Anda di halaman 1dari 18

Obat Anestesia

Obat-obat Anestesia Intravena


Obat anestesia intravena dapat digolongkan dalam 2 golongan:
1. Obat yang terutama digunakan untuk induksi anestesia.
2. Obat yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapat keadaan seperti
pada neuroleptanalgesia (misalnya droperidol), anestesia dissosiasi (misalnya ketamin),
sedativa (misalnya diazepam).
Pada umumnya sebagian besar obat anestesia intravena dapat digunakan untuk:
1.
2.
3.
4.
5.

Obat induksi untuk anestesia umum.


Obat tunggal untuk anestesia pada pembedahan-pembedahan yang singkat.
Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat.
Obat tambahan untuk anestesia regional.
Menghilangkan keadaan patologis akibat ransangan saraf pusat (sedasi).

Ada 3 cara pemberian anestesia intravena :


1. Sebagai obat tunggal/suntikan intravena tunggal (sekali suntik) untuk induksi anestesia
atau pada operasi-operasi singkat hanya obat ini saja yang dipakai.
2. Suntik berulang, untuk prosedur yang tidak memerlukan anestesia inhalasi dengan dosis
ulangan lebih kecil dari dosis permulaan sesuai kebutuhan.
3. Lewat infus, untuk menambah daya anestesia inhalasi.
Dari bermacam-macam obat anestesia intravena, hanya beberapa saja yang sering digunakan
yaitu golongan barbiturat, ketamine dan diazepam.
A. Tiopentone Sodium (Tiopental, Pentotal Intravena)
Semua golongan barbiturate untuk keperluan klinik berada dalam bentuk garam sodium
(bubuk kuning). Dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5% dengan pH 10,8. Dalam
bentuk larutan Pentotal tidak stabil tapi dapat disimpan 24-48 jam tanpa membahayakan, asalkan
masih tetap jernih. Dianjurkan untuk segera memakai larutan yang telah dipersiapkan. Untuk
menghilangkan efek negative dari Tiopentalm dianjurkan memakai larutan 2,5%.

1. Metabolisme
Metabolisme Tiopental terutama terjadi di hepar, hanya sebagian kecil keluar lewat urine
tanpa mengalami perubahan. Tiopental 10-15% dari dalam tubuh akan dimetabolisir tiap jam.
Pulih sadar yang cepat setelah Tiopental disebabkan oleh pemecahan dalam hepar yang
cepat. Diilusi dalam darah dan di distribusi ke jaringan tubuh yang lain. Oleh karena itu
Tiopental termasuk obat dengan daya kerja sangat singkat (ultra short acting barbiturate).
Tiopental dalam jumlah kecil masih dapat ditemukan dalam darah 24 jam setelah pemberian.
Oleh karena itu dapat membahayakan bagi pasien tanpa rawat inap yang masih harus
mengendarai kendaraan bermotor setelah sadar dari efek Tiopental.
2. Farmakologi
a. Susunan saraf pusat
Seperti golongan barbiturat lain, Tiopental menimbulkan sedasi, hipnosis (tertidur) dam
depresi pernapasan, tergantung dosis dan ketepatan pemberian. Efek analgesia sedikit dan
terhadap SSP terlihat adanya depresi dan penurunan kesadaran secara progresif. Kontak
dengan lingkungan, dengan gerakan-gerakan dan kemampuan menjawab pertanyaan
pelan-pelan menghilang.
b. Sistem Respirasi
Efek utama adalah depresi pusat pernapasan, tergantung besar dosis dan kecepatan
injeksi. Efek ini akan bertambah jelas bila sebelumnya diberikan opioide atau obat
depresan yang lain.
c. Sistem Kardiovaskular
Tiopental mendepresi pusat vasomotor dan kontraktilitas miokard yang mengakibatkan
vasodilatasi, sehingga dapat menurunkan curah jantung dan tekanan darah. Efek ini
tergantung dosis dan lebih nyata pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.
3. Komplikasi anestesia dengan Tiopental
Lokal :
a. Injeksi perivena: obat masuk jaringan perivena akan menimbulkan rasa nyeri, bengkak,
kemerahan, dapatr terjadi nekrosis. Untuk menghindari efek ini sebaiknya memakai
larutan 2,5%. Untuk mengurangi rasa sakit disuntik Procain 1% kurang lebih 10 cc
ditempat tersebut.
b. Injeksi intra arteri: akan memberi rasa terbakar, terjadi spasme arteri dan kemungkinan
trombosis.
Umum :
2

