakan wilayah tersebut dengan wilayah lainnya. Karakteristik suatu kawasan dapat
diketahui dengan mengamati berbagai aktivitas yang ada di dalamnya. Tujuan dari analisis
karakteristik aktivitas dan pengguna adalah untuk mengetahui kebutuhan ruang sehingga
dapat melingkupi setiap aktivitas tersebut.
Lokasi perencanaan tapak yang berada pada Kelurahan Meteseh memiliki luas 118
Ha. Konsep perencanaan tapak yang digunakan adalah eco-friendly sebagai wujud
kepedulian terhadap keberlangsungan serta kelestarian lingkungan hidup sekaligus bagian
dari penerapan konsep green city. Agar lokasi perencanaan tapak dapat berfungsi maksimal
maka luas lokasi tersebut dibagi menjadi tiga fungsi kawasan yang dapat menujang aktivitas
pengguna. Ketiga fungsi kawasan yang dimaksud adalah fungsi utama yaitu sebagai
permukiman, fungsi penunjang yaitu beberapa aktivitas yang menunjang fungsi utama, serta
fungsi pelayanan untuk melayani kebutuhan pengguna.
4.1.1 Aktivitas Utama
Fungsi kawasan utama adalah aktivitas inti yang terdapat dalam kawasan.
Berdasarkan kondisi eksisting, fungsi utama kawasan tersebut sebagai hunian karena
kawasan tersebut termasuk dalam kawasan permukiman.
4.1.2 Aktivitas Penunjang
Fungsi kawasan penunjang adalah aktivitas yang dikembangkan untuk menunjang
aktivitas utama. Berikut adalah aktivitas penunjang kawasan permukiman:
a.
b.
Kesehatan;
c.
Pendidikan;
d.
Peribadatan; dan
e.
Pelayanan Umum;
b.
Persampahan
27 | P a g e
c.
d.
Keamanan.
Tabel IV.1
Karakteristik Aktivitas dan Pengguna
Kelompok
Aktivitas
Aktivitas
Kegiatan
Jenis Ruang
Karakteristik
Ruang
Rumah Besar
Utama
Permukiman
Hunian
Rumah Sedang
Pengguna
Private
Publik
Private
Publik
Rumah Kecil
Toko/Warung
Perdagangan dan
Jasa
Pertokoan
Minimarket
Pujasera dan Kafe
Posyandu
Kesehatan
Pelayanan Kesehatan
Balai Pengobatan
Praktik Dokter
Apotik
Penunjang
Pendidikan
Peribadatan
Kegiatan Bermain
TK
Kegiatan Belajar
Mengajar Tingkat SD
SD
Kegiatan Belajar
Mengajar Tingkat SMP
SMP
Kegiatan Membaca
Taman Bacaan
Kegiatan Peribadatan
Musholla
Masjid
Publik
Semi Publik
28 | P a g e
Kelompok
Aktivitas
Aktivitas
Kegiatan
Jenis Ruang
Karakteristik
Ruang
Berolahraga, bermain,
dan bersantai
Private
Bicycle Lane
Taman Wana Wisata
Publik
Gedung Olahraga
Pelayanan Umum
Kegiatan Pelayanan
Publik
Parkir Komunal
Private
Balai Pertemuan
Warga
Private
Gedung serbaguna
Publik
Pos Satpam
Private
IPAL
Private
TPS
Publik
Private
Pelayanan
Air Bersih
Pelayanan
Pengolahan Air Bersih
Persampahan
Pelayanan
Pembuangan Sampah
Pengguna
Penduduk di Meteseh EcoFriendly Residential
Penduduk di Meteseh EcoFriendly Residential
Penduduk di Meteseh EcoFriendly Residential
Penduduk dalam kawasan dan
luar kawasan Kelurahan
Meteseh
Penduduk dalam kawasan dan
luar kawasan Kelurahan
Meteseh
Penduduk di Meteseh EcoFriendly Residential
Penduduk di Meteseh EcoFriendly Residential
Penduduk dalam kawasan dan
luar kawasan Kelurahan
Meteseh
Petugas Keamanan dari
Meteseh Eco-Friendly
Residential
Penduduk di Meteseh EcoFriendly Residential
Penduduk Kelurahan Meteseh
Penduduk di Meteseh EcoFriendly Residential
29 | P a g e
4.2
carrying capacity (kapasitas maksimum dalam mewadahi atau menampung manusia. Berikut adalah perhitungan jumlah pengguna dengan carrying
capacity pada lokasi perencanaan tapak.
Asumsi
1 jiwa = 10
: 1 KK = 5 jiwa
Luas 118
Ha
Luas Lahan Non Terbangun 30%
(30/100)X 118 = 35,4349 Ha
(354.349
)
Sirkulasi 30%
(30/100) X 57,7933 = 24,7695 Ha
(247.695
)
Carrying Capacity
577.956
: 10
= 57.796 jiwa
(11.559 KK)
Dari carrying capacity sebesar 57.793 jiwa, pada lokasi perencanaan tapak penduduk yang direncanakan hanya sebesar 11.136 jiwa dengan
penduduk eksisiting adalah 6.364 jiwa, sehingga ketika ditambahkan jumlah penduduk total perencanaan tapak adalah 17.500 jiwa. Penambahan
jumlah penduduk ditujukan untuk mengantisipasi peningkatan signifikan pertumbuhan penduduk pada masa mendatang, karena pertumbuhan jumlah
penduduk mengakibatkan pada peningkatan kebutuhan hunian. Selain itu, pada wilayah perencanaan tapak akan direncanakan jumlah hunian
sebayak 3.500 kavling dengan tiap kavling rumah dihuni oleh 5 orang. Sehingga jumlah penduduk yang seharusnya mendiami kawasan permukiman
tersebut sejumlah 17.500 jiwa. Penambahan jumlah kavling ini ditujukan untuk pengoptimalan pemanfaatan tanah dan nilai ekonomi dari tanah
30 | P a g e
(produktivitas tanah) dari tanah mentah menjadi tanah yang dapat dibangun (kavling siap
bangun). Berikut ini adalah perhitungan penduduk yang didasarkan pada hunian berimbang:
Rumah Besar
Rumah Sedang
Rumah Kecil
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, jumlah penduduk yang menghuni cluster rumah
besar adalah 1.750 jiwa, rumah sedang adalah 5.250 jiwa, dan rumah kecil adalah 10.500
jiwa. Perhitungan tersebut didasarkan pada perbandingan antara rumah besar : rumah
sedang : rumah kecil = 1 : 3 : 6.
