Anda di halaman 1dari 6

Fermentasi pada Pengolahan Teh

Nyoman Semadi Antara, Ph.D.


Professor on Food and Agroindustrial Technology
Faculty of Agricultural Technology
Udayana University
Minuman teh sangat disukai oleh masyarakat di berbagai belahan dunia sebagai minuman
penyegar. Minuman ini selain sebagai penyegar juga dipercaya sebagai minuman yang
menyehatkan. Kandungan senyawa flavonoid yang terkandung di dalam teh dapat berfungsi
sebagai antioksidan dan senyawa pengkelat logam yang dapat melindungi sel-sel jaringan
tubuh dari radikal bebas. Catechin merupakan senyawa fenolik utama (90% dari polifenol di
dalam teh hijau) yang terkandung dalam daun teh. Selama proses pengolahan daun teh
senyawa tersebut akan teroksidasi menjadi senyawa polimer yang teridentifikasi sebagai
theaflavin (Tf) dan theaflagillin, thearinensis, theacitrin, dan thearubigin (Tr). Mutu teh
tergantung pada berbagai komponen, utamanya senyawa polifenolik yang bertanggung
jawab terhadap warna dan citarasa minuman teh. Proses polimerisasi polifenol terjadi
melalui proses fermentasi enzimatis maupun mikrobiologis.
Minuman teh sudah dikonsumsi di Tiongkok semenjak lebih dari 4000 tahun yang lalu.
Sekarang teh dikonsumsi di semua benoa dan menjadi minuman penyegar yang sangat
disukai. Cina masih penghasil terbesar dibandingkan dengan negara lain di dunia. Tahun
2011 Indonesia termasuk peringkat ke tujuh penghasil daun teh (Tabel1). Umumnya
minuman teh dikonsumsi dengan cara menuang air panas ke dalam daun teh yang sudah
mengalami curing (fermentasi secara enzimatis). Teh dikonsumsi bukan saja untuk
minuman menyegarkan namun juga untuk fungsi kesehatan.
Tabel 1. Produksi teh di sepuluh negara penghasil teh
Jumlah (ton)
Rerata per tahun
Tahun 2011
(2005-2010)
China
1.217.039
1.623.000
India
963.313
1.095.460
Kenya
344.596
377.912
Sri Lanka
304.036
327.500
Turkey
209.535
221.600
Viet Nam
167.531
206.600
Indonesia
154.328
150.200
Iran
108.751
103.890
Japan
92.233
82.100
Argentina
76.071
92.892
Sumber: http://faostat3.fao.org/download/Q/QC/E
Negara

Semua teh berasal dari tanaman yang sama (Camellia sinensis [L.] O. Kuntze), tetapi
tingkat oksidasi daun teh saat proses pengolahan membedakan jenis teh yang dikonsumsi.
Senyawa flavonoid di dalam daun teh merupakan senyawa dominan menentukan mutu teh
termasuk kasiatnya terhadap kesehatan. Kandungan flavonoid di dalam teh sangat

