HalamanSampul.
Kata Pengantar
ii
Daftar Isi
iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2.
Rumusan masalah................................................................................ 2
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :.......................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
Kesimpulan...................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia buakan hanya sebagai makhluk inividu, tetapi juga sebagai makhluk
social. Dalam kehidupan social manusia medambakan kehidupan yang sejahtera
sesuai dengan fitrah pembawaannya. Dalam dinamika kehidupannya manusia dituntut
untuk mengekspresikan nilai keadaban, nilai kemanusiaan dan nilai ketuhanan untuk
mewujudkan masyarakat yang ideal, yaitu masyarakat madani yang memberikan
kebebasan, toleransi, keadilan dan kebersamaan dalam kemajemukan.
Islam adalah agama rahmatan lil`alamin dalam arti yang sesungguhnya. Sejak
awal diturunkan, agama Ilahiyyah ini telah menjadikan dirinya sebagai satu-satunya
agama yang menginginkan terujudnya rasa keadilan, ketentraman dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh pemeluknya. Untuk meraih kesejahteraan sosial dimaksud Allah
telah mempersiapkan seperangkat aturan dan ajaran baik melalui wahyu maupun
hadits rasulullah yang dapat dijadikan acuan bagi kaum muslimin dalam tatanan
kehidupan mereka, baik dalam lingkup kecil maupun dalam skala yang lebih besar.
Dalam perjalanan sejarah umat Islam awal dan beberapa periode setelahnya,
kesejahteraan sosial tersebut berhasil dicapai dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Keniscayaan akan terciptanya kesejahteraan sosial yang
sesungguhnya adalah ketika manusia hidup sesuai dengan tatanan yang telah
ditentukan Allah dan rasul-Nya.
Adanya beberapa kasus penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa
merupakan realitas yang sering kita lihat dan dengar dalam pemberitaan pers, baik
melalui media cetak maupun elektronik yang menimbulkan dampak yang besar bagi
masyarakat. Bagaimana masyarakat dapat menanggapi masyarakat tersebut adalah hal
yang perlu dikaji bersama. Untuk meninjau hal tersebut Islam memiliki ajaran yang
konkrit untuk menciptakan kondisi masyarakat yang islami, karena islam bukan
hanya sekedar agama yang memiliki konsep ajaran spiritualitas atau ubudiyah semata.
1.2. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apakah pengertian konsep masyarakat madani?
2. Bagaimana karakteristik masyarakat madani?
3. Bagaimana peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
4. Apakah pengertian kesejahteraan umat islam?
5. Bagaimana cara membangun kesejahteraan umat Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Masyarakat Madani
Madani satu kata yang indah. Punya arti yang dalam. Kadang kala banyak juga
yang menyalah artikannya. Apa itu sebenarnya madani. Bila diambil dari sisi
pendekatan letterlijk maka madani berasal dari kata m u d u n arti sederhananya m
a j u atau dipakai juga dengan kata modern. Tetapi figurlijknya madani mengandung
kata maddana al-madaina ( ) artinya, banaa-ha ( ) yakni membangun
) yaitu memperadabkan dan tamaddana ( ) maknanya
atau hadhdhara ((
menjadi beradab yang nampak dalam kehidupan masyarakatnya berilmu (periksa,
rasio), memiliki rasa (emosi) secara individu maupun secara kelompok serta memiliki
kemandirian (kedaulatan) dalam tata ruang dan peraturan-peraturan yang saling
berkaitan, kemudian taat asas pada kesepakatan (hukum) yang telah ditetapkan dan
diterima untuk kemashalahatan bersama.
= al hadhariyyu) adalah masyarakat berbudaya
Masyarakat madani ( (
danal-madaniyyah (tamaddun) yang maju, modern, berakhlak dan memiliki
peradaban, melaksanakan nilai - nilai agama (etika religi) atau mengamalkan ajaran
Islam (syarak) dengan benar. Nilai - nilai agama Islam boleh saja tampak pada umat
yang tidak atau belum menyatakan dirinya Islam, akan tetapi telah mengamalkan nilai
Islam itu. Sesunguhnya Agama (Islam) tidak dibatasi ruang-ruang masjid, langgar,
pesantren, majlis talim semata.
Pengamalan nilai - nilai agama sebenarnya menata gerak kehidupan riil.