Berdasarkan Tabel IV.1 justifikasi pengguna untuk rumah besar, sedang, dan kecil
didasarkan pada kelas ekonomi yaitu rumah besar ditujukan untuk penduduk dengan
pendapatan tinggi, rumah sedang untuk penduduk berpendapatan sedang, dan rumah kecil
untuk penduduk berpendapatan rendah. Berdasarkan penggolongannya, BPS membedakan
pendapatan penduduk menjadi 4 golongan yaitu:
Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-rata di atas Rp
3.500.000,- per bulan
Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp
2.500.000,- s/d Rp 3.500.000,- per bulan
Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp
1.500.000,- s/d Rp 2.500.000,- per bulan
Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata berada di bawah
Rp 1.500.000,- per bulan
Berdasarkan pada Tabel IV.1 karakteristik aktivitas dan pengguna di atas, justifikasi
dalam penentuan kelompok umur pada tingkat pendidikan didasarkan oleh peraturan Sistem
Pendidikan di Indonesia menurut UU No 20 Tahun 2003. Pada UU tersebut dijelaskan
bahwa usia untuk tingkat TK adalah 0 6 tahun, SD adalah 7 12 tahun, SMP/sederajat
adalah 13 15 tahun, SMA/sederajat adalah 16 18 tahun, PT sarjana/diploma adalah 19
22 tahun, dan PT pascasarjana adalah > 22 tahun. Sedangkan justifikasi untuk pengguna
dari fasilitas kesehatan berupa posyandu didasarkan pada data dari departemen kesehatan
bahwa usia balita sebagai pengguna posyandu berumur mulai dari 12 bulan hingga 35
bulan. Sehingga diasumsikan bahwa usia untuk pengguna posyandu mulai dari 0 3 tahun.
Dalam perhitungan jumlah penduduk pada tingkatan sekolah dan jumlah penduduk
pengguna fasilitas posyandu didasarkan pada teknik proyeksi pendidikan dari Departemen
Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan.
Perhitungannya didasarkan pada tabel bilangan pengali sprague berdasarkan usia yang
akan dihitung. Metode Sprague Multiplier adalah bilangan pengali sprague yang disusun
menurut cara tertentu untuk menghitung usia penduduk tahunan atau untuk memecahkan
31 | P a g e
penduduk usia lima tahunan menjadi usia tahunan (Departemen Pendidikan Nasional Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan). Berikut adalah tabel sprague:
Usia
0-4
tahun
5-9
tahun
Tabel IV.2
Pengali Sprague
10 - 14
15 - 19
tahun
tahun
20 - 24
tahun
25 - 29
tahun
0 tahun
0,3616
-0,2768
0,1488
-0,0336
1 tahun
0,2640
-0,0960
0,0400
-0,0080
2 tahun
0,1840
0,0400
-0,0320
0,0080
3 tahun
0,1200
0,1360
-0,0720
0,0160
4 tahun
0,0704
0,1968
-0,0848
0,0176
5 tahun
0,0336
0,2272
-0,0752
0,0144
6 tahun
0,0080
0,2320
-0,0480
0,0080
7 tahun
-0,0800
0,2160
-0,0080
0,0000
8 tahun
-0,0160
0,1840
0,0400
-0,0080
9 tahun
-0,0176
0,1408
0,0912
-0,0144
10 tahun
-0,0128
0,0848
0,1504
-0,0240
0,0016
11 tahun
-0,0016
0,0144
0,2224
-0,0416
0,0064
12 tahun
0,0064
-0,0336
0,2544
-0,0336
0,0064
13 tahun
0,0064
-0,0416
0,2224
0,0144
-0,0016
14 tahun
0,0016
-0,0240
0,1504
0,0848
-0,0128
15 tahun
-0,0128
0,0848
0,1504
-0,0240
0,0016
16 tahun
-0,0016
0,0144
0,2224
-0,0416
0,0064
17 tahun
0,0064
-0,0336
0,2544
-0,0336
0,0064
18 tahun
0,0064
-0,0416
0,2224
0,0144
-0,0016
19 tahun
0,0016
-0,0240
0,1504
0,0848
-0,0128
Sumber: Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan,
2007
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilakukan perhitungan usia tahunan dengan
menggunakan data dasar jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2013 di
Kelurahan Meteseh seperti dibawah ini:
a. Usia 0 4 tahun
: 2.397 jiwa
b. Usia 5 9 tahun
: 1.686 jiwa
= (0,0704x2.397)+(0,1968x1.686)+(-0,0848x1.250)+(0,0176x1.070)
= 413 jiwa
- Usia 5 tahun
= (0,0336x2.397)+(0,2272x1.686)+(-0,0752x1250)+(0,0144x1.070)
= 385 jiwa
- Usia 6 tahun
= (0,0080x2.397)+(0,2320x1.686)+(-0,0480x1.250)+(0,0080x1.070)
32 | P a g e
= 359 jiwa
- Usia 13 tahun
=(0,0064x2.397)+(-0,0416x1.686)+(0,2224x1.250)+(0,0144x1.070)+
(0,0016 x 1.195)
= 237 jiwa
- Usia 14 tahun
= (0,0016x2.397)+(-0,0240x1.686)+(0,1504x1.250)+0,0848x1.070)+
(-0,0128x1.195)
= 227 jiwa
- Usia 15 tahun
=(-0,0128x1.686)+(0,0848x1.250)+(0,1504x1.070)+(-0,0240x1.195)+
(0,0016 x 1.835)
= 220 jiwa
Sehingga, didapatkan jumlah penduduk pada usia TK, SD/sederajat, SMP/sederajat, dan
juga usia pengguna posyandu.
a. Usia TK (0 6 tahun)
b. Usia SD/sederajat
(7 12 tahun)
= usia (7 9 tahun)+(usia 10 12
= 942 + 786
= 1.728 jiwa
c. Usia SMP/sederajat
(13 15 tahun)
d. Usia Posyandu
(0 3 tahun)
Sedangkan justifikasi untuk pengguna parkir komunal rumah besar dan parkir komunal
rumah sedang didasarkan pada jumlah penghuni dari kawasan perumahan rumah besar dan
rumah sedang. Penghuni untuk kawasan perumahan rumah besar adalah 1.750 jiwa
sedangakan penghuni kawasan perumahan rumah sedang adalah 5.250 jiwa. Jumlah
tersebut didapatkan dari hasil perhitungan penduduk yang didasarkan pada hunian
berimbang.
4.3
aktivitas-aktivitas apa saja yang terdapat di suatu ruang, maka analisis ini adalah salah satu
alat untuk memenuhi fasilitas-fasilitas sebagai pendukung aktivitas yang terdapat di ruang
tersebut. Analisis ini didasarkan pada aturan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan yang merupakan acuan dalam
perencanaan, kebutuhan ruang, perancangan, serta pelaksanaan pembangunan perumahan
serta permukiman lingkungan perumahan dalam lingkup ruang kota.
