Anda di halaman 1dari 8

45

BAB V
PEMBAHASAN

Setelah peneliti mendapatkan hasil penelitian melalui analisa univariat dan


bivariat, maka bab ini peneliti akan menjabarkan pembahasan dengan mengacu
pada hasil analisa univariat dan bivariat, dimana analisa univariat untuk melihat
gambaran gambaran status gizi, status imunisasi, pemberian vitamin A, dan
kejadian pneumonia pada balita, sedangkan analisa bivariat untuk melihat
hubungan antara status gizi, status imunisasi, pemberian vitamin A dengan
kejadian Pneumonia pada balita.
5.1. Analisis Univariat
Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa dari 145 balita di Puskesmas
Ciwandan tahun 2013-2014 hanya sebagian kecil balita yang menderita
pneumonia, yaitu sebanyak 50 balita (34.5%).
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara
maju seperti Amerika Serikat, Kanada,dan negara-negara Eropa. Pneumonia
di

Indonesia,

merupakan

penyebab

kematian

nomor

tiga

setelah

kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi


angka kematian. Pada tahun 2006 di Indonesia, WHO melaporkan sebanyak
enam juta anak meninggal. Sehingga, untuk negara-negara berkembang perlu
mewaspadai, sebab hampir setiap harinya terdapat 300 anak yang meregang
nyawa karenanya (Siswono, 2006).
45

46

Angka kejadian pneumonia di Sulawesi selatan pada tahun 2008


sebanyak 23,8 % dari proporsi penyakit penyebab kematian bayi ( Propfil
Propinsi SUL-SEL, 2009). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten
Maros tahun 2007, angka kejadian pneumonia pada balita sebanyak 408
kasus. Tahun 2008 mengalami peningkatan, sebanyak 843 kasus, dari jumlah
balita yang menderita ISPA (Dinkes Kabupaten Maros, 2009).
Balita rentan terkena penyakit pneumonia, umumnya dikerenakan
lemahnya atau belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh mereka. Oleh
sebab itu, mikroorganisme atau kuman lebih mudah menembus pertahanan
tubuh.
Berdasarkan hasil analisis penelitian terlihat bahwa masih ada sebagian
kecil balita di Puskesmas Ciwandan tahun 2013-2014 yang memiliki status
gizi kurang, yaitu sebanyak 48 balita (33.1%) dari 145 balita.
Sunyataningkamto, dkk (2004) menjelaskan bahwa anak-anak dengan gizi
buruk mempunyai resiko pneumonia sebesar 2,6 kali disbanding dengan anak
yang mempunyai gizi baik dengan ditunjukkan hasil uji statistik OR = 2,6
(95% CI : 1,34 ;5,07). Beberapa studi melaporkan kekurangan gizi akan
menurunkan kapasitas kekebalan untuk merespon infeksi pneumonia
termasuk gangguan fungsi granulosit, penurunan fungsi komplemen dan
menyebabkan kekurangan mikronutrien (Sunyataningkamto, 2004).
Status

gizi

balita

secara

sederhana

dapat

diketahui

dengan

membandingkan 3 hal, yaitu antara berat badan terhadap umur, tinggi/panjang


badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi/panjang badan dengan
rujukan standar yang telah ditetapkan. WHO merekomendasikan baku WHO-

47

NOCS (National Center of Health Statistic) sebagai referensi penentuan status


gizi balita.
Dari hasil analisis penelitian terlihat bahwa masih ada sebagian kecil balita
di Puskesmas Ciwandan yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap,
yaitu sebanyak 51 balita (35.2%) dari 145 balita.
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kekebalan atau resisten.
Anak yang di imunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit
tertentu. Dalam imunologi, kuman (toksin) disebut antigen. Imunisasi
merupakan upaya pemberian kekebalan tubuh yang terbentuk melalui
vaksinasi.
Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit infeksi,
bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakitpenyakit tersebut. Sebagian besar kasus pneumonia dapat dicegah dengan
imunisasi seperti difteri, pertusis, dan campak, maka peningkatan cakupan
imunisasi akan berperan dalam upaya pemberantasan pneumonia. Untuk
mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas pneumonia, diupayakan
imunisasi lengkap. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan
pemberian imunisasi campak dan DPT.
Dari hasil analisis penelitian terlihat bahwa masih ada sebagian kecil balita
di Puskesmas Ciwandan tahun 2013-2014 tidak diberikan vitamin A, yaitu
sebanyak 45 balita (31.0%) dari 145 balita.
Vitamin A adalah nutrisi penting yang dibutuhkan dalam jumlah kecil
untuk fungsi normal dari sistem visual, dan pemeliharaan fungsi sel untuk
pertumbuhan, integritas epitel, produksi sel darah merah, kekebalan dan

48

reproduksi. Vitamin A diyakini penting di semua tingkat dari sistem


kekebalan tubuh berbagai fungsi termasuk mempertahankan integritas epitel,
meningkatkan tingkat reaktan fase akut sebagai respon terhadap infeksi,
mengatur diverentiation monosit dan fungsi, meningkatkan sitotoksisitas sel
pembunuh alami, meningkatkan respon antibodi terhadap tetanus toksoid dan
vaksin campak, dan meningkatkan jumlah limfosit total. Demikian pula,
berbagai vitamin lain mengatur fungsi imun seluler dan humorul pada
berbagai tingkat (WHO, 2005).
Vitamin A pun esensial untuk kesehatan dan kelangsungan hidup karena
dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. (Said, 2008).
5.2. Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian
pneumonia pada balita terlihat bahwa balita dengan status gizi kurang hampir
seluruhnya menderita pneumonia, yaitu sebanyak 45 balita (93,8%) dari 48
balita. Jika dibandingkan dengan balita yang berstatus gizi baik sangat sedikit
sekali yang menderita pneumonia yaitu hanya sebanyak 5 balita (5.2%) dari
97 balita.
Hasil itu menunjukkan bahwa status gizi sangat mempengaruhi kejadian
pneumonia pada balita, hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik juga
diperoleh nilai p value = 0,000 pada = 0,05 (p< ) yang berarti secara
statistik terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian
pneumonia.
Hasil analisis juga diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 276.000, artinya
balita dengan status gizi kurang beresiko 276 kali lebih besar terserang
pneumonia.

