1. Definisi
Uvea merupakan lapis vaskular mata yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan
khoroid. Uveitis ialah peradangan (inflamasi) pada uvea.
2. Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi
secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
a.
Tipe
1.
Uveitis
Anterior
Fokus
Inflamasi
Meliputi
COA
a.
Iritis
Iridoksiklitis
2.
Uveitis
Intermedia
(inflamasi
dominan pada
pars plana dan
retina perifer)
3.
Uveitis
Posterior
(Inflamasi
bagian uvea di
belakang batas
basis vitreus)
Vitreus
c.
Siklitis Anterior
a.
Siklitis posterior
b.
Hialitis
c.
Koroiditis
Retina dan
Koroid
d.
Korioretinitis
e.
Pars Planitis
a.
b.
Korioretinitis
c.
Retinokoroiditis
d.
Retinitis
b.
Panuveitis
COA,
Vitreus,
Retina, dan
Koroid
Neuroretinitis
Tipe
Keterangan
1.
Akut
2.
Rekuren
3.
Kronis
c.
Tipe
Keterangan
1.
Uveitis
Eksogen
Uveitis terjadi karena trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luar tubuh
2.
Uveitis
Endogen
Uveitis terjadi karena mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
a.
Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing
spondylitis
b.
Infeksi
Tipe
Keterangan
1.
Uveitis
Nongranulomatosa
2.
Uveitis
Granulomatosa
3. Etiologi
Uveitis terjadi karena beberapa hal, antara lain:
a.
Eksogen
Endogen
Bakteri
: Tuberkulosa, sifilis
Virus
Jamur
Parasit
Penyakit Sistemik
: Kandidiasis
: Toksoplasma, Toksokara
: Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple sklerosis,
Imunologik
Neoplastik
c.
Immunodefisiensi
d.
Idiopatik
4. Faktor Risiko
a. Toksoplasmosis pada hewan peliharaan
b. Riwayat penyakit autoimun
c. Perokok
Berdasarkan penelitian dari University California San Francisco menyatakan bahwa
di dalam rokok ditemukan senyawa-senyawa tertentu yang ditemukan dalam
bagian air yang larut dalam asap rokok meliputi oksigen radikal bebas, yang dapat
menyebabkan peradangan pembuluh darah. Mengingan bahwa uveitis adalah
hasildari kekebalan dysregulation, maka masuk akal bahwa rokok dapat
berkontribusi pada pathogenesis uveitis.
6. Epidemiologi
Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di negara berkembang. Di dunia
diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per tahun, atau
38.000 kasus baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan
perempuan.
Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis
menderita penyakit sistemik terkait. Uveitis bisa terjadi pada umur di bawah 16
tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara seperti Amerika Serikat, Israel,
India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada dekade 30- 40 tahun
Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita
berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan
afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya
angka trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada
wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.
Uveitis dapat terjadi pada usia berapapun, namun umumnya terjadi pada usia
dewasa muda dan anak. Uveitis biasanya bilateral. 8-15% kasus uveitis ialah uveitis
intermedia.
7. Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Uveitis yang berhubungan dengan
mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar
(antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen).
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous
Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor
akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare,
yaitu partikelpartikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga
terjadi pada perifer pupil yang disebutKoeppe nodules, bila dipermukaan iris
disebut Busacca nodules.
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara
iris dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Dapat pula terjadi
perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil. Perlekatanperlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang,
akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris
ke depan yang tampak sebagai iris bombe.
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi
glaucoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalangumpalan pada sudut bilik mata depan, sedangkan pada fase lanjut glaukoma
terjadi karena adanya seklusio pupil.
Patofisiologi Uveitis
Antigen dari luar (antigen eksogen)
Rusaknya Blood Aqueous Barrier
Migrasi eritrosit ke Bilik Depan Mata (BDM) , hifema (bila proses akut)
Nyeri
2)
Penglihatan Kabur
4)
Konjungtiva kemerahan
b. Gejala Obyektif
1)
Injeksi siliar, hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna
keunguan.
2)
Terjadi karena pengendapan selradang dalam bilik mata depan pada endotel kornea
akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik
endotel kornea.