33 | P a g e
Tabel IV.3
Analisis Kebutuhan Ruang
No
Kelompok
Aktivitas
Jenis Aktivitas
Jenis Ruang
Pengguna
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
(jiwa/m2)
Sumber
Jumlah
(unit)
Luas Lahan
2
(m )
Keterangan
1. RUANG TERBANGUN
a. Fungsi Utama
Rumah Besar
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
1.750
5/240
SNI 03-17332004
350
84.000
Rencana
Rumah
Sedang
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
5.250
5/130
SNI 03-17332004
1.050
136.500
Rencana
Hunian/Tempat
Tinggal
Rumah Kecil
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
10.500
5/90
SNI 03-17332004
2.100
189.000
Rencana
2.a
Kegiatan
Bermain
TK
Penduduk
kelompok umur
0-6 tahun
3.141
1.250/500
SNI 03-17332004
2.500
Perlu
penambahan
3 unit
2.b
Kegiatan Belajar
Tingkat SD
SD
Penduduk
kelompok umur
7-12 tahun
1.728
1.600/2.000
SNI 03-17332004
6.000
Sudah
memenuhi
Kegiatan Belajar
Tingkat SD
Sekolah Alam
Penduduk
kelompok umur
7-12 tahun
1.728
1.600/2.000
Best Practice
2.000
Rencana
Kegiatan Belajar
Tingkat SMP
SMP
Penduduk
kelompok umur
13-15 tahun
684
4.800/9.000
SNI 03-17332004
9.000
Perlu
penambahan
1 unit
Taman
Bacaan
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
17.500
2.500/1.000
SNI 03-17332004
7.000
Perlu
penambahan
7 unit
1.a
Hunian/Tempat
Tinggal
1.b
Hunian/Tempat
Tinggal
Perumahan
1.c
b. Fungsi Penunjang
Sarana
Pendidikan
2.c
2.d
Kegiatan
Membaca
34 | P a g e
No
Kelompok
Aktivitas
Jenis Aktivitas
Jenis Ruang
Pengguna
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
(jiwa/m2)
Sumber
Jumlah
(unit)
Luas Lahan
2
(m )
Keterangan
Meteseh
Mushola
Penduduk
Beragama Islam
17.500
250/100
SNI 03-17332004
800
Perlu
penambahan
5 unit
3.b
Masjid
Penduduk
Beragama Islam
17.500
2.500/600
SNI 03-17332004
3.000
Perlu
penambahan
3 unit
4.a
Posyandu
Penduduk
kelompok umur
0-3 tahun
1.984
1.250/60
SNI 03-17332004
480
Sudah
memenuhi
17.500
2.500/300
SNI 03-17332004
900
Perlu
penambahan
3 unit
17.500
5.000/300
SNI 03-17332005
900
Sudah
memenuhi
17.500
30.000/250
SNI 03-17332004
750
Sudah
memenuhi
17.500
250/100
SNI 03-17332004
500
Rencana
3.a
Sarana
Peribadatan
Kegiatan
Peribadatan
Balai
Pengobatan
4.b
Sarana
Kesehatan
Pelayanan
Kesehatan
4.c
Praktik Dokter
4.d
Apotik
5.a
Sarana
Perdagangan
Kegiatan Jual
Beli Kebutuhan
Sehari-hari
Toko/Warung
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
Penduduk
dalam
kawasan
dan/atau luar
kawasan
Kelurahan
Meteseh
35 | P a g e
No
Kelompok
Aktivitas
Jenis Aktivitas
Jenis Ruang
Minimarket
5.b
Pertokoan
5.c
Foodcourt/Puj
asera
6.a
Sarana
Olahraga
Olahraga
Gedung
Olahraga
Pengguna
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
(jiwa/m2)
Sumber
Jumlah
(unit)
Luas Lahan
2
(m )
Keterangan
17.500
6.000/3.000
SNI 03-17332004
6.000
Rencana
17.500
6.000/3.000
SNI 03-17332004
6.000
Sudah
memenuhi
17.500
10.000/20.000
Best Practice
80.000
Rencana
17.500
10.000/30.000
Best Practice
30.000
Rencana
17.500
2.500/300
SNI 03-17332004
900
Rencana
17.500
30.000/500
SNI 03-17332004
500
Rencana
c. Fungsi Pelayanan
Balai
Pertemuan
Warga
7.a
Pelayanan
Umum
7.c
Kegiatan
Pelayanan
Publik
Gedung
serbaguna
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
36 | P a g e
No
Kelompok
Aktivitas
Jenis Aktivitas
Jenis Ruang
Pengguna
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
(jiwa/m2)
Sumber
Jumlah
(unit)
Luas Lahan
2
(m )
Keterangan
7.d
parkir komunal
rumah besar
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
1.750
30.000/2000
SNI 03-17332004
4.000
Rencana
7.e
parkir komunal
rumah sedang
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
5.250
30.000/2000
SNI 03-17332004
4.000
Rencana
17.500
2.500/12
SNI 03-17332004
36
Rencana
Keamanan
Kegiatan
Keamanan
9.a
Persampahan
9.b
10
Air Bersih
Pelayanan
Pembuangan
Sampah
Pelayanan
Pengolahan Air
Bersih
Petugas
keamanan dari
Pos Satpam
Meteseh EcoFriendly
Residential
TPS
Penduduk
Kelurahan
Meteseh
17.500
20.000/1500
SNI 03-17332004
1.500
Rencana
Bak Sampah
Kecil
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
17.500
2.500/30
SNI 03-17332004
90
Rencana
IPAL
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
17.500
30.000/200
Best Practise
1.600
Rencana
577.956
247.695
825.651
1.a
Bersantai dan
bermain
Taman
Bermain unit
RT
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
17.500
250/250
SNI 03 1733
2004
38
9.500
Rencana
37 | P a g e
No
Kelompok
Aktivitas
Jenis Aktivitas
Jenis Ruang
Pengguna
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
Penduduk
dalam
kawasan dan
luar kawasan
Kelurahan
Meteseh
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
(jiwa/m2)
1.b
Bersantai dan
bermain
Taman
Bermain unit
RW
1.c
Kegiatan belajar
tentang alam
Taman Wana
Wisata
1.d
Berolahraga
Lapangan
Basket
1.e
Bersepeda
santai
Bicycle Lane
(Jalur khusus
sepeda)
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
17.500
50.000 m
1.f
Bersantai dan
Berolahraga
Danau dan
jogging track
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
17.500
50.000 m
1.g
Jalur pepohonan
sebagai
perindang &
penambah
estetika
Barrier
(Sempadan
Danau)
Penduduk di
dalam dan di
luas kawasan
17.500
Drainase
Lingkungan
Sebagai
resapan
Eco Drainage
(taman)
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
17.500
RTH
Sebagai
pembatas dan
penghalang
view buruk
Barrier dan
sempadan
sungai
Penduduk di
Meteseh EcoFriendly
Residential
17.500
Sumber
Keterangan
22
55.000
Rencana
Best Practice
25.000
Rencana
SNI 03 1733
2004
56.800
Rencana
Best Practice
50.000
Rencana
Best Practice
50.000
Rencana
Departemen
Kehutanan
28.750 m
Rencana
Best Practice
81
Rencana
Departemen
Kehutanan
36.250 m
Rencana
2.500/2.500
17.500
25.000 m
120.000/24.00
0
25 m
27 m
Luas Lahan
2
(m )
SNI 03 1733
2004
17.500
17.500
Jumlah
(unit)
25 m (panjang
sungai 1.450
m)
38 | P a g e
Kelompok
Aktivitas
No
Jenis Aktivitas
Jenis Ruang
Pengguna
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
17.500
Standar
(jiwa/m2)
Sumber
25 m (panjang
sungai
1.718,7m)
Departemen
Kehutanan
Jumlah
(unit)
Luas Lahan
2
(m )
1
42.968 m
Keterangan
Rencana
354.349
1.180.000
Berikut adalah Tabel III.4 yang menjelaskan tentang kebutuhan ruang baik terbangun dan non terbangun yang direncanakan
pada lokasi tapak.