Memberi acuan pelaksana tatanan politik pemerintahan, sosial ekonomi, seni budaya,
hak asasi manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan nilai etika religi
mewujudkan masyarakat yang hidup senang dan makmur ( = tanaama) dengan
aturan ( = qanun madaniy) yang didalamnya terlindungi hak-hak privacy,
perdata, ulayat dan hak-hak masyarakat lainnya.
Masyarakat madani adalah masyarakat kuat mengamalkan nilai agama (etika
reliji). Seperti dalam tatanan masyarakat Madinah al Munawwarah dimasa hayat Nabi
Muhammad SAW. Sejahtera dalam keberagaman pluralistis ditengah bermacam
anutan paham kebiasaan. Tetapi satu dalam pimpinan. Kekuatannya ada pada nilai
dinul Islam. Mampu melahirkan masyarakat proaktif menghadapi perubahan. Bersatu
di dalam kesaudaraan karena terdidik rohaninya. Pendidikan rohani merangkum
aspek pembangunan sumber daya manusia dengan pengukuhan nilai ibadah dan
akhlak dalam diri umat melalui solat, zikir. Pada akhirnya pendidikan watak atau
domain ruhani ini mencakup aspek treatment. Rawatan dan pengawalan
melalui taubat, tazkirah, tarbiyah, tauiyah. Ditopang dua manazil atau sifat penting,
yaitu Rabbaniah dan Siddiqiah.
Sifat Rabbaniah ditegakkan dengan benar diatas landasan pengenalan (makrifat)
dan pengabdian (`ubudiah) kepada Allah melalui ilmu pengetahuan, pengajaran,
nasihat, menyuruh yang maruf dan mencegahdari yang munkar. Siddiqiah mencakup
enam jenis kejujuran (al-sidq):
1. kejujuran lidah,
2. kejujuran niat dan kemauan (sifat ikhlas),
3. kejujuran azam,
4. kejujuran al-wafa (jujur dengan apa yang diucapkan dan dijanjikan),
5. kejujuran bekerja (prestasi karya), dan
6. kejujuran mengamalkan ajaran agama (maqamat al-din).
Kehidupan Madani terlihat pada kehidupan maju yang luas pemahaman
(tashawwur) sehingga menjadi sumber pendorong kegiatan di bidang ekonomi yang
lebih banyak bertumpu kepada keperluan jasmani (material needs). Spiritnya
melahirkan pemikiran konstruktif (amar makruf) dan meninggalkan pemikiran
destruktif (nahyun anil munkar) melalui pembentukan tata cara hidup yang diajarkan
agama Islam. Mengembangkan masyarakat Madani dimulai dari membangun domain
kemanusiaan atau domain ruhiah melalui pendidikan rohani yang merangkum aspek
preventif. Menjaga umat dari ketersesatan aqidah. Memelihara rakyat dari
ketidakseimbangan emosional dan mental. Agar umat terhindar dari melakukan
perbuatan haram, durjana dan kezaliman. Peningkatan mutu masyarakat dengan basis
ilmu pengetahuan, basis budaya dan agama.
Moralitas Masyarakat Madani, Sikap hati-hati sangat dituntut untuk meraih
keberhasilan. Action planning di setiap lini adalah keterpaduan, kebersamaan,
kesepakatan, dan keteguhan. Langkah awalnya menghidupkan musyawarah. Allah
menghendaki kelestarian Agama secara mudah, luwes, elastis, tidak beku dan tidak
bersitegang. Memupuk sikaptaawun saling membantu dengan keyakinan bahwa Allah
Yang Maha Rahman selalu membukakan pintu berkah dari langit dan bumi.
Keterpaduan masyarakat dan pemerintah menjadi kekuatan ampuh membangun
kepercayaan rakyat banyak. Inilah inti reformasi yang dituju di abad baru ini. Tingkat
persaingan akan mampu dimenangkan kepercayaan . Pengikat spiritnya adalah
sikap Cinta kepada Bangsa dan Negara yang direkat oleh pengalaman sejarah. Salah
menerjemahkan suatu informasi, berpengaruh bagi pengambilan keputusan. Sikap
tergesa-gesa akan berakibat jauh bagi keselamatan orang banyak. Masyarakat
majemuk dapat dibina dengan kekuatan etika reliji.
