Unud 13 1741110549 Bab II Kajian Pustaka
Unud 13 1741110549 Bab II Kajian Pustaka
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.2 Malondialdehida
Menurut Leibler et al. (1997), MDA merupakan produk enzimatis dan
nonenzimatis dari pemecahan prostaglandin endoperoksida dan produk akhir dari
lipid peroksidasi.
10
2.3 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen
reaktif, spesies nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga mampu mencegah
penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, kanker, dan penuaan.
Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal
11
bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki struktur
molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa
terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai (Halliwell
dan Gutteridge, 2000).
Rajalakshmi dan Narisimhan (1996) menggolongkan antioksidan menjadi
tiga tipe yaitu :
(1) Antioksidan primer
Senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan primer mampu
memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas dengan memberikan ion
hidrogen atau elektron pada radikal bebas sehingga menjadi produk yang stabil.
Senyawa yang digolongkan sebagai antioksidan primer adalah kelompok senyawa
polifenol, asam askorbat (vitamin C), kelompok senyawa asam galat, BHT, BHA,
TBHQ, PG, dan tokoferol.
(2) Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal
bebas, menginaktifkan singlet oksigen, menyerap radiasi ultraviolet dan bekerja
sinergis dengan antioksidan primer. Senyawa yang digolongkan sebagai
antioksidan sekunder adalah asam tiodipropionat, dilauril dan distearil ester.
(3) Chelator sequestransts
Senyawa yang tergolong sebagai chelator berfungsi sebagai pengikat
logam-logam yang dapat mengkatalis reaksi oksidasi lemak seperti Fe dan Cu.
Belitz et al. (2009) menyatakan bahwa terikatnya logam-logam tersebut oleh
chelating agent mampu meningkatkan efisiensi reaksi antioksidan, menghambat
12
oksidasi asam askorbat dan vitamin-vitamin yang larut lemak. Senyawa yang
digolongkan sebagai chelator atau chelating agent adalah asam sitrat, suksinat,
oksalat, laktat, malat, tartarat, asam polifosfat, ethylenediaminetetraacetic acid
(EDTA), asam amino dan peptida. Senyawa golongan asam karboksilat seperti
asam sitrat, asam nikotinat, asam salisilat dan asetil salisilat disamping berfungsi
sebagai chelator, juga memiliki keaktifan sebagai antioksidan. Dari keempat
senyawa golongan asam karboksilat tersebut, asam sitrat merupakan antioksidan
yang
paling
efektif
dan
memiliki
sifat
sebagai
radioprotektor
dan
krolofil,
flavonoid,
dan
polifenol
(Siswono,
2005
Ardiansyah, 2007).
BHA, BHT, PG, dan TBHQ adalah senyawa antioksidan sintetis yang
sudah dipergunakan secara luas oleh masyarakat dunia, tetapi hasil penelitian
Amarowicz et al. (2000) menyatakan bahwa penggunaan bahan sintetis ini dapat
meningkatkan resiko penyakit karsinogenesis. Sementara itu beberapa studi
13
14
senyawa hidrogen peroksida (H2O2) menjadi oksigen (O2) dan air (H2O).
Menurut Haliwell dan Gutteridge (2000), aktivitas CAT optimal pada pH 7 dan
meningkat dengan meningkatnya akumulasi H2O2. Enzim CAT mampu
mengkonversi 40 juta molekul hidrogen peroksida menjadi molekul air dan
oksigen
setiap
detiknya.
Disamping
itu,
enzim
CAT
juga
mampu
15
Sumber
vitamin E di alam banyak dijumpai pada minyak bunga matahari, minyak biji
kapas, taoge, kacang-kacangan dan kentang manis (Kumalaningsih, 2006).