Tabel IV.4
Analisis Kebutuhan Ruang
Fungsi Terbangun
a. Total Fungsi Terbangun
b. Sirkulasi (30%)
Total Kebutuhan Ruang Terbangun
Fungsi Non Terbangun
c. Total Kebutuhan Ruang Non Terbangun
Total Kebutuhan Ruang
Luas (Ha)
577.956
247.695
825.651
Luas (Ha)
354.349
1.180.000
4.4
Berdasarkan hubungan keeratan tersebut dapat ditentukan letak rencana kelompok aktivitas yang mana akan saling berdekatan
apabila hubungan antaranya erat. Berikut adalah Gambar analisis hubungan antar kelompok aktivitas pada lokasi perencanaan
tapak.
39 | P a g e
Berdasarkan analisis hubungan antar kelompok aktifitas di atas dapat disimpulkan bahwa
warna biru menunjukkan hubungan yang erat, artinya terdapat hubungan antar fasilitas yang
saling melengkapi. Misalnya hunian dengan perdagangan pada tabel ditandai dengan warna
biru yang menunjukkan ada hubungan yang erat diantara hunian dan perdagangan karena
manusia bermukim membutuhkan fasilitas perdagangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan melakukan transaksi jual beli. Fasilitas yang diberi warna biru nantinya akan diletakkan
saling berdekatan. Untuk fasilitas yang hubungannya erat adalah hunian dengan perdagangan,
hunian dengan peribadatan, hunian dengan pendidikan, hunian dengan kesehatan, hunian
dengan pelayanan umum, dan lain-lain.
Warna kuning menunjukkan adanya hubungan yang tidak erat antar fasilitas. Misalnya
fasilitas kesehatan dengan perdagangan, pada gambar di atas ditunjukkan dengan warna
kuning berarti kedua fasilitas tersebut hubungannya tidak erat karena fasilitas perdagangan
tidak ada hubungannya dengan fasilitas kesehatan. Sedangkan fasilitas yang hubungannya
tidak erat adalah perdagangan dengan peribadatan, perdagangan dengan pendidikan,
perdagangan dengan rekreasi, perdagangan dengan pelayanan umum, dan lain-lain.
4.5
peletakkan dari kawasan dalam lokasi perencanaan tapak, di mana dapat diketahui perbedaan
antara aktivitas yang bersifat private dan aktivitas yang bersifat publik. Organisasi ruang
40 | P a g e
menentukan bagaimana pembagian zona-zona aktifitas dalam rencana tapak. Berikut adalah
organisasi keruangan lokasi perencanaan tapak.
41 | P a g e
4.6
Analisis Tapak
4.6.1
42 | P a g e
43 | P a g e
4.6.3
Analisis Topografi
Data
5 meter.
permukiman,
perdagangan
dan
jasa,
pendidikan,
kesehatan,
44 | P a g e
4.6.4
Analisis Kebisingan
Data
dapat digunakan untuk kawasan perdagangan dan jasa, taman dan RTH
lalu lintas tinggi, dan dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Pada
cabang rendah).
sekunder yaitu 921,2 smp/jam, volume lalu lintas hirarki jalan lokal
lintas hirarki jalan lokal sekunder (Meteseh Jl. BKJ) yaitu 828,05
smp/jam.
45 | P a g e
kawasan permukiman), volume lalu lintas rendah, dan dapat dilalui oleh
kendaraan baik roda empat (untuk penghuni dan pengunjung kawasan
permukiman) maupun roda dua. Pada zona kebisingan rendah, sebagian
dari luas wilayah merupakan sawah dan tegalan. Volume lalu lintas yaitu
120,6 smp/jam.
1,75
Sepeda Motor
0,4
Sepeda
0,75
Becak
1,5
46 | P a g e
Tabel IV.6
Kriteria Penentuan Skor Jalan
Kriteria
Kapasaitas Dasar (C0)
Faktor Koreksi Kapasitas Pembagian Arah (FCSP)
Faktor Koreksi Lebar Jalan (FCw)
Faktor Koreksi Kapasitas Gangguan Samping (FCSF)
Faktor Koreksi Kapasitas Ukuran Kota (FCSP)
Nilai Jalan
2.900
1
0,87
0,92
1
Sumber : MKJI,1997
LOS = V/C
Keterangan:
V
dan sangat mempengaruhi para pelaku perjalanan, baik yang menggunakan angkutan
umum atau angkutan pribadi, hal ini berdampak pada ketidaknyamanan serta menambah
waktu perjalanan bagi pelaku perjalanan. Tingkat kemacetan lalulintas dapat dihitung
dengan menggunakan kriteria tingkat pelayanan jalan umum, sebagai berikut :
Kriteria
A
B
C
D
E
F
Tabel IV.7
Kriteria Tingkat Level of Service (LOS)
Nilai
Keterangan
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi,
volume lalu lintas rendah. Pengemudi bebas
0,0 0,19
memilih kecepatan yang diinginkan (tanpa
hambatan).