a. Depresi pernapasan, disebabkan karena pemberian terlalu banyak (overdosis) atau terlalu
cepat.
b. Hipotensi (syok) karena overdosis relatif, terjadi vasodilatasi dan depresi miokard.
c. Pasca operasi: vertigo, disorientasi
d. Reaksi anafilaksis.
4. Dosis
Untuk hipnosis sangat sulit ditemukan, bersifat individual, tetapi pada umumnya untuk orang
dewasa sehat, dosis hipnosis berkisar antara 3-5 mg/kgBB. Biasanya untuk menghindarkan
efek negatif dari Tiopental diberikan dosis kecil terlebih dahulu 50-75 mg sambil menunggu
reaksi dari pasien.
5. Keuntungan Tiopental
a. Induksi mudah dan cepat
b. Delirium tidak ada
c. Cepat pulih dan sadar
d. Iritasi mukosa jalan napas tidak ada.
6. Kekurangan Tiopental
a. Depresi pernapasan
b. Depresi kardiovaskular, terutama pada pasien dengan risiko
c. Cenderung terjadi spasme laring
d. Relaksasi otot perut kurang
e. Bukan analgetika.
7. Indikasi pemakaian Tiopental
a. Induksi pada anestesia umum
b. Operasi/tindakan yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi dan kuretase)
c. Sedasi pada analgesia regional
d. Mengatasi kejang pada eklampsia, epilepi, tetanus, dll.
8. Kontra indikasi pemakaian Tiopental
Kontra indikasi Absolut:
a. Status asmatikus
b. Porfiria : suatu penyakit yang digolongkan dalam gangguan metabolism dimana
thiopental dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot pernapasan yang dapat berakibat
fatal.
Kontra indikasi relatif (harus hati-hati pada pemakaiannya):

a. Syok, karena sifat-sifat Tiopental yaitu vasodilatasi perifer, depresi SSP, maka
pemakaiannya pada syok harus hati-hati (dosis dikurangi) karena mengganggu
b.
c.
d.
e.
f.
g.

mekanisme kompensasi tubuh.


Pada anemia, uremia, disfungsi hepar, dosis harus dikurangi.
Pada dispnea berat baik karena penyakit paru-paru atau jantung.
Asma bronkial
Miastenia gravis
Vena yang sulit ditemukan.
Riwayat alergi terhadap Tiopental.

B. Ketamine (Ketalar)
Ketamine adalah suatu rapid acting non barbiturate general anesthetic termasuk
golongan

Phenyl

Cyclohexylamine

dengan

rumus

kimia

2-(0-Chlorophenil)-

2(methylamiamino)Cyclohexanone hydrochloride. Ketamin adalah obat yang menghasilkan


anestesi disosiasi, yang kemudian ditandai dengan disosiasi pada EEG diantara talamokortikal
dan sistem limbik. Anestesi disosiasi menyerupai kondisi kataleptik dimana mata masih tetap
terbuka dan ada nistagmus yang lambat. Pasien tidak dapat berkomunikasi, meskipun dia tampak
sadar. Refleks-refleks masih dipertahankan seperti refleks kornea, refleks batuk dan refleks
menelan, namun semua refleks ini tidak boleh dianggap sebagai suatu proteksi terhadap jalan
nafas. Variasi tingkat hipertonus dan gerakan otot rangka tertentu sering kali terjadi dan tidak
tergantung dari stimulasi bedah. Ketamin mempunyai efek sedatif dan analgetik yang kuat.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena, 3-5 mg/kgBB intramuskular. Pada dosis subanestesi
ketamin menghasilkan efek analgetik yang memuaskan.
1. Mekanisme Aksi
Ketamin berikatan secara non kompetitif terhadap tempat terikatnya phencyclidine pada
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA), suatu subtipe dari reseptor glutamat, yang berlokasi di
saluran ion. Ketamin menghambat aliran ion transmembran. Reseptor NMDA adalah suatu
reseptor saluran kalsium. Agonis endogen dari reseptor ini adalah neurotransmiter eksitatori
seperti asam glutamat, asam aspartat, dan glisin. Pengaktifan dari reseptor mengakibatkan
terbukanya saluran ion dan depolarisasi neuron. Reseptor NMDA ini terlibat dalam input
sensoris pada level spinal, talamik, limbik dan kortikal. Ketamin menghambat atau
menginterferensi input sensoris ke sentral yang lebih tinggi dari sistem saraf pusat, dimana
terdapat respon emosional terhadap stimulus dan pada tempat untuk proses belajar dan memori.

Ketamin menghambat pengaktifan dari reseptor NMDA oleh glutamat, mengurangi pelepasan
glutamat di presinaps dan meningkatkan efek dari neurotransmiter inhibisi GABA.
Ketamin juga berinteraksi dengan reseptor mu, delta dan kappa opioid. Efek analgesi
ketamin mungkin disebabkan oleh pengaktifan reseptor ini di sentral dan spinal.
Beberapa efek ketamin dapat disebabkan karena kerjanya pada sistem katekolamin,
dengan meningkatkan aktivitas dopamin. Efek dopaminergik ini mungkin berhubungan dengan
efek euforia, adiksi dan psikotomimetik dari ketamin. Kerja dari ketamin ini juga disebabkan
oleh efek agonis pada reseptor adrenergik dan , efek antagonis pada reseptor muskarinik di
sistem saraf pusat, dan efek agonis pada reseptor .

