1 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
gambaran
singkat
proses
tersebut,
selanjutnya
Indonesia
3 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
margins
(batas
aktif
vulkanik),
dicirikan
(batas
4 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
5 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
Cekungan
Berdasarkan
Flexura
Litosfera
(Lithospheric
Flexure)
Fleksura litosfer (juga disebut isostasi regional) adalah proses dimana
litosfer
6 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
Fleksur
litosfer
dapat
menyebabkan
subsiden
primer
atau
tengah
samudera
(mid
oceanic
ridges),
pegunungan
laut
7 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
8 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
Indonesia
2. Pada
stage
Gambar 10. Tiga fase evolusi unsur regangan bidang terbatas (Beaumont et
al., 1996a) dari fase subduksi (fase 1) sampai ke fase kolisi (fase 3).
2.3.3 Cekungan yang Dikorelasikan dengan Deformasi Strike-Slip
Cekungan yang terbentuk berhubungan dengan strike-slip dapat
dijumpai di sepanjang punggungan pemekaran samudra, di sepanjang batas
transform di antara lempeng kerak utama, dan di dalam lempeng benua.
10 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
11 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
Gambar 13. Klasifikasi genetik sesar strike slip utama berdasarkan tektonik
lempeng (Woodcock, 1985)
Terdapat dua tipe cekungan strike slip pada sejarah termal dan
subsiden: (i) cekungan strike slip yang melibatkan mantel; dikenal dengan
cekungan panas, dan (ii) cekungan strike-slip yang umumnya relatif tipis;
dikenal dengan cekungan dingin.
Ada beberapa skema penghancuran cekungan pada zona strike slip
berdasarkan kinematik dan geometri bounding faults, di antaranya seperti
yang dikemukakan Nilsen dan Sylvester (1995), yang meliputi:
1. Fault bend basins umumnya berkembang pada bagian bengkok pada
sesar strike slip utama di mana ekstensi lokal berlangsung. Contohnya
cekungan Ridge, cekungan Vienna, California pada sistem San Andreas.
2. Overstep basins terbentuk di antara dua segmen sesar strike-slip
subparalel, yang pada kedalaman tertentu dapat bergabung menjadi satu
master fault.
12 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
3. Transrotational basins terbentuk sebagai triangular gaps di antara blokblok kerak berotasi pada sumbu subvertikal.
4. Transpressional basins merupakan depresi memanjang sejajar dengan
jurus (strike) regional lipatan dan sesar di zona konvergensi oblique.
penting
pada
pembentukan
cekungan
sedimen"
(permukaan
laut
global),
Eustasy
mengacu
dengan
subsidence
menghasilkan
variasi
Indonesia
tingkat
pasokan
sedimen
lebih
besar
dari
laju
kenaikan
Gambar 14. Eustatic sea level, relative sea level and water depth
2.4.2 Sistem Dan Model Pengendapan
Sistem pengendapan yang bervariasi menghasilkan jenis system tract
yang bermacam-macam sehingga menghasilkan tipe-tipe terminasi refleksi,
bentuk geometri dan pola-pola yang bervariasi juga. Hal tersebut bergantung
pada fasies dari maing-masing satuan batuan.
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen, dan biologi
yang
memperlihatkan
aspek-aspek
berbeda
dengan
satuan
batuan
disekitarnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana
fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies
ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa
disebut atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu
lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna
bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).
14 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang
dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar
geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies
sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di
dalam suatu jenis
lingkungan
suatu
cara
untuk
menyederhanakan,
menyajikan,
Indonesia
model
berfungsi
untuk
mengetahui
beberapa
suatu
lapisan
atau
kumpulan
lapisan
yang
memperlihatkan
Indonesia
atau
proses
dimana
fasies-fasies
itu
terbentuk.
fasies
fluvial
asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah
ke atas. Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi
oleh braided stream berenergi tinggi.
1. Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintasstratifikasi, tinggi energi braided stream yang membentuk dataran outwash
sebuah sistem aluvial. Trace fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang
tinggi berarti depositional menggali organisme tidak dapat bertahan.
2. Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini
kadang-kadang terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di
seluruh tipis, planar dan disortir dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk
tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded sandsheets"- lapisan batu pasit yang
membentuk lithology dominan fasies ini. Sudut rendah (<20 ), lintas-bentuk
batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7 inci) tebal, kadang-kadang
mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus di sini adalah ke
arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi mereka
sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat berisi
fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang
mungkin terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan
hosting mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan
bahwa, alih-alih acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan
pada peristiwa-peristiwa tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda
tabel, dan mengubah aliran kursus.
3. Asosiasi fasies 3
17 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic
terwakili dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu
padi-padian terbesar di bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah
atas), berkerikil palung lintas-unit tempat tidur hingga empat meter tebal.
Jejak fosil langka. Sheet-seperti sungai dikepang disimpulkan sebagai kontrol
dominan pada sedimentasi di fasies ini.
4. Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah
lingkungan di pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki)
hingga 2 meter (7 kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar
arus overlain oleh riak. Baik shales batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas
sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil biasanya
ditemukan di lingkungan laut.
Hubungan
Antara
Fasies,
Proses
Sedimentasi
dan
Lingkungan
Pengendapan
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh
proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah
kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan
dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial
(sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan
material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel.
Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus
melewati daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan
dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di
daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen channel dapat
diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur
internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting
floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan
akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah. Dalam deskripsi
batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering
digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang
18 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
pengendapan
batuan
sedimen
dapat
digunakan
untuk
Indonesia
unit
batuan
yang
memperlihatkan
suatu
pengendapan
pada
lingkungan.
20 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
ini
dikonsep
oleh
Hall
pada
tahun1859
yang
kemudian
dipublikasikan oleh Dana pada tahun 1873. Teori ini bertujuan untuk
menjelaskan terjadinya endapan batuan sedimen yang sangat tebal, ribuan
meter dan memanjang seperti pada Pegunungan Himalaya, Alpina dan
Andes.
Konsep
tersebut
menyatakan
bahwa
geosinklin
terbentuk
memanjang atau seperti cekungan dalam skala ribuan meter, yang terus
menurun akibat dari akumulasi batuan sedimen dan volkanik.Sedangkan
geosinklin adalah suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi
selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang
tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada
dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari
sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan
dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan
mengalami metamorfosa. Terdeformasinya batuan di dalamnya dapat
dijelaskan sebagai akibat dari menyempitnya cekungan, sehingga batuan di
dalamnya terlipat dan tersesarkan. Pergerakan ini terjadi akibat adanya gaya
penyeimbang atau isostasi. Kelemahan dari teori yakni tidak bisanya
menjelaskan
asal-usul
vulkanik.
Pada
intinya,
golongan
ilmuwan
menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertical.
Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang
berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.
2.5.2 Sejarah Termal
Temperatur merupakan parameter yang paling penting untuk dipelajari
dalam
kaitannya
terhadap
evolusi
cekungan.
Pemodelan
cekungan
Indonesia
Parameter
bahan
thermofisik
dari
batuan
sedimen
mengisi
tengelam, dari ujung ke ujung dan sudut ke sudut dan tidak ada aktivitas
tektonik. Di dalam lempeng yang stabil tersebut, selanjutnya muncul pusat
panas (hotspot) dari lapisan astenosfer yang mengakibatkan adanya transfer
panas secara tidak normal ke lempeng di atasnya. Transfer panas tersebut
dapat berupa magma mafik atau ultramafik yang naik ke permukaan. Panas
dari hot spot tersebut melelehkan batuan batuan di sekitarnya hingga
menyebabkan munculnya sesar-sesar normal yang menyebabkan terjadinya
penurunan (subsidence).
22 | S t r a t i g r a fi
Indonesia
Daftar Pustaka
Allen, 2005. Phillip A & Allen, John R. Basin Analysis. Oxford: Blackwell
Publishing Ltd.
http://sedimentologiduaribusembilan.blogspot.co.id/2010/12/fasies.html.
Diakses pada 29 September 2015
23 | S t r a t i g r a fi
Indonesia