Anda di halaman 1dari 8

Analisis Densitas Kelurusan untuk Prediksi Keberadaan Sesar: Studi

Kasus Tambang Batubara


1

Ken Prabowo B.D.S.1*, Dasapta E. Irawan1 and Barkah Santosa2


Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10, 40132, Bandung,
Indonesia, *e-mail: ken.prabowo@gmail.com
2
Departemen Geologi, PT. Kaltim Prima Coal, Sangatta, Kalimantan Timur, Indonesia

Pit Pelikan dan Kanguru merupakan dua area pertambangan batubara yang dimiliki
oleh PT. KPC di Sangatta, Kalimantan Timur. Di kedua pit tersebut terdapat ratusan lapisan
batubara dan memiliki produksi batubara tertinggi per Desember 2013. Pada beberapa tahun
terakhir, aktivitas pertambangan di daerah tersebut mengalami gangguan dari waktu ke waktu
oleh washed-out. Lapisan batubara yang hilang tersebut menurunkan cadangan atau dapat
berakibat bencana geoteknik karena undercut yang dihasilkan. Sehingga model yang dibuat
terbukti salah dan perlu dilakukan penelitian akan penyebabnya.
Pada awal tahun 2014, dilakukan analisis buffer berdasarkan kelurusan geomorfologi,
peta struktur geologi dan geometri lantai batubara aktual yang menunjukkan bahwa daerah
tersebut mengalami deformasi oleh sesar daripada dilewati aliran sungai purba. Peta densitas
kelurusan dibuat dengan metode stokastik yang merata rata dan mengkontur kelurusan
dalam daerah penelitian. Metode tersebut dirancang untuk memprediksi keberadaan sesar
berdasarkan tegasan regional dan trend kelurusan yang sesuai peta struktur geologi. Studi
lebih lanjut dengan simulasi flooding menunjukkan bahwa data bor yang terdapat pada daerah
tersebut lebih jarang dibandingkan daerah lainnya akibat rawa besar di tengah lembah yang
terbentuk dari zona sesar. Metode ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi pola
pengeboran pada tahapan eksplorasi dan menurunkan resiko kesalahan model pada tahap
pengembangan.
Kata kunci : densitas kelurusan, diskontinuitas lapisan batubara, sesar, kelurusan, metode
stokastik.

Pendahuluan
PT. KPC merupakan perusahaan
tambang batubara yang terletak di
Sangatta, Kalimantan Timur. Pit Kanguru
dan Pit Pelikan merupakan area tambang
yang terletak di dalam daerah konsesi
PT.KPC (Gambar 1a). Departemen
Geologi bertanggung jawab melakukan
eksplorasi dan membuat model yang
digunakan oleh Departemen Perencanaan
Tambang. Pemodelan lapisan batubara dari
data pengeboran dilakukan menggunakan
GEOVIA Minex. Berdasarkan model
tersebut dibuat sebuah desain tambang.
Sejak dimulainya operasi penambangan di
kedua pit tersebut, kondisi aktual di
lapangan menunjukkan bahwa terdapat

diskontinuitas yang memutus lapisan


batubara sehingga model yang dibuat tidak
sesuai kondisi aktualnya. Diskontinuitas
yang terjadi di lapangan sering disebut
sebagai
washed-out
untuk
bahasa
operasional sehingga terjadi ambiguitas
bahwa diskontinuitas tersebut diakibatkan
oleh saluran fluvial.
Apapun penyebabnya, kesalahan
pada model menyebabkan kerugian bagi
perusahaan karena menyebabkan masalah
pada tingkat perencanaan maupun operasi.
Lapisan batubara yang hilang tersebut
menurunkan cadangan dan dapat menjadi
bencana geoteknik karena kesalahan pada
model berpotensi menghasilkan undercut

pada saat dilakukan penggalian. Kemudian


pada di sebelah utara daerah penelitian
yang masih memiliki kondisi geologi
serupa sudah direncanakan operasi
penambangan lain pada skala yang lebih
besar. Atas dasar itu, perlu dilakukan
penelitian akan yang menyebabkan
melesetnya model geologi dari kondisi
aktual lapangan.