2. Farmakokinetik
Ketamin dapat diberikan melalui oral, rektal, intranasal, intra-muskular ataupun
intravena. Untuk operasi dan manajemen nyeri paska bedah ketamin dapat diberikan secara
intratekal dan epidural. Farmakokinetik ketamin menyerupai tiopental yaitu onset yang cepat,
durasi yang relatif singkat, dan kelarutan dalam lemak yang tinggi. Hal ini disebabkan karena
ketamin mempunyai berat molekul yang kecil dan pKa yang mendekati pH fisiologi, sehinga
dengan cepat melewati sawar darah otak dan mempunyai onset 30 detik setelah pemberian
intravena. Konsentrasi plasma puncak dari ketamin terjadi dalam 1 menit setelah pemberian
intravena dan bertahan selama 5-10 menit, dan 5 menit setelah injeksi intramuskular, bertahan
12-25 menit. Dosis yang berikan 1-4 mg/kg dengan dosis rata-rata 2 mg/kg dengan lama kerja
kira-kira 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kg sesuai kebutuhan. Untuk intra muskular dosis
yang berikan 6-13 mg/kg, dosis rata-rata 10 mg/kg dengan lama kerja kurang lebih 10-25 menit.
Terutama untuk anak dengan ulungan setengah dosis awal.
Ketamin tidak terikat secara signifikan pada plasma dan didistribusikan dengan cepat
pada jaringan. Pada awalnya ketamin didistribusikan pada jaringan yang perfusinya tinggi seperti
otak, dimana konsentrasi puncak mungkin 4 sampai 5 kali dari darah. Kelarutan yang tinggi
dalam lemak menyebabkan cepat menembus sawar darah otak. Selanjutnya, ketamin
menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak sehingga mempermudah perjalanan obat dan
kemudian menambah cepat konsentrasi obat dalam otak. Kemudian didistribusikan kembali dari
otak dan jaringan yang perfusinya tinggi ke jaringan yang perfusinya rendah.
Angka klirens dari ketamin relatif tinggi yaitu 1 liter/menit, mendekati aliran darah hepar
yang berarti perubahan pada aliran darah hepar mempengaruhi klirens dari ketamin. Distribusi
5

volume yang besar yaitu 3 liter/menit, menghasilkan eliminasi waktu paruh yang cepat yaitu 2-3
jam.
3. Farmakodinamik
a. Susunan Saraf Pusat (SSP)
Ketamin menghasilkan stadium anestesi yang disebut anestesi disosiasi. Pada
susunan saraf pusat, ketamin bekerja di sistem proyeksi talamoneokortikal. Secara
selektif menekan fungsi saraf di korteks (khususnya area asosiasi) dan talamus ketika
secara terus menerus merangsang bagian dari sistem limbik, termasuk hipokampus.
Proses ini menyebabkan disorganisasi fungsional pada jalur non-spesifik di otak tengah
dan area talamus. Ada juga pendapat bahwa ketamin menekan transmisi impuls di
formasi retikular medula medial, yang berperan pada transmisi komponen emosi
nosiseptif dari spinal cord ke pusat otak yang lebih tinggi. Ketamin juga dianggap
menduduki reseptor opioid di otak dan spinal cord, yang menyebabkan ketamin memiliki
sifat analgetik. Interaksi pada reseptor NMDA juga menyebabkan efek anestesi umum
sebaik efek analgesia dari ketamin. Ketamin meningkatkan metabolisme otak, aliran
darah otak dan tekanan intra kranial. Dengan peningkatan aliran darah otak yang sejalan
dengan peningkatan respon sistem saraf simpatis, maka tekanan intrakranial juga
meningkat setelah pemberian ketamin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian
diazepam ataupun tiopental.
Ketamin menyebabkan reaksi psikis yang tidak disukai yang terjadi pada saat
bangun yang disebut emergence reaction. Manifestasi dari reaksi ini yang bervariasi
tingkat keparahannya adalah berupa mimpi buruk, perasaan melayang, ataupun ilusi yang
tampak dalam bentuk histeria, bingung, euphoria dan rasa takut. Hal ini biasanya terjadi
dalam satu jam pertama pemulihan dan akan berkurang satu jam sampai beberapa jam
kemudian.
b. Sistem Kardiovaskular
Tekanan darah akan naik baik sistolik maupun diastolic. Kenainak rata-rata antara 2025% dari tekanan darah semula mencapai maksimum beberapa menit setelah suntikan
dan akan turun kembali dalam 25 menit kemudian, denyut janting akan meningkat. Efek
ini disebabkan adanya aktivitas saraf simpatis yang meningkat dan depresi baroreseptor.
Efek ini dapat dicegah dengan pemberian premedikasi opioid, hiostine. Aritmia jarang
terjadi.
c. Sistem Respirasi
6