bervariasi

tergantung

asal

tanaman,

lingkungan,

proses

pengolahannya,

dan

cara

pengolahannya. Daun teh dapat diolah sesuai dengan jenis teh yang diinginkan. Menurut
cara pengolahannya, teh dikelompokkan menjadi teh hijau, teh kuning, teh putih, teh
oolong (oolong tea), teh hitam, dan teh Puerh.
Karakteristik seduhan teh sangat ditentukan oleh kandungan senyawa flavonoid yang
merupakan parameter penting mutu teh. Senyawa ini merupakan kelompok senyawa fenolik
dengan berbagai macam struktur molekul yang mempunyai khasiat biologis untuk
kesehatan manusia. Senyawa tersebut dapat menjadi atribut penting untuk menentukan
mutu daun teh. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa flavonoid yang
terkandung dalam daun teh dapat berfungsi sebagai antioksidan dan senyawa pengkelat
logam. Dengan demikian, senyawa tersebut dapat melindungi sel-sel dan jaringan tubuh
dari radikal bebas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kerusakan oksidatif sel, lemak,
dan protein dapat berkontribusi untuk berkembangnya penyakit kardiovaskuler, kanker, dan
penyakit neurodegenerative. Seduhan teh merupakan sumber senyawa flavonoid yang
mencapai 200 mg/cup untuk seduhan teh hitam (black tea). Teh hitam dan teh hijau (green
tea) merupakan sumber antioksidan yang sangat efektif berfungsi di dalam tubuh,
walaupun banyak penelitian masih dilakukan secara invitro dan invivo menggunakan hewan
coba.
Diantara jenis teh, teh hijau dan teh putih mempunyai kandungan catechin yang paling
tinggi. Catechin merupakan senyawa fenolik utama (90% dari polifenol di dalam teh hijau)
yang terkandung dalam daun teh. Selama proses pengolahan daun teh senyawa tersebut
akan teroksidasi menjadi senyawa polimer yang teridentifikasi sebagai theaflavin (Tf) dan
theaflagillin, thearinensis, theacitrin, dan thearubigin (Tr). Pada produk teh hitam, selama
proses pengolahan, sebagian besar catechin (monomer polifenol) mengalami polimerisasi
oksidatif menjadi oligomer polifenol (13% dari total polifenol di dalam teh hitam) dan
polimer polifenol (47% dari total polifenol di dalam teh hitam). Tr, senyawa orange
kecoklatan yang terkandung berkisar 6-18% dari berat kering, bertanggung jawab terhadap
warna dan citarasa seduhan teh. Senyawa ini berkontribusi hampir 35% dari total warna teh
dan berperan nyata terhadap warna coklat teh, dan juga sebagai penguat rasa di mulut
(mouth feel) seduhan teh. Tf, pigmen kuning keemasan, terkandung berkisar 0,5 2% dari
berat kering teh hitam. Warna yang menarik seduhan teh disebabkan oleh kandungan Tr
sering digunakan sebagai indeks mutu teh hitam. Mutu teh tergantung pada berbagai
komponen, utamanya senyawa polifenolik yang bertanggung jawab terhadap warna dan
citarasa minuman teh.

Proses polimerisasi polifenol terjadi melalui proses oksidasi enzimatis maupun mikrobiologis.
Proses oksidasi tersebut terjadi pada saat pengolahan teh segar menjadi teh kering yang
siap diseduh. Tahapan pengolahan teh meliputi pemetikan (plucking) dan sortasi, pelayuan
(witehring), pengepresan (rolling), oksidasi/fermentasi, pemanasan (firing). Setiap tahap
proses mempunyai fungsi yang menentukan mutu teh. Pemetikan daun teh umumnya
dilakukan untuk 3 daun teratas dan kuncupnya yang dilanjutkan dengan sortasi untuk
memperoleh daun teh yang seragam dan bebas dari batang dan daun yang rusak. Proses
pelayuan dilakukan beberapa jam untuk mendapatkan daun teh yang lemas sehingga lebih
mudah dilakukan pengepresan. Apabila daun teh masih segar dan kaku apabila dipress akan
rusak dan remuk. Selama pelayuan daun teh diaduk untuk menjamin kontak dengan udara
dengan baik. Tahap selanjutnya adalah rolling, tahapan mulai terjadi pengembangan
citarasa. Pada tahap ini daun teh yang sudah layu dipress untuk memecah sel-sel yang
menyusun jaringan daun teh. Dengan pecahnya sel, maka cairan sel dan enzim akan kontak
dengan oksigen udara yang selanjutnya mulai terjadi oksidasi polifenol. Setelah proses
pemecahan sel, daun teh dibiarkan beberapa jam untuk memberi kesempatan terjadinya
oksidasi. Proses oksidasi akan menyebabkan perubahan warna daun teh menjadi merah
kecoklatan dan komponen kimia yang terkandung di dalam daun teh. Pada tahap proses
oksidasi ini sering disebut dengan proses fermentasi enzimatis. Beberapa ahli menyatakan
bahwa proses oksidasi bukan proses fermentasi karena tidak melibatkan mikroorganisme.
Namun demikian, banyak juga yang menyebut sebagai proses fermentasi oksidatif yang
melibatkan enzim oksidase yang terkandung di dalam sel daun teh. Tahap terakhir
pengolahan daun teh adalah pemanasan secara cepat untuk menurunkan kadar air sampai
di bawah 3%. Proses ini juga dilakukan untuk menghentikan proses oksidasi.
Fermentasi Enzimatis
Proses fermentasi sangat menentukan kandungan polifenol di dalam daun teh. Pada proses
ini terjadi perubahan komponen polifenol karena terjadi proses oksidasi secara enzimatis.
Kandungan catechin (polifenol monomer) akan mengalami oksidasi secara enzimatis
membentuk senyawa kompleks Tf dan Tr pada tahap proses fermentasi produksi teh oolong
dan hitam. Pada produksi teh hijau proses oksidasi enzimatis tidak dilakukan dengan
menginaktifkan enzim dengan menggunakan panas atau uap air panas (Gambar 1). Dengan
demikian, catechin tidak mengalami oksidasi secara enzimatis sehingga kandungannya
paling tinggi dibandingkan dengan jenis teh yang lain. Catechin banyak mendapat perhatian
karena aktivitas antioksidannya yang tinggi.