49

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sjenilelila Boer (2002), yang menemukan bahwa balita yang status gizinya
kurang mempunyai risiko untuk menderita pneumonia 3.19 kali lebih besar
dibandingkan dengan balita dengan status gizi baik.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Supariasa (2007) yang mengatakan bahwa problem status gizi balita berupa
malnutrisi. Balita dengan keadaan gizi kurang akan mudah terserang
pneumonia dibandingkan dengan balita dengan gizi normal karena faktor
daya tahan tubuh yang kurang..
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara status imunisasi dengan
kejadian pneumonia pada balita terlihat bahwa balita dengan status imunisasi
tidak lengkap hampir seluruhnya menderita pneumonia, yaitu sebanyak 47
balita (92,2%) dari 51 balita. Jika dibandingkan dengan balita yang memiliki
status imunisasi lengkap sangat sedikit sekali yang menderita pneumonia
yaitu hanya sebanyak 3 balita (3.2%) dari 94 balita.
Hasil itu menunjukkan bahwa status imunisasi sangat mempengaruhi
kejadian pneumonia pada balita, hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik
juga diperoleh nilai p value = 0,000 pada = 0,05 (p< ) yang berarti secara
statistik terdapat hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan
kejadian pneumonia.
Hasil analisis juga diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 356.417, artinya
balita dengan status imunisasi tidak lengkap beresiko 356 kali lebih besar
terserang pneumonia.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hatta (2001) yang menemukan bahwa balita yang tidak mendapat
imunisasi lengkap mempunyai resiko 2.3 kali lebih besar untuk menderita

50

pneumonia dibandingkan dengan balita yang mendapatkan imunisasi secara


lengkap.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Widardo (2007) yang
mengatakan bahwa imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis
penyakit infeksi, bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat
penyakit-penyakit tersebut. Sebagian besar kematian pneumonia dapat
dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, dan campak, maka
peningkatan cakupan imunisasi akan berperan dalam upaya pemberantasan
pneumonia. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas
pneumonia, diupayakan imunisasi lengkap. Cara yang terbukti paling efektif
saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan DPT..
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pemberian vitamin A dengan
kejadian pneumonia pada balita terlihat bahwa balita yang tidak diberikan
vitamin A hampir seluruhnya menderita pneumonia, yaitu sebanyak 43 balita
(95,68%) dari 45 balita. Jika dibandingkan dengan balita yang diberikan
vitamin A, sangat sedikit sekali yang menderita pneumonia yaitu hanya
sebanyak 7 balita (7.0%) dari 100 balita.
Hasil itu menunjukkan bahwa pemberian vitamin A sangat mempengaruhi
kejadian pneumonia pada balita, hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik
juga diperoleh nilai p value = 0,000 pada = 0,05 (p< ) yang berarti secara
statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian vitamin A
dengan kejadian pneumonia.
Hasil analisis juga diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 285.643, artinya
balita yang tidak pernah mendapatkan vitamin A beresiko 285 kali lebih besar
terserang pneumonia daripada balita yang mendapatkan vitamin A.
Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Herman (2002)
yang menemukan bahwa balita yang tidak pernah mendapatkan vitamin A

51

dosis tinggi mempunyai resiko untuk menderita pneumonia 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan balita yang mendapatkan vitamin A dosis tinggi.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa Vitamin A
berhubungan dengan daya tahan tubuh balita, sehingga jika balita tidak
mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi berpeluang terjadi pneumonia
(Depkes RI, 2009).

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap 145 balita di Puskesmas Ciwandan
tahun 2013-2014 diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian
pneumonia pada balita (p value = 0,000).
b. Ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian
pneumonia pada balita (p value = 0,000).
c. Ada hubungan yang bermakna antara pemberian vitamin A dengan
kejadian pneumonia pada balita (p value = 0,000).
6.2. Saran
1. Bagi Puskesmas
Diharapkan petugas lebih meningkatkan penyuluhan baik bersifat
kelompok maupun perorangan mengenai pentingnya pemenuhan status
gizi yang baik, imunisasi yang lengkap, dan pemberian vitamin A bagi
balita.
2.

Bagi Institusi Pendidikan

52

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi mahasiswa dalam
pengembangan ilmu kesehatan, terutama dalam penanggulangan penyakit
pneumonia pada balita, serta dapat dijadikan bahan pembanding untuk
penelitian selanjutnya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hendaknya dapat melakukan penelitian lain dengan desain penelitian
yang lebih tajam dan dengan variabel yang lebih variatif. Disamping itu,
perlu pula dilakukan analisis multivariat untuk mengetahui faktor yang
paling dominan yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada
balita

Anda mungkin juga menyukai