Depresi pernapasan kecil sekali dan hanya sementara, kecuali dosis terlalu besar dan
adanya obat-obat depresan sebagai premedikasi. Ketamine menyebabkan dilatasi bronkus
dan bersifat antagonis terhadap efek konstriksi bronkus oleh histamine. Baik untuk
penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anestesia umum yang masih
ringan.
4. Interaksi
Obat pelumpuh otot nondepolarisasi dipotensiasi oleh ketamin. Kombinasi teofilin
dengan ketamin dapat mempredisposisi pasien terhadap kejang. Diazepam mengurangi efek
stimulasi terhadap kardiovaskular dan memperpanjang waktu paruh eliminasinya, sehingga
waktu pulih sadar ketamin menjadi tertunda. Ketamin menyebabkan depresi otot jantung ketika
diberikan bersamaan dengan halotan. Halotan memperlambat distribusi dan menghambat
metabolisme hepatik ketamin, sehingga memperpanjang efek ketamin terhadap susunan saraf
pusat. N2O mengurangi dosis ketamin dan memperpendek waktu pulih sadar ketamin.
Pemberian berulang ketamin dapat menyebabkan toleransi. Efek ini dapat terjadi secara
akut yang disebabkan oleh perubahan pada tempat ketamin bekerja daripada karena peningkatan
dalam kecepatan metabolisme, yang tampak dari terjadinya toleransi ini setelah suntikan
pertama, tanpa perubahan dalam konsentrasi plasma.
5. Efek samping
Ketamin mempunyai efek samping berupa mual, muntah, efek psikomimetik seperti
halusinasi, diplopia, mimpi buruk, ansietas, euphoria.
6. Indikasi pemberian Ketamine
a. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, misal pada koreksi jaringan
sikatrik daerah leher, disini untuk melakukanintubasi kadang sulit.
b. Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriografi).
c. Tindakan ortopedi (reposisi, biopsy)
d. Pada pasien dengan risiko tinggi, ketamine tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai
untuk induksi pada syok.
e. Untuk tindakan operasi kecil.
f. Ditempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
g. Pasien asma.
7. Kontra indikasi
a. Pasien hipertensi dengan sistolik 160 mmHg istirahat dan diastolik 100 mmHg
b. Pasien dengan riwayat CVD
7

c. Dekompensasio cordis
Harus hati-hati pada riwayat kelainan jiwa, operasi-operasi daerah faring karena refleks
masih baik.
C. Diazepam (Valium)
Termasuk golongan benzodiazepine yang berfungsi sebagai suatu tranquillizer (obat
penenang). Pada dosis rendah timbul sedasi, sedang dosis besar akan bersifat hipnotik (obat
tidur)
1. Farmakologi
Efek terhadap SSP bervariasi dari orang ke orang lain. Pada satu pasien mungkin akan
kehilangan kesadaran setelah dosis kecil. Pada pasien lain, dengan dosis 1 mg/kg baru
tertidur.
Mempunyai efek sebagai pelemas otot (ringan) bekerja ditingkat supra spinal mungkin di
formasioretikularis di batang otak. Menimbulkan amnesia anterograd.
2. Sistem Kardiovaskular
Pengaruhnya minimal sekali, baik terhadap kontraksi maupun denyut jantung, kecuali pada
dosis terlalu besar. Hipotensi kadang terjadi disebabkan oleh refleks relakasasi pembulih
darah perifer, bukan karena depresi terhadap miokard.
3. Sistem Respirasi
Menimbulkan depresi ringan terhadap pernapasan yang biasanya tidak serius. Kombinasi
diazepam dan opioid akan menimbulkan depresi pernapasan yang lebih besar daripada bila
diberiksan sendiri-sendiri. Hal ini mungkin karena kedua obat tersebut saling berkompetisi
dalam mendapatkan enzim untuk detoksikasinya.
4. Penggunaan klinis diazepam
a. Premedikasi valium I.M (10 mg) atau oral (5-10 mg)
b. Untuk induksi 0,2-0,6 mg/kgBB terutama untuk poor risk
c. Sedasi pada anestesia IV
d. Sedasi basal pada anestesia regional
e. Menghilangkan halusinasi karena ketamine.
Untuk induksi pada anestesia umum dosisnya 0,2 1 mg/kgBB. Pemberian dosis 0,16 032
mg/kgBB akan menimbulkan perubahan tekanan darah yang minimal dan depresi pernapasan
ringan dan hanya sebentar. Induksi sampai tertidur biasanya perlu dosis besar.
8

Penggunaan lain:
-

Untuk sedasi pada analgesia regional (5 -10 mg)


Untuk kardioversi (5 -20 mg)
Endoskopi
Sedasi pasca bedah
Untuk mengendalikan kejang pada epilepsi, eklampsia. Diazepam jangan dicampur
dengan obat lain dan harus disuntikkan pada vena besar untuk mencegah tromboflebitis.

D. Neuroleptika
Droperidol (dehidribenzperidol, droleptan)
Turunan butirophenon (Butyrophenone)
1. Penggunaan
- Premedikasi 0,5 2 ml, mempunyai efek anti muntah yang baik.
- Pada bedah saraf dimana dibutuhkan kesadaran pasien misalnya operasi stereotatik.
- Diagnostik: bronkoskopi, esofagoskopi, gastroskopi
- Sebagai suplemen pada pemberian pentotal, pelemas otot dan anestesia N2O dan O2.
Dosis 5 20 mg, tergantung dari situasi dapat diberikan dosis tambahan diikuti dengan
pemberian fentanyl dan selanjutnya dilakukan intubasi endotrakeal dan pernapasan di
-

kontrol.
Sebagai sedasi pada regional anestesia.
Di ICU untuk membantu prosedur intubasi dan pemberian pernapasan tekanan positif.