16
Gambar 2.1
Struktur Molekul tokoferol (Landvik et al., 2002 di dalam Cadenas dan
Packer, 2002)
Fungsi vitamin E di dalam tubuh adalah melindungi asam-asam lemak tak
jenuh pada membran sel, mampu meningkatkan respon imun, sebagai zat pengatur
(regulasi) pada aktivasi Protein Kinase C, fungsi mitokondria, metabolisme
protein dan produksi hormon.
kerusakan yang terjadi di dalam tubuh. Fungsi vitamin E sangat penting bagi
tubuh seperti dapat mencegah kanker, penyakit kardiovaskuler, proses penuaan,
osteoporosis dan meningkatkan kinerja sistem kekebalan tubuh (Landvik et al.,
2002 di dalam Cadenas dan Packer, 2002).
17
18
19
Gambar 2.2
Struktur Molekul Asam Askorbat (Padayatty et al., 2002 di dalam Cadenas dan
Packer, 2002)
Vitamin C merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap
senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel.
umumnya
penggunaan
vitamin
sebagai
antioksidan
20
senyawa flavonoid. Penelitian yang dilakukan oleh Jeng et al. (1996) menyatakan
bahwa kombinasi konsumsi vitamin C dan E ( 1 g vitamin C dan 400 mg
vitamin E all-rac--tocoferil asetat) selama 14 hari dapat meningkatkan produksi
IL-1 sebesar 1,8 kali dan TNF- sebesar 1,5 kali. Sementara bagi kelompok yang
diberi konsumsi vitamin C saja hasilnya tidak memberikan efek yang signifikan.
Dilaporkan pula bahwa produksi sitokin pada 40 orang meningkat setelah diberi
suplementasi 1 g vitamin C dan 400 mg vitamin E all-rad- tokoferol selama
waktu 28 hari.
Vitamin C atau asam askorbat disintesis dari glukosa di dalam hati hewan
yang tergolong mamalia. Manusia tidak bisa mensintesis vitamin C karena tidak
memiliki enzim glunolakton oksidase yang dapat mensisntesis asam askorbat dari
glukosa. Oleh sebab itulah manusia harus menyuplai vitamin C dari luar tubuh
yaitu dari konsumsi makanan dan minumannya. Karena sifatnya yang larut dalam
air, vitamin C mudah diserap oleh tubuh dan mudah pula dikeluarkan apabila
asupan berlebih (Carr dan Frei, 2002 di dalam Cadenas dan Packer, 2002).
Vitamin C atau asam askorbat mendonorkan dua elektron yang berasal
dari ikatan rangkap antara karbon kedua dan ketiganya. Senyawa reaktif yang
diberi elektron oleh vitamin C kemudian berubah menjadi senyawa yang stabil.
Vitamin C kemudian berubah menjadi bentuk radikal semidehidroaskorbat atau
radikal askorbil yang tidak reaktif. Senyawa ini dapat larut di dalam air sehingga
mudah mengeluarkannya dari dalam tubuh.
elektron yang dilakukan oleh vitamin C inilah maka vitamin C berfungsi sebagai
21
antioksidan yang tergolong scavenger (Landvik et al., 2002 dan Padayatty et al.,
2002 di dalam Cadenas dan Packer, 2002).
2.5.3 Karotenoid
Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen berwarna kuning, oranye, atau
merah oranye, memiliki sifat larut dalam lemak atau pelarut organik tetapi tidak
larut di dalam air.
suhu yang tinggi. Terdapat sekitar 700 jenis karotenoid yang dibagi menjadi dua
kelas yaitu xanthophyll dan karoten. Senyawa karotenoid yang populer adalah
beta karoten. Senyawa ini dapat diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh
(Deming et al., 2002 di dalam Cadenas dan Packer, 2002).
Fungsi
biologis
karotenoid
adalah
sebagai
antioksidan,
regulasi
22
Gambar 2.3
Struktur Molekul Karotenoid (Anonim, 2010b)
23
bahwa banyak tanaman obat yang mengandung polifenol dalam jumlah besar.
Efek antioksidan terutama disebabkan karena adanya senyawa fenol seperti
flavonoid dan asam fenolat. Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang
tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus OH dan OR (Okawa et
al., 2001).