Proses oksidasi catechin dapat dilakukan sebagian maupun maksimal sesuai dengan produk
teh yang diinginkan. Teh oolong diproduksi dengan melakukan fermentasi sebagian,
sedangkan teh hitam diproduksi dengan melakukan fermnetasi penuh (Gambar 1). Senyawa
kompleks Tf dan Tr yang terbentuk dari proses oksidasi catechin menentukan mutu teh
hitam. Tf berpengaruh terhadap citarasa teh dan kuning keemasan teh, sedangkan Tr
berkontribusi terhadap warna merah dan juga memperkaya rasa teh hitam. Walaupun
kedua kelompok senyawa tersebut sangat menentukan mutu teh, namun hubungan tingkat
Tr dan mutu teh belum banyak diungkap. Senyawa Tr merupakan polimer proantocyanidin,
pigmen coklat asam, yang terbentuk dari degradasi oksidatif senyawa Tf. Banyak juga yang
melaporkan bahwa Tr merupakan turunan asam theaflavat yang terbentuk selama proses
fermentasi. Lama fermentasi sangat menentukan mutu teh yang dihasilkan. Fermentasi
yang kurang atau melebihi akan menyebabkan mutu teh yang dihasilkan tidak baik.
Demikian pula suhu media fermentasi juga menentukan terbentuknya Tf selama fermentasi.
Jadi optimasi suhu dan lama fermentasi perlu dilakukan untuk setiap varietas teh maupun
jenis teh yang ingin diproduksi.

Daun teh
dan
pucuk

Withering

Steaming
atau Firing

Rolling dan
Drying

Final Firing

Green
Tea

Daun teh
dan
pucuk

Withering

Rolling or
Cutting

Part or Full
Fermentation

Final Firing

Oolong
or Black
Tea

Gambar 1. Proses produksi teh hijau (atas) dan teh oolong atau teh hitam (bawah).
Fermentasi Mikrobiologis
Jenis teh yang melalui proses fermentasi mikrobiologis sering disebut dengan teh Puerh
(atau Puer). Jenis teh ini pada awalnya diproduksi di propinsi Yunnan di daratan Tiongkok
semenjak 1700 tahun yang lalu. Proses pengolahan teh Puerh berbeda dengan jenis teh
lainnya. Pada tahapan pengolahannya, selain terjadi oksidasi secara enzimatis (fermentasi
enzimatis),

melalui

proses

fermentasi

lanjutan

dengan

melibatkan

mikroorganisme.