Harus hati-hati karena mempunyai efek samping antara lain diskinesi ekstra pyramidal,
hipotensi, dan dapat memperberat asma.
E. Etomidate (hypnomidate)
Merupakan ethyl-1-(Alfaomethylbenzyl)midazole, sebagai Kristal putih, dapat larut di dalam
air, etanol dan propylene glycol.
Dosis diberikan 0,3 mg/kgBB, kemasan 10 ml berisi 2 mg/ml yang terlarut dalam air dan
35% propylene glycol.
Digunakan pada keadaan kardiovaskular stabil dan pulih sadar cepat, dapat digunakan untuk
induksi pada pasien yang sakit dan syok. Pada dosis ini jarang menimbulkan gejala
anafilaktik.
F. Propofol
Propofol (2,6-diisopropylophenol) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977,
dilarutkan dalam kremofor karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Kemudian propofol ini
ditarik dari peredaran karena pernah dilaporkan terjadinya insiden reaksi anafilaktik pada saat
9

penyuntikan. Pelarut yang adekuat untuk propofol ditemukan berdasarkan penelitian klinis pada
tahun 1983 dan dipakai di seluruh dunia sampai saat ini.
Propofol menjadi obat pilihan induksi anestesia, khususnya ketika bangun yang cepat dan
sempurna diperlukan. Kecepatan onset sama dengan barbiturat intravena, masa pemulihan lebih
cepat dan pasien dapat pulang berobat jalan lebih cepat setelah pemberian propofol. Kelebihan
lainnya pasien merasa lebih nyaman pada periode paska bedah dibanding anestesi intravena
lainnya. Mual dan muntah paska bedah lebih jarang karena propofol mempunyai efek anti
muntah. Mungkin dapat terjadi depresi pernapasan sedikit, dan juga ada penurunan tekanan
darah. Dapat menimbulkan nyeri pada suntikan IV karena itu sebaiknya menyuntik pada vena
besar. Infus propofol dapat digunakan untuk sedasi.
1. Mekanisme kerja
Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid (GABAA) dan
tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi yang relevan secara klinis.
Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor GABA A. GABA adalah
neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABA A
diaktifkan,

maka

konduksi

klorida

transmembran

akan

meningkat,

mengakibatkan

hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi
propofol dengan komponen spesifik reseptor GABA A terlihat mampu meningkatkan laju
disosiasi dari penghambat neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu dari
pembukaan klorida yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari
membran sel.
2. Farmakokinetik
Pemberian propofol 1.5 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV atau
metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV (<15 detik), mengakibatkan ketidaksadaran dalam
30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama
cepatnya dengan tiopental ( satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak
diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis
tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau
sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan untuk induksi
anestesi IV yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih cepat dengan residu minimal dari
sistem saraf pusat (CNS) adalah salah satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan

10

dengan obat alternatif lain yang diberikan untuk tujuan yang sama Rasa sakit karena injeksi
terjadi pada sebagian besar pasien ketika propofol diinjeksikan ke dalam vena tangan yang kecil.
Ketidaknyamanan ini dapat dikurangi dengan memilih vena yang lebih besar atau dengan
pemberian 1% lidokain (menggunakan lokasi injeksi yang sama seperti propofol) atau opioid
kerja jangka pendek.
Klirens propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan
jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh
sitokrom P-450, dan ini penting dalam mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini,
metabolisme propofol pada manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme
hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit
asam glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh
sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di glukuronidasi atau sulfat.
Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi,
4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari
dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine.
3. Induksi Anestesia
Dosis induksi dari propofol pada orang yang sehat adalah 1.5 hingga 2.5 mg/kgBB IV,
dengan kadar darah 2-6 g/ml yang menghasilkan ketidaksadaran tergantung pada pengobatan
dan pada usia pasien. Onset hipnosis propofol sangat cepat (one arm-brain circulation) dengan
durasi hipnosis 5-10 menit. Seperti halnya dengan barbiturat, anak membutuhkan dosis induksi
dari propofol yang lebih tinggi per kilogram badan, kemungkinan berhubungan dengan volume
distribusi sentral lebih besar dan juga angka bersihan yang tinggi. Pasien lansia membutuhkan
dosis induksi yang rendah (25% hingga 50% terjadi penurunan) akibat penurunan volume
distribusi sentral dan juga penurunan laju bersihan. Pasien sadar biasanya terjadi pada
konsentrasi propofol plasma 1,0 hingga 1,5 g/ml.
4. Rumatan anestesia
Dosis khusus dari propofol untuk pemeliharan anestesia adalah 100-300 g/kgBB/menit
IV, seringkali dikombinasikan dengan opioid kerja jangka pendek. Anestesia umum
menggunakan propofol mempunyai efek mual dan muntah paska operasi yang minimal dan
kesadaran yang lebih cepat dengan efek residual yang minimal.
5. Farmakodinamik
11

a. Susunan saraf pusat (SSP)


Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke
otak (CBF), dan tekanan intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi
pada pasien dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP.
Dosis yang besar dari propofol ini dapat mengurangi tekanan darah sistemik dan juga
mengurangi tekanan perfusi otak (CPP). Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon
terhadap perubahan tekanan darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk
merubah PaCO2 tidak dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke
otak akan berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan
midazolam. Propofol menimbulkan perubahan elektroensefalografi (EEG) sama dengan
tiopental, termasuk kemampuan untuk menghasilkan supresif penuh dengan dosis tinggi.
Bangkitan potensial somatosensori kortikal yang dimanfaatkan untuk monitoring fungsi
medula spinalis tidak begitu bermakna pada penggunaan propofol tunggal tetapi penambahan
nitro oksida atau anastesi inhalasi menghasilkan penurunan amplitudo. Pada level sedasi
yang sama, propofol menghasilkan gangguan memori pada derajat yang sama seperti
midazolam. Peningkatan toleransi terhadap obat dalam menekan sistem saraf pusat sering
terjadi pada pasien yang sering menggunaan opioid, obat hipnotik sedatif, ketamin dan
nitrous oksida.
Hipotensi merupakan komplikasi akibat pemberian propofol khususnya pada orang
tua, bahkan dapat menyebabkan hipotensi preintubasi paska induksi yang sedang sampai
berat. Hipotensi ini dapat menurunkan CBF dan menimbulkan episode sekunder iskemi
serebral yang dapat menyebabkan gejala sisa neurologi.
b. Sistem Kardiovaskular
Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar
dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada gangguan
kardiovaskuler, dosis induksi 2 - 2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 25-40%. Perubahan yang sama terlihat juga terhadap tekanan arteri rerata
(MAP) dan tekanan darah diastolik. Penurunan tekanan darah ini mengikuti penurunan curah
jantung sebesar 15% dan penurunan resistensi vaskular sistemik sebesar 15-25 %. Relaksasi
otot polos vaskular dihasilkan oleh propofol adalah terutama berkaitan dengan hambatan
aktivitas saraf simpatik.
Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium
intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat
12

propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan
gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner.
Disamping penurunan tekanan darah sistemik, peningkatan denyut jantung seringkali
tidak berubah secara nyata. Bradikardi dan asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia
dengan propofol, yang menghasilkan rekomendasi dimana obat antikolinergik diberikan
ketika stimulasi vagal terjadi berkaitan dengan pemberian propofol. Propofol dapat
mengurangi aktivitas sistem saraf simpatik pada cakupan yang lebih besar dibandingkan
dengan aktivitas sistem saraf parasimpatik, dengan menghasilkan dominasi aktivitas
parasimpatik.8 Refleks baroreseptor yang mengontrol denyut jantung juga didepresi oleh
propofol sehingga mengurangi refleks takikardia yang selalu mengikuti hipotensi. Hal ini
yang menyebabkan laju jantung tidak berubah secara bermakna setelah penyuntikan
propofol.
c. Sistem Respirasi
Propofol menghasilkan depresi ventilasi tergantung pada dosis, kecepatan pemberian
dan premedikasi, dengan apnu yang berlangsung pada 25% hingga 35% pasien setelah
induksi dengan propofol. Pemberian opioid pada pengobatan preoperatif dapat meningkatkan
efek depresi ventilasi. Pemakaian infus rumatan propofol akan mengurangi volume tidal dan
frekwensi pernafasan. Propofol mengurangi respon ventilasi pada karbon dioksida dan juga
hipoksemia. Propofol dapat mengakibatkan bronkodilatasi dan menurunkan insidensi sesak
pada pasien asma. Konsentrasi sedasi dari propofol akan menekan respon ventilasi terhadap
hiperkapnia disebabkan efek dari kemoreseptor sentral. Berbeda dengan anestesi inhalasi
dosis rendah, respon kemorefleks perifer pada karbon dioksida masih tetap ada ketika
dirangsang oleh karbon dioksida dengan adanya propofol.
d. Interaksi obat
Konsentrasi fentanil dan alfentanil meningkat dengan pemberian yang bersamaan
dengan propofol. Kombinasi midazolam dan propofol memberikan efek sinergistik dalam hal
onset yang lebih cepat dan total dosis yang lebih rendah.9 Interaksi ketamin dengan propofol
adalah aditif.
Obat Pelumpuh Otot
Walaupun obat pelumpuh otot bukan merupakan obat anestetik, tetapi obat ini sangat
membantu pelaksanaan anesthesia umum, antara lain memudahkan dan mengurangi cidera
13

