Anda di halaman 1dari 12

Bab. 2.

Landasan Teori

BAB II
LANDASAN TEORI
IV.1. Deformasi
Kekuatan dan sifat fisik dari material (strength and physical properties of
material) selama proses deformasi dan kecepatan dari proses deformasi berbedabeda merupakan kesulitan yang dijumpai untuk melakukan analisis struktur secara
detail. Oleh karena itu pada pembahasan ini akan dibahas mengenai deformasi
serta faktor-faktor yang berperan di dalamnya.
Deformasi (Pluijm and Marshak, 1997) merupakan pemindahan secara
kolektif poin-poin dari tubuh batuan, dengan kata lain deformasi adalah
perubahan menyeluruh dari geometri awal menjadi geometri akhir dari tubuh
batuan. Perubahan ini dapat meliputi translasi (perpindahan relatif sistem
koordinat), rotasi (perubahan orientasi), dan distorsi (perubahan bentuk).
Deformasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu deformasi ductile
(ductile deformation) dan deformasi brittle (brittle deformation).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi deformasi ductile (ductile
deformation) dan deformasi brittle (brittle deformation) adalah :
1. Temperatur dan tekanan
Temperatur dan tekanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
deformasi yang terjadi pada batuan. Semakin ke bawah permukaan bumi maka
temperatur akan semakin besar, selain itu juga tekanannya akan semakin besar
pula.
Deformasi brittle, dicirikan oleh suhu yang rendah dan tekanan rendah.
Suhu dan tekanan yang rendah ini biasanya terdapat relatif dekat dengan
permukaan. Sedangkan deformasi ductile dicirikan suhu yang tinggi dan
tekanan yang tinggi pula. Suhu dan tekanan tinggi ini biasanya terdapat jauh
di permukaan bumi.

Bab. 2. Landasan Teori

2. Heterogenitas
Material penyusun batuan dapat terdiri dari satu jenis maupun beberapa
jenis. Batuan yang tersusun oleh lebih dari satu jenis material atau heterogen
akan cenderung menghasilkan deformasi brittle. Tetapi hal ini juga harus
didukung oleh faktor-faktor lainnya yang juga ikut berpengaruh pada jenis
deformasi yang akan dihasilkan.
Deformasi ductile cenderung akan terbentuk pada batuan yang hanya
tersusun oleh satu jenis mineral saja, tetapi hal ini tidak dapat dijadikan acuan
karena di alam banyak faktor lain yang juga ikut mempengaruhi, misalnya
adanya rekahan yang telah dihasilkan dari deformasi sebelumnya.
Hal ini dikarenakan pengertian heterogenitas disini juga dapat diartikan
bahwa telah terbetuk retakan hasil deformasi sebelumnya, sehingga deformasi
yang terjadi kemudian cenderung mengikuti hasil dari deformasi telah ada
sebelumnya sehingga akan menghasilkan produk yang relatif brittle.
3. Kecepatan deformasi
Kecepatan

deformasi juga merupakan

salah

satu

faktor yang

mempengaruhi jenis deformasi. Deformasi yang berjalan dengan cepat akan


menghasilkan deformasi brittle. Hal ini disebabkan karena sifat dari material
apabila dikenai gaya secara perlahan-lahan akan lebih resisten daripada yang
diberikan gaya secara cepat. Deformasi ductile cenderung berjalan dengan
lambat. Proses terjadinya gempa bumi merupakan salah satu contoh dari
proses deformasi brittle. Gempa bumi berlangsung sangat cepat, oleh karena
itu produk yang dihasilkan biasanya berupa sesar, baik itu sesar naik, turun,
maupun geser. Sesar-sesar ini merupakan salah satu dari deformasi brittle.
4. Kandungan air
Kandungan air akan menambah plastisitas pada batuan. Batuan yang
mengandung air (H2O) cenderung akan lebih elastis daripada batuan dengan
kandungan air lebih sedikit.

Bab. 2. Landasan Teori

Hal ini dapat dilihat dari batuan yang baru diendapkan dan belum
mengalami lithifikasi secara sempurna kemudian dikenai gaya tekan, maka
batuan tersebut akan cenderung membentuk lipatan (ductile deformation)
sebelum akhirnya mengalami deformasi brittle apabila kekuatan (strength)
dan gaya kohesi dari partikel-partikel yang menyusun batuan tersebut sudah
tidak mampu untuk mengakomodasi gaya yang ada.
IV.1.1. Deformasi Brittle (Brittle Deformation)
Brittle deformation merupakan perubahan permanen yang terjadi pada
material padat yang berkaitan dengan pertumbuhan fracture (rekahan) atau
pergerakan dari rekahan tersebut pada saat terbentuk (Pluijm and Marshak, 1997).
Fracture adalah istilah umum yang digunakan untuk permukaan material yang
kehilangan daya kohesi sehingga mengalami diskontinuitas. Apabila rekahan
(fracture) tersebut mengalami pengisian oleh larutan yang kemudian mengkristal
menjadi mineral-mineral maka disebut dengan vein. Adapun tipe-tipe dari
deformasi brittle adalah kekar dan sesar.
IV.1.2. Deformasi Ductile (Ductile Deformation)
Ductile deformation adalah istilah umum untuk menunjukkan hubungan
antara material padat yang dikenai tegasan dan perubahan kristal-kristal yang
menyusun material. Apabila material terkena tegasan dengan kondisi-kondisi
yang menunjang untuk terbentuknya deformasi ductile maka material-material
yang menyusun suatu batuan akan mengalir (secara mikroskopis) sehingga
tegasan yang bekerja akan terdistribusikan. Hal inilah yang menyebabkan pada
deformasi ductile tidak terbentuk diskontinuitas pada tubuh batuan. Jenis
deformasi ini akan menghasilkan struktur perlipatan (fold).