Arus stabil, pengemudi memiliki kebebasan untuk
0,20 - 0,44
beralih jalur.
Arus stabil, pengemudi dibatasi dalam memilih
0,45 - 0,69
kecepatannya.
Arus tidak stabil, hampir semua pengemudi dibatasi
0,70 - 0,84
kecepatannya. Volume lalu lintas mendekati
kapasitas jalan tetapi masih dapat diterima.
Arus tidak stabil, sering berhenti. Volume lalulintas
0,85 1,0
mendekati atau berada pada kapasitas jalan.
Arus lalu lintas macet, atau kecepatan sangat
1,0
rendah atau merayap, antrian kendaraan panjang.
Berdasarkan standar yang telah ditentukan, maka dapat dilakukan perhitungan volume
lalu lintas berdasarkan jenis kendaraan yang melewati suatu ruas jalan. Berikut adalah
perhitungan volume lalu lintas dan skala pelayanan jalan pada wilayah perencanaan
tapak.
47 | P a g e
1.
Sepeda
Kolektor
Jumlah
184
26
1.713
Sekunder
Standar
1,75
0,4
0,75
184
45,5
685,2
4,5
Total
(smp/jam)
Total
921,2
FCw
Lebar lajur Lalu
lintas Efektif 5 m
2900
0,56
Tabel IV.9
Kapasitas Jalan
FCsp
Khusus Untuk
Jalan Tak
terbagi (50:50)
1
FCSf
Lebar bahu
Efektif < 0,5 m
FCcs
Jumlah Penduduk
< 0,25
0,94
0,85
c. Pelayanan Jalan
Dari perhitungan sebelumnya diperoleh nilai kapasitas ruas jalan lokal adalah
sebesar 1.297,58 spm/jam. Perhitungan pelayanan jalan adalah sebagai berikut :
LOS
= V/C
= 921,2/ 1.297,58
= 0,7
Sepeda
Kolektor
Jumlah
80
21
960
Sekunder
Standar
1,75
0,4
0,75
48 | P a g e
Jalur
Total
Mobil
Bis
Truk
Sepeda Motor
Sepeda
80
36,75
384
4,5
(smp/jam)
Total
507,25
Co
2/2 UD
FCw
Lebar lajur Lalu
lintas Efektif 4 m
2900
0,56
Tabel IV.11
Kapasitas Jalan
FCsp
Khusus Untuk
Jalan Tak
terbagi (50:50)
1
FCSf
Lebar bahu
Efektif < 0,5 m
FCcs
Jumlah
Penduduk
< 0,25
0,85
0,94
c. Pelayanan Jalan
Dari perhitungan sebelumnya diperoleh nilai kapasitas ruas jalan lokal adalah
sebesar 1.297,58 spm/jam. Perhitungan pelayanan jalan adalah sebagai berikut :
LOS
= V/C
= 607,25/ 1.297,58
= 0,46
Jalan Lokal Sekunder (Jl. Kol. Imam Suprapto Jl. Bukit Kencana Jaya)
Sepeda
Kolektor
Jumlah
204
1.056
Sekunder
Standar
1,75
0,4
0,75
422,4
2,25
Total (smp/jam)
204
Total
628,65
49 | P a g e
Co
2/2 UD
FCw
Lebar lajur Lalu
lintas Efektif 4 m
2900
0,56
Tabel IV.13
Kapasitas Jalan
FCsp
Khusus Untuk
Jalan Tak
terbagi (50:50)
1
FCSf
Lebar bahu
Efektif < 0,5 m
0,94
FCcs
Jumlah
Penduduk
< 0,25
0,85
= V/C
= 628,65/ 1.297,58
= 0,48
Tabel IV.14
Volume Lalu Lintas Jl. Lingkungan (Permukiman)
Mobil
Bis
Truk
Sepeda Motor
Sepeda
Kolektor
Jumlah
42
189
Sekunder
Standar
1,75
0,4
0,75
Total
42
75,6
(smp/jam)
Total
120,6
Co
2/2 UD
FCw
Lebar lajur Lalu
lintas Efektif 3 m
2900
0,46
Tabel IV.15
Kapasitas Jalan
FCsp
Khusus Untuk
Jalan Tak
terbagi (50:50)
1
FCSf
Lebar bahu
Efektif < 0,5 m
0,94
FCcs
Jumlah
Penduduk
< 0,25
0,85
50 | P a g e
= 1.065,86 spm/jam
b. Pelayanan Jalan
Dari perhitungan sebelumnya diperoleh nilai kapasitas ruas jalan lokal adalah sebesar 1.065,86 spm/jam. Perhitungan pelayanan jalan
adalah sebagai berikut :
LOS
= V/C
= 120,6/ 1.065,86
= 0,11
Dari perhitungan didapatkan tingkat pelayanan A, dengan karakteristik berupa Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, volume lalu
lintas rendah. Pengemudi bebas memilih kecepatan yang diinginkan (tanpa hambatan).
4.6.5 Analisis Aksesibilitas
Data
51 | P a g e
ruang
dengan
akses
tinggi,
penggunaannya
difungsikan
untuk
jalan lokal sekunder. Jalan ini dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
Hirarki jalan kolektor sekunder memiliki lebar jalan 4 meter dan jalan
52 | P a g e
Sumbu Ideal
Arah Mata Angin dan Matahari
Sumbu ideal yaitu garis perpotongan antara jalur lintasan matahari dan jalur
Arah Matahari
arah angin. Sumbu ini digunakan untuk menentukan arah orientasi bangunan.
Arah matahari pada lokasi perencanaan tapak terbit dari timur ke barat.
Arah Angin
Arah bangunan yang baik yaitu sejajar dengan sumbu ideal agar hunian
53 | P a g e
meter.
berada disebelah selatan. Arah aliran sungai dari tempat tinggi ke tempat
jaringan
drainase
pada
perumahan
baru
yang
akan
54 | P a g e
View to site
Akan dibuat ME berupa gapura dan terdapat air pancur pada main
entrance
View to site
Objek yang menjadi ciri khas kawasan akan dibuat berupa RTH
dari lokasi tapak terdapat view yang cukup bagus berupa perbukitan
yang hijau
55 | P a g e
Permasalahan :
Pembuatan barrier yang didominasi pohon perdu (akalipa hijau kuning) untuk
membatasi daerah yang memiliki daerah dengan topografi yang berbeda dan
antara kawasan privat dan public. Barrier yang dibuat akan berupa jalur hijau
dengan pohon tanjung (Mimusops elengi) yang ditata mengikuti jalur hijau.
4.7
Gambar 5.1
Analisis Zoning Kawasan Wilayah Perencanaan Tapak
56 | P a g e
4.8
A.