Peran serta masyarakat digerakkan melalui musyawarah dan mufakat.
Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan nawaitu dalam diri masingmasing mengamalkan ajaran agama dengan benar. Sebab, manusia tanpa agama
hakikinya bukan manusia sempurna. Tuntunan agama tampak pada adanya akhlak
dan ibadah. Akhlak melingkupi semua perilaku pada seluruh tingkat kehidupan.
Nyata dalam contoh yang ditinggalkan Rasulullah.
Ketika kehidupan manusia kian bertambah modern dan peralatan teknologi
semakin canggih, makin bertambah banyak masalah hati dan kejiwaan manusia yang
tampil kepermukaan. Tidak segera mudah dapat diselesaikan. Solsusinya hanya
mendekatkan diri kepada Allah SWT semata. Maka tuntutan kedepan harus diawasi
agar umat lahir dengan iman dalam ikatan budaya (tamaddun). Rahasia keberhasilan
adalah tidak terburu-buru dalam bertindak. Selalu ada husnu-dzan (sangka baik)
antara rakyat dan pemimpinnya. Kekuasaan akan berhasil jika menyentuh hati nurani
rakyat banyak, sebelum kekuasaan itu menjejak bumi. Ukurannya adalah adil dan
takarannya adalah kemashlahatan umat banyak. Kemasannya adalah jujur secara
transparan.
Umat perlu dihidupkan jiwanya. Menjadi satu umat yang mempunyai
falsafah dan tujuan hidup (wijhah) yang nyata. Memiliki identitas (shibgah) dengan
corak keperibadian terang (transparan). Rela berpartisipasi aktif dalam proses
pembangunan. Masyarakat Madani yang dituntut oleh syariat Islam menjadi satu
aspek dari Sosial Reform yang memerlukan pengorganisasian (nidzam). Masyarakat
Madani mesti mampu menangkap tanda-tanda zaman perubahan sosial, politik dan
ekonomi pada setiap saat dan tempat dengan optimisme besar. Sikap apatis adalah
selemah-lemah iman (adhaful iman). Sikap diam (apatis) dalam kehidupan hanya
dapat dihilangkan dengan bekerja sama melalui tiga cara hidup , yakni bantu dirimu
sendiri (self help), bantu orang lain (self less help), dan saling membantu dalam
kehidupan ini (mutual help).
Ketiga konsep hidup ini mengajarkan untuk menjauhi ketergantungan kepada
pihak lain, artinya mandiri. Konsep madaniyah tampak utama didalam pembentukan
watak (character building) anak bangsa. Tentu saja melalui jalur pendidikan. Maka
reformasi terhadap pengelolaan keperluan masyarakat atau birokrasi mesti meniru
kehidupan lebah, yang kuat persaudaraannya, kokoh organisasinya, berinduk dengan
baik, terbang bersama membina sarang, dan baik hasil usahanya serta dapat dinikmati
oleh lingkungannya.
2.2. Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani mempunyai karakteristik,yaitu :
1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses
penuh terhadap setiap kegiatan publik, yaitu berhak dalam menyampaikan
pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada
publik. Sebagai sebuah prasayarat, maka untuk mengembangkan dan
mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatan masyarakat, maka free
public sphere menjadi salah satu bagian yang harus dipenuhi, karena akan
memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga Negara dalam
menyalurkan aspirasinya.
2. Demokratisasi, yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak
dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingankepentingannya. Demokrasi merupakan prasyarat yang banyak dikemukakan
oleh para pakar. Dan demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi
penegakan masyarakat madani. Penekanan demokratis disini dapat mencakup
bentuk aspek kehidupan, seperti social, budaya, politik, ekonomi, dan
sebagainya.
3. Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta
aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain. Toleransi
memungkinkan adanya kesadaran untuk menghargai serta menghormati
pendapat yang dikemukakan oleh kelompok lainnya yang berbeda. Azyumardi
juga menyebutkan bahwa masyarakat madani bukan hanya sekedar gerakangerakan pro demokrasi. Masyarakat ini mengacu juga pada yang berkualitas
dan civility, civilitas yakni kesediaan induvidu individu untuk menerima
pandangan pandangan politik dan sikap social yang berbeda beda.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang
majemuk disertai dengan sikap tulus. Menurut Nurcholis Madjid, konsep ini
merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Menurutnya pluralism
yaitu pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan ikatan keadaban(genuine
engagement ofdiversities within the bonds of civility). Bahkan juga suatu
keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme
pengawasan dan pengimbangan (check and balance).
