Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang umum di masyarakat.
Berdasarkan data statistik World Health Organisation (WHO) Lebih dari 1,4 miliar
manusia usia 20 tahun keatas mengalami obesitas. Berdasarkan data tersebut 200-300
juta wanita mengalami obesitas Setidaknya 2,8 juta manusia dewasa meninggal akibat
kegemukan dan obesitas setiap tahun, berdasarkan data tersebut 44% meninggal
akibat diabetes, 23% akibat penyakit jantung iskemik dan antara 7 % dan 41%
meninggal akibat kanker yang di sebabkan kegemukan dan obesitas.1
Penyakit muskuloskeletal dan rematik terdiri dari 150 penyakit dan sindrom
yang biasanya bersifat progresif, kronik dan berhubungan dengan nyeri. Osteoarthritis
(OA) merupakan satu dari sepuluh penyakit terbanyak melumpuhkan di Negaranegara maju. Perkiraan seluruh dunia adalah 9,6 % pria dan 18,0 wanita berusia 60
tahun memiliki gejala OA, sekitar 80% dari mereka penderita OA akan mengalami
penurunan kualitas hidup dan keterbatasan dalam bergerak dan 20% tidak dapat
melakukan kegiatan sehari-hari.2 sedangkan prevalensi obesitas pada penderita OA
adalah 25% dan 29 % mengalami overweight. 6 Penyebab dari OA belum diketahui
secara pasti namun OA memiliki beberapa faktor risiko dan dibagi menjadi faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik diantaranya usia, jenis kelamin dan
ras, faktor ekstrinsik diantaranya lingkungan, trauma, penggunaan sendi. Penderita
OA didominasi oleh wanita, faktor risiko utama lainnya adalah obesitas. Obesitas
memiliki pengaruh terhadap terjadinya prevalensi OA karena obesitas meningkatkan
beban biomekanik pada sendi lutut dan sendi panggul selama beraktifitas serta dapat
mempengaruhi terjadinya penyempitan joint space pada lutut melalui meningkatnya
1

kadar hormon leptin, faktor pertumbuhan dan faktor intermediate yang berperan pada
pathogenesis OA serta berpengaruh pada peningkatan nyeri pada sendi lutut.3,4
Namun selain faktor mekanik dalam penelitian terbaru ditemukan pengaruh
metabolik dalam patogenesis OA. Leptin merupakan salah satu adipokine paling
berperan dalam pengaruh metabolik OA. Leptin merupakan sumber lokal mediator
pro-inflamasi yang meningkat dengan obesitas dan telah terbukti meningkatkan
degradasi tulang rawan di dalam sel dan model kultur jaringan. Faktor biomekanik
dapat pula meningkatkan risiko osteoarthritis dengan mengaktifkan inflamasi selular
dan mempromosikan stres oksidatif, angka kejadian OA terbanyak adalah OA lutut.5,6
Karib al-Kindi ia berkata, saya telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,






Tidaklah seorang anak Adam memenuhi suatu bejana yang lebih buruk dari
pada perut. Cukuplah baginya memakan beberapa suap makanan yang dapat
menegakkan tulang sulbinya. Apabila ia terpaksa untuk makan lebih banyak dari itu,
maka (hendaklah ia membagi perutnya menjadi tiga bagian:) sepertiga untuk
makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lainnya untuk nafasnya. (Hadits
shahih).
Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa untuk memenuhi asupan makanan
tidak dianjurkan untuk berlebihan yang dapat menyebabkan obesitas. Dalam hadist
tersebut telah diatur porsi makanan yang seharusnya kita makan jika berlebihan maka
akan menimbulkan obesitas yang berpengaruh terhadap timbulnya berbagai penyakit
terutama dapat menyebabkan penyakit OA.8
Berdasarkan data-data di atas OA menjadi salah satu masalah yang besar dan
salah satu faktor risiko adalah obesitas. Obesitas dilihat dari distribusi lemak terdiri
dari obesitas sentral dan obesitas perifer oleh karena itu peneliti tertarik untuk
2

menelitiPerbedaan Pengaruh antara Obesitas Sentral dan Perifer Terhadap Kejadian


OA lutut.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada Perbedaan Pengaruh antara Obesitas Sentral dan Perifer Terhadap
Kejadian OA lutut?

C. Tujuan
1. Umum
Untuk Mengetahui adanya Perbedaan Pengaruh antara Obesitas Sentral dan
Perifer Terhadap Kejadian OA lutut.
2. Khusus
Untuk mengetahui angka kejadian obesitas sentral.
Untuk mengetahui angka kejadian obesitas perifer.
Untuk mengetahui angka kejadian OA.
Untuk mengetahui adanya pengaruh obesitas sentral terhadap kejadian OA
Untuk mengetahui adanya pengaruh obesitas perifer terhadap kejadian OA
Untuk mengetahui adanya faktor risiko lain selain obesitas yang
berpengaruh terhadap kejadian OA

D. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 keaslian Penelitian

no

peneliti

Judul , Desain,

Subjek

Tujuan

Hasil penelitian

1.

Nur Aini

Tahun
Hubungan Obesitas

60 sampel yang

Untuk mengetahui

Hampir semua Lansia

Sri W.

dengan Kejadian OA

dibagi menjadi

angka kejadian

dengan IMT berlebih

Lutut pada Lansia di

3 kelompok

OA di kelurahan

menderita OA (OR=

Kelurahan

(kelompok IMT

Pucangsawit

4,9 ; alpha = 0.05)

Pucangsawin

kurang, IMT

Jebres Surakarta

Kecamatan Jebres

normal, IMT

Surakarta , desain

berlebih)

penelitian adalah
analitik dengan
pendekatan cross
2.

Agus

sectional, 2009
Hubungan

Suseno

125 sampel

Untuk

didapatkan ada

antara kejadian

mengetahui

hubungan kejadian

OA dengan

hubungan

OA dengan obesitas

obesitas yang

antara

yang diukur dengan

diukur dengan

kejadian OA

IMT (p = 0.035 ;

metode

dengan

alpha = 0.05)

pengukuran IMT

obesitas yang

di unit rawat

diukur dengan

jalan salah satu

IMT

rumah sakit
swasta kota
malang periode
Januaridesember 2006,
desain penelitian
adalah analitik
observasional
dengan
pendekatan
cross sectional,
2006

E. MANFAAT PENELITIAN
1. Teoritis
Mengetahui jenis obesitas paling berpengaruh terhadap kejadian OA.

2. Praktis
a. pembaca
Memberi pemahaman terhadap masyarakat mengenai OA dan obesitas
sebagai pengaruhnya agar masyarakat melakukan upaya preventif terjadinya
OA.
b. rumah sakit
Memberi gambaran kejadian OA pada rumah sakit dan faktor risiko obesitas
yang berpengaruh sehingga dapat melakukan upaya promotif, prefentif,
kuratif dan rehabilitative terhadap pasien OA secara tepat.
c. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini memberi informasi yang mendalam tentang penyakit
dalam khususnya OA dan sebagai pemenuhan persyaratan kelulusan sarjana
kedokteran.
d. Bidang Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
A.1 Obesitas
Obesitas merupakan penumpukan lemak berlebih yang dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan. Penimbunan lemak tersebut akan terjadi pada jaringan
subkutan.
A.1.1 Etiologi