Analisis Infrastruktur
Analisis Air Bersih
Data
Jaringan
Primer
Jaringan
Sekunder
Jaringan
Tersier
Peletakkan jaringan air bersih primer pada lokasi tapak mengikuti jaringan
jalan utama (kolektor sekunder) menuju kawasan dan jalan utama di dalam
kawasan (jalan lingkungan). Dengan kedalaman pipa 1.5 meter dan
memiliki lebar 15 cm.
Peletakkan
57 | P a g e
Berdasarkan rencana yang telah ditentukan, maka dapat dihitung kebutuhan air bersih per jiwa untuk tiap kebutuhan ruangnya. Analisis
kebutuhan air bersih menggunakan standar-standar perhitungan yang telah ditetapkan. Perhitungan kebutuhan air bersih baik domestik dan
non domestik berdasarkan kriteria Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum tahun 2010 tentang penyusunan neraca sumber daya air spasial.
Dengan adanya analisis kebutuhan air bersih ini ditargetkan kebutuhan air bersih masyarakat dapat dipenuhi dengan tingkat pelayanan hingga
100% dari jumlah penduduk dan jumlah unit fasilitas pada wilayah studi perencanaan tapak.
a.
Hunian
Berikut adalah analisis kebutuhan untuk air bersih rumah tangga:
Tabel IV.16
Kebutuhan Air untuk Sambungan Rumah Tangga (SR)
Kebutuhan
Rumah
Tangga
Tahun
Jumlah
penduduk (jiwa)
Tingkat
pelayanan (%)
Jumlah
terlayani (jiwa)
Jumlah
pemakaian
(liter/hari)
Jumlah
kebutuhan air
(liter/detik)
Hunian
2015
17.500
70
1.225.000
70
85.750.000
992,5
Sumber: Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum, 2010 (Olah Data)
Menurut Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum pada lingkup Pedesaan atau dengan jumlah penduduk <20.000, konsumsi air bersih ratarata adalah 70 liter/jiwa/hari. Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan pasokan air bersih untuk hunian rumah tangga adalah 992,5 liter/detik
dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 85,750,000 liter/hari untuk jumlah penduduk pada lokasi perencanaan tapak sebesar
17500 jiwa dan tingkat pelayanan air bersih sebesar 70%.
b.
Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan berfungsi untuk melayani masyarakat sehingga pertumbuhan kebutuhan air bersih untuk pelajar diasumsikan sama
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Dari peraturan Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum, faktor yang diperhitungkan adalah
jumlah murid dengan kebutuhan air 10 liter/jiwa/hari.
58 | P a g e
Tabel IV.17
Kebutuhan Air Fasilitas Pendidikan pada Lokasi Perencanaan Tapak
Fasilitas
Pendidikan
Tahun
Jumlah
Pelajar
Konsumsi air
rata-rata
(liter/siswa/hari
Jumlah
Pemakaian
(liter/hari)
Jumlah
Kebutuhan air
(liter/detik)
TK
2015
3.141
10
31.410
0,36
SD
2015
1.728
40
69.120
0,80
SMP
2015
684
50
34.200
0,40
Sumber: Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum, 2010 (Olah Data)
Menurut Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum pada lingkup Pedesaan atau dengan
jumlah penduduk <20.000, konsumsi air bersih untuk fasilitas TK adalah 10 liter/siswa/hari,
untuk SD adalah 40 liter/siswa/hari dan untuk SMP adalah 50 liter/siswa/hari. Berdasarkan
tabel diatas, kebutuhan pasokan air bersih untuk fasilitas pendidikan TK adalah 0,36
liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 31410 liter/hari untuk jumlah
penduduk usia TK pada lokasi perencanaan tapak sebesar 3141 jiwa. Sedangkan untuk SD,
kebutuhan pasokan air bersih nya adalah sebesar 0,80 liter/detik dengan perkiraan jumlah
pemakaian per hari sebesar 69120 liter/hari untuk jumlah penduduk usia SD sebesar 1728
jiwa. Untuk SMP, kebutuhan pasokan air bersih adalah sebesar 0,40 liter/detik dengan
perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 34200 liter/hari untuk jumlah penduduk usia
SMP sebesar 684 jiwa.
c.
Fasilitas Peribadatan
Fasilitas peribadatan digunakan masyarakat sebagai sarana untuk beribadah, sehingga
diasumsikan pertambahan jumlah fasilitas peribadatan sama setiap tahun. Pada peraturan
yang ditetapkan Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum tahun 2010, didapatkan untuk
konsumsi air rata-rata pada masjid adalah sebesar 3000 liter/unit/hari dan mushola sebesar
2000 liter/unit/hari. Perhitungan kebutuhan air untuk masjid dan mushola dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel IV.18
Kebutuhan Air Fasilitas Peribadatan pada lokasi perencanaan tapak
Fasilitas
Peribadatan
Tahun
Jumlah
(Unit)
Konsumsi air
rata-rata
(liter/orang/hari)
Jumlah
Pemakaian
(liter/hari)
Jumlah
Kebutuhan air
(liter/detik)
Masjid
2015
3.000
24.000
0,28
Musholla
2015
13
2.000
26.000
0,30
Sumber: Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum, 2010 (Olah Data)
Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan pasokan air bersih untuk fasilitas peribadatan
masjid adalah 0,28 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 24000
liter/hari untuk jumlah unit masjid eksisting dan rencana sebanyak 8 unit pada lokasi
perencanaan tapak. Sedangkan untuk musholla, kebutuhan pasokan air bersih nya adalah
sebesar 0,30 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 26000
59 | P a g e
liter/hari untuk jumlah unit musholla eksisting dan rencana sebesar 13 unit pada lokasi
perencanaan tapak.
d.
Fasilitas Kesehatan
Pada peraturan yang ditetapkan Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum tahun 2010,
didapatkan untuk konsumsi air rata-rata pada posyandu adalah sebesar 500 liter/unit/hari,
untuk balai pengobatan sebesar 1200 liter/unit/hari, untuk praktik dokter sebesar 1200
liter/unit/hari, dan untuk apotik sama yaitu 1200 liter/unit/hari. Perhitungan kebutuhan air
untuk fasilitas kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel IV.19
Kebutuhan Air Fasilitas Kesehatan pada lokasi perencanaan tapak
Tahun
Jumlah
(unit)
Konsumsi air
rata-rata
(liter/unit/hari)
Jumlah
pemakaian
(liter/hari)
Total Kebutuhan
air bersih
(liter/detik)
Posyandu
Balai
Pengobatan
Praktik Dokter
2015
500
4.000
0,05
2015
1.200
9.600
0,11
2015
1.200
4.800
0,06
Apotik
2015
1.200
3.600
0,04
Fasilitas
Kesehatan
Sumber: Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum, 2010 (Olah Data)
Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan pasokan air bersih untuk fasilitas peribadatan
masjid adalah 0,28 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 24000
liter/hari untuk jumlah unit masjid eksisting dan rencana sebanyak 8 unit pada lokasi
perencanaan tapak. Sedangkan untuk musholla, kebutuhan pasokan air bersih nya adalah
sebesar 0,30 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 26000
liter/hari untuk jumlah unit musholla eksisting dan rencana sebesar 13 unit pada lokasi
perencanaan tapak.
e.