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian antara hak
dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
Keadilan dimaksud untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang
proposional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara. Secara esensial,
masyarakat memiliki hak yang sama dalm memperoleh kebijakan kebijakan
yang ditetapkan oleh penguasa (pemerintah).
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari
rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa atau pihak lain.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan.\Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan
pendapatan dan pendidikan.
8. Sebagai advokasi bagi masyarakt yang teraniaya dan tidak berdaya membela
hak-hak dan kepentingan.
9. Menjadi kelompok kepentingan atau kelompok penekan.
10. Pilar Penegak Masyarakat Madani
Yang dimaksud dengan pilar penegak masyarakat madani adalah institusiinstitusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi
mengkritisikebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakan
masyarakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlak bagi
terwujudnya kekuatan masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut antara lain
adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum,
Perguruan Tinggi dan Partai politik.
2.3. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam
terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di
bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik
dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan
dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu
Sina, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
1. Kualitas SDM Umat Islam
Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 110 yang artinya: Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang yang fasik.
Dari ayat di atas sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat
yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek
kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM-nya dibanding umat non
Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Quran itu sifatnya
normatif, potensial, bukan riil.
2. Posisi Umat Islam
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul.
Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan
ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang
signifikan. Di Indonesia jumlah umat Islam 85% tetapi karena kualitas SDM-nya
masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum
positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan
ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum
mencerminkan akhlak Islam.
dengan baldatun thoyyibatun wa Robbun Ghofur, menurutnya, ada tiga peran agama
dalam menwujudkan hal demikian, yaitu:
a. Agama hendaknya menjadi kekuatan pendorong bagi peningkatan kualitas
sumber daya manusia
b. Agama hendaknya memberikan kepada individu dan masyarakat sesuatu
kekuatan pendorong untuk meningkatkan partisipasi dalam karya dan kreasi
masyarakat
c. Agama dengan nilai-nilainya harus mampu berperan sebagai isolator yang
menghambat seseorang dari segala penyimpangan.[10]
Menurut Quraish juga, dalam pandangan agama, Tuhan memberi kemampuan
kepada pemerintah untuk meluruskan yang keliru dan mendorong kepada kebenaran
melebihi kemampuan tuntutan-tuntutan-Nya yang termaktub dalam kitab suci. Dalam
konteks ini hadits Nabi menyatakan yang artinya Sesungguhnya Allah mencegah
melalui penguasa apa yang tidak tercegah melalui Al-Qur'an.[11]
Dengan kekuasaan yang dimiliki pemerintah, sekian banyak hal dapat dicapai dan
sekian banyak keburukan dapat tercegah. Dengan demikian, kekuasaan politik yang
dilandasi etika yang kuat tentu akan melahirkan masyarakat yang beretika pula.
2. Pemihakan Terhadap Kepentingan Masyarakat
Seseorang memperoleh kekuasaan politik adalah berdasarkan kontrak sosial.
Masyarakat yang dipimpinnya telah menyerahkan sebagian haknya untuk diatur
urusan-urusannya dan menyatakan kepatuhan kepadanya. Bentuk konkretnya pada
masa lalu diwujudkan ketika rakyat membaiat pemimpin. Dalam masa modern
sekarang hal ini direalisasikan dalam bentuk pemilu. Memang di dalam pemilu tidak
semua orang secara aklamasi memilih seorang penguasa atau dengan kata lain tidak
ada penguasa yang memperoleh suara secara mutlak. Namun dengan mayoritas suara
yang diperolehnya dari masyarakat ia berhak menduduki kursi kepemimpinan.
Meskipun sebagian rakyat tidak memilihnya, ketika ia terpilih secara sah, maka
semua rakyat wajib mematuhinya.
