Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Proses Pembuatan Asam Nitrat


Proses pembuatan asam nitrat terdiri dari tiga langkah yaitu ammonia combustion,

oksidasi nitric oxide dan absorpsi nitrogen dioxide. Proses pembentukan asam nitrat terdapat
single-stage pressure process, dan dual-stage pressure process. Proses yang umum digunakan
adalah single-stage pressure process. Pada single-stage pressure process, udara yang
digunakan dikompresi sampai tekanan proses dan single pressure digunakan dalam semua
tahapan proses pembuatan asam nitrat. Dual-stage pressure process proses pembuatan asam
nitrat berlangsung pada dua tekanan yang berbeda dalam tahapan proses pembuatan asam
nitrat. (H.Connor,B.Sc).
Tahapan reaksi yang berlangsung pada pembuatan asam nitrat adalah sebagai berikut :
1. Ammonia combustion : membentuk nitric oxide
4 NH3 (g) + 5 O2 (g)
4 NO(g) + 6 H2O(g)
2. Oksidasi nitric oxide menjadi nitric dioxide
2 NO(g) + O2(g)
2 NO2(g)
3. Absorpsi nitric dioxide dalam air untuk membentuk asam nitrat
3 NO2(g) + H2O(l)
2 HNO3(l) + NO(g)

(2.1)
(2.2)
(2.3)
(George T. Austin, 1984)

Ammonia dan udara direaksikan dalam catalytic converter pada suhu 750 - 900 oC
untuk menghasilkan nitric oxide (NO) dan air. Katalis yang dipakai adalah 90 % Platinum
dan 10 % Rhodium gauze yang berbentuk kawat halus. Biasanya juga digunakan Paladium
sampai 5 %. Reaksi oksidasi ammonia menjadi nitric oxide berlangsung secara eksotermis
dengan range 93 98% yield. Semakin tinggi suhu katalis menaikkan selektivitas kepada
produksi NO. Suhu katalis yang lebih rendah menjadikan reaksi lebih memilih menghasilkan
produk yang tidak diinginkan yaitu nitrogen dan nitrous oxide. Nitrous oxide digolongkan
sebagai polutan dan dikenal sebagai gas pembuat global warming. Nitrous oxide yang
dihasilkan kemudian melewati platinum filter.
Nitrous oxide yang terbentuk selama oksidasi ammonia harus dioksidasi lebih lanjut.
Untuk itu, aliran nitric oxide dilewatkan melalui cooler/condenser dan didinginkan ke suhu
kurang lebih 23,56 oF dan tekanan 116 psia. Nitrous oxide kemudian bereaksi tanpa katalis
dengan oksigen tersisa untuk membentuk nitrogen dioxide. Reaksi homogeneous yang lambat
4