Sementara itu
senyawa polifenol pada rimpang kunyit disebut kurkumin (Gambar 2.4), pada jahe
disebut zingerol, dan pada kulit buah-buahan adalah tannin (Anonim, 2010c).
Gambar 2.4
Senyawa Kurkumin (Anonim, 2010c)
Senyawa polifenol dapat berupa golongan asam-asam fenolat, polimer
fenolat, dan flavonoid. Asam-asam fenolat membentuk bermacam-macam
kelompok senyawa yang termasuk hidroksibenzoat dan asam hidroksisinamat.
Polimer fenolat tersusun dari senyawa yang memiliki berat molekul besar seperti
tannin. Ada dua jenis tanin yaitu: hydrolysable tannin dan condensed tannin.
Hydrolysable tannin adalah senyawa tanin yang dapat dihidrolisis dengan asam,
alkali atau enzim menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti gula dan
asam tanat (asam galat dan elagat) (Hagerman, 2002).
24
Gambar 2.5
Struktur Molekul Galotanin (Hydrolysable Tannin)
(Hagerman, 2002)
Gambar 2.6
Struktur Molekul Prosianidin B-2 (Condensed Tannin)
(Hagerman, 2002)
25
tanaman yang bertanggungjawab pada munculnya warna merah, biru, dan ungu,
sedangkan antoxantin adalah pigmen yang tidak berwarna, berwarna putih atau
putih kekuningan. Senyawa antioksidan alami polifenol ini adalah multifungsional
dan dapat beraksi sebagai (1) pereduksi, (2) penangkap radikal bebas, (3)
pengkelat logam, dan (4) peredam terbentuknya singlet oksigen. Aktivitas
antioksidan flavonoid tergantung pada struktur molekulnya terutama gugus prenil
(CH3)2C=CH-CH2-. Gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk pencegahan atau
terapi terhadap penyakit-penyakit yang diasosiasikan dengan radikal bebas
(Birt et al., 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Cai et al. (2004) menyatakan bahwa
kandungan senyawa fenolik dari 112 tanaman obat Cina memiliki koefisien
korelasi positif dan sangat kuat (R2 = 96,4%) dengan aktivitas antioksidannya
sehingga disimpulkan bahwa senyawa fenolik memberikan kontribusi yang
signifikan pada kapasitas antioksidan tanaman obat.
Klopotek et al. (2005) menyatakan bahwa kandungan vitamin C dan
senyawa fenolik pada buah strawberi yang sudah mengalami pengolahan
(prosesing) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini mengakibatkan
aktivitas antioksidan pada produk segar lebih tinggi dibandingkan dengan produk
26
olahan. Penelitian yang dilakukan oleh Indriati et al. (2002) menyatakan bahwa
buah jambu mete yang mengalami penundaan pengolahan mengakibatkan
penurunan senyawa polifenol yang dapat menurunkan aktivitas antioksidannya.
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Kobayashi et al. (2008) menyatakan
bahwa kandungan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan yang dianalisis dari
buah pawpaw mengalami penurunan selama proses pematangan.
Struktur Flavonoid:
Senyawa Fenolik
terdiri dari tiga cincin
benzene dengan group
hidroksil (OH)
1. Hilangkan OH pada (1): flavon
Gambar 2.7
Struktur Dasar Molekul Flavonoid (Birt et al., 2001)
Senyawa flavonoid khususnya senyawa quersetin selain berfungsi sebagai
antioksidan untuk mencegah penyakit degeneratif dan kronis,
juga memiliki
kapasitas melindungi jaringan otot jantung (myocardial) dari iskemia dan luka
reperfusi sehingga memiliki potensi sebagai cardioprotective effect pada tikus
putih (Ikizler et al., 2007).
27
Eksplorasi bahan-
bahan alam terutama senyawa bioaktif yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan
mikroorganisme yang hidup di darat maupun di air secara terus menerus diteliti
untuk mendapatkan senyawa antioksidan yang berfungsi untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia (Shahidi, 1997 ; Prakash, 2001).