tindakan laringoskopi dan intubasi trakea serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam
pembedahan dan ventilasi kendali.
A. Obat-obat Pelumpuh Otot Non Depolarisasi
Manfaat obat ini di bidang anestesiologi antara lain untuk:
1. Memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea.
2. Membuat relaksasi otot selama pembedahan.
3. Menghilangkan spasme laring dan refleks jalan napas atas selama anesthesia.
4. Memudahkan pernapasan kendali selama anesthesia.
5. Mencegah terjadinya fasikulasi otot karena obat pelumpuh otot depolarisasi.
Pemakaian obat pelumpuh otot ini harus hati-hati bila dijumpai kelainan atau defek
hubungan saraf otot seperti pada penyakit Miastenia gravis.
1. Turbokurarin Klorida (Kurarin)
Merupakan alkaloid kuartener, suatu derivate isoquinolin yang berasal dari tanaman tropis
Chondrodendron tomentosum.
Farmakologi :
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang klasik. Obat sangat cepat di timbun di
reseptor membrane otot. Pada dosis terapeutik menyebabkan kelumpuhan otot mulai dengan
ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher dan ekstremitas. Paralisis otot dinding abdomen dan
diafragma terjadi paling akhir. Lama paralisis bervariasi antara 15 sampai 50 menit.
Berpengaruh kuat terhadap ganglion simpatik dam parasimpatik, dapat menyebabkan
hipotensi dan bradikardia. Hipotensi juga dapat terjadi karena pelepasan histamine otokoid.
Pada dosis sangat besar bersifat inotropik negatif. Berikatan kuat dengan globulin plasma.
Ekskresi terutama memalui ginjal dan sebagian melalui hepar.
Dosis
: Paralisis otot abdominal = 10 15 mg
Intubasi trakea = 10 20 mg.
Cara pemberian : terutama melalui I.V, kadang I.M
2. Galamin (Flaxedil)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik. Kemasan dibuat dalam ampul berisi
2 ml atau 3 ml larutan 4%. Larutan dapat bercampur dengan Tiopental.
Farmakologi :
Lama kerja obat berkisar 15 -20 menit. Mula kerja sangat berhubungan dengan aliran darah
otot. Mempunyai efek yang lemah pada ganglion saraf dan tidak menyebabkan pelepasan
histamine. Memiliki sifat seperti atropine yaitu menyebabkan takikardia walaupun pada dosis
kecil (20 mg). Karena itu Galamin cukup baik dipakai bersama anestetik Halotan. Kenaikan
tekanan darah dapat terjadi, tetapi ringan. Galamin dapat menembus sawar utero-plasenta
14

tetapi tidak sampai mempengaruhi kontraksi uterus. Eksresi terutama melalui ginjal dan
sebagian kecil empedu.
Penggunaan klinik:
a. Memudahkan intubasi trakea. Dosis : 80 100 mg I.V, ditunggu selama 2 3 menit.
b. Relaksasi pembedahan. Dosis : 2 mg/kgBB I.V. Pada dosis sebesar 40 mg jarang sampai
menimbulkan paralisis diafragma dan pasien dapat tetap bernapas spontan walaupun
sebagian otot rangka mengalami kelumpuhan. Teknik seperti ini sering dipakai untuk
prosedur ginekologi.
c. Sebagai profilaksis bradikardia selama anesthesia umum, misalnya pada pembedahan
bola mata.
Pemakasian Galamin sebaiknya dihindari pada:
a. Pasien dengan takikardia
b. Fungsi ginjal yang buruk atau ancaman gagal ginjal.
3. Alkuronium Klorida (Alloferine)
Merupakan sintetik Toksiferin, suatu alkaloid dari tanaman Strychnos toksifera. Kemasan
dibuat dalam apul berisi larutan 2 ml yang mengandung 10 mg Alkuronium Klorida. Larutan
tidak dapat di campur bersama Tiopental.
Farmakologi:
Mula kerja terjadi pada menit ke 3 selama 15 20 menit. Tidak bersifat melepas histamine
jaringan, tetapi dapat menghambat ganglion simpatik sehingga dapat menimbulkan hipotensi
terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Alkuronium dapat berpotensiasi ringan
dengan N2O-tiopental-narkotik. Eksresi terutama melalui ginjal (70%) dalam bentuk utuh
dan sebagian kecil melalui empedu.
Dosis relaksasi pembedahan
: 0,15 mg/kgBB I.V (dewasa)
0,125 0,2 mg/kgBB I.V (anak-anak)
Dosis intubasi trakea
: 0,3 mg/kgBB I.V