Obesitas dapat terjadi karena peningkatan asupan energi, penurunan keluaran


energi atau kombinasi keduanya. Penimbunan lemak tubuh yang berlebihan
merupakan konsekuensi faktor lingkungan dan genetik, faktor social dan ekonomi
dapat memberikan pengaruh yang signifikan. 30%-50% variabilitas pada
simpanan lemak total ditentukan secara genetik.
Faktor Penyebab obesitas secara langsung:
a. Genetik
Merupakan faktor yang berasal dari orang tuanya. Pengaruh faktor tersebut
sebenarnya belum diketahui secara pasti sebagai penyebab obesitas . Namun , ada
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa factor genetik merupakan faktor
predisposisi terjadinya obesitas. Menurut penelitian , anak-anak dari orang tua
yang mempunyai berat badan normal ternyata mempunyai 10 % resiko
kegemukan. Bila salah satu orang tuanya menderita obesitas maka kemungkinan
terjadinya obesitas adalah 40%-50% sedangkan apabila kedua orang tua
mengalami kegemukan maka kemungkinannya menjadi 70%-80%, efek genetik
bersifat kompleks dan poligenik dengan kemungkinan diturunkan 20%-40%.
b. Hormonal

Cedera hipotalamus, hipotiroidisme, sindrom cushing dan hipogonadisme


merupakan faktor faktor yang berpengaruh secara hormonal. hormone insulin
dapat pula menyebabkan kegemukan. Hal ini dikarenakan hormone insulin
mempunyai peranan dalam metabolisme glukosa dalam penyimpanan glukosa
dalam tubuh. Orang yang mengalami peningkatan hormone insulin, maka
timbunan lemak didalam tubuhnya pun akan meningkat. Hormon lainnya yang
berpengaruh adalah hormone leptin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary, sebab
hormone ini berfungsi sebagai pengatur metabolisme dan nafsu makan serta
fungsi hipotalmus yang abnormal. Neuroendokrin: neuropeptida Y (hormon
hipotalamus yang merangsang nafsu makan) dan leptin (hormone peptide yang
disintesa di jaringan lemak yang bekerja dihipotalamus untuk menekan asupan
makanan dan pengeluaran energi).
c. Nutrisi dan asupan makanan
Jika makanan dikonsumsi dengan kandungan energi sesuai yang dibutuhkan
tubuh, maka tidak ada energi yang disimpan. sebaliknya jika konsumsi makanan
dengan energi melebihi yang dibutuhkan tubuh, maka kelebihan energi akan
disimpan, Sebagai cadangan energi terutama sebagai lemak.
Keperluan energi untuk orang dewasa digunakan untuk metabolisme basal,
aktivitas fisik, dan efek makanan. Kebuhan energi terbesar diperlukan oleh tubuh
digunakan untuk metabolisme basal .
Angka kecukupan protein (AKP) orang dewasa menurut hasil penelitian
keseimbangan nitrogen yaitu 0,75 gr/kg berat badan, berupa protein patokan
tinggi yaitu protein telur. Angka ini dinamakan safe level of intake atau taraf
asupan terjamin.
d. Obat-obatan

Faktor obat dapat mempengaruhi terjadinya obesitas seperti obat-obat anti


diabetes, glukokortikoid, preparat psikotropik, penenang, anti depresan atau obatobat anti epilepsi.
e. Aktivitas fisik
Obesitas terjadi tidak hanya karena makan yang berlebihan, tetapi dapat
dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang sehingga terjadi kelebihan energi.
Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya
fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan aktivitas fisik
menurun. Faktor lainnya adalah adanya kemajuan teknologi diberbagai bidang
kehidupan yang mendorong masyarakat untuk menempuh kehidupan yang tidak
memerlukan kerja fisik yang berat dan instant. Hal ini menjadikan jumlah
penduduk yang melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas menjadi semakin
banyak, sehingga obesitas menjadi lebih merupakan masalah kesehatan yang
serius.
f. Lingkungan

Pengaruh lingkungan dan keluarga yang mendorong untuk mengkonsumsi


makanan dengan kandungan lemak tinggi, tinggi kalori. dengan gaya hidup jarang
berolahraga. Akan meningkatkan resiko terjadinya obesitas
Faktor penyebab obesitas secara tidak langsung:
a. Pengetahuan gizi
Pengetahuan gizi sangat penting dalam peranan peningkatan faktor risiko
obesitas. Dengan pengetahuan gizi yang cukup maka orang akan lebih memilih
makanan gizi yang dibutuhkan dan tidak terlalu berlebihan. Pengetahuan
dipengaruhi

oleh

pendidikannya.Tingkat

pendidikan

pengetahuan

dan

ketrampilan yang dimiliki sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Dengan

pendidikan yang cukup, seseorang akan lebih mudah memperoleh informasi


dalam menentukan pola makan bagi dirinya maupun keluarganya.
b. Pengaturan makan
Pola gizi seimbang merupakan pedoman untuk keperluan gizi sehari hari.
Konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat
badan, bila keadaan ini berlanjut akan menyebabkan obesitas yang biasanya
disertai dengan gangguan kesehatan. Berat badan merupakan petunjuk utama
apakah seseorang kekurangan atau kelebihan energi dari makanan. Obesitas dapat
terjadi jika konsumsi makanan dalam tubuh melebihi kebutuhan, dan penggunaan
energi yang rendah.9

A.1.2 Statistik obesitas

1,6 miliar orang dewasa memiliki berat badan berlebih (overweight) dan 400
juta diantara angka tersebut mengalami obesitas atau kegemukan. Lebih dari
Sepertiga orang dewasa amerika 35% mengalami obesitas lebih dari 78 juta
orang.1 Obesitas sentral merupakan faktor risiko yang berkaitan dengan penyakit
degeneratif. Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah sekitar
18,8%. Dari gambar tersebut obesitas sentral cenderung meningkat umur 45-54
tahun, selanjutnya berangsur menurun kembali. Bila kita lihat prevalensi obesitas
menjelang lansia sampai lansia (kelompok umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan
75+ tahun), kelompok usia 55-64 tahun yang obesitasnya paling tinggi.10
Gambar 1 statistik Obesitas sentral

Sumber : riskesdas 2007, badan litbangkes kementrian kesehatan RI


A.1.3 Komplikasi
Komplikasi metabolik dapat berupa hiperinsulinemia dan resistensi insulin,
hupertensi penyakit jantung iskemik ( risiko meningkat empat kali lipat jika
IMT> 29), penyakit serebrovaskuler, hiperlipidemia. Masalah fisik : OA, vena
varikosa, hernia ( baik hernia hiatus maupun abdominal), hipoventilasi (apneu:
obstruktif saat tidur) komplikasi akibat operasi. Peningkatan faktor risiko kanker :
kanker payudara, ovarium, endometrium, prostat, serviks, kolon.9
A.1.4 Macam Obesitas
Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan Dalam beberapa
tipe yaitu :
1) Tipe Hiperplastik, merupakan kegemukan yang terjadi apabila jumlah sel lebih
banyak dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan
ukuran sel normal biasanya terjadi pada masa kanak-kanak. Berat badan akan
sulit untuk diturunkan.
2) Tipe Hipertropik, merupakan kegemukan yang terjadi karena ukuran sel yang
lebih besar dibandingkan ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini sering terjadi