Reaksi yang umum terjadi pada mekanisme penangkapan radikal bebas oleh
antioksidan digolongkan menjadi dua yaitu mekanisme Hidrogen Atom Transfer
(HAT) dan Electron Transfer (ET). Reraksi HAT pada umumnya terjadi akibat
peroksidasi lemak yaitu antara radikal (X*) dengan antioksidan (AH) seperti pada
reaksi di bawah ini :
X* + AH ----------> XH + A
(1)
Sementara itu reaksi ET terjadi akibat reaksi reduksi oksidasi (redoks) antara
radikal (X*) dengan antioksidan (AH) yang menghasilkan produk stabil (XH) dan
air (H2O). Produk inilah yang dapat mempengaruhi warna menjadi memudar.
Tahapan reaksinya disajikan pada reaksi di bawah ini :
X* + AH -----------> X- + AH*+
H2O
(2)
(3)
(4)
28
dewasa
ini
adalah
beta
karoten
bleaching,
1,1-Diphenyl-2-
(TBARS)
assay,
Rancimat
assay,
Oxygen
Radical
29
yang sangat kuat (R2 = 94,8%) pada daun, batang, dan ekstrak buah tanaman
Momordica charantia L. (Kubola dan Siriamornpun, 2008).
2.6.2 Pengukuran kapasitas antioksidan in vivo
Wolfe dan Liu (2007) menyatakan bahwa di samping analisis in vitro,
perlu melakukan analisis kapasitas antioksidan pada hewan coba atau manusia
untuk mendapatkan efikasi aktual antioksidan tersebut di dalam tubuh. Tetapi
dikatakan pula bahwa penelitian ini memerlukan waktu dan biaya yang cukup
besar dan sulit mengetahui perbedaan pengaruh spesifik dari antioksidan dengan
asupan pangan sehari-hari.
Beberapa penelitian mengenai kapasitas antioksidan secara in vivo
dilakukan menggunakan mencit, tikus, dan manusia. Prangdimurti et al. (2006),
menyatakan bahwa terjadi peningkatan aktivitas SOD dan CAT pada hati tikus
Sprague Dawley yang diberi asupan ekstrak daun suji.
30
31
karena merupakan tanaman sekulen yaitu jenis tanaman yang dapat menyimpan
air pada seluruh bagian mulai dari akar, batang, daun, dan bunganya. Dewasa ini
terutama di daerah Bali, kamboja merupakan salah satu maskot tanaman penghias
halaman rumah, kantor, dan taman umum. Bunga Kamboja saat ini tidak saja
berwarna putih dan kuning tetapi ada jenis persilangan baru berwarna pink,
oranye, merah, dan merah tua. Tanaman Kamboja dengan warna bunga putih dan
kuning termasuk dalam genus dan spesies Plumeria alba, sedangkan kamboja
dengan warna bunga orange, pink, merah, dan merah tua termasuk dalam
Plumeria rubra (Gilman dan Watson, 1994).
Tanaman Kamboja menyimpan banyak manfaat, mulai dari akar, batang,
getah, daun, kulit batang dan bunganya. Akar kamboja digunakan untuk
mengobati kencing nanah (gonorrhoe), daunnya dapat mengobati bisul bernanah,
kulit batang untuk menyembuhkan tumit pecah-pecah. Getah Kamboja
bermanfaat sebagai pengurang rasa sakit akibat gigi berlubang, mengobati gusi
bengkak serta dapat mematangkan bisul (Anon., 2007). Sedangkan air rebusan
bunga Kamboja kering berkhasiat untuk menurunkan demam, sebagai obat batuk
dan membantu melancarkan pencernaan (Anonim, 2006). Selain itu air rebusan
Bunga Kamboja juga dapat digunakan untuk mengobati kudis dan sakit kulit
(Anonim, 2010). Menurut Amin (2010), bunga Kamboja kering dijadikan bahan
campuran pada proses pembuatan minuman herbal di Korea, Jepang dan Vietnam.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wrasiati et al. (2008), ekstrak air
dengan suhu 90oC dari bunga Kamboja Cendana kering memiliki total polifenol
sebesar 18,7 % dan aktivitas antioksidan sebesar 7,44 %, sedangkan ekstrak air
32
bunga Kamboja Lokal kering memiliki total polifenol dan aktivitas antioksidan
yang lebih rendah yaitu sebesar 12,4 % dan 6,22 %. Kandungan lain yang penting
bagi kesehatan adalah kadar serat sebesar 20,33 %, total asam sebesar 6,02 %, dan
kadar sari sebesar 38 % .