ini tergantung suhu dan tekanan. Beroperasi pada suhu rendah dan tekanan tinggi
mengkondisikan produksi maksimum dari nitrogen dioxide dalam waktu reaksi seminimal
mungkin. Nitrogen dioxide yang dihasilkan selanjutnya didinginkan kemudian diabsorpsi
dalam air pada menara absorpsi. Campuran dipompa ke dasar menara absorpsi dan air
memasuki menara dari atas. Oksidasi terjadi di antara tray, dan absorpsi terjadi di pemukaan
tray. Produk dari proses absorpsi berupa asam nitrat sedangkan gas yang tidak terabsorp
berupa campuran gas oksida nitrogen (NO,N 2O3,NO2,N2O4) biasanya disebut sebagai NO X.
yang merupakan gas pembuat global warming. (US Enviromental Protection Agency
Research Triangle Park,2010)
II.1.1 Process Case, PT. Multi Nitrotama Kimia
Proses pembuatan asam nitrat dapat dilihat pada gambar 2.1 yang mengacu pada PT.
Multi Nitrotama Kimia (MNK). Ammonia liquid masuk ke dalam vaporizer sehingga
terbentuk ammonia dalam fase gas kemudian dipanaskan dalam ammonia superheater. Udara
bertekanan dan dan superheated-ammonia vapour di-Mix dan dibakar diatas katalis Platinum
Rhodium Paladium (90% - 5% - 5%) untuk menghasilkan Nitric oxide (NO) gas pada
suhu 870 - 928oC. 90 - 95 % ammonia dalam reaksi ini diubah menjadi Nitric oxide (NO).
Pada tahap ini terjadi reaksi :
4 NH3 (g) + 5 O2 (g)
4 NO(g) + 6 H2O(g)
(2.4)
Gas yang dihasilkan panasnya diambil oleh heat recovery train (yang termasuk Turbin
Gas Heater, Chamber Burner Boiler, Gas Burner Boiler, sebuah tail gas heater dan boiler feed
water heater, setelah itu terjadi proses oksidasi dengan mengkonversi Nitric Oxide menjadi
Nitric Dioxide sesuai reaksi :
2 NO(g) + O2(g)
2 NO2(g)
(2.5)
Gas yang dihasilkan kemudian didinginkan lebih lanjut dengan sebuah Cooler
condenser dengan sirkulasi cooling water. Air (H 2O) yang terbentuk dari reaksi sebelumnya
terkondensasi kemudian bergabung dengan Nitric Dioxide menghasilkan weak acid. Sisa gas
Nitric Dioxide yang tidak bereaksi kemudian diabsorpsi dalam air untuk menghasilkan asam
nitrat. Larutan weak acid yang dihasilkan pada cooler condenser selanjutnya dimasukkan ke
tray 17 pada menara absorpsi.

Didalam menara absorpsi aliran udara (bleach air) dari multistage compressor
discharge didinginkan dalam bleach air cooler dan memasuki bagian bawah menara absorpsi
bertemu dengan aliran acid / air dari bagian atas. Bleach air ini akan melepaskan NO2 yang
terlarut dalam produk asam nitrat dan memperoleh excess air untuk mengubah Nitrogen
Oxide menjadi Nitrogen Dioxide. Gas keluaran heat recovery train digabungkan dengan
bleach air keluar sebagai produk atas menara absorpsi dan asam nitrat sebagai produk bawah
menara absorpsi.
Dalam menara absorpsi terjadi reaksi dan menghasilkan panas. Reaksi yang terjadi
sebagai berikut :
3 NO2(g) + H2O(l)

2 HNO3(l) + NO(g)

(2.6)

Temperatur dijaga serendah mungkin pada menara absorpsi untuk mempercepat reaksi ke
arah produk dengan tujuan : meningkatkan effisiensi reaksi yang lebih baik dan mengurangi
tingkat NOx dan mempercepat penyerapan optimal. Upaya untuk mempertahan temperatur
rendah yaitu dengan men-sirkulasikan chilled water melewati coil pada bagian atas dan
cooling water pada bagian bawah. Menara absorpsi beroperasi pada suhu 56 oC dan tekanan
90 psig.
Gas yang meninggalkan menara absorpsi memasuki massar tower pada bagian bawah
dan berkontak dengan weak acid dari bagian atas. Nitrogen dioxide diabsorp membentuk
asam nitrat tambahan kemudian di masukkan ke dalam menara absorpsi.
Tail gas memasuki tail gas preheater untuk menaikkan temperatur tail gas diatas dew
point asam nitrat untuk mencegah korosi pada bagian hilir tail gas heater. Tail gas yang
dipanaskan memasuki tail gas heater untuk pemanasan lanjut dengan mengambil panas dari
nitrous gas stream. Sehingga proses oksidasi lebih baik pada nitrous gas stream yang
bergerak ke heat recovery train dan mengurangi beban pada cooler condenser. Dari tail gas
heater , tail gas melewati turbin gas heater yang dipanaskan oleh gas panas dari ammonia
converter. Tail gas dipanaskan pada temperatur 475 oC sejumlah nitrogen oxide (2.200 ppmv)
harus dihilangkan sebelum gas memasuki atmosfer.
Penghilangan nitrogen oxide dilakukan di catalytic combuster. Tail gas dicampur
dengan gas alam di Mixer kemudian dimasukkan dalam pembakaran. Clean condensate
ditambahkan pada upstream mixer untuk menghindari cracking gas alam yang menyebabkan
pembentukan carbon. Dengan reaksi pembakaran ini, tingkat NOx dapat dikurangi hingga
7

