Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian Kultur Jaringan


Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur, dalam
bahasa Inggris disebut tissue culture dan dalam bahasa Belanda disebut weefsel kweek atau
weefsel cultuur. Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba
steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam
kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman)
tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi invitro (didalam gelas).
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi,
sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang
mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.
Teori yang melandasi teknik kultur jaringan ini adalah teori Totipotensi. Setiap sel
tumbuhan memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi individu baru bila ditempatkan pada
lingkungan yang sesuai. Individu-individu yang dihasilkan akan mempunyai sifat yang sama
persis dengan induknya.
Teori totipotensi ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli Fisiologi Jerman,
yaitu G. Haberlandt pada tahun 1898. Teori itu diuji ulang oleh F.C. Steward pada tahun 1969
dengan menggunakan satu sel empulur wortel. Dalam percobaannya, Steward dapat
menumbuhkan satu sel empulur itu menjadi satu individu wortel. Tumbuhnya satu sel
menjadi tanaman yang utuh karena sel maupun jaringan tersebut ditanam pada suatu media
yang dilengkapi dengan berbagai macam makronutrien maupun mikronutrien yang
dibutuhkan oleh tanaman.

Teori totipotensi yang menyatakan bahwa setiap sel tanaman dapat berkembang
menjadi individu baru, digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan kultur jaringan. Dalam
kultur jaringan bagian tanaman yang terdiri atas sel-sel dan jaringan dibuat sedemikian
mungkin untuk ditanam di sebuah media yang steril dan lingkungan yang terkendali. Seperti
teori totipotensi tersebut, bagian tanaman yang ditanam di media tersebut ternyata dapat
bertumbuh dan berkembang menjadi individu baru bila kondisinya sesuai.
Kultur jaringan (tissue culture), sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum
yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus
cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah
kultur di dalam gelas. Dalam pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe-tipe kultur yaitu:
1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling.
2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan
organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda,
inflorescentia, buku batang, akar dan lain-lain.
3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan
sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.
4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair
dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau
agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus
atau jaringan meristem.
5. Kultur protoplasma, eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian dinding
selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan
agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya
untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik
maupun interspesifik).

6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni:
kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen),
ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi pada Kultur Jaringan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi regenerasi pada kultur jaringan yang
dilakukan pada suatu tanaman, yaitu:
1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro
Bentuk regenerasi dalam kultur In Vitro pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik,
dan pembentukan protocorm like bodies.
2. Eksplan
Eksplan adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk
perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur
eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat
digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon,
hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, dan embrio.
3. Media Tumbuh
Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh,
dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain:
Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, dan
Anderson. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan
penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan
adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA),
2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin,
Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti
GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan
CCC.
5. Lingkungan Tumbuh

Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur,


panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
C. Tahapan-Tahapan dalam Teknik Kultur Jaringan pada Tanaman
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat pendukung kehidupan jaringan
yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media
adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung
kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan
untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat
dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi
dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat
bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan),
sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil
kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap
tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah:
1. Pembuatan media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi
media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media
yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh
(hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan

pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan
dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
2. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat
yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat yang juga steril. Sterilisasi juga
dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan merata pada
peralatan yang digunakan. Teknisi kultur jaringan juga harus steril.
4. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan
pada media. Ini dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan
gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan
pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
5. Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar
yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan
baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan
akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang
terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan
jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
6. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke
bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama
penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya

maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara
yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

