Anda di halaman 1dari 7

analis wacana menyelidiki penggunaan bahasa dalam konteks oleh pembicara atau penulis, ia

lebih memperhatikan hubungan antara pembicara dan ucapan, pada keadaan penggunaan
tertentu, daripada hubungan potensial antarkalimat yang satu dengan kalimat yang lain, tanpa
memandang penggunaannya (Brown dan Yule, 1983:27). Tampak bahwa analis wacana mengkaji
bahasa dari sesuatu yang lahir apa adanya hingga apa-apa yang ada di sekitarnya. Analis wacana
mengarahkan perhatiannya dari yang konkret ke abstrak atau sebaliknya. Karena itu, keberadaan
sifat-sifat formal kebahasaan tidak merupakan sesuatu yang mutlak, semuanya diperhitungkan.
Untuk memahami wacana perlu diadakan analisis terhadap ujaran-ujaran dalam
teks dengan memakai perangkat-perangkat implikatur, referensi, inferens,
praanggapan, serta konteks agar penafsiran wacana bisa lebih tepat.

George Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu
yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan.
Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42)
menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang
tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987:46), memberikan
pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan
situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau
ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya,
membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk
mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah
kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan
disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.

Jenis-jenis Praanggapan

Presuposisi Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/
keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.
Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi
dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.

yang

Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna
yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna
lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak
benar.
Presuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah
dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu
sudah diasumsikan kebenarannya.
Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya
tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang
dengan kenyataan.

Konsep implikatur kali pertama dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memcahkan
persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa.
Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud

oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah Brown dan
Yule (1983:1. Sebagai contoh, kalau ada ujaran panas disini bukan? Maka secara implisit
penutur menghendaki agar mesin pendingin di hidupkan atau jendela dibuka.
Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau pesan yang tersirat
dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur adalah ungkapan secara
tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal
(Ihsan, 2011:93)
Menurut Grice (dikutif Rani, Arifin dan Martutik, 2004:171), dalam pemakaian bahasa
terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan
oleh arti konvensional kata-kata yang dipakai.

Inferens
Inferens adalah satu proses yang diguna pakai oleh petutur untuk mencapai tafsiran
bagi ucapan-ucapan atau untuk sambungan antara ucapan-ucapan. Inferens dengan jelas berasal
dari pengetahuan latar belakang sudah biasa kepada penerima yang mendirikan mungkin
tafsiran untuk ucapan-ucapan, yang dengan mudah meninggalkan, jika maklumat berikut tidak
sesuai dengan pengalamannya.

Inference adalah maklumat tambahan yang digunakan oleh pendengar untuk mewujudkan
sambungan antara apa yang dikatakan dan apa yang bermakna. Kami membuat kesimpulan
bahawa mesej "percuma bir esok" tanda tidak benar kerana maklumat tambahan kita mempunyai
kira-kira - kami melihat tanda sehari-hari dalam kedudukan yang tetap.
Proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks percakapan dengan demikian
pendengar menduga kemahuan penutur, dan dengan itu pula pendengar meresponsnya.
Dengan begitu in&erensi percakapan tidak hanya ditentukan oleh kata"kata pendukungujaran
itu saja, melainkan juga didukung oleh konteks dan situasi! Sebuah gagasan yang
terdapatdalam otak penutur direlisasikan dalam bentuk kalimat"kalimat! iika penutur tidak
pandai dalam menyusun kalimat maka akan terjadi kesalah pahaman!

Menurut Brown dan Yule , konteks adalah lingkungan (envirenment) atau keadaan(circumstances)
tempat bahasa digunakan! dapat pula dikatakan bahwa konteks ad
a l a h lingkungan teks! di samping istilah konteks dalam khasanah istilah linguistik
-ndonesia jugadigunakan istilah lingkungan, lingkupan yang sa ma me mpun yai makna
yang berbeda karena konteks yang berbeda!
konteks memasukan semua situasi dan hal yang berada di luar
teksd a n m e m p e n g a r u h i p e m a k a i a n b a h a s a , s e p e r t i p a r t i s i p a n d
a l a m b a h a s a , s i t u a s i d i m a n a t e k s diproduksi, &ungsi yang dimaksudkan
dan sebagainya!
komponen"komponentutur yang merupakan unsur"unsur konteks ada beberapa maam, yaitu
Penutur (addresser) dan Pendengar (addressee)
Topik Pembicaraan
Latar Perstiwa
Penghubung
Kode
bentuk Pesan
Peristiwa tutur

Anda mungkin juga menyukai