4. Pankuronium Bromida (Pavulon)


Merupakan steroid sintesis, obat pelumpuh otot non depolarisasi yang paling banyak dipakai
di Indonesia. Kemasan dalam bentuk ampul berisi 2 ml larutaan yang mengandung
Pankuronium bromide 4 mg.
Farmakologi :
Mula kerja terjadi pada menit ke 2 3 untuk selama 30 40 menit. Berikatan kuat dengan
globulin plasma dan berikatan sedang dengan albumin. Mempunyai efek akumulasi pada
15

pemberian berulang, karena itu dosis pemeliharaan/rumatan harus dikurangi dan waktu
pemberian harus diperpanjang. Pankuronium menyebabkan seidikit pelepasan histamine dan
hipertensi karena memiliki efek inotropik positif serta takikardia karena efek vagolitik.
Sebanyak 15 40% Pankuronium dalam tubuh mengalami metabolism deasetilasi. Eksresi
terutama melalui ginjal (60-80%) dan sebagian lagi melalui empedu (20-40%)
Dosis awal untuk relaksasi otot : 0,08 mg/kgBB I.V (dewasa)
Dosis rumatan : separuh dosis awal
Dosis intubasi trakea : 0,15 mg/kgBB I.V
5. Atrakurium Besilat (Tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang mempunyai struktur
Benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Beberapa keunggulan
Atrakurium dibandingkan obat terdahulu antara lain:
a. Metabolism terjadi di dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik
yang disebut eleminasi Hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi hati atau ginjal.
b. Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.
c. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna.
Kemasan dibuat dalam ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg Atrakurium Besilat.
Stabilitas larutan sangat bergantung penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan
terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 0,6 mg/kgBB I.V
Dosis relaksasi otot : 0,5 0,6 mg/kgBB I.V
Dosis rumatan : 0,1 0,2 mg/kgBB I.V
Mula dan lama kerja Atrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya mula
kerja Atrakurium pada dosis intubasi adalah 2 3 menit, sedangkan lama kerja Atrakurium
dengan dosis relaksasi 15 35 menit.
Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir)
atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Dapat dijadikan obat pelumpuh otot non
depolarisasi pilihan untuk pasien geriatrik atau dengan kelainan jantung, hati dan ginjal yang
berat.
6. Vekuronium (Norcuron)
16

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang baru dan merupakan homolog
Pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dengan lama kerja yang singkat. Tidak
memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang atau kontinyu per infus. Tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Kemasan dibuat dalam
bentuk ampul berisi bubuk Vekuronium 4 mg. pelarut yang dapat dipakai antara lain akuades,
garam fisiologis, ringer laktat atau dekstrosa 5% sebanyak 2 ml.
Dosis : 0,1 mg/kgBB I.V, mula kerjad terjadi pada menit ke 2 3 dengan lama kira-kira 30
menit.
Antagonis pelumpuh otot non depolarisasi
Neostigmin metilsulfat (prostigmine)
Farmakologi : merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan
akumulasi asetilkolin. Obat ini mengalami metabolism terutama oleh kolinesterase serum dan
bentuk utuh obat sebagian besar dieksresi melalui ginjal. Mempunyai efek nikotinik, muskarinik,
dan merupakan stimulant otot langsung. Efek muskarinik antara lain menyebabkan bradikardia,
hiperperistaltik dan spasme saluran cerna, pembentukan secret jalan napas dan kelenjar liur,
bronkospasme, berkeringat, miosis, dan kontraksi vesica urinaria. Sebagian efek ini dapat
dihambat oleh atropine sulfat.
Dosis : 0,5 mg bertahap hingga 5 mg, biasanya diberi bersama-sama dengan Atropin (1 1,5
mg).

B. Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi


Suksametonium (Succinylcholine)
Kemasan : flakon berisi bubuk putih 100 mg atau 500 mg. pengenceran dapat memakai
garam fisiologis atau akuades steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk
larutan
5%.
Indikasi : sebagai pelumpuh otot jangka pendek.
Kegunaan : terutama untuk mempermudah/fasilitas intubasi trakea karena mula kerja yang
cepat dan lama kerja yang singkat. Juga dapat dipakai untuk memelihara
relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infus atau
suntikan

intermiten.

17

Dosis

: untuk intubasi 1 2 mg/kgBB I.V, mula kerja 1 2 menit dengan lama 3 5

menit.
Untuk mengurangi fasikulasi dan nyeri otot sering diberi dulu dengan obat pelumpuh otot
non depolarisasi dosis relaksasi otot misalnya Pankuronium 1 mg. Untuk pemakaian
kontinyu per infus, buat larutan dengan konsentrasi 1 mg/ml (250 mg dalam 250 ml larutan).
Dosis pemeliharaan relaksasi otot adalah 1 2 ml/menit.
Komplikasi dan efek samping:
a. Bradikardia, bradiaritmia dan asistol terutama pada pemberian berulang atau telalu cepat
b.
c.
d.
e.

serta pada anak-anak.


Takikardia atau takiaritmia.
Lama kerja yang memanjang terutama bila kadar enzim kolinesterase plasma berkurang.
Peninggian tekanan intra ocular (hati-hati pada galukoma).
Lama kerja yang memanjang terutama pada penyakit hati parenkimal, anemia

(hipoproteinemia).
f. Hiperkalemia, karena itu harus berhati-hati pada luka bakar atau gagal ginjal.
g. Nyeri otot pasca fasikulasi.
Cara pemberian: I.V, I.M, intra lingual, intra bukal.

18

Anda mungkin juga menyukai