Fasilitas Perdagangan
Fasilitas
Perdagangan
merupakan
sarana
yang
penting
dalam
membantu
2015
100
500
0,006
Minimarket
2015
100
200
0,002
Pertokoan
2015
100
200
0,002
60 | P a g e
Fasilitas
Perdagangan
Tahun
Jumlah
(unit)
Konsumsi air
rata-rata
(liter/unit/hari)
Jumlah
pemakaian
(liter/hari)
Total Kebutuhan
air bersih
Foodcourt
2015
1.000
4.000
0,046
Sumber: Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum, 2010 (Olah Data)
Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan pasokan air bersih untuk fasilitas perdagangan
toko/warung adalah 0,006 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar
500 liter/hari untuk jumlah unit toko/warung eksisting dan rencana sebanyak 5 unit pada
lokasi perencanaan tapak. Untuk minimarket, kebutuhan pasokan air bersih nya adalah
sebesar 0,002 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 200 liter/hari
untuk jumlah unit minimarket eksisting dan rencana sebanyak 2 unit pada lokasi
perencanaan tapak. Lalu, untuk pertokoan, kebutuhan pasokan air bersih nya dalah 0,002
liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 200 liter/hari untuk jumlaj
unit pertokoan eksisting dan rencana sebanyak 2 unit pada lokasi perencanaan tapak.
Sedangkan, untuk foodcourt kebutuhan pasokan air bersih nya adalah sebesar 0,046
liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 4000 liter/hari untuk jumlah
unit foodcourt eksisting dan rencana sebanyak 4 unit pada lokasi perencanaan tapak.
f.
Sarana Olahraga
Sarana Olahraga merupakan sarana yang memfasilitasi masyarakat dalam menjaga
kebugaran tubuh dengan berolahraga. Pada peraturan yang ditetapkan Dinas PU Cipta
Karya SK SNI Air Minum tahun 2010, didapatkan untuk konsumsi air rata-rata pada gedung
olahraga adalah sebesar 1000 liter/orang/hari. Perhitungan kebutuhan air untuk fasilitas
kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut:
Sarana
Olahraga
Gedung
Olahraga
Tabel IV.21
Kebutuhan Air Sarana Olahraga pada lokasi perencanaan tapak
Konsumsi
Jumlah
Standar
Jumlah
Kebutuhan air rata-rata
Tahun Penduduk Kebutuhan
Pemakaian
Luas (Ha)
(liter/orang/
(jiwa)
(jiwa/Ha)
(liter/hari)
hari)
2015
17.500
10.000/3
5,25
1000
Jumlah
Kebutuhan
air
(liter/detik)
5.250
0,06
Sumber: Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum, 2010 (Olah Data)
Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan pasokan air bersih untuk sarana olahraga adalah
0,06 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar 5.250 liter/hari untuk
jumlah penduduk 17500 dengan standar 10.000/3 jiwa/Ha pada lokasi perencanaan tapak.
g.
didapatkan untuk konsumsi air rata-rata pada sarana pelayanan umum seperti
balai
pertemuan, gedung serbaguna, dan pos satpam adalah sebesar 1000 liter/unit/hari,
Perhitungan kebutuhan air untuk fasilitas kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut:
61 | P a g e
Tabel IV.22
Kebutuhan Air Fasilitas Pelayanan Umum pada lokasi perencanaan tapak
Konsumsi air
Jumlah
Jumlah
Total Kebutuhan
Pelayanan Umum
Tahun
rata-rata
pemakaian
(unit)
air bersih
(liter/unit/hari)
(liter/hari)
Balai Pertemuan
Gedung
Serbaguna
Pos Satpam
2015
1.000
3.000
0,035
2015
1.000
1.000
0,012
2015
1.000
3.000
0,035
Sumber: Dinas PU Cipta Karya SK SNI Air Minum, 2010 (Olah Data)
Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan pasokan air bersih untuk fasilitas pelayanan umum
balai pertemuan adalah 0,035 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari
sebesar 3000 liter/hari untuk jumlah unit balai pertemuan eksisting dan rencana sebanyak 3
unit pada lokasi perencanaan tapak. Sedangkan untuk gedung serbaguna, kebutuhan
pasokan air bersih nya adalah sebesar 0,012 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian
per hari sebesar 1000 liter/hari untuk jumlah unit gedung serbaguna rencana sebanyak 1
unit pada lokasi perencanaan tapak. Lalu untuk pos satpam, kebutuhan pasokan air bersih
nya adalah sebesar 0,035 liter/detik dengan perkiraan jumlah pemakaian per hari sebesar
3000 liter/hari untuk jumlah unit pos satpam eksisting dan rencana sebanyak 3 unit pada
lokasi perencanaan tapak.
62 | P a g e
B.
Jaringan Jalan
Data
Jalan yang ada dalam lokasi perencanaan tapak yaitu Jalan Professor
Suharso yang merupakan
perencanaan tapak. Jalan nya sudah berupa jalan aspal namun masih
minim dengan penerangan jalan, belum ada daerah pejalan kaki dan
beberapa ruas jalan banyak yang rusak, jalan ini juga terletak didekat
tebing dan sungai. Untuk jalan didalam lokasi perencanaan tapak
merupakan
jalan
lingkungan
berpaving,
jalan
ini
melintasi
sutet.
pada kolektor
63 | P a g e
Gambar 4.3
Penampang Jalan Kolektor Sekunder Kelurahan Meteseh
64 | P a g e
Gambar 4.4
Penampang Rencana Jalan Kolektor Sekunder Kelurahan Meteseh
65 | P a g e
Gambar 4.5
Penampang Jalan Lokal Kelurahan Meteseh
66 | P a g e
Gambar 4.6
Penampang Rencana Jalan Lokal Kelurahan Meteseh
67 | P a g e
Gambar 4.7
Penampang Jalan Lingkungan Primer Kelurahan Meteseh
68 | P a g e
Gambar 4.8
Penampang Rencana Jalan Lingkungan Primer Kelurahan Meteseh
69 | P a g e
Gambar 4.9
Penampang Jalan Lingkungan Sekunder Kelurahan Meteseh
70 | P a g e
Gambar 4.10
Penampang Rencana Jalan Lingkungan Sekunder Kelurahan Meteseh
71 | P a g e
C.