Mikroorganisme yang dominan terlibat dalam proses fermentasi teh Puerh adalah jenis
kapang dari Aspergillus. Fermentasi dilakukan secara spontan dan berbagai jenis mikroba
berperan dalam proses fermentasi tersebut. Jenis bakteri Enterobacteriacea tumbuh pada
saat awal fermentasi dan digantikan oleh Bacillus coagullan yang dominan tumbuh pada
saat

akhir

fermentasi

(Zhao

et

al.,

2013).

Keberadaan

bakteri

dari

kelompok

Enterobacteriaceae perlu mendapat perhatian karena beberapa genus seperti Salmonella,


Yersinia, Vibrio, dan Pseudomonas dikenal sebagai jenis bakteri pathogen.
Beberapa senyawa yang terbentuk dari derivasi dan degradasi catechin juga berpengaruh
pada citarasa teh Puerh. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa fenolik seperti
gallic acid, (+)-catechin, ()-epicatechin, ()-epicatechin-3-O-gallate, ()-epigallocatechin3-O-gallate, ()-epiafzelechin-3-O-gallate, kaempferol, and quercetin. Senyawa-senyawa
tersebut,

kecuali

()-epicatechin,

mempunyai

aktivitas

antioksidan

lebih

tinggi

dibandingkan dengan vitamin C.


Secara umum, parameter mutu penting yang dapat digunakan dalam produksi teh adalah
kandungan Tf, Tr, total liquor color (TLC), total soluble solid (TSS) atau kadar sari (water
extract). Kandungan Tf berkorelasi langsung dengan mutu dan dapat menentukan harga.
Senyawa Tf akan meningkat selama proses fermentasi dan semakin lama fermentasi maka
oksidasi chatecin akan semakin banyak dan warna teh akan semakin coklat gelap. Setiap
jenis teh akan dibedakan oleh proses fermentasi atau oksidasi yang berbeda. Tabel 2
menunjukkan berbagai jenis teh dan karakteristiknya menurut fermentasi yang dilakukan.
Untuk memperoleh jenis teh dengan karakteristik yang diharapkan dapat diperoleh dengan
melakukan modifikasi pada tahap proses oksidasi atau fermentasi.
Tabel 2. Jenis teh dan karakteristik fermentasinya
Jenis The

Karakteristik Fermentasi/Oksidasi

Teh hijau

Tidak ada oksidasi

Teh kuning

Tidak ada oksidasi

Teh putih

Sedikit oksidasi spontan terjadi (8-15%)

Teh oolong

Oksidasi sebagian dan terkontrol (15-80%)

Teh hitam

Oksidasi penuh dan terkontrol

Teh Puerh

Selalu terfermentasi secara mikrobiologis,


tidak selalu terjadi oksidasi

Referensi

Asil, M.H., Rabiei, B., and Ansari, R.H. 2012. Optimal fermentation time and temperature to
improve biochemical composition and sensory characteristics of black tea. Australian
Journal of Crop Science. 6(3):550-558.
Shi, Q.Y. and Schlegel, V. 2012. Green Tea as an Agricultural Based Health Promoting Food:
The Past Five to Ten Years. Agriculture. 2: 393-413.
Zhang, H.M., Wang, C.F., Shen, S.M., Wang, G.L., Liu, P., Liu, Z.M., Wang, Y.Y., Du, S.S.,
Liu, Z.L., and Deng, Z.W. 2012. Antioxidant Phenolic Compounds from Pu-erh Tea.
Molecule. 17: 14037-14045.
Zhao, M., Xiao, W., Ma, Y., Sun, T., Yuan, W., Tang, N., Zhang, D., Wang, Y., Li, Y., Zhou,
H., and Cui, X. 2013. Structure and dynamics of the bacterial communities in
fermentation of the traditional Chinese post-fermented pu-erh tea revealed by 16S
rRNA gene clone library. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 29:1877
1884.

Anda mungkin juga menyukai