Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kegiatan Pertambangan
Pertambangan adalah suatu industri dimana bahan galian mineral diproses dan
dipisahkan dari material pengikut yang tidak diperlukan. Dalam industri mineral,
proses untuk mendapatkan mineral-mineral yang ekonomis biasanya menggunakan
metode ekstraksi, yaitu proses pemisahan mineral-mineral dari batuan terhadap
mineral pengikut yang tidak diperlukan. Mineral-mineral yang tidak diperlukan akan
menjadi limbah industri pertambangan dan mempunyai kontribusi yang cukup
signifikan pada pencemaran dan degradasi lingkungan. Industri pertambangan
sebagai industri hulu yang menghasilkan sumberdaya mineral dan merupakan sumber
bahan baku bagi industri hilir yang diperlukan oleh umat manusia diseluruh dunia
(Noor dalam Sulto 2011). Sementara sumber daya mineral itu sendiri dapat diartikan
sebagai sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan-batuan yang ada di
bumi.
Adapun jenis dan manfaat sumberdaya mineral bagi kehidupan manusia
modern semakin tinggi dan semakin meningkat sesuai dengan tingkat kemakmuran
dan kesejahteraan suatu negara (Noor dalam Sulto 2011). Dalam perencanaan
tambang, sejak awal sudah melakukan upaya yang sistematis untuk mengantisipasi
perlindungan lingkungan dan pengembangan pegawai dan masyarakat sekitar
tambang (Arif, 2007). Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap
kegiatan sebagai berikut :
- Eksplorasi
- Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan
- Pengolahan bijih dan operasional pabrik pengolahan
- Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya
- Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi
- Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman.
2. Minyak Bumi sebagai Bahan Tambang
Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi, Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang
dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk
aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses
penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang
berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan
usaha Minyak dan Gas Bumi.

Dalam penggolongan hasil tambang, Ngadiran dalam Sulto (2011)


menjelaskan bahwa izin usaha pertambangan meliputi izin untuk memanfaatkan
bahan galian tambang yang bersifat ekstraktif seperti bahan galian tambang golongan
A, golongan B, maupun golongan C. Berdasarkan penggolongan ini, Minyak Bumi
termasuk dalam bahan galian startegis golongan A. Bahan Golongan A merupakan
barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin
perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak
pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium.
3. Tambang Minyak Tradisional sebagai Potensi Pembangunan
Aktifitas penambangan minyak merupakan proses mengeluarkan minyak
merupakan proses mengeluarkan minyak mentah (crude oil) dari dalam perut bumi.
Proses pengeluaran minyak tersebut dengan menggunakan pumping unit system
dengan sucker rod atau alat yang lebih modern yang dilakukan oleh perusahaan
penambangan, maupun dengan cara tradisional dengan model timba yang biasanya
dilakukan oleh masyarakat. Aktifitas pertambangan minyak oleh kelompok
masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan unsur-unsur pendukung development
(pengembangan dan pembangunan) desa (Bintarto, 1989).
Dalam kebijakan dan strategi pembanguna perumahan-pemukiman perdesaan
pada pelita VI, desa dengan kegiatan pertanian dan pertambangan dikategorikan
sebagai desa yang berpotensi untuk berkembang (Dirjen Cipta Karya, 1999). Karena
dapat mengembangkan lapangan kerja nonpertanian yang dapat menekan angka
kemiskinan dan migrasi ke perkotaan (RPJMN, 2005). Karena dengan penyediaan
lapangan kerja yang produktif akan banyak mengurangi kemiskinan (Sanusi, 2004).
4. Kebijakan Pertambangan Rakyat
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dalam Pasal 33 ayat 3
telah menegaskan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai Negara, dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal ini
mengandung makna yang cukup mendalam yakni penguasaan Negara terhadap
kekayaan alam yang ada di Indonesia, bertujuan untuk kemakmuran untuk rakyat
Indonesia.
Dalam mewujudkan hal di atas, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UUPMB). Undang-undang ini telah
menetapkan tentang asas dan tujuan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara
adalah:
a. Manfaat, keadilan dan keseimbangan;
b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa;

c. Partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;


d. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Asas dan tujuan inilah yang mendasari pengelolaan pertambangan mineral dan
batubara di Indonesia. Kegiatan pertambangan rakyat dalam undang-undang ini
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pertambangan mineral logam;
b. Pertambangan mineral bukan logam;
c. Pertambangan batuan dan/atau;
d. Pertambangan batubara.
Dengan demikian tampak bahwa UUPMB telah mengatur persoalan
pertambangan rakyat.Dalam Pasal 20 UUPMB dinyatakan bahwa kegiatan
pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR). Penetapan WPR tersebut ditetapkan oleh bupati/walikota setelah
berkonsultasi dengan DPRD kabupaten/kota (Pasal 21). Dalam menetapkan WPR,
maka bupati/walikota wajib melakukan pengumuman secara terbuka mengenai
rencana penetapan tersebut (Pasal 23).Terhadap wilayah pertambangan rakyat yang
sudah dikerjakan, tetapi belum ditetapkan sebagai WPR, maka diprioritaskan untuk
ditetapkan sebagai WPR (Pasal 24). Terkait dengan jenis pertambangan di atas, maka
dalam Pasal 67 ditetapkan bahwa:
a. Izin Pertambangan Rakyat diberikan oleh Bupati/Walikota kepada penduduk
setempat, baik yang sifatnya perseorangan maupun kelompok dan/atau koperasi.
b. Kewenangan tersebut dapat dilimpahkan kepada camat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
c. Pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada bupati/walikota.
Luas wilayah Izin Pertambangan Rakyat dapat diberikan kepada (Pasal 68):
a. Perseorangan paling banyak 1 (satu) hektare
b. Kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektare
c. Koperasi paling lama 10 (sepuluh) hektare
Izin diterbitkan untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang. Setelah izin ditetapkan, maka pemegang izin memiliki hak dan
kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 69 dan 70 UUPMB. Pemegang izin
memiliki hak sebagai berikut:
a. Mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja,
lingkungan, teknis pertambangan dan manajemen dari pemerintah dan/atau
pemerintah daerah;
b. Mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pemegang IPR memiliki kewajiban:


a. Melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR
diterbitkan;
b. Mematuhi peraturan perundang-undangandi bidang keselamatan dan kesehatan
kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan dan memenuhi standar yang berlaku;
c. Mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah;
d. Membayar iuran tetap dan iuran produksi;
e. Menyampaikan laporan kegiatan usaha pertambangan secara berkala kepada
pemberi IPR.
Uraian di atas menunjukkan bahwa UUPMB telah memberikan kewenangan
yang begitu besar dalam pengelolaan pertambangan rakyat, yang saat ini marak
dengan pertambangan tanpa izin. Terhadap pemerintah daerah, pemerintah telah
memberikan kewenangan mengenai tata cara perizinan yang diatur dengan peraturan
daerah. Melalui kewenangan ini, maka pemerintah daerah mendapatkan kewenangan
untuk mengatur sesuai amanat yang telah diberikn oleh undang-undang.
Jika ketentuan yang terdapat dalam UUPMB dikaitkan dengan ketentuan
Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, maka dalam
Pasal 17 diatur hubungan antara pemerintah maupun antar pemerintahan di daerah
terkait dengan permasalahan ini. Terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya, maka hubungan antara pemerintah dan pemerintah daerah
meliputi:
a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak,
budidaya dan pelestarian.
b. Bagi hasil antara pemanfaatan sumber daya alam sumber daya lainnya.
c. Penyerasian lingkungan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Selanjutnya terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya, antara pemerintahan daerah meliputi:
a. Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang
menjadi kewenangan daerah.
b. Kerjasama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antar pemerintahan daerah dan
c. Pengelolaan perizinan bersana dan pemanfaatan sember daya alam dan sumber
daya lainnya.

METODE PENELITIAN
Dengan mengacu pada permasalahan dan memperhatikan obyek yang akan
diteliti, dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berupa studi
pustaka untuk menemukan, memahami, menjelaskan dan memperoleh gambaran
tentang permasalahan pada pertambangan minyak tradisional di Desa Wonocolo,
Kecamatan Kedewan Kabupaten Bojonegoro. Fokus penelitian ini adalah sejarah dan
dampak keberadaan tambang serta rencana dan kebijakan pengelolaannya. Sumber
data diperoleh dari data sekunder berupa jurnal dan buku yang dijadikan referensi
dalam pembahasan permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Bintarto. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Sanusi, Bachrawi. 2004. Pengantar Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta.
Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. 1999. Modul 3:
Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Pedesaan. Jakarta: Direktorat Bina
Teknik Dirjen Cipta Karya Departemen PU.
Bappenas. 2005. RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional)
2004-2009. Jakarta: Sinar Grafika
Arif, I. 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan
Lingkungan Dunia Pertambangan, Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Sulto, Ali. Dampak Aktifitas Pertambangan Bahan Galian Golongan C Terhadap Kondisi
Kehidupan Masyarakat Desa. Skripsi 2011. Institut Pertanian Bogor>>>>>>>????????gatau cara
nulisnya

Anda mungkin juga menyukai