Anda di halaman 1dari 21

Etika dan Rahasia Kedokteran

Skenario:
Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah
pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan
keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan
mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah
itu ia masih tetap berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa
alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia
menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya, karena bisa terjadi pertengkaran
diantara keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini
tidaklah sulit, tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka
mungkin istrinya juga sudah tertular. Istrinya juga harus diobati.
Istri belum tahu kalau sudah tertular GO dari suaminya. Tetapi, akhirnya suami
mengaku kepada istrinya setelah mendapat penjelasan dan edukasi dari dokter.

BAB I

A. Pendahuluan
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter akan selalu terkait
dengan bioetika maupun etika kedokteran, yang kemudian akan diatur dalam kode
etik kedokteran. Namun kini, tidak sedikit dokter yang melanggar bioetika atau
etikanya sebagai seorang dokter dalam menghadapi pasien, sehingga menyebabkan
hal tersebut menjadi sorotan masyarakat dan menimbulkan persepsi dikalangan
masyarakat bahwa semua dokter dapat melakukannya. Segelintir dokter yang
melakukan pelanggaran tersebut akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap

dokter, sehingga meyamaratakan pandangan itu terhadap semua dokter. Nampaknya,


meskipun dokter telah berupaya melaksanakan tugas profesinya sesuai dengan standar
profesi dan rambu-rambu pelaksanaannya sesuai dengan kode etik kedokteran, tetapi
tetap masih ada beberapa dokter yang menjadi sorotan masyarakat dengan berbagai
tuduhan. Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter merupakan satu
pertanda bahwa saat ini sebagian masyarakat masih belum puas terhadap pelayanan
dan pengabdian para dokter pada masyarakat pada umumnya atau pada pasien pada
khususnya, sebagai pengguna jasa dokter. Sebenarnya ketidakpuasan tersebut
disebabkan karena harapannya tidak dapat dipenuhi oleh para dokter, atau dengan
kata lain terdapat kesenjangan antara harapan pasien dan kenyataan yang didapatkan
oleh pasien. Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memberikan informasi tentang
bioetika maupun etika yang baik bagi seorang dokter. Bertujuan untuk menciptakan
dokter yang berperilaku baik dan selalu memegang teguh prinsip-prinsip bioetika dan
tidak melanggar etika kedokteran dalam menghadapi pasien, sehingga bermanfaat
agar keluhan dan penderitaan pasien dapat terselesaikan dengan baik.1

BAB II
PEMBAHASAN
B. Prinsip-prinsip Etika Kedokteran
Di dalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain
mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar di atas, keputusan hendaknya juga
mempertimbangkan hak hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan
mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar di atas, terutama kebutuhan
kreatif dan spiritual pasien.1
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya
suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.

Penilaian baik buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan
pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang
paling banyak dianut orang adalah teori deontology dan teleology. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu
perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri, sedangkan teologi mengajarkan
untuk menilai baik buruk tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya.
Deontology lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkan
teologi lebih kea rah penalaran (reasoning) dan pemebenaran (justifikasi) kepada azas
manfaat (aliran utilitarian).1
Beauchamp and Childress menguraikan bahwa, untuk mencapai ke
suathildress menguraikan bahwa, untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan
4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules di bawahnya. Keempat
kaidah dasar moral tersebut adalah:
1.

Prinsip otonomi
Yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi
pasien (the right to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent. Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati
martabat manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang
mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk
berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy bermaksud
menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi
dirinya sendiri. Autonomy mempunyai ciri-ciri:

2.

Menghargai hak menentukan nasib sendiri

Berterus terang menghargai privasi

Menjaga rahasia pasien

Melaksanakan Informed Consent.1


Prinsip beneficence
Yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan
pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja,
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi
buruknya (mudharat). Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik,
menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar

pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa
perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti
menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif
untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciri-ciri prinsip ini,
yaitu;

Mengutamakan Alturisme

Memandang

pasien

atau

keluarga

bukanlah

suatu

tindakan

tidak

hanya

menguntungkan seorang dokter

Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan


suatu keburukannya

Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan

Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang
orang lain inginkan

3.