10

pada usia dewasa dan upaya untuk menurunkan berat akan lebih mudah bila
dibandingkan dengan tipe hiperplastik.
3) Tipe Hiperplastik dan Hipertropik kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah
dan ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak anak dan terus berlangsung sampai setelah dewasa. Upaya untuk menurunkan
berat badan pada tipe ini merupakan yang paling sulit, karena dapat beresiko
terjadinya komplikasi penyakit, seperti penyakit degeneratif.
Terdapat tiga jenis obesitas berdasarkan distribusi lemak yaitu obesitas
sentral, obesitas perifer dan kombinasi dari keduanya. Obesitas perifer adalah
akumulasi dari kelebihan lemak di bagian bokong, pinggul dan paha, sedangkan
obesitas sentral merupakan akumulasi kelebihan lemak di daerah perut. Obesitas
sentral adalah akumulasi lemak didaerah perut. Wanita pada umumnya memiliki
total lemak lebih tinggi dibandingkan pria. Rata- rata wanita premenopouse
setengah dari total lemak didistrubusikan pada daerah perut sedangkan pada pria
hampir seluruh total lemak didistribusikan pada perut hal ini menyebabkan
perbedaan bentuk tubuh diantara keduanya. Rata-rata bentuk tubuh pada wanita
obesitas seperti buah pir, sedangkan pada pria seperti buah apel. Hal ini
disebabkan karena distribusi lemak pada pria lebih banyak pada perut sehingga
tipe obesitasnya adalah obesitas sentral sedangkan pada wanita lebih banyak pada
daerah paha dan pinggul sehingga tipe obesitasnya adalah obesitas perifer.11
A.1.5 Pengukuran Obesitas
IMT merupakan metode pendekatan yang direkomendasikan untuk menilai
ukuran tubuh dalam pengaturan klinis, memberikan ukuran yang lebih akurat dari
ukuran tubuh dibandingkan berat badan saja. Namun tidak efektif pada orang
yang memiliki massa otot yang tinggi dan yang terkena edema atau pada orang
yang kehilangan massa otot terutama pada orang tua.11

11

Tabel 2.1 klasifikasi obesitas pada orang dewasa.


Classification
Underweight
Healthy weight
Overweight (or pre-obese)
Obesity, class I
Obesity, class II
Obesity, class III

IMT (kg/m2)
<18.5
18.5-24.9
25-29.9
30-34.9
35-39.9
>40-

Risk of co-morbities
Low
Average
Increased
Moderate
Severe
Very severe

Sumber : WHO expert consultation 2004


Dalam tabel tersebut orang dengan IMT >30 dikategorikan sebagai penderita
obesitas. IMT 18.5-24.9 dikategorikan normal sedangkan 25-29.9 dikategorikan
overweight.
IMT tidak cukup untuk mengukur obesitas, hal ini disebabkan karena IMT
tidak dapat menilai distribusi lemak secara keseluruhan. Oleh karena itu
pengukuran lingkar perut pada obesitas sentral sangat diperlukan untuk
mengetahui distribusi lemak. Sebagai contoh dua orang dengan IMT sangat mirip
dapat bervariasi secara substansial dalam variasi lemak perut. Hal ini sering
terjadi pada orang tua. Massa otot pada orang tua menurun namun kadar lemak
meningkat dan distribusinya dapat meningkat. Hal ini dapat terjadi kemungkinan
dengan IMT yang normal panjang lingkar perut dikategorikan obesitas. Panjang
lingkar perut bukan satu-satunya yang dapat mengukur distribusi lemak dalam hal
ini pula dapat digunakan panjang lingkar pinggang untuk mengetahui distribusi
lemak.12
Kelebihan lemak perut merupakan prediktor dari faktor risiko dan morbiditas
dari penyakit yang berhubungan dengan obesitas seperti penyakit diabetes tipe 2,
hipertensi, disslipidemia, OA dan penyakit kardiovaskular. Lingkar perut
berkorelasi positif dengan lemak perut. Oleh karena itu, pengukuran panjang
lingkar perut merupakan metode pengukuran obesitas sentral.13

12

Menurut Internasional

Diabetes Federation (IDF) Rasio lingkar perut

merupakan indeks perkiraan lemak intraabdominal standart baku . Untuk orang


eropa , lingkar perut 94 cm pada pria dan 80 cm ke atas pada wanita menunjukkan
adanya overweight. Sedangkan 102 cm keatas pria dan 88 cm ke atas pada wanita
menunjukan adanya obesitas dan meningkatkan risiko komplikasi metabolik.14
Berdasarkan data statistik pada masyarakat asia standart baku panjang lingkar
perut diturunkan menjadi 90 cm ke atas pada pria dan 80 cm dan ke atas pada
wanita.15
Tabel 2.2 standart baku panjang lingkar perut
Men
WHO 1999
WHO,IASO,IOTF 2000

Women

94 cm

80 cm

90 cm

80 cm

Sumber: WHO 2000


Selain itu indeks antropometri yang biasa digunakan untuk menentukan
distribusi lemak pada obesitas adalah. Rasio lingkar pinggang panggul (RLPP).
Rasio lingkar pinggang-panggul merupakan suatu indikasi adanya obesitas
sentral/android atau juga disebut obesitas abdominal maupun obesitas perifer/
genoid.
Kelebihan dari pengukuran antropometri diantaranya RLPP adalah :
a. Prosedur yang sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
b.
c.
d.
e.
f.

cukup besar.
Relatif tidak membutuhkan tenaga yang ahli.
Alat murah, mudah dibawa dan tahan lama.
Metode ini tepat dan akurat, karena sudah memiliki standar baku.
Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
Umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang dan baik karena sudah
ada standar baku yang jelas.
Kelemahan Antropometri diantaranya RLPP adalah :

13

a. Tidak sensitif: tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, tidak
dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu.
b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi dan validitas pengukuran.
d. Kesalahan terjadi karena: pengukuran, perubahan hasil pengukuran (fisik dan
komposisi jaringan), analisis dan asumsi yang keliru.
e. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan: latihan petugas yang tidak
cukup, kesalahan alat, kesulitan pengukuran.
Teknik pengukuran RLPP yaitu:
1. Pinggang
a. pemeriksa berdiri disisi pasien, cari dan tandai titik terendah dari tulang
rusuk terakhir dan puncak dari ilium (atas tulang pinggul) dengan pena
halus.
b. Dengan pengukur, temukan titik tengah dan tandai titik tersebut. catatan:
Pastikan bahwa rekaman itu adalah horizontal di bagian belakang dan
depan pasien.
c. Minta pasien untuk:
- Berdiri
- Tempatkan lengan di sisi tubuh dengan telapak tangan menghadap ke
-

dalam, dan Hembuskan napas dengan lembut.


Ukur lingkar pinggang dan membaca pengukuran pada tingkat

ketelitian 0.1 cm
Catat pengukuran.

2. Pinggul
a) pemeriksa Berdiri ke sisi pasien, dan meminta mereka untuk membantu
menempatkan alat ukur di sekitar di bawah pinggul.
b) Posisi pita ukur sekitar lingkar maksimum dari bokong. Untuk wanita ini
biasanya di tingkat pangkal paha. Untuk pria itu biasanya sekitar 2 inci-4
inchi bawah pusar.
c) Minta pasien untuk:
- Berdiri

14

Tempatkan lengan mereka di sisi tubuh dengan telapak tangan

menghadap ke dalam, dan menghembuskan nafas dengan lembut.


Periksa apakah posisi pita horizontal di seluruh tubuh. Ukur lingkar

pinggul tingkat ketelitian alat ukur adalah 0.1 cm.