2.8 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari campurannya. Pada
umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada
kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran (Anon., 2000).
Bahan yang akan diekstrak biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan,
biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring, 2007).
Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan antioksidan yang
terdapat pada tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan pelarut. Pada proses
ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang masuk ke dalam cairan
pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dan meliputi dua fase
yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase pembilasan, pelarut membilas
komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada proses penghancuran
sebelumnya. Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel
dan pelonggaran kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel
menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat dengan leluasa masuk ke dalam
sel.
Bahan isi sel kemudian terlarut dalam pelarut sesuai dengan tingkat
kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya gaya yang ditimbulkan perbedaan
konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di dalam dan di luar sel (Voigt, 1995).
33
34
obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian
ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk
memvalidasi penggunaan obat tradisional.
(4) Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara
apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika
tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau
didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa
dengan aktivitas biologi khusus
2.8.2 Metode ekstraksi
Beberapa metode ekstraksi dengan pelarut yang digunakan untuk
mendapatkan senyawa aktif pada tanaman adalah metode maserasi, perkolasi,
soxhletasi, refluks, destilasi uap air, rotavapor, ekstraksi cair-cair, dan
kromatografi lapis tipis.
(1) Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama beberapa jam sampai tiga hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Sudjadi, 1986).
35
(2) Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
dimaserasi selama tiga jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana
silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari
atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif
dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah
disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya
kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan,
lalu dipekatkan (Sudjadi, 1986).
(3) Soxhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa,
cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari
yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan
penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke
labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna
ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau
sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan (Sudjadi, 1986).
(4) Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu
36
37
38
Pada fase
39
diekstrak dengan air memiliki total fenol dan aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diekstrak dengan pelarut etanol atau
metanol. Hodzic et al. (2009) menyatakan bahwa ekstraksi dengan air pada suhu
40oC dari beberapa serealia seperti oat, barley, jagung dan gandum menghasilkan
total fenol dan aktivitas antioksidan cukup tinggi.
Hasil penelitian Septiana et al. (2002) menunjukkan bahwa ekstrak
diklorometana jahe memiliki total fenol dan aktivitas antioksidan yang lebih besar
dibandingkan dengan ekstrak airnya.
menyatakan bahwa ekstrak fraksi eter dari belimbing wuluh memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan fraksi airnya.
Moselhy dan Junbi (2010) meneliti tentang aktivitas antioksidan bubuk
Cinnamon yang diekstrak dengan pelarut air dan etanol. Kedua ekstrak tersebut
mengandung senyawa aktif golongan polifenol yang cukup tinggi dan mampu
40
menurunkan kadar MDA, meningkatkan aktivitas enzim SOD dan CAT pada hati
tikus yang diinduksi dengan CCl4.
Tabel 2.1
Jenis-jenis Pelarut yang Digunakan untuk Mengekstrak Berbagai Jenis Senyawa
Aktif dari Tumbuhan
Senyawa aktif
Pelarut
air
Etanol
Polifenol
Tannin
Antosianin
Flavon
kloroform
dikloroMetanol
eter
Aseton
Flavonol
Terpenoid
Polipeptida
Alkaloid
metanol
Kuomarin