Pada umumnya laboratorium kultur jaringan yang bergerak secara komersial tidak
melakukan penelitian tapi mengadopsi teknologi yang telah dihasilkan Institusi Penelitian.
Disamping itu biakan yang ada dibotol yang telah tanggap terhadap media tumbuh dapat
digunakan sebagai sumber bahan tanam bagi perbanyakan selanjutnya melalui kultur jaringan.
Dari penjelasan di atas terbukti bahwa kultur jaringan merupakan teknologi potensial
dalam menunjang agroindustri, antara lain untuk perbanyakan tanaman yang akan dieksploitasi
secara luas. Dengan keseragaman pertumbuhan tanaman yang tinggi di lapang akan
mempermudah kegiatan pengolahan sebagai industri hilir. Disamping itu, dengan bibit yang
dihasilkan dapat bebas penyakit maka dalam era globalisasi dapat memudahkan pertukaran antar
negara.
D. Manfaat Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan cara yang paling baik mendapatkan bibit tanaman yang
bebas virus. Hal ini berdasarkan teori bahwa bagian tanaman tumbuh lebih cepat dari virus
yang menyerang bagian jaringan disekitarnya. Dengan kata lain, sel-sel disekitar titik tumbuh
sama sekali belum terinfeksi oleh virus. Dengan demikian menggunakan teknik kultur
jaringan akan bisa diperoleh tanaman baru yang bebas virus.
Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang besar dibidang farmasi, karena dari
usaha ini dapat dihasilkan metabolit skunder upaya untuk pembuatan obat-obatan, yaitu
dengan memisahkan unsur-unsur yang terdapat di dalam kalus ataupun protokormus,
misalnya alkoloid, steroid, dan terponoid. Dengan ditemukannya cara mendapatkan metabolit
skunderdari kalus suatu eksplan yang di tumbuhkan dalam medium kultur jaringan, maka

berarti dapat menghemat waktu dan tenaga. Dengan cara biasa, untuk mendapatkannya harus
menunggu lama sampai tanaman cukup umur bahkan sampai berproduksi hingga bertahuntahun.
Manfaat kultur jaringanpun dapat dirasakan pada berbagai bidang, antara lain:
1. Dalam bidang Hortikultura
Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman
yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran melalui kultur jaringan adalah
tanaman anggrek, menyusul berbagai tanaman hias, sayuran, buah-buahan, pangan dan
tanaman hortikultura lainnya. Selain itu juga saat ini telah dikembangkan tanaman
perkebunan dan tanaman kehutanan melalui teknik kultur jaringan. Terutama untuk
tanaman yang secara ekonomi menguntungkan untuk diperbanyak melalui kultur
jaringan, sudah banyak dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang
tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan
multiplikasinya terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman sempurna
atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik.
2. Dalam bidang agronomi
Seleksi tanaman merupakan kegiatan agronomi yang telah ada sejak manusia mulai
membudidayakan tanaman. Pada metode konvensional, seleksi tanaman memerlukan
jumlah tanaman yang banyak sekali pada lahan yang luas, dengan pemeliharaan yang
intensif serta waktu yang lama. Dengan berkembangnya kultur jaringan, ditemukan hasil
yang tidak terduga. Dalam kultur yang membentuk sel-sel bebas, terjadi variasi
somaklonal dalam hal morfologi, produksi, pola pertumbuhan dan resistensi terhadap
penyakit. Dengan media seleksi, beberapa lini-lini sel ini dapat dibedakan dari sel-sel lini
yang biasa dalam beberapa petri-dish.
3. Dalam bidang pemuliaan tananaman