Catat pengukuran.
Rasio Lingkar Pinggang Panggul dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
RLPP=

LPi
LPa

Keterangan:
RLPP: Rasio Lingkar Pinggang Panggul.
LPi : Lingkar Pinggang.
LPa : Lingkar Panggul.
Tabel 2.3 Standart baku Rasio Lingkar Pinggang Panggul
Resiko/tipe obesitas

RLPP
Wanita
<0.8 cm

Rendah/perifer

Pria
<0.9 cm

Sedang

0.9 cm

0.8 cm

Tinggi/central

>0.9 cm

>0.8 cm

Sumber : WHO 2008


Tabel diatas menunjukan peningkatan resiko penyakit degeneratif
terhadap tipe obesitas.11
A.2 Osteoarthtritis
OA merupakan penyakit yang ditandai oleh degenerasi tulang rawan dan tulang
yang mendasarinya dalam sendi serta pertumbuhan berlebih tulang. Rincian dari
jaringan ini akhirnya menyebabkan rasa sakit dan kekakuan sendi. Sendi yang paling
sering terkena adalah lutut, pinggul, tangan dan tulang belakang, pinggang, jari- jari
kaki.16 Penyebab spesifik dari OA tidak diketahui, namun beberapa ahli berpendapat
dari kedua peristiwa mekanik dan molekuler di sendi yang terkena. Penyakit onset

15

bertahap dan biasanya dimulai setelah usia 40. Saat ini tidak ada obat untuk OA.
Pengobatan untuk OA berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi,
dan dapat mencakup kombinasi dari pendidikan pasien, terapi fisik, mengontrol berat
badan, dan penggunaan obat.17
A.2.1 etiologi
OA primer tidak disebabkan oleh cedera atau penyakit lain, disebabkan oleh
hasil dari penuaan sendi. Akibat penuaan kadar air tulang rawan meningkat. Dan
susunan protein tulang rawan berdegenerasi. Tulang rawan mulai mengelupas dan
terkikis membentuk crevasses kecil. Penggunaan sendi berulang-ulang dan
bertahun tahun dapat mengiritasi tulang rawan dan akan terjadi peradangan, dapat
menyebabkan nyeri sendi dan bengkak. Cairan meniscus yang merupakan
bantalan tulang rawan akan mulai menghilang akibat pengikisan tulang rawan dan
akan menyebabkan gesekan antar tulang yang menyebabkan rasa sakit dan
keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan tulang rawan dapat merangsan
outgrowths baru tulang (tulang baru berbentuk taji, disebut juga osteofit) yang
terbentuk disekitar sendi. OA dapat bersifat genetik.18
OA sekunder merupakan bentuk OA yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lain, kondisi yang dapat menyebabkan OA sekunder termasuk obesitas,
trauma berulang atau pembedahan pada struktur sendi, sendi tidak normal saat
lahir (kelainan congenital), gout, diabetes serta gangguan hormone lainnya.
Deposit kristal dalam tulang rawan dapat menyebabkan degenerasi tulang rawan
dan OA . Kristal asam urat menyebabkan arthritis pada gout , sementara kristal
kalsium pirofosfat menyebabkan arthritis pada pseudogout . Beberapa orang
dilahirkan dengan sendi abnormal terbentuk ( kelainan kongenital ) yang rentan
terhadap keausan mekanis , menyebabkan degenerasi awal dan hilangnya tulang
rawan sendi . OA dari sendi pinggul umumnya berkaitan dengan kelainan struktur
sendi ini yang telah hadir sejak lahir . Gangguan hormon , seperti diabetes dan

16

gangguan hormon pertumbuhan terkait dengan pemakaian tulang rawan dini dan
osteoarthritis sekunder.3,18
A.2.2 Patofisiologi
Salah satu faktor terjadinya OA adalah akibat gesekan sendi yang ada dalam
tubuh. Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh terdapat tulang
rawan. . Tulang rawan berfungsi untuk meredam getaran antar tulang. Tulang
rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk menguatkan sendi,
proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian) yang
menjadi bantalan, pelumas dan pemberi nutrisi, Namun karena berbagai faktor
risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan
dan berkurangnya cairan pada sendi. Kondrosit merupakan sel yang bertugas
membentuk proteoglikan dan kolagen pada tulang rawan sendi. dengan alasanalasan yang belum diketahui secara pasti, sintesis proteoglikan dan kolagen
meningkat pada OA. Tetapi substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan
yang lebih tinggi sehingga pembentukan tidak dapat mengimbangi kebutuhan.
Rawan sendi kemudian kehilangan sifat kompresibilitasnya yang berfungsi
sebagai penahan gesekan. Meskipun penyebab utama belum diketahui namun
proses penuaan sangat berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam fungsi
kondrosit, yang dapat merubah komposisi rawan sendi yang mengarah pada
perkembangan OA. Selain kondrosit, sinoviosit dapat pula berperan dalam
patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan
perasaan tidak nyaman. Apabila sinoviosit mengalami peradangan akan
menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan
dilepaskan ke dalam rongga sendi dan akan merusak matriks rawan sendi serta
mengaktifkan kondrosit. kemudian tulang subkondral juga akan ikut berperan,
dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik yang akan
memecah proteoglikan.

17

Agrekanase merupakan enzim yang dapat memecahkan proteoglikan di


dalam matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu
agrekanase 1 (ADAMTs-4) dan agrekanase 2 (ADAMTs-11). MMPs diproduksi
oleh kondrosit, kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase
serin (activator plasminogen, plamsinogen, plasmin), radikal bebas dan beberapa
MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor,
termasuk TIMPs dan inhibitor aktifator plasminogen. Enzim lain yang turut
berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja
pada pH rendah, termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein
(katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpam di dalam lisosom kondrosit.
Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut
berperan merusak proteoglikan.
Beberapa sitokin yang ikut berperan merangsang kondrosit dalam
menghasilkan enzim perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi akan
melekat pada reseptor di permukaan kondrosit dan sinoviosit dan menyebabkan
transkripsi gene MMP sehingga produksi enzim proteolitik tersebut meningkat.
Sitokin yang terpenting adalah IL-1, selain sebagai sitokin pengatur (IL-6, IL-8,
LIFI) dan sitokin inhibitor (IL-4, IL-10, IL-13 dan IFN-). Sitokin inhibitor
tersebut bersama dengan IL-Ira dapat menghambat sekresi MMPs dan dapat
meningkatkan sekresi TIMPs. Selain itu, IL-4 dan IL-13 juga dapat melawan
efek metabolic IL-1. IL-1 berperan pula menurunkan sintesa kolagen tipe II dan
IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan
matriks rawan sendi yang berkualitas tidak baik.
A.2.3 Gejala klinis
OA merupakan penyakit sendi . Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari arthritis
yang merupakan penyakit sistemik , seperti rheumatoid arthritis dan systemic
lupus , OA tidak mempengaruhi organ-organ lain . Gejala yang paling umum dari
OA adalah nyeri pada sendi yang terkena, nyeri akan bertambah parah setelah