Memberi suatu resep.1


Prinsip non-maleficence
Yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal dengan primum non nocere atau above all do no
harm. Prinsip yang mana seorang dokter juga memilih pengobatan yang paling kecil
resikonya bagi pasien sendiri. Non-malficence mempunyai ciri-ciri:

4.

Menolong pasien emergensi

Mengobati pasien yang luka

Tidak membunuh pasien

Tidak memandang pasien sebagai objek

Melindungi pasien dari serangan

Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter

Tidak membahayakan pasien karena kelalaian

Tidak melakukan White Collar Crime.1


Prinsip justice

Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Seorang dokter
memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan
pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan,
perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat
mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri:

Memberlakukan segala sesuatu secara universal

Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan

Menghargai hak sehat pasien

Menghargai hak hukum pasien.1


Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan
terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga
kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).1
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman
dalam mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika
profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical cinduct).
Sebagaimana diuraikan pada pendahuluan, nilai-nilai dalam etika profesi tercermin di
dalam sumpah doketr dank ode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu
kontrak moral anatar dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik
kedokteran berisikan kontrak kewajiban moral antara dokter dengn peer-groupnya,
yaitu masyarakat profesinya.1
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah
kewajiban moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun keewajiban tersebut
bukanlah kewajiban secara hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hokum,
namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam
hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.1
Pada kasus tersebut:
Dokter menerapkan prinsip beneficence dimana

dokter melakukan

pengobatan secepatnya pada pasien yang menderita GO untuk kebaikan pasien


tersebut agar tidak menularkan ke pasangannya, dan jika pasangan sudah tertular
harus segera diobati untuk kebaikannya. Dokter jugs menerapkan prinsip nonmaleficence dimana dokter tidak memperburuk keadaan pasien. Pada prinsip otonomi,

dokter menghormati hak-hak pasien, yaitu menghargai hak menentukan nasib sendiri,
berterus terang tentang keadaan pasien dan penyakit yang diderita, menjaga rahasia
tentang penyakit pasien yang tidak ingin diketahui istrinya, dan melakukan informed
consent pada saat tindakan untuk mengobati pasien. Dan melakukan juctice yaitu
menghargai hak pasien untuk sehat.
C.Rahasia Jabatan Kedokteran
Rahasia kedokteran diatur dalam beberapa peraturan/ketetapan yaitu:
1.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 dan Peraturan Pemerintah Nomor


33 Tahun 1963 untuk dokter gigi yang menetapkan bahwa tenaga kesehatan
termasuk mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaaan, pengobatan, dan/atau perawatan diwajibkan menyimpan rahasia
kedokteran. Versi lafal sumpah dokter ini juga diintroduksikan oleh World
Medical Association yang berbunyi : I will respect the secrets which are
confided in me, even after the patient has died Pada tahun 1968 di Sydney
dirumuskan Internasional Code of Medical Ethics : A doctor shall preserve
absolute secrecy on all he knows about his patient because the confidence
entrusted in him. Sedangkan pada tahun 1981 Declaration of Lisbon
merumuskan : The patient has the right to expect that his physician will
respect the confidential nature of all his medical and personal details.2

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1960 tentang Lafal Sumpah Dokter


juga disebutkan dalam lafal sumpahnya bahwa dokter harus merahasiakan
segala sesuatu yang ia ketahui karena pekerjaaan dan karena keilmuannya
sebagai dokter.2

3.

Pasal 22 ayat (1) b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang


Tenaga Kesehatan diatur bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam
melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan
identitas dan data kesehatan pribadi pasien.2

4.

Kode Etik Kedokteran dalam pasal 12 menetapkan: setiap dokter wajib


merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita bahkan
juga setelah penderita itu meninggal dunia. Sesuai dengan ketentuan pasal 48
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ditetapkan
sebagai berikut:

Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.

Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,


memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan. Dan pasal 51 huruf c Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004
adanya kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Berkaitan dengan
pengungkapan rahasia kedokteran tersebut diatur dalam pasal 10 ayat (2)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 Tentang
Rekam Medis sebagai berikut: Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat
penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal
:

1)

untuk kepentingan kesehatan pasien;

2)

memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan


hukum atas perintah pengadilan;

3)

permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;

4)

permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan

5)

untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak


menyebutkan identitas pasien.2
Mengenai rahasia kedokteran dikenal adanya trilogi rahasia kedokteran yang

meliputi persetujuan tindakan kedokteran, rekam medis dan rahasia kedokteran karena
keterkaitan satu sama lain. Jika menyangkut pengungkapan rahasia kedokteran maka
harus ada izin pasien (consent) dan bahan rahasia kedokteran terdapat dalam berkas
rekam medis.2
Hak Akses
Hak akses pasien terhadap rahasia kedokteran didasarkan pada:
A.

Data-data medik yang tercantum dalam berkas rekam medis . Rekam medis adalah datadata pribadi pasien yang merupakan tindak lanjut dari pengungkapan penyakit yang di
derita oleh pasien kepada dokternya. Maka iapun berhak untuk memperoleh informasi
untuk mengetahui apa saja yang dilakukan terhadap dirinya

dalam rangka

penyembuhannya. Hal ini sudah dijabarkan dalam Permenkes Nomor 290 Tahun 2008

tersebut pengaturan tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, dalam melakukan


tindakan

kedokteran

dokter

harus

memberikan

penjelasan

sekurang-kurangnya

mencakup:

B.

a.

Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;

b.

Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;

c.

Altematif tindakan lain, dan risikonya;

d.

Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e.

Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

f.

Perkiraan pembiayaan.2

Hubungan hukum antara dokter- pasien untuk berdaya upaya menyembuhkan pasien
(inspanning verbintenis). Hak akses terhadap rahasia kedokteran bisa disimpulkan sebagai
kelanjutan dari hak atas informasi. Atau berdasarkan itikad baik dari pihak dokternya
untuk memberikan akses terhadap rekam mediknya yang di dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 diberikan dalam bentuk ringkasan rekam
medis.2

C.

Hak akses terhadap rekam medis adalah sebagai kelanjutan dari kewajiban dokter untuk
memberikan informasi kepada pasien.2
Menurut Markenstein maka kepentingan pasien untuk melihat data-data rekam medis
adalah:

1.

kepentingan yang terletak di bidang finansial dalam arti untuk dapat menilai apakah ia
boleh memperoleh pembayaran kembali ataupun ganti kerugian;

2.

kepentingan proses peradilan yang menurut rasa keadilan kedua pihak yang berperkara
seharusnya mempunyai hak akses yang sama terhadap informasi yang relevan untuk
diajukan pada proses peradilan;

3.

kepetingan pengobatan yang diperlukan untuk meneruskan pengobatannya pada pemberi


pelayanan lain atas dasar data-data yang ada;d. kepentingan yang bersangkutan dalam
pengamanan yang menyangkut data pribadinya (privacy).2
Hak Atas Privacy
Hak privacy ini bersifat umum dan berlaku untuk setiap orang. Inti dari hak ini
adalah suatu hak atau kewenangan untuk tidak diganggu. Setiap orang berhak untuk
tidak dicampuri urusan pribadinya oleh lain orang tanpa persetujuannya. Hak atas
privacy disini berkaitan dengan hubungan terapeutik antara dokter-pasien ( fiduciary

relationship ). Hubungan ini di dasarkan atas kepercayaan bahwa dokter itu akan
berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan pengobatan. Pula
kepercayaan bahwa penyakit yang di derita tidak akan diungkapkan lebih lanjut
kepada orang lain tanpa persetujuannya. Dalam pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 diatur bahwa penjelasan tentang isi rekam medis
hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin
tertulis