Teknik kultur jaringan dapat diterapkan dalam bidang pemuliaan tanaman terutama untuk
mempercepat pencapaian tujuan dan membantu jika cara-cara konvensional menemui
rintangan alamiah.
Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat, hemat waktu, dan tanaman yang
diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai sifat sama atau seragam dengan induknya.
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah
banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama
persis dengan induknya.
Ditinjau dari sudut agribisnis, produksi bibit melalui kultur jaringan bibit yang dihasilkan
dapat bebas penyakit dan memberikan beberapa keuntungan seperti memperlancar masuknya
bibit ke negara-negara pengimpor, meningkatkan hasil dan mencegah penyebaran penyakit ke
sentra-sentra produksi baru. Disamping itu teknik kultur jaringan dapat memberikan jaminan
yang lebih tinggi pada saat permintaan akan bibit meningkat. Perbanyakan tanaman secara klonal
yang telah dicoba diperbanyak melalui kultur jaringan antara lain pada tanaman jahe (Zingiber
officinale), touki (Angelica acutiloba), kapolaga (Eletaria cardamomum), Mentha sp., Geranium
(Pelargonium graveolens dan P. tomentosum), panili (Vanilla planifolia), abaka (Musa textilis),
nilam (Pogostemon cablin), rami (Boechmeria nivea), lada (Piper nigrum), pyrethrum
(Chrysanthemum cinerarifolium), gerbera (Gerbera jamesonii), seruni (Chrysanthemum
morifolium), pulasari (Alyxia stellata), pule pandak (Rauwolfia serpentina), temu putri (Curcuma
petiolata), purwoceng (Pimpinella pruatjan), inggu (Ruta angustifolia), daun dewa (Gynura
procumbens), beberapa tanaman pisang (Musa sp.) dan jati (Tectona grandis).
Dasar lain yang jadi pegangan adalah kenyataannya sel-sel meristematik didaerah sekitar
titik tumbuh punya potensi untuk berkembang menjadi tanaman baru yang lengkap dengan akar,
batang dan daun secara normal. Dalam kultur jaringan, sepotong kecil bagian ujung tanaman
jeruk yang ditumbuhkan dalam media agar yang diperkaya dengan vitamin-vitamin, hormon

tumbuh, supaya dapat berkembang menjadi tanaman baru. Selanjutnya bibit yang telah jadi bisa
ditanam secara wajar di lapangan. Dan bila bibit tanaman ini dibudidayakan secara normal tetap
akan membawa daya tahan yang diturunkan kepada generasi-generasi berikutnya.
Mula-mula perbanyakan secara kultur jaringan diprakarsai oleh James F. Shepherd,
seorang mahaguu bidang patologi denegara bagian Kansas, USA. Dengan cara ini aia berhasil
mendapatkan bibit kentang yang resisten terhadap phytophtora infestans..Perbanyakan tanaman
melalui teknik kultur jaringan memeiliki beberapa keuntungan, yaitu diperolehnya bibit yang
seragam dalam jumlah besar. Teknik ini sangat bermanfaat untuk tanaman-tanaman yang
diperbanyak secara vegatatif. Adapun tanaman yang telah berhasil diperbanyak antara lain
tanaman misalnya, anggrek dan mawar, tanaman obat misalnya, purwoceng dan bidara upas,
tanaman berkayu misalnya, jati dan cendana, serta tanaman buah-buahan misalnya, pisang dan
manggis.
Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para
petani, baru beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba melaksanakannya,
karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan khusus dan harus
dilatar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan,
biologi, kimia dan pertanian. Dengan demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh
kalangan petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan teknik kultur jaringan mutlak memerlukan
laboratorium khusus, walaupun dapat di usahakan secara sederhana (dalam ruang yang terbatas),
namun tetap memerlukan peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa
enggan bekerja secara aseptik.
Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan),
sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur
jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan
pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.

Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan secara hati-hati dan cermat serta memerlukan
kesabaran yang tinggi. Biaya untuk mewujudkan perbanyakan tanaman secara in vitro ini juga
sangat mahal, kecuali kita meramu medium sendiri. Bila kita terpaksa harus membeli medium
yang sudah jadi (dalam kemasan) jelas akan sangat mahal, sebab medium yang sudah jadi masih
harus di impor dari luar negeri. Apalagi kita harus membeli saran untuk perlakuan isolasi dan
fusi protoplas, tentu biayanya akan bertambah besar. Enzim-enzim yang digunakan dalam kultur
jaringan juga masih dibeli dari luar negeri seperti Jepang.
Secara rinci, kekurangan teknik kultur jaringan pada tanaman adalah:
1. Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar,
2. Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit,
3. Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus),
peralatan dan perlengkapan,
4. Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan
agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan,
5. Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.

Anda mungkin juga menyukai