acceptable level dan kenaikan gas temperatur dapat digunakan untuk menggerakkan hot gas
expander. Hot gas expander ini menggerakkan multi stage air compressor yang memasok
udara tekan untuk proses.Tail gas yang meninggalkan hot gas expander masih memiki panas
tinggi dan dgunakan untuk menghasilkan steam 24,61 kg/cm2g (350psig) dari turbin gas
boiler. Gas yang meninggalkan boiler kemudian di keluarkan ke atmosfer melalui tail gas
stack.

II.2

Proses Absorpsi
Proses absorpsi berlangsung di antara tray atau di atas permukaan tray. Tray absorpsi

yang digunakan biasanya berupa sieve atau bubble cap. Larutan dengan konsentrasi 55 65%
asam nitrat keluar melalui dasar menara. Konsentrasi asam ini tergantung suhu, tekanan,
jumlah tray, dan konsentrasi nitrogen oxide yang memasuki menara absorpsi. Kebanyakan
asam nitrat yang tersedia secara komersial mempunyai konsentrasi 68%. Hal ini disebabkan
campuran asam nitrat dan air mempunyai titik azeotrop pada konsentrasi 68% asam nitrat.
Campuran ini mempunyai titik didih 120,5 oC pada tekanan 1 atm.

Gambar 2.2 Diagram Fase Campuran Asam Nitrat Dan Air


(http://www.chemguide.co.uk/physical/phaseeqia/nonideal.html)

Gambar 2.3 Kolom Absorbsi

Pemilihan desain mempengaruhi karakteristik pada kondisi dinamik unit absorpsi. Hal
terpenting dari desain adalah tipe kolom (stage, packed, tipe tray atau material packing) dan
ukuran (tinggi dan diameter) yang diambil pada desain stage ,kolom absorpsi dapat bekerja
secara fleksibel sesuai desain.(Dalaouti, Natassa., 2005). Diameter menara absorpsi
tergantung jumlah gas dan liquid, properti gas dan liquid, dan rasio salah satu stream dengan
yang lain. Tinggi menara absorpsi mempengaruhi perubahan konsentrasi dan mass transfer
tiap tray.(Mc Cabe.,et al , 2001)
Pada simulasi dynamic, model matematis diterapkan untuk mempelajari sifat timedependent dari sistem, yang berarti unit dari sistem proses dan unit kontrol yang berkaitan.
9

Dengan computing power yang sudah ada sebelumnya, model unit proses pada simulasi
dynamic masih butuh untuk disederhanakan dalam perbandingan dengan steady state model
(Kvamsdal, Jakobsen, & Hoff, 2009). Hal yang menjadi tantangan adalah adalah bagaimana
memodelkan fenomena kompleks yang berhubungan dengan unit absorber tanpa kehilangan
informasi-informasi yang diperlukan (Kvamsdal et al., 2009).

II.3

Proportional-Integral (PI) Control


Proportional Control
Pada feedback control, tujuannya adalah untuk mengurangi sinyal error menjadi nol,

dimana :
e ( t )= y sp ( t ) y m (t )

(2.7)

Dimana,
e(t)

= sinyal error

ysp(t)

= set point

ym(t)

= nilai yang terukur dari variabel kontrol

Untuk proportional controller, output controller proporsional terhadap sinyal error,


t
p (t )= p K c e )

(2.8)

Dimana ,
p(t)
p

Kc

= output controller
= nilai (steady state) dugaan
= Controller gain

Untuk memperoleh fungsi transfer dari Proportional Controller, didefinisikan variabel


deviasi:
p' ( t ) p ( t ) p

10

(2.9)

sehingga dapat ditulis :


p' ( t )=K c e(t )

(2.10)

Dengan melakukan transformasi Laplace dapat diperoleh fungsi transfer dari Proportional
Controller sebagai berikut :
'

P (s)
=K c
E (e)

(2.11)