3)
Kelainan kornea
4)
Kekeruhan dalam bilik depan mata yang disebabkan oleh meningkatnya kadar
protein, sel, dan fibrin.
5)
Perubahan pada lensa, berupa pengendapan sel radang, pengendapan
pigmen, dan perubahan kejernihan lensa.
6)
Kekeruhan badan kaca terjadi karena pengelompokkan sel, eksudat fibrin dan sisa
kolagen, di depan atau di belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau
bergerak.
7)
9. Gambaran Klinis
a. Uveitis anterior
Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan
menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata terlihat putih
dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat.
Tanda-tanda adanya uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic precipitate (KP),
nodul iris, sel-sel akuos, flare, sinekia posterior, dan sel-sel vitreus anterior.
b. Uveitis Intermediet
Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-kadang
penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid kronik.
Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus (vitritis) dengan
beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus.
c. Uveitis Posterior
Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan penglihatan.
Keluhanfloater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis aktif
pada makula ataupapillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan
sentral.
Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada vitreus (seperti
sel, flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment), koroditis, retinitis,
dan vaskulitis.
d. Panuveitis
Panuveitis merupakan kondisi terdapat infiltrasi sel kurang lebih merata di semua
unsur di traktus uvealis. Ciri morfologi khas seperti infiltrat geografik secara khas
tidak ada.
10. Pencegahan
Bagi para perokok, sebaiknya berhenti merokok.
11. Diagnosis
Uveitis Anterior
Didapatkan injeksi silier
keratic precipitate pada kornea (kumpulan leukosit pada endotel. Tipe keratic
precipitatedapat menunjukkan klasifikasi uveitis anterior. Keratic precipitate
mutton-fat adalah karakteristik uveitis granulomatosa. Keratic precipitate stelata
difus terlihat padairidosiklitis heterokromik Fuchs. Keratitis interstisial didapatkan
pada pasien sifilis dan herpes.
Flare, yang merupakan protein, dapat terlihat di bilik depan. Jika leukosit di
bilik depan ada dalam jumlah yang banyak, akan terlihat hipopion.
Pada kasus uveitis anterior akut, kecuali yang disebabkan herpes, tekanan
intraockular seringkali rendah namun dapat meningkat pada kasus kronik. Inflamasi
lama dapat menyebabkan sinekia posterior.
Uveitis Intermedia
Terdapat inflamasi segmen anterior ringan hingga sedang.
Uveitis Posterior
a.
Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat secret
dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier
b.
Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.
c.
Glaukoma akut
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap/
keruh.
d.
Neoplasma
Flouresence Angiografi
USG
Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan
pemeriksaan laboratorium lainnya
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non
granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non spesifik. Sedangkan pada
uveitis anterior yang tetap tidak responsive harus diusahan untuk menemukan
diagnosis etiologinya.
14. Penatalaksanaan
15. Pengobatan
Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obat intra okuler, seperti
sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS atau kortikosteroid, dapat juga
digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu pada pengobatan yang tidak
berespon terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator.
OAINS
Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS
dalam mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan.
Pemakaian OAINS yang lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus
peptikum, perdarahan traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik.
Kortikosteroid
Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat. Namun
efek samping yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang
spesifik, seperti pengobatan inflamasi aktif di mata dan mengurangi inflamasi intra
okuler di retina, koroid dan N.optikus.
Imunomodulator
Analgetika
Analgetik dapat diberikan secara sistemik terutama diberikan pada kasus uveitis
non granulomatosa, karena biasanya pasien mengeluhkan nyeri.
16. Komplikasi
a.
Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan
terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan
metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang
uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak
dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre
dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi.
Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik
posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada
banyak mata dengan uveitis.
Prognosis penglihatan pasien dengan katarak komplikata ini tergantung pada
penyebab uveitis anteriornya. Pada Fuchs heterochromic iridocyclitis operasi
berjalan baik dengan hasil visualisasi bagus. Sedangkan pada tipe lain (idiopatik,
pars planitis, uveitis associated with sarcoidosis, HSV, HZF, syphilis, toksoplasmosis,
spondylo arthopathies) menimbulkan masalah, walaupun pembedahan dapat juga
memberikan hasil yang baik.
c.
Neovaskularisasi
d.
Ablasio retina
f.
g.