pasien

atau

berdasarkan

peraturan

perundang-undangan.2

Hak Tolak Ungkap


Hak tolak ungkap adalah tejemahan terhadap istilah bahasa Belanda
verschoningsrecht yang diatur dalam berbagai peraturan yang menyangkut
kewajiban menyimpan rahasia kedokteran. Artinya bagi si pemegang rahasia (orang
yang dipercayakan suatu rahasia) diwajibkan untuk menyimpan dan tidak
sembarangan mengungkapkan rahasia tersebut kepada orang lain tanpa izin pemilik.
Ketentuan pidana yang berkaitan dengan pengungkapan rahasia kedokteran selain
diatur dalam pasal 79 Undang Udang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran juga diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana sebagai berikut:
1.

Pasal 224 KUHP Barang siapa dipanggil sebagai saksi ahli atau juru bahasa menurut
undang-undang denagn sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang
undang selaku demikian harus dipenuhinya ancaman:
a. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
b. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.2

2.

Pasal 322 KUHP Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus
rupiah.2
Menurut perumusan pasal 224 KUHP sesorang yang dipanggil oleh
Pengadilan sebagai saksi ahli harus datang memenuhi panggilan menghadap untuk
memberikan keterangan tentang sesuatu yang terletak di bidang keahliannya. Ini
adalah kewajiban hukum bagi setiap orang termasuk juga profesi kedokteran.2
Disamping itu KUHP pasal 322 memberi ancaman hukuman terhadap mereka
yang dengan sengaja membocorkan rahasia yang seharusnya tidak diungkapkan
kepada orang lain. Jika ia membocorkan rahasia itu maka orang yang dirugikan dapat
mengadakan tuntutan atas dasar pasal 322 ini. Jika dilihat dari sudut rahasia

kedokteran maka sekilas tampaknya seolah-olah ada dua peraturan yang bertentangan
dalam ketentuan tersebut. Dalam hal ini jika terdapat suatu kasus dan dokter
berpendapat bahwa demi kebaikan pasien rahasia kedokteran sebaiknya tidak
diungkapkan maka dokter tersebut mempergunakan hak tolak ungkap yang diberikan
berdasarkan ketentuan : pasal 1909 KUH Perdata,pasal 322 KUHP, pasal 170 Kitab
Undang Undang Hukum Acara Pidana, dan kode etik, lafal sumpah dokter. Nantinya
diserahkan kepada hakim untuk mempertimbangkan apakah dokter tersebut harus atau
tidak mengungkapkan rahasia kedokteran, hal ini didasarkan pasal 170 ayat (2)
KUHAP , jika hakim berpendapat bahwa dokter itu harus mengungkapkan maka
dapat dianggap bahwa dokter itu dibebaskan dari kewajiban menyimpan rahasia
kedokteran oleh Pengadilan. Ini juga sejalan dengan ketentuan dalam Undang Undang
Praktik Kedokteran dan Permenkes tentang Rekam Medis.2
Sementara itu menurut Prof Eck mengemukakan justifikasi pengungkapan
rahasia kedokteran dapat didasarkan kerena:
1.

Izin dari yang berhak (pasien);

2.

Keadaan mendesak atau terpaksa.

3.

Peraturan Perundang-undangan;

4.

Perintah jabatan yang sah.2


Alasan penghapus pidana: pasal 48, 50,52 KUHP. Berkaitan dengan rahasia
kedokteran ini memang tidak hanya menyangkut masalah hukum tetapi juga sarat
dengan masalah etik, bagaimana jika suami datang ke praktik dokter diantar oleh
isterinya sedang ternyata suami tersebut mengidap penyakit menular seksual, rahasia
ini jika diungkapkan di depan isterinya dampaknya mungkin akan menimbulkan
perpecahan rumah tangga. Dalam hal ini sebenarnya dapat dianggap sudah ada
persetujuan dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan, karena mereka datang
berdua. (Leenen, 177) . Namun dalam hal ini sebaiknya dokter membicarakan terlebih
dahulu dengan pasiennya (suami), apakah isterinya boleh mengetahui rahasia
kedokteran tersebut. Secara teori sebenarnya dokter dapat tidak menjawab pertanyaan
pasien tentang penyakitnya , dalam hal:

1.

pada pemberian terapi placebo;

2.

jika informasi yang diberikan bahkan akan merugikan atau memperburuk keadaan pasien
itu sendiri;

3.

apabila pasien belum dewasa;

4.

pasien berada di bawah pengampuan. (Leenen).2

Juga persoalan lain misalnya seseorang menderita penyakit menular yang


berpotensi wabah, ada pengecualian melalui kewajiban pelaporan penyakit wabah
yang diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan meskipun prinsip privacy
pasien tetap harus dijaga. Juga bagaimana jika rahasia kedokteran pasien sudah
diungkapkan kepada media massa oleh pasien sendiri sehingga menyudutkan
dokternya, seharusnya dokter mempunyai hak jawab karena rahasia kedokteran itu
sudah diungkap oleh pasien itu sendiri.2
Pada kasus:
Menurut etika dan hukum yang berlaku mengenai rahasia jabatan kedokteran,
dokter seharusnya merahasiakan rekam medis pasien. Namun karena penyakit pasien
menyangkut kesehatan istri pasien, maka ada pengecualian dimana dokter bisa
memberitahu rahasia rekam medis pasien kepada istri pasien. Dengan demikian, istri
pasien bisa ikut diperiksa apakah mungkin tertular penyakit GO dan bisa diobatai.
C. Informed Consent
Menurut PerMenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU No 29 Tahun 2004
serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008, maka Informed
Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut
Lampiran SKB IDI No.319/P/BA./88 dan Permenkes No 585/Men.Kes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan
informasi kepada pasien/keluarganya, kehadiran seorang perawat atau paramedik
lainnya sebagai saksi adaalh penting.3
Persetujuan yang ditandatangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya
tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.
Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya,
dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP
pasal 351.3
Pihak yang berhak menyatakan persetujuan:
1. Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)
2. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
-

Ayah/ibu kandung

Saudara-saudara kandung

3. Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orangtua atau orangtuanya
berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
-

Ayah/ibu adopsi

Saudara-saudara kandung

Induk semang

4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut:
-

Ayah/ibu kandung

Wali yang sah

Saudara-saudara kandung

5. Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampunan (curatelle), diberikan menurut
hak sebagai berikut:
-

Wali

Curator

6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut hak
sebagai berikut:
-

Suami/istri

Ayah/ibu kandung

Anak-anak kandung

Saudara-saudara kandung.4
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:

1.

Diagnosa yang telah ditegakkan.

2.

Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.

3.

Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

4.

Resiko-resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran


tersebut.

5.

Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternative cara
pengobatan yang lain.

6.

Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.3


Resiko-resiko ang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran:

1.

Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.

2.

Resiko yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. 3

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran,


dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan (Pasal 11
ayat 1 Permenkes No 290/Menkes/PER/III/2008). Penjelasan kemungkinan perluasan
tindakan kedokteran sebagai,mana dimaksud dalam ayat 1 merupakan dasar daripada
persetujuan (ayat 2).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya.
Ini tercantum dalam Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008.3
Tujuan Informed Consent:
1.

Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medic tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien.

2.

Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan
medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No. 290 Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).3
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP pasal 351 (trespass, battery,
bodily, assault). Menurut Pasal 5 Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008,
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
member persetujuan, sebelum dimulainya tindakan (ayat 1). Pembatalan persetujuan
tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang member persetujuan
(ayat 2).3
Aspek Hukum Informed Consent
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis
(dokter, dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang
mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai obyek
hukum yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek

hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh
hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.Dalam masalah
informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat
oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat
melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun
hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.Pada pelaksanaan tindakan
medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakan adalah kesalahan
kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang
merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara
hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium
barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi.Sedangkan pada
masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah kesalahan berat
(culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan
tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi
pidana.5
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana
jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa
tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan
harus menghormatinya; Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus
dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan
radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin
dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan
tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351
KUHP.5
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari
bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan
hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan.
Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak

mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan
oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritisyuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam
lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.5
Pada kasus:
Dokter harus memberikan informed consent kepada pasien mengenai
penyakitnya tersebut. Informasi yang diberikan dokter adalah bahwa penyakit GO
adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Gonorrhoe. Penyakit ini bisa sembuh
dengan pengobatan.
Dokter harus membuat surat persetujuan kepada istri pasien untuk melakukan
pemeriksaan Gonorrhoe. Selain itu, ada kemungkinan pasien (suami) bisa terkena
penyakit AIDS. Dokter menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit AIDS itu adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Virus
ini tidak langsung menyebabkan penyakit AIDS, butuh waktu yang cukup lama untuk
menyebabkan AIDS dan HIV positif. Penularan virus ini adalah melalui darah, cairan
semen, cairan vagina, dan melalui air susu ibu (ASI). Jadi apabila suami telah
berhubungan dengan wanita lain, ada baiknya supaya melakukan pemeriksaan HIV.
Tetapi apabila pasien positif HIV, tujuan pengobatan hanya untuk membantu
memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup dalam upaya
mengurangi angka kelahiran dan kematian.
D. Tindakan Dokter
Dari kasus skenario di atas, dokter yang sudah kenal lama dengan pasien,
pastilah dokter sudah akrab dengan pasien tersebut. Oleh sebab itu, sebaiknya dokter
memberi tahu pasien bahwa penyakit GO itu bisa saja sembuh, namun apabila suami
tetap berhubungan dengan istri kemungkinan besar istri akan terkena penyakit GO
juga. Apabila suami sudah diobati, namun istrinya tidak diobati, itu percuma saja
karena penyakit GO bisa menyebabkan ping-pong fenomena, yaitu penyakit itu bisa
tertular lagi ke suami apabila istri tidak diobati. Oleh sebab itu, dokter menyarankan
suami agar dia mau menceritakan kepada istrinya bahwa dia terkena penyakit GO,
lalu suami dan istri sama-sama diberi pengobatan supaya mereka berdua sama-sama
sembuh dari penyakit tersebut. Dokter juga menyarankan supaya suami tidak
melakukan hubungan dengan wanita lain yang menjadi sumber penyakit tersebut.

E. Dampak Hukum dari Keputusan Dokter


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 seorang dokter wajib
menyimpan rahasia kedokteran tersebut terhadap orang lain bahkan isterinya, kecuali:
karena daya paksa, diatur dalam pasal 48 KUHP :Barang siapa melakukan suatu
perbuatan karena pengaruh daya paksa,tidak dapat dipidana, karena menjalankan
perintah UU: diatur dalam pasal 50 KUHP: Barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana, dan karena menjalankan
perintah jabatan, diatur dalam pasal 51 KUHP Barang siapa melakukan perbuatan
untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang wenang,
tidak dipidana. Tetapi apabila dokter membuka rahasia kedokteran tersebut, dapat
dikenai sanksi pidana penjara paling lama sembilan bulan berdasarkan pasal 322
KUHP. 6
Berdasarkan PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 21, setiap
tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi tenaga kesehatan. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu (tenaga kesehatan yang
berhubungan langsung dengan pasien misalnya, dokter, dokter gigi, perawat.) dalam
melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk :

menghormati hak pasien,

menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien, memberikan


infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan, meminta
persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan, membuat dan memelihara rekam
medis. Dalam pasal 33, dalam rangka pengawasan, Menteri dapat mengambil
tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan berupa teguran atau
pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.6
Menurut pasal 24 UU yang sama, perlindungan hukum diberikan kepada
tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga
kesehatan (Perlindungan hukum di sini misalnya rasa aman dalam melaksanakan
tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang dapat
mengancam keselamatan atau jiwa baik karena alam maupun perbuatan manusia).6
Dasar hukum
Pasal 322 KUHP
1)

Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
2)

Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.6
Pasal 170 KUHP

1)

Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi,
yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka

2)

Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.6
Pasal 48 KUHP

Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.6
PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 21

1)

Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi


standar profesi tenaga kesehatan.