Integral Control
Untuk integral control, output controller tergantung pada integral dari sinyal error
terhadap waktu,
t

1
p (t )= p + e ( t ) dt
I 0

(2.12)

dimana I adalah waktu integrasi atau reset time, yang memiliki satuan waktu. Integral
control sering digunakan karena memberikan manfaat yang penting yaitu mengeliminasi
offset. Meskipun demikian, integral controller jarang digunakan secara tunggal karena aksi
kontrol yang kecil sampai sinyal error berlangsung untuk beberapa waktu. Sebaliknya
proportional control action memberikan tindakan koreksi yang cepat ketika error terdeteksi.
Sehingga, integral control action biasanya digunakan berpasangan dengan proportional
control action sebagai proportional-integral (PI) controller :
t

1
p (t )= p + K c e ( t )+ e ( t ) dt
I 0

(2.13)

sehingga fungsi transfernya :


s+1
P' (s)
1
=K c 1+
=K c I
E (e)
Is
I s

) (

(2.14)

Respon proportional-integral (PI) controller untuk fungsi step dengan perubahan error e(t)
dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

11

Gambar 2.4 Respon proportional-integral (PI) controller untuk fungsi step (Seborg,2004)
Pada saat t = 0, kontroler ouput berubah secara instan yang disebabkan oleh kerja dari
proportional kontroler. Integral kontroler menyebabkan ramp bertambah pada p(t) untuk t >
0. Ketika t = I, integral kontroler berkontribusi sama pada keluaran kontroler sebagai
proportional controller. Kelemahan dari PI-controller adalah menghasilkan respon osilasi
pada variable yang di control dan mengurangi stability apabila digunakan pada feedback
control system. Osilasi dalam jumlah yang kecil dapat ditoleransi, karena biasanya diiringi
dengan respon yang cepat.

II.4

Pengukuran Performa Pengendali


Fungsi dari suatu sistem pengendali adalah untuk meyakinkan bahwa sistem dengan

pengendali (closed loop system) memiliki karakteristik respon steady state dan dinamik yang
diinginkan. Secara ideal, diinginkan suatu sistem dengan pengendali yang memiliki kriteria
unjuk kerja sebagai berikut (Seborg, 2004) :
1.
2.
3.
4.
5.

Sistem dengan pengendali harus stabil


Pengaruh dari gangguan harus ditekan serendah mungkin
Diperoleh respon yang cepat dan halus terhadap perubahan set point
Steady state offset dapat dieliminasi
Aksi pengendali yang berlebihan harus dihindari

12

6. Sistem pengendali bersifat robust, yaitu tidak peka terhadap

perubahan-

perubahan kondisi operasi maupun terhadap kesalahan-kesalahan asumsi model


proses.
Unjuk kerja sistem pengendalian dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem
pengendalian untuk mencapai respon dinamik yang diinginkan, yang dapat diinginkan oleh
ukuran-ukuran unjuk kerja sistem pengendali, dapat digunakan Integral Error Measures.
Integral Error Measures mengindikasikan deviasi kumulatif variabel terkontrol dari set pointnya selama transient response. Beberapa ukuran yang digunakan adalah sebagai berikut :

Integral nilai error absolut (IAE)

IAE=|SP(t )CV (t)|dt


0

Integral kuadrat error (ISE)

ISE= [ SP(t )CV (t) ] dt


0

(2.15)

(2.16)

Integral produk waktu dan nilai absolut dari error( ITAE)

ITAE= t |SP(t )CV (t)|dt


0

(2.17)

Metode IAE adalah nilai yang mudah untuk menganalisa secara visual karena metode
tersebut adalah jumlah area di atas dan di bawah set point. Ini merupakan ukuran kinerja
pengendalian yang memadai jika efek kinerja pada pengendalian adalah linier dengan derajat
deviasi. Metode ISE memadai jika deviasi besar menyebabkan degradasi kinerja lebih besar
daripada deviasi yang kecil. Metode ITAE mengurangi deviasi yang bertahan dalam jangka
waktu yang lama. (Seborg, 2004)

13

Anda mungkin juga menyukai