Persampahan
Data
Berdasarkan kondisi eksisting terdapat TPS (Tempat Pembuangan Dalam perencanaan akan diberikan pembatas berupa vegetasi untuk
Sementara) yang berlokasi dekat dengan permukiman dan jaringan membatasi antara TPS dengan lingkungan permukiman. Vegetasi yang
air bersih (PDAM).
72 | P a g e
Drainase
Kinerja drainase pada wilayah studi yang kurang baik berada pada RW-RW yang
mengalami genangan seperti RW III, XVIII, XIX, XXVI. Bahkan pada RW XVI dan XX belum
terdapat jaringan drainase. Untuk perencanaan, drainase pada RW XVI dan XX perlu
dibangun dan drainase-drainase pada RW III, XVIII, XIX, XXVI perlu untuk dilebarkan dan
diperdalam sehingga air dapat mengalir dan genangan tidak lagi terjadi. Selain itu, taman
yang dirancang dengan sistem eco-drainage juga dibangun di dalam daerah tersebut
karena topografinya yang rendah sehingga akan dapat menampung limpasan-limpasan
yang terjadi. Drainase pada RW-RW tersebut dibangun dengan ukuran standard drainase
tersier yaitu dengan kedalaman 45 cm dan lebar 36 cm.
b.
Persampahan
Asumsi timbulan sampah kota kecil adalah 1,5-2 liter/orang/hari atau 1,3-1,4
6.364
12.728
3.182
15.910
Rencana
17.500
35.000
8.750
43.750
Sesuai SNI 03-1733-2004, setiap 2500 penduduk perlu terdapat 1 buah gerobak sampah
berkapasitas 2 m3 dan 1 buah bak sampah kecil berkapasitas 6 m3. Gerobak sampah dan
bak sampah kecil tersebut merupakan sarana publik yang menjadi penunjang dalam
menampung sampah ke TPS. Pada rencana, akan terdapat 17500 penduduk, maka
dibutuhkan 7 buah gerobak sampah dan 8 buah bak sampah kecil dengan kapasitas yang
sama. Sehingga dalam ruang, dibutuhkan 8 buah x @2 x 3 m2 = 48 m2 bak sampah kecil.
c.
Sanitasi
Dalam penentuan kebutuhan sanitasi, diperlukan data-data mengenai limbah buangan
yang berupa Grey Water (limbah buangan berupa air bekas cucian, mandi, dll) serta
buangan berupa Black Water (kakus). Perhitungan Black Water berdasarkan SPM dan ratarata produksi tinja yaitu sebesar 2 liter/orang/hari. Sedangkan Grey Water, didapatkan
besaran dari perhitungan jumlah konsumsi air bersih, dengan asumsi bahwa 70% konsumsi
air bersih tersebut terbuang menjadi limbah Grey Water.
73 | P a g e
Eksisting
Tabel IV.24
Analisis Sanitasi pada lokasi perencanaan tapak
Black
Jumlah
Jumlah
Air bersih
Penduduk
Water Black Water
Grey Water
(Liter)
(Liter)
(Liter)
(Liter)
6.364
70
2
12.728
311.836
Rencana
17.500
70
35.000
857.500
Limbah
Domestik
(Liter)
324.564
Total
Limbah
(Liter)
324.564
892.500
892.500
Sanitasi rencana merupakan sanitasi dengan sistem on-site individu berupa tangka septik
pada setiap rumah yang direncanakan akan dikuras per 3 tahun. Ukuran septic tank
tersebut ialah panjang 1,6 mter ; lebar 0,8 meter ; dan tinggi 1,3 meter. Sedang jarak septic
tank dari bangunan ialah minimal 1,5 meter, dari sumur ialah 10 meter, dan dari pipa air
bersih ialah 3 meter. Sedang untuk bidang resapan di sekitar tangki, juga diberi jarak
terhadap bangunan sejauh 1,5 meter; sumur 10 meter; dan pipa air bersih 3 meter. Namun
pada lokasi tapak, tidak terdapat sumur. Pipa sanitasi untuk grey water berjarak 5 meter
dengan pipa air minum. Jarak ini dilihat bukan dari kedalaman melainkan dari sisi panjang
dan atau lebar.
74 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011). BAB II: TINJAUAN PUSTAKA, dalam digilib.unimed.ac.id. [Accessed 6 Juni
2015].
Chigbu, U., 2013. Fostering rural sense of place: the missing piece in Uturu, Nigeria.
Development In Practice, 2(23), p. 264277.
Ecology, U., 2013. What is an Ecocity?. [Online] Available at: http://www.urbanecology.org.au/
eco-cities/what-is-an-ecocity/[Accessed 12 Mei 2015].
Farr, D., 2007. Sustainable Urbanism: Urban Design with Nature. New Jersey: Wiley.
Lasman, Diah Kartini. Tanpa Angka Tahun. Representasi Identitas dalam Brosur dan Artikel
Perumahan Muslim, dalam staff.u.ac.id. [Accessed 12 Mei 2015].
McMillan, D. W. &. G. D. M. C. .., 1986. Sense of Community: A Definition and Theory.. Journal
of Community Psychology, Issue 14, pp. 6-23.
Safitri, R. & Desiyana, I., 2014. Investigating the Eco-community Concept toward Socio-Spatial
Quality in Sector 7, Sector 9, Bintaro, South Jakarta. Procedia, Issue 179, pp. 183-194.
Agustina, I. H. (Tanpa Angka Tahun). Kajian tentang Konsep Berkelanjutan pada Beberapa
Kota Baru dan Permukiman Berskala Besar. Jurnal PWK Unisba.
Kwanda, T. (1999). Peranan Perencanaan Fisik dalam Pengembangan Permukiman Skala
Besar Pantai Timur Surabaya. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 27 No. 1, 1 - v.
Savitri, E. F. (2002). Studi TIngkat Pemanfaatan Fasilitas Kota di Kota Baru Bumi Serpong
Damai. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Setyawan, H. A. (2002). Dampak Keberadaan Permukiman Solo Baru terhadap Kondisi
Ekonomi, Sosial, dan Fisik Permukiman Sekitarnya. Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Semarang.
Winda, & Mulyana, R. (2012). Retrieved Mei 22, 2015, from KARAKTERISTIK PERMUKIMAN
DAN
PEMANFAATAN
PEKARANGAN
RUMAH
DI
ZONA
HILIR
DAS,
dalam
75 | P a g e