18

digunakan berulang-ulang . karakteristik nyeri pada OA akan semakin parah


setiap harinya dan menimbulkan reaksi radang pada daerah yang terkena, reaksi
tersebut berupa bengkak , kehangatan , dan berderit pada sendi yang terkena .
Nyeri dan kekakuan sendi dapat terjadi setelah penderita tidak bergerak dalam
waktu yang cukup lama ( misalnya , duduk, berdiri ) . Pada OA yang parah ,
hilangnya seluruh bantalan tulang rawan menyebabkan gesekan antara tulang ,
menyebabkan rasa sakit bahkan pada saat istirahat atau nyeri dengan gerakan
yang terbatas.19
Gejala OA bervariasi . Beberapa penderita dapat menurunkan kualitas hidup
mereka karena gejala OA . beberapa penderita OA yang lain memiliki gejala
yang ringan meskipun degenerasi yang parah dari sendi yang terlihat pada sinar X . Gejala dapat bersifat intermiten . OA lutut sering dikaitkan dengan kelebihan
berat badan bagian atas , dengan obesitas , atau riwayat cedera berulang dan / atau
operasi sendi . Degenerasi tulang rawan progresif dari sendi lutut dapat
menyebabkan deformitas dan kelengkungan tulang lutut . penderita dengan OA
sendi menahan beban ( seperti lutut ) dapat menyebabkan penderita pincang .
Pincang

dapat

memperburuk

kondisi

karena

memperparah

terjadinya

berdegenerasi tulang rawan . Pada beberapa pasien , nyeri , pincang , dan


disfungsi sendi tidak merespon obat atau tindakan konservatif lainnya.20
A.2.4 Osteoarthritis lutut
Lutut merupakan bagian paling umum terkena OA, sendi lutut merupakan
salah satu sendi terbesar dalam tubuh dan memiliki struktur yang cukup
kompleks. Lutut memungkinkan tubuh untuk menekuk, memutar, meluruskan dan
membawa beban berat tubuh. Aktivitas yang berlebihan dan kelebihan berat
badan akan meningkatkan risiko terjadinya OA lutut karena sendi lutut
merupakan sendi yang berfungsi untuk menopang berat tubuh.
a. Epidemiologi
Berdasarkan research osteoarthritis UK lutut merupakan situs paling sering
mengalami OA, 1 dari 5 orang berusia 45 tahun keatas telah mencari
19

pengobatan OA lutut. OA meningkat pada usia 45 tahun dan 75 tahun.


Berdasarkan data dari National Centre For Health Statistic diperkirakan 18.2
juta (12%) orang dewasa antara 25 74 tahun mempunyai keluhan sama
seperti OA. 20% pasien dibawah 45 tahun mengalami OA tangan dan hanya
8.5 % terjadi pada usia25-34 tahun tetapi terjadi 10-20 % pada kelompok 6574 tahun. OA lutut moderat sampai berat dialami oleh 33 % pasien usia 65-74
tahun dan OA panggul moderat sampai berat dialami oleh 50% pasien dengan
rentang usia yang sama.25
b. Kriteria diagnosis OA lutut
Kriteria diagnosis OA lutut ditegakkan melalui gambaran klinis, pemeriksaan
fisik dan hasil foto secara radiografik. Radiografik lutut dibuat dalam keadaan
berdiri, semi fleksi, aneroposterior dan lateral pada kedua lutut. Derajat
ringannya sendi berdasarkan criteria kellgen dan Lawrence (K-L) oleh dokter
radiologi. Derajat 0 disingkirkan. Derajat

2 diklasifikasikan sebagai OA

ringan.derajat K-L 3-4 diklasifikasikan sebagai OA sedang dan berat.


Tabel 3.1 Klasifikasi radiografis osteoarthritis lutut menurut kriteria Kellgen
dan Lawrence
derajat
0
1
2
3
4

Klasifikasi
Normal
meragukan
minimal
sedang

Gambaran radiologis
Tidak ada gambaran radiologis yang abnormal
Tampak Osteofit kecil
Tampak Osteofit, celah sendi normal
Osteofit jelas, penyempitan celah sendi
Penyempitan celah sendi berat dan adanya
sklerosis

berat

c. Faktor risiko
Terdapat dua pembagian besar faktor risiko OA lutut, yaitu faktor predisposisi
dan faktor biomekanik. Faktor predisposisi merupakan faktor yang
memudahkan pasien terkena OA lutut, sedangkan faktor biomekanis adalah

20

berhubungan dengan gerak tubuh/ faktor mekanis yang memberikan beban


atau tekanan yang berlebih pada sendi lutut sebagai penopang tubuh dan alat
gerak tubuh, sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya OA lutut.
(1) Faktor predisposisi
i.
Faktor demografi
a) Usia
Penuaan secara rawan normal diduga meningkatkan kelemahan
sekitar sendi, mengurangi kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan
dan menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya berpengaruh
terhadap kejadian OA. Framingham Studi telah menemukan bahwa
27% dari mereka yang berusia 63-70 memiliki bukti radiografi OA
lutut, meningkat menjadi 44% pada usia lebih dari 80 group.
Penelitian lain telah menemukan bahwa 80% dari orang di atas usia 65
tahun memiliki beberapa bukti radiografi osteoarthritis (meskipun ini
mungkin asimtomatik), Studi lain pada osteoartritis telah menemukan
bahwa Hal tersebut berkurang dalam kelompok pasien tua dengan OA
lutut.
b) Jenis kelamin
Usia dibawah 50 tahun laki-laki memiliki prevalensi lebih tinggi
terhadap kejadian OA lutut dibandingkan dengan wanita. Namun
setelah usia lebih dari 50 tahun wanita lebih tinggi prevalensinya
dibandingkan dengan laki-laki. Menurunnya kadar estrogen dalam
wanita menopause berupakan pemicu terjadinya hal tersebut.
c) Ras dan etnis
OA umumnya sering terjadi di eropa dibandingkan dengan Negaranegara Asia Osteoarthritis pinggul lebih umum di Eropa (7% -25%)
daripada di Cina, Afrika, Nigeria, Liberia, dan Jamaika (1% -4%).
osteoarthritis tangan lebih sering terjadi pada wanita Eropa
dibandingkan pada wanita Afro-Karibia. Penduduk asia memiliki
risiko lebih tinggi kejadian OA lutut dibandingkan dengan afrika.
ii.

Faktor Genetik

21

Ada keterkaitan dengan kromosom 2q, 4, dan 16. Pada riwayat genetic
sering ditemukan autosomal dominan pada keluarga warisan OA. Gengen yang rusak sering coding untuk protein struktural dari matriks
ekstraseluler dari sendi dan kolagen protein. Anak-anak dengan orang
tua memiliki riwayat OA lebih berisiko tinggi dibandingkan dengan
iii.

orang tua yang tidak memiliki riwayat OA.


Gaya hidup
a) Kebiasaan merokok
Merokok akan meningkatkan kandungan racun dalam darah dan akan
mematikan jaringan, hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan
tulang rawan dan mematikan sel tulang rawan sendi. hubungan
merokok dengan kejadian OA, merokok dapat mematikan sel dan
menghambat sel tulang rawan sendi, merokok dapat meningkatkan
tekanan oksidan

yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan,

merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam


darah yang menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat
menghambat pembentukan tulang rawan.
b) Konsumsi vitamin D
Konsumsi vitamin D akan menurunkan risiko terjadinya OA. Orang
yang tidak biasa mengkonsumsi vitamin D memiliki risiko 3 kali lebih
tinggi dibandingkan orang yang biasa konsumsi vitamin D.
iv. Faktor metabolik
a) Obesitas
Obesitas metupakan faktor yang dapat dimodifikasi

terkuat

dibandingkan faktor-faktor lain. Setiap kenaikan berat badan sendi


lutut akan semakin meningkat beban yang diterima dan ketika pasien
berjalan beban akan meningkat sehingga sangat berisiko OA terutama
didaerah lutut. Kingford studi menunjukkan bahwa untuk setiap 2 unit
peningkatan IMT (sekitar 5 kg). odds ratio pada gambaran OA secara
radiografik akan meningkat 1.36 kali. Keebihan berat badan pad usia
36-37 tahun akan meningkatkan risiko OA lutut pada usia >70 tahun.
b) Penyakit lain
22