2)

Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.6

PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 22


1)

Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu (Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan tertentu
dalam ayat ini adalah tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien
misalnya, dokter, dokter gigi, perawat. ) dalam melaksanakan tugas profesinya
berkewajiban untuk :
a. menghormati hak pasien;
b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. membuat dan memelihara rekam medis.

2)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.6
PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 24

1)

Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan (Perlindungan hukum di sini misalnya rasa aman
dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan membahayakan
yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa baik karena alam maupun perbuatan
manusia).

2)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.6
PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 33

1)

Dalarn rangka pengawasan, Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga
kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan
yang bersangkutan.

2)

Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:


a. teguran;
b. pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.

3)

Pengambilan tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.6
Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
Kedokteran
Pasal 1 PP No. 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui
oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.6
Pasal 2 PP No. 10/1966
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih
tinggi daripada PP ini menentukan lain.6

Pasal 3 PP No. 10/1966


Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a.

tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang Tenaga Kesehatan

b.

Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan


dan atau perawatan, dan orang lain yang diterapkan oleh menteri kesehatan.6
Pasal 4 PP No. 10/1966
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang

tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan
dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal UU tentang Tenaga Kesehatan.6
Pasal 5 PP No. 10/1966
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang
disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan
berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.6
Pada kasus:
Menurut undang-undang dan hukum yang berlaku mengenai rahasia kedokteran,
dokter yang melanggar akan mendapat sanksi hukum yang berlaku sesuai hukum yang
mengaturnya. Namun, ada pengecualian tertentu yang demi untuk kesehatan pasien, dokter
boleh mengungkap rahasia kedokteran tersebut. Jadi dari kasus tersebut, dokter mengungkap
rekam medis pasien kepada istri pasien dengan tujuan untuk kesehatan istri pasien supaya
istri pasien bisa diobati.

BAB III
PENUTUP

F. Kesimpulan

Sebagai seorang dokter ada peraturan mengenai rahasia jabatan, yaitu dimana
dokter tidak boleh mengungkap rekam medis pasien kepada siapapun meskipun
pasien tersebut sudah meninggal. Selain dokter, tenaga kesehatan dan mahasiswa
kedokteran juga tidak boleh mengungkap rekam medis dari pasien. Karena apabila
dokter melanggar hal tersebut, ada sanksi hukum yang didapat. Namun, menurut
hukum yang berlaku rahasia kedokteran boleh diungkap demi kesehatan pasien, untuk
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, atau atas permintaan pasien sendiri.
Selain rahasia jabatan, dalam menangani pasien, dokter juga harus menerapkan
prinsip-prinsip di dalam etika kedokteran, dimana dokter harus menghormati hak
pasien, dokter harus melakukan untuk kebaikan pasien, dokter tidak boleh
memperburuk keadaan pasien serta dokter harus bersikap adil kepada pasien. Jadi kita
harus mampu melakukan hal tersebut selama kita bekerja sebagai dokter.

Daftar Pustaka
1. Sampurna Budi, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwidja Siswaja. Bioetik dan Hukum
Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar.2007.
2. Rahasia Kedokteran. Diunduh dari http://khoirulanam31.blogspot.com/2009/06/rahasiakedokteran.html tanggal 15 Januari 2013.
3. Informed Consent. Diunduh dari www.ilunifk83.com/t143-informed-consent tanggal 15
Januari 2013.

4. Persetujuan

Tindakan

Kedokteran

(Informed

Consent)

Diunduh

dari

www.medicalera.com/info_answer.php?thread=496 tanggal 15 Januari 2013.


5. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran
Edisi I Cetakan Kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1994
6. PP

no

32

tahun

1996.

Diunduh

dari

http://www.idionline.org/wp-

content/uploads/2010/03/PP-No.-32-Th-1996-ttg-Tenaga-Kesehatan.pdf pada tanggal 15


Januari 2013.

Anda mungkin juga menyukai