Metode
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dilaksanakan pemetaan dan analisis
struktur geologi yang terbentuk di daerah
penelitian. Kemudian dilakukan analisis
buffer terhadap data geometri lantai
batubara guna mencari tahu hubungan
antara struktur dan diskontinuitas batubara.
Selain itu untuk mengevaluasi kesalahan
pada model maka dilakukan simulasi muka
air pada berbagai ketinggian. Terakhir
analisis kelurusan geomorfologi dilakukan
menggunakan peta densitas kelurusan yang
dibuat dengan metode stokastik.

Geologi Regional
Daerah penelitian (Gambar 1b)
yang memiliki luas 22.5625 km2 (4,75
km*4,75 km) merupakan bagian dari
Cekungan Kutai. Di area tersebut terdapat
dua formasi yang sangat berbeda baik
secara litologi maupun lingkungan
pengendapan yaitu :
1. Formasi Pulau Balang
Formasi ini terdiri dari perselingan
batupasir dengan batu lempung, batu
lanau,
batugamping,
batupasir
gampingan dengan sisipan lignit
setempat. Berumur Miosen Awal hingga
Miosen Tengah. Formasi tersebut
diinterpretasikan diendapkan pada
daerah prodelta hingga laut dangkal
dengan tebaran terumbu di beberapa
tempat.

2. Formasi Balikpapan
Formasi ini terdiri dari batupasir,
batulempung, lanau, tuf dan batubara.
Perselingan
batupasir
kuarsa,
batulempung,
dan
batulanau
memperlihatkan struktur silang siur.
Mengandung sisipan batubara dengan
ketebalan 10 cm 16 m. Batu lempung
berwarna kelabu, getas, mengandung
oksida besi dengan sisipan laminasi
karbon. Formasi diendapkan pada
lingkungan daratan delta dengan tebal
formasi 2000 m. Umur formasi
berkisar dari Miosen Tengah Miosen
Akhir. Formasi ini diendapkan selaras
diatas Formasi Pulau Balang.
Berdasarkan peta yang dikeluarkan oleh
Chambers et al., 2004 di batas batas
Cekungan Kutai terbentuk detachment
structure yang berkembang menjadi pusat
pengendapan syn-rift Cekungan Kutai.
Sedangkan pada bagian dalam Cekungan
Kutai berkembang lipatan lipatan dan
sesar naik. Kemudian di Kalimantan Timur
terdapat sebuah lipatan pada skala regional
bernama Antiklinorium Samarinda yang
terbentang dari Balikpapan hingga
Mangkalihat.

Struktur Geologi
Pada daerah penelitian terdapat
sepuluh sesar seperti yang tercantum pada
Gambar 2. Bukti bukti keberadaan sesar
dapat dilihat pada Tabel 1.

Analisis Buffer
Buffer merupakan sebuah daerah
yang didapat dari proyeksi nilai
maksimum dari sebuah objek di peta
berupa titik, garis atau poligon. Analisis
buffer digunakan untuk merepresentasikan
sesar yang merupakan bidang tiga dimensi
ke dalam peta dua dimensi. Nilai

maksimum didapat dari beda antara elevasi


terendah permukaan topografi asli dan
elevasi terendah Pit Pelikan dan Kanguru
yang terhitung 217 m. Kemudian dengan
rata rata kemiringan bidang sesar yang
didapat dari daerah penelitian sebesar 42
dengan perhitungan trigonometri didapat
bahwa proyeksi sesar adalah sebesar 195
m. Zona hancuran dihitung berdasarkan
eksperimen sandbox yang dilakukan oleh
Schmatz, et al. (2010) sebesar 75% dari
pergeseran sesar yang didapat dari kondisi
aktual daerah penelitian. Sehingga pada
akhirnya didapat area buffer sebesar
233,75 meter dari sesar.
Gambar 4(a) & Gambar 4(b)
menunjukkan
analisis
buffer
yang
dilakukan pada daerah penelitian dengan
topografi asli dan topografi aktual setelah
dilakukan
aktivitas
penambangan.
Berdasarkan analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa diskontinuitas lapisan
batubara yang terjadi di bawah permukaan
disebabkan oleh sesar.