Penyakit seperti diabetes militus juga berpengaruh terhadap kejadian


OA.
c) Riwayat pembedahan sendi
OA lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani
manisektomi. Manisektomi merupakan operasi yang dilakukan
didaerah lutut. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Karena kehilangan jaringan meniscus akibat manisektomi
menyebabkan tekanan berlebih pada tulang rawan sendi sehingga
sebagai pemicu timbulnya OA lutut.
2. Terjadi degenerasi meniskal dan robekan yang meluas dan
perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar dibandingkan
pasien yang tidak menjalani manisektomi.
(2) Faktor biomekanik
i.
Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut akut termasuk merupakan faktor risiko timbulnya OA
lutut.Framingham studi menunjukkan bahwa orang dengan riwayat
trauma lutut memiliki risiko 5 6 kali lipat lebih tinggi untuk
ii.

menderita OA lutut.
Pekerjaan
Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada pekerja dengan aktivitas
fisik yang berat, terutama pada pekerjaan yang banyak menggunakan
kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi yang tinggi pada
pasien OA lutut ditemukan pada kuli bangunan, petani dan penambang
dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan
lutut dalam pekerjaannya seperti pekerja administrasi.

iii.

Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang berat berdiri yang lama (2 jam atau lebih setiap
hari), berjalan kaki jauh (2 jam atau lebih setiap harinya), mengangkat
barang-barang berat (10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap
minggunya), mendorong objek yang berat (10 kg 50 kg , 10 kali atau

23

lebih setiap minggu), naik turun Tangga setiap hari merupakan faktor
risiko OA lutut.24
A.2.5 Patofisiologi OA pada pasien obesitas

Gambar 2. Patofisiologi OA pada pasien obesitas

Hubungan progresif antara obesitas , osteoarthritis ,dan aktivitas fisik .


Obesitas merupakan faktor risiko independen untuk osteoarthritis . Mekanisme
yang bertanggung jawab untuk link ini tidak sepenuhnya dipahami tetapi diduga
melibatkan perubahan biomekanik dan peradangan metabolik yang berhubungan
dengan kelebihan jaringan adiposa dan lipid. Aktivitas fisik merupakan faktor
risiko peradangan yang bersifat independen karena berkurangnya ekspresi
mediator anti - inflamasi sistemik dan seluler.21
Peningkatan beban mekanik akibat obesitas mempengaruhi terjadinya
degradasi sendi dan tulang rawan selain itu, Jalur metaboisme obesitas terhadap
kerusakan sendi saat ini belum diketahui. Meskipun diduga akibat penyimpangan

24

ekspresi adipokine yang menimbulkan efek langsung terhadap kerusakan sendi.


Adipokine memberi efek langsung pada jaringan sendi termasuk tulang rawan,
sinovium dan tulang. Leptin dan adipokin merupakan yang paling sering
diproduksi dan reseptor mereka diekspresikan pada permukaan kondrosit,
synoviosit dan subchrondral osteoblasts . Leptin merupakan hormon polipeptida
yang dikodekan oleh gen obesitas, leptin terutama di sekresi oleh adiposit yang
berfungsi sebagai sinyal aferen di hipotalamus yang merupakan umpan balik
negative untuk mengatur jaringan adiposa dan berat badan. Penelitian yang
melibatkan tikus betina sebagai sampel menunjukkan bahwa tikus betina dengan
obesitas yang memiliki gangguan sinyal leptin terlindungi dari kejadian OA. Hal
ini menunjukkan bahwa lemak tubuh meningkat tanpa adanya sinyal leptin tidak
cukup untuk menginduksi peradangan sendi dan sistemik pada tikus. Leptin telah
ditemukan untuk meningkatkan kadar enzim degradatif , seperti matriks
metalloproteinase ( MMPs ) dan oksida nitrat , dan produksi pro - inflammatory
cytokines

. Tingkat adipokines pada orang dengan obesitas mungkin sangat

penting, karena obesitas dapat menghasilkan lingkungan biokimia dengan


keadaan kondrosit tidak dapat mengekspresikan reseptor adipokine. Sebagai
contoh, kondrosit dari pasien OA obesitas telah ditunjukkan untuk menunjukkan
pola respon terhadap leptin berbeda dari normal . Sedikit yang diketahui tentang
peran adiponektin dalam penyakit sendi , dengan sifat baik pro - inflamasi
maupun anti - inflamasi, dibandingkan dengan efek anti -inflamasi sistemik .
Tingkat leptin dan adiponektin secara signifikan meningkat pada orang dengan
OA.22,23
Dibandingkan dengan controls . Sebuah studi baru-baru ini penurunan berat
badan yang signifikan pada subyek obesitas dengan OA lutut menunjukkan
penurunan kadar leptin sirkulasi dan meningkatkan tingkat sirkulasi adiponectin.21

25

B. Kerangka Teori

OSTEOARTHTRITIS
LUTUT
Gejala Klinis
1.
2.
3.
4.

Nyeri pada sendi yang terkena


Kaku sendi
Hambatan gerak
Muncul reaksi radang seperti
pembengkakan sendi
5. Perubahan gaya berjalan
Faktor lain

Faktor intrinsik

1.aktifitas
fisik

1. usia
2. jenis
kelamin
3. ras
4. Genetik

2.pekerjaa
n

Faktor
ekstrinsik
1.trauma
2.pembedahan
3.Diabetes
militus

Macam obesitas
1. Obesitas
sentral
2. Obesitas
perifer
3. Obesitas
campuran

Obesita
s
Etiologi
- Genetik,
- Lingkungan makanan dengan
kandungan lemak tinggi,
tinggi kalori, gaya hidup
jarang berolahraga

Patofisiologi
- Peningkatan
beban
mekanik
- adanya
mediator pro
inflamasi
(leptin,adipoki
n) yang
memicu
terjadinya

Komplikasi
hiperinsulinemia dan
resistensi insulin,
hupertensi, penyakit
jantung iskemik,
vena varikosa,
hernia, OA, Diabetes
militus

26

C. Kerangka Konsep
1. Obesitas
sentral
2. Obesitas
perifer

OSTEOARTHTRITIS
LUTUT

D. Hipotesis
Ada perbedaan pengaruh obesitas sentral dan obesitas perifer terhadap kejadian
OA Lutut.

27

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup
1
2
3

Tempat
Waktu
Disiplin ilmu

: Poli penyakit dalam Rumah Sakit Tugurejo


: Agustus 2014 September 2014
: Penyakit Dalam

B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yang digunakan adalah penelitian kuantitatif non eksperimental
dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

C. Populasi dan Sampel


1

Populasi
Seluruh Pasien OA rawat jalan pada poli penyakit dalam Rumah Sakit Tugurejo
yang diambil melalui rekam medis di rumah sakit tugurejo semarang.

2. Besar Sampel
Teknik sampling pada penelitian ini adalah simpel random sampling.
Perhitungan jumlah sampel menggunakan data proporsi dengan jumlah
populasi diketahui.
2

n=

Z /2p ( 1 p ) N
2
d ( N1 ) + Z 2 /2p ( 1 p )

Dimana :
n

= besar sampel

= Populasi

28

Z 2 /2 = nilai Z pada derajat kepercayaan 1-/2


P

= proporsi hal yang diteliti

= presisi

Perhitungan didasarkan pada nilai kesalahan tipe I (alpha) = 5%, sehingga nilai
Z = 1,96. Pada penelitian sebelumnya prevalensi obesitas pada pasien OA
diperkirakan sebesar 25% (P=25% atau 0,25), serta besar ketepatan absolut
ditetapkan sebesar 10% (d=0,1). Dengan jumlah pasien OA yang berobat jalan
pada poli penyakit dalam Rumah Sakit Tugurejo adalah 700. Maka perhitungan
besar sampel adalah :
2

n=

1.96 X 0.25 X 0.75 X 700


504.21
=
=65.3943 66
2
2
0.1 ( 7001 ) +1.96 X 0.25 X 0.75 7.7103

Dari rumus diatas diperoleh jumlah sampel sebanyak 66 orang yang menjadi
responden dan cara pengambilan sampel dengan menggunakan simple random
sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan merata pada penderita OA
yang pernah berobat jalan di poli penyakit dalam Rumah Sakit Tugurejo.
Dimana penderita OA yang akan dikelompokan menurut derajat keparahan
melalui gambaran radiologi.
Responden dipilih dengan menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
sebagai berikut :
Kriteria inklusi :
i Pasien OA yang pernah berobat di Rumah Sakit Tugurejo Semarang
ii Bersedia mengikuti penelitian
iii Berusia 50 tahun keatas
Sedangkan kriteria eksklusi
i
ii
iii

Pasien dengan riwayat trauma pada sendi lutut


Pasien yang menderita diabetes
Pasien dengan riwayat pembedahan sendi lutut
29

iv
v

Pasien dengan pekerjaan petani, kuli bangunan, penambang


Pasien dengan aktivitas fisik berat setiap harinya

D. Variabel Penelitian
1
2

Variabel bebas : obesitas, obesitas sentral dan perifer


Variabel terikat : osteoarthtritis

E. Bahan dan Alat


Alat yang digunakan yaitu:
1 Timbangan berat badan
2 Mid line
3 Alat ukur tinggi badan
4 Kuesioner osteoarthtritis
Bahan penelitian yang digunakan adalah yang ditujukan kepada responden.
Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh Melalui
observasi terhadap pasien.

F. Data yang Dikumpulkan


1

Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Rekam Medis penderita osteoarthtritis di poli
penyakit dalam Rumah Sakit Tugurejo.
Data Primer
Data dari variabel bebas dari pengukuran indeks massa tubuh dan pengukuran
RLPP dan data dari variabel terikat skor osteoarthritis yang diambil dari
diagnosis dokter melalui rekam medis.

G. Definisi Operasional, Variabel Penelitian dan Skala Penelitian


Variabel
VARIABEL BEBAS

Definisi Operasional

Alat Ukur

akumulasi

Alat

Hasil Ukur

Skala

Obesitas
dari

ukur

berat

Underweight

kelebihan lemak di

badan dan tinggi

bila

bagian

badan

normal

bokong,

dengan

berat

Ordinal

IMT<18.5,
18.5-24.9,

30

pinggul dan paha

rumus IMT = BB

overweight

dan

(Kg)/ TB (M) 2

29.9 , obesitas kelas

dapat

diukur

dengan IMT

1 30-34.9, obesitas
kelas

Obesitas sentral

Akumulasi

dari

dan Perifer

kelebihan lemak di
bagian

Midline

diukur

wanita

dengan

obesitas
perifer

0.8 cm

, sedang 0.8 cm dan

menggunakan rasio

obesitas sentral >

pinggang

0.8 cm

panggul

Pasien

dan

obesitas

pinggul dan paha

lingkar

Ordinal

sentral > 0.9 cm,

bokong,

dapat

obesitas kelas 3 >40


Ketegori
obesitas

cm

kelebihan lemak di

dan

35-39.9,

0.9 cm , sedang 0.9

dari

bagian

perifer pria

perut,

akumulasi

25-

penderita

osteoarthtritis yang
VARIABEL

berobat pada poli

TERIKAT

penyakit

dalam

Osteoarthtritis

Rumah

Sakit

Tugurejo

Derajat 0 normal,
Rekam medis dan

dan

gambaran

bersedia mengikuti

radiologis

penelitian

derajat

meragukan, derajat

Ordinal

2 minimal, derajat 3
sedang,

derajat

berat

H. Alat Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, alat ukur berat
badan, alat ukur tinggi badan, midline, yaitu:
a. Form Wawancara
: Tentang data pribadi, terdiri dari inisial
responden, umur ,dan jenis kelamin responden dan faktor risiko OA.

31

b. Timbangan berat badan

: Timbangan berat badan yang telah divalidasi

untuk mengukur berat badan dan IMT responden


c. Alat ukur tinggi badan
: Alat ukur atau instrument untuk mengukur
tinggi badan dan IMT responden
d. Midline
: Alat ukur atau instrument untuk mengukur
panjang RLPP responden.

I. Prosedur Pengumpulan Data


Metode

pengumpulan

data

pada

penelitian

ini

untuk

pelaksanaan

pengumpulan data, peneliti membagi menjadi dua tahap, yaitu :


Persiapan
- administrasi
- survey pendahuluan

Survey pendahuluan
Penderita OA di Rumah Sakit
Tugurejo

kriteria inklusi :
1. Pasien OA rumah sakit Tugurejo
2. Bersedia mengikuti penelitian

1.
2.
3.
4.

Kriteria Eksklusi
Riwayat trauma pada sendi
diabetes
kelainan sendi kongenital
pembedahan sendi

pelaksanaan

Pengumpulan data

Pengolahan data

Variabel terkendali
1. Umur
2. Pekerjaan
3. Obesitas perifer dan sentral

Variabel tidak terkendali


1. Riwayat penyakit genetik
2. Jenis kelamin
3. Kebiasaan merokok

a. Tahap Persiapan
Ditahap ini, peneliti memulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:

32

1. Mengurus administrasi berkaitan dengan persyaratan penelitian dan


perijinan kepada Kepala Instansi yang terkait
2. Melakukan survey pendahuluan pada penderita OA di poli penyakit dalam
Rumah Sakit Tugurejo Semarang.
b. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah tahap pelaksanaan pengambilan data adalah sebagai berikut :
1. Peneliti melakukan pendekatan pada calon responden dan menjelaskan
secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilakukan dan meminta
untuk menjadi responden. Calon responden yang bersedia berpartisipasi
secara sukarela dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan
2.

menjadi responden.
Setelah calon responden menyetujui menjadi responden dan mendatangani
informed consent, responden diukur berat badan, tinggi badan dan panjang

lingkar perut dan mengisi kuisioner.


3. Pengukuran dilakukan secara berulang hingga 3 kali pengukuran agar hasil
tidak ada kesalahan.

J. Analisis Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel hasil penelitian .
Analisis ini menghasikan distribusi dan presentase data tiap variabel. Analisis
ini digunakan untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel, yaitu indeks
massa tubuh,panjang lingkar perut dan osteoarthtritis. Analisa yang digunakan
untuk menggambarkan masing-masing variable bebas dan terikat dengan
analisis deskriptif menggunakan explore.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan.
Untuk mengetahui hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat dengan
menggunakan uji chi square dan odds ratio.
c. Analisa Multivariat

33

Analisa Multivariat dilakukan terhadap dua variabel bebas yang diduga


berbeda pengaruhnya terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui perbedaan
dua variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji anova.
K. Jadwal Penelitian
No
1.
2.
3.

Tahap Penelitian
Persiapan
Pelaksanaan
Pengolahan data

Waktu
3 minggu
1 bulan
1 minggu

Daftar Pustaka
1

WHO . Obesity and Overweight [serial online] 2014 may [cited 2014 jun 2014];
1(1):[5screens].Available

from:

URL:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/.
2

Sacks JJ, Luo Y-H, Helmick CG. Prevalence of specific types of arthritis and
other rheumatic conditions in the ambulatory health care system in the United
States, 20012005. Arthritis Care & Research. 2010;62 (4):460-464.

Runhaar J, Koes BW, Clockaerts S, Bierma-Zeinstra SM. 25. A systematic review


on changed biomechanics of lower extremities in obese individuals: a possible
role in development of osteoarthritis. Obes Rev 2011; 12 : 1071-82.

34

King LK, Birmingham TB, Kean CO, Jones IC, Bryant DM, 26. Giffin JR.
Resistance training for medial compartment knee osteoarthritis and malalignment.
Med Sci Sports Exerc 2008; 40 : 1376-84.

Aspden RM. Obesity punches above its weight in osteoarthritis. Nat Rev
Rheumatol 2011; 7(1): 65-8.

Lago F, Dieguez C, Gomez-Reino J, Gualillo O. The emerging role of adipokines


as mediators of inflammation and immune responses. Cytokine Growth Factor

Rev 2007; 18(3-4): 313-25


Zhang W. Risk factors of knee osteoarthritis--excellent evidence but little has

been done.Osteoarthritis Cartilage. 2010;18:12.


Indra Kusumah, S. K. L., and S. Psi. Panduan Diet Ala Rasulullah. QultumMedia,

2007.
davey Patrick at a glance medicine alih bahasa rahmalia annisa, cut novianty
editor safitri amalia- Jakarta : erlangga 2005 hlm 54-55.

10 buletin jendela pusat data dan informasi kesehatan. Gambaran kesehatan lanjut
usia di Indonesia. Kementrian kesehatan RI. 2013;6-4.
11 Marlowe, F; Apicella, C; Reed, D (2005). "Men's preferences for women's profile
waist-to-hip

ratio

in

two

societies".Evolution

and

Human

Behavior.2005;26(6):45-68.
12 Panoulas VF, Ahmad N, Fazal AA, et al. The inter-operator variability in
measuring waist circumference and its potential impact on the diagnosis of the
metabolic syndrome. Postgrad Med J. 2008;84(993):344-7.
13 Balkau B, Sapinho D, Petrella A, Mhamdi L, Cailleau M, Arondel D, et al.
Prescreening tools for diabetes and obesity-associated dyslipidaemia: Comparing
BMI, waist and waist hip ratio. The D.E.S.I.R. Study. Eur J Clin Nutr.
2006;60(3):295-304.
35

14 IDF. The IDF consensus worldwide definition of the metabolic syndrome.


International Diabetes. Federation (IDF), 2006.
15 WHO. Obesity: Preventing and managing the global epidemic. Report of a WHO
Consultation Geneva, World Health Organization (WHO), 2000.
16 Srikulmontree

Thitinan.

Osteoarthritis.

Atlanta:

American

collage

of

rheumatology; 2012.p.5-1.
17 National Institute of Health and Care Excellence (NICE) . NICE clinical guideline
Osteoarthritis; The care and management of osteoarthritis adults;2008.
18 Goldring MB, Goldring SR (2010) Articular cartilage and subchondral bone in the
pathogenesis of osteoarthritis. Annals of the New York Academy of Sciences;
1192: 230-237
19 Dunlop DD, Song J, Semanik PA, Chang RW, Sharma L, Bathon JM, et al.
Objective physical activity measurement in the osteoarthritis initiative: are
guidelines being met? Arthritis Rheum 2011; 63(11): 3372_82.
20 Hootman JM, Helmick CG. Projections of US prevalence of arthritis and
associated activity limitations. Arthritis Rheum 2006; 54(1): 226_9
21 Hotamisligil GS. Inflammation and metabolic disorders. Nature 2006; 444(7121):
860-7
22 Griffin TM, Huebner JL, Kraus VB, Guilak F. Extreme obesity due to impaired
leptin signaling in mice does not cause knee osteoarthritis. Arthritis Rheum 2009;
60(10): 2935-44

36

23 Presle N, Pottie P, Dumond H, Guillaume C, Lapicque F, Pallu S, et al.


Differential distribution of adipokines between serum and synovial fluid in
patients with osteoarthritis. Contribution of

joint tissues to their articular

production. Osteoarthritis Cartilage 2006; 14(7): 690-5.


24 Yoshimura Noriko, Kinoshita Hirofumi, Hori Noriaki, et al. Risk Factorsfor Knee
Osteoarthritis in Japanese Men : A Case-Control Study.Modern Rheumatology,
2006; 16 (1) : 108 - 112.
25 Dillon, Charles F., Elizabeth K. Rasch, Qiuping Gu, and Rosemarie Hirsch.
"Prevalence of knee osteoarthritis in the United States: arthritis data from the
Third National Health and Nutrition Examination Survey 1991-94." The Journal
of rheumatology 33, no. 11 (2006): 2271-2279.

37

Lampiran 1
Informed Consent
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

Umur

Alamat

Pekerjaan

No. Telp.

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang maksud dan tujuan dari
penelitian ini, maka saya menyatakan bersedia diikutsertakan dalam penelitian :
PERBEDAAN PENGARUH OBESITAS SENTRAL DAN PERIFER
TERHADAP KEJADIAN OSTEOARTHRITIS LUTUT
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sadar dan tanpa paksaan dari pihak
manapun.

38

Semarang, Juli 2014


Yang menyatakan,

(.....................................)
Lampiran 2
FORM WAWANCARA KRITERIA INKLUSI EKSKLUSI FAKTOR RISIKO
OSTEOARTHRITIS
Nomor Identitas Responden:
..............................................
Jam Wawancara Mulai :

Jam Wawancara Selesai :

Tanggal Wawancara :
Nama

Umur

Jenis kelamin

Tanggal

Kriteria inklusi ekslusi

: (Centang yang menurut anda sesuai)

1. Kapan Tanggal Lahir Anda ?


.
2. Apakah anda pernah mengalami trauma lutut?

39

Ya
Tidak
3. Apakah anda pernah menjalani operasi pada sendi lutut?
Ya
Tidak
4. Apakah anda pernah didiagnosis dokter menderita diabetes mellitus?
Ya
Tidak
5. Apakah anda bekerja atau pernah bekerja sebagai petani, kuli bangunan atau
penambang ?
Ya
Tidak
6. Apakah anda selalu melakukan aktivitas fisik berat (berdiri yang lama 2 jam
atau lebih setiap hari, berjalan kaki jauh 2 jam atau lebih setiap harinya,
mengangkat barang-barang berat 10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih
setiap minggunya, mendorong objek yang berat 10 kg 50 kg , 10 kali atau
lebih setiap minggu, naik turun Tangga setiap hari) ?
Ya
Tidak

40

Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

Nama

Umur

Jenis kelamin

Pekerjaan

Tanggal

No.

Jenis Data

1.

Derajat Osteoarthritis

2.

Berat Badan

3.

Tinggi Badan

4.

Indeks Massa Tubuh

5.

Panjang Lingkar pinggang

6.

Panjang Lingkar Panggul

7.

Rasio Lingkar Pinggang

Nilai Data

Keterangan

Panggul
41

42

Anda mungkin juga menyukai