Oleh sebab itu, sebagai imbalannya pemimpin yang terpilih wajib menjalankan
tugas-tugasnya dengan baik dan mengayomi semua masyarakatnya, mengutamakan
kepentingan mereka dan tidak berlaku sewenang-wenang terhadap mereka. Karena
kekuasaan merupakan perjanjian segitiga antara penguasa, rakyat serta penguasa dan
Allah, maka apapun bentuk pelaksanaan kekuasaan akan dipertanggungjawabkannya
di depan Mahkamah Allah kelak. Tidak ada satupun yang lepas dari
pertanggungjawaban.[12]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat
berbudaya dan al-madaniyyah (tamaddun) yang maju, modern, berakhlak dan
memiliki peradaban, semestinya melaksanakan nilai-nilai agama (etika reliji) atau
bagi kita mengamalkan ajaran Islam (syarak) dengan benar. Untuk mewujudkan
masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai
generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu,
kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di
masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak
ketinggalan berita.
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah islam yang terdokumentasi sebagai
masyarakat madani, yaitu:
1) Masyarakat Saba, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat
Wacana masyarakat madani merupakan konsep yang bersumber dari pergolakan
politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami perubahan pola
kehidupan Feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Perkembangan
wacana masyarakat madani dapat diurutkan dari Cirero sampai pada Antonio Gramsci
dan deTocquiville. Bahkan menurut Manfred Ridel, Cohen, dan Arato serta M.
Dawam Rahardjo, wacana masyarakat madani sudah ada pada masa Aristoteles.
Dilihat dari gagasan diatas berarti masyarakat madani mempunyai
karakteristik,yaitu
:ruang
publik
yang
bebas, Demokratisasi, Toleransi, Pluralisme, Keadilan
sosial, Partisipasi
sosial, Supremetasi hukum, Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya
peningkatan pendapatan dan pendidikan, Sebagai advokasi bagi masyarakat yang
teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan, Menjadi kelompok
kepentingan atau kelompok penekan, dan Pilar Penegak Masyarakat Madani.
Membangun kesejahteraan umat memang tidaklah mudah, tidak semudah
membalik telapak tangan. Kesejahteraan diindikasikan dengan sejahtera umat secara
sistem hukum, sistem ekonomi, dan sejahtera secara sistem politiknya.
1. Sejahtera secara hukum diukur dengan kesadaran umat dalam mematuhi
tatanan-tatanan hukum syari yang telah ditetapkan oleh Tuhannya melalui
agama islam, bertindak semata beribadah dan mengharap ampunan serta
keridhaan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Fadloli, Sri, Abdul. Ramadhan 1432 H. Malang: Aditya Media Publishing.
https://www.academia.edu/7494054/Makalah_Masyarakat_madani_dan_kesejahteraa
n_umat
(16September 2015)
http://makalahkite.blogspot.co.id/2013/12/masyarakat-madani-dan-kesejahteraanumat.html (16September 2015)
http://harumishma.blogspot.co.id/2013/07/masyarakat-madani-dan-kesejahteraanumat.html (16September 2015)
https://id.scribd.com/doc/63185610/Masyarakat-Madani-Dan-Kesejahteraan-UmatKelompok-4 (16September 2015)
http://www.slideshare.net/ajengfaiza/kesejahteraan-umat (16September 2015)
http://azwarammar.blogspot.co.id/2014/03/membangun-kesejahteraan-umat.html
(16September 2015)
[1]Naskah Konferensi Rajab 1432 H, Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah,
(Medan: Hizbut Tahrir Indonesia, 2011), h. 19
[2] Kemenag RI, Al-Quran dan Terjemah, (Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012), h. 87
[3] Syaikh M. Ali Ash-shabuni, Shofwatut Tafasir, (Jakarta Timur: Pustaka AlKautsar, 2011), jilid I, h. 664
[4] Mahmud Syaltut, Terjemahan Tafsir Al-Quranul Karim, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1990), h. 399
[5] Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fil Islam au Wazhifah al-Hukumah al-Islamiyyah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 5
[6] Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), h. 117-118
[7] Ahmad Sabban Rajagukguk, Berdialog dengan Tuhan, (Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2009), h. 194
[8] Ibid, h. 194
[9] Muhammad Iqbal, Etika Politik Qurani, (Medan: IAIN Press, 2010), h. 113
[10] M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Bandung: Mizan, 2000), h. 58
[11] M. Quraish Shihab, Menebar Pesan Ilahi, h. 377
[12] Ibid, h. 414