Analisis Kelurusan dan Densitas


Kelurusan
Kelurusan
merupakan
fitur
geomorfologi berupa lembahan atau
perbukitan
yang
berbentuk
lurus.
Pengeplotan
pada
diagram
roset
menunjukkan bahwa terdapat tiga tren
kelurusan yaitu N-S, NNE SSW dan NW
SE. Kelurusan dengan arah N-S dan
NNE-SSW diinterpretasikan terbentuk
sebagai bagian dari Antiklinorium
Samarinda berupa lipatan, sesar naik atau
lapisan yang tererosi. Sedangkan kelurusan
dengan tren NW-SE diinterpretasikan
terbentuk dari struktur geologi berupa
kekar atau sesar turun.

Kelurusan merupakan hasil dari


serangkaian proses geomorfologi yang
rumit antara lain pengangkatan, erosi dan
pengendapan. Peta densitas kelurusan
dibuat dengan membagi daerah penelitian
menjadi 400 bagian atau 20*20 dengan
panjang setiap persegi 237,5 meter. Di tiap
area persegi dihitung jumlah kelurusan
yang terdapat di dalam persegi tersebut
seperti yang ditunjukkan Gambar 5a.
Setelah itu di nilai tiap titik akan dilakukan
interpolasi menjadi sebuah peta kontur.
Interpolasi densitas kelurusan dilakukan
menggunakan sebuah metode stokastik
yang disebut metode Kriging sehingga
menjadi peta densitas seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5b.
Gambar 6 menunjukkan hubungan
densitas kelurusan dengan sesar yang
terdapat pada daerah penelitian. Peta
densitas tersebut tidak dapat memprediksi
posisi sesar secara akurat dan harus tetap
memperhitungkan kelurusan kelurusan
besar yang terdapat di daerah penelitian.
Beberapa kelurusan besar yang terbukti
dibentuk oleh sesar malah tidak terlihat
pada peta densitas karena satu kelurusan
yang besar hanya bisa memberikan nilai
densitas yang rendah. Kemudian sering
kelurusan yang terbentuk tidak berada
persis pada posisi sesar melainkan
terbentuk
di
sekitaran
sesar.
Bagaimanapun peta densitas kelurusan
cukup
efektif
menjadi
indikator
keberadaan sesar. Dari Gambar 6 dapat
dilihat bahwa daerah dengan densitas
kelurusan di atas dua banyak berasosiasi
dengan sesar sehingga nilai tersebut dapat
mengindikasikan keberadaan sesar. Daerah
dengan densitas yang tinggi tanpa sesar
dapat diakibatkan kurangnya bukti struktur
sehingga belum ditarik struktur pada
daerah tersebut.aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Diskusi
Analisis buffer telah menunjukkan
bahwa penyebab diskontinuitas lapisan
batubara di Pit Pelikan dan Kanguru
disebabkan oleh sesar. Kemudian yang
menjadi pertanyaan adalah bagaimana
model dengan spasi bor sedekat 60 m
dapat melewatkan sesar dengan zona
hancuran mencapai 38,75 meter. Gambar 7
menunjukkan bahwa ketersediaan data bor
di Pit Pelikan dan Kanguru, dapat dilihat
bahwa daerah anomali memiliki data bor
yang jauh lebih sedikit dibandingkan
daerah sekitarnya. Setelah ditinjau
kembali, pada topografi asli dapat dilihat
bahwa area tersebut merupakan lembahan
yang besar. Gambar 8 memperlihatkan
simulasi flooding pada elevasi 50,52,54
dan 56 mdpl memperlihatkan bahwa
daerah tersebut bukan hanya sekedar
lembahan tapi merupakan rawa yang besar.
Berdasarkan percakapan personal dengan
wellsite geologist PT. KPC, melakukan
pengeboran di lembahan sangat sulit
karena landasan untuk yang terdiri dari
sedimen lunak tidak kuat untuk menopang
rig eksplorasi dan pada saat itu tim
eksplorasi belum memiliki alat bantu
untuk melakukan penimbunan.

pengeplotan pada diagram rosette dan


pembuatan peta densitas kelurusan. Tiap
kelurusan besar dengan yang sesuai
dengan arah tegasan regional patut
dicurigai sebagai bentukan dari struktur
geologi. Selanjutnya pola pengeboran
disesuaikan
untuk
mencari
tahu
kemenerusan lapisan batubara pada daerah
daerah anomali.

Pengakuan
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Departemen Geologi PT. KPC atas
berbagai dukungan selama melakukan
penelitian di lapangan.

Daftar Pustaka

Bachtiar A., Purnama Y.S., Suandhi P.A.,


Krisyunianto A., Rozalli M., Nugroho
D.W.H., Suleiman A., 2013, The Tertiary
Paleogeography Of The Kutai Basin And
Its Unexplored Hydrocarbon Plays,
Jakarta, Indonesia Proceedings IPA 37th
Annual Convention & Exhibition, May
2013.

Chambers, J. L. C., I. Carter, I. R. Cloke,


J. Craig, S. J. Moss, and D. W. Paterson,
2004, Thin-skinned and thick-skinned
inversion-related thrusting A structural
model for the Kutai Basin, Kalimantan,
Indonesia, in K. R. McClay, ed., Thrust
tectonics and hydrocarbon systems:
AAPG Memoir 82, hal. 614 634.

Mc Clay K., Dooley T., Ferguson A.,


Poblet J., Tectonic Evolution of SangaSanga Block Mahakam Delta Kalimantan
Indonesia, AAPG Bulletin Vol. 84, No. 6,
June 2000, hal.765 786.

J. Schmatz , P.J. Vrolijk, J.L. Urai, Clay


smear in normal fault zones The effect
of multilayers and clay cementation in
water-saturated model experiment,
Journal of Structural Geology No. 32,
2010, hal. 18341849.

Kesimpulan
Diskontinuitas lapisan batubara
yang menyebabkan lapangan di Pit
Kanguru dan Pelikan disebabkan oleh
sesar yang memotong kedua pit tersebut.
Perbedaan antara model dan kondisi
lapangan diakibatkan oleh kurangnya
ketersediaan data pada daerah anomali
tersebut.

Saran
Pada tahapan awal eksplorasi,
dilakukan analisis kelurusan berupa

Gambar 1 (a) Lokasi Geografis PT. KPC (b) DEM dari peta topografi aktual daerah penelitian

Gambar 2 Peta struktur daerah penelitian

Gambar 3 (a) Perhitungan zona sesar dari model sandbox Schmatz, et al. (2010) (b) Perhitungan analisis buffer

Gambar 4 Peta analisis buffer (a) topografi asli (b) topografi aktual Februari 2014

Gambar 5 (a) Kelurusan lembah dan perbukitan pada daerah penelitian (b) Plot kelurusan pada diagram rosette

Gambar 6 (a) Densitas kelurusan per area (b) Peta Densitas Kelurusan

Gambar 7 Overlay Peta Densitas Kelurusan dengan Struktur Geologi

Gambar 8 Peta distribusi data bor

Gambar 9 Simulasi flooding pada elevasi 50,52,54 dan 56 mdpl.


Tabel 1 Keberadaan struktur dan bukti penyertanya

Anda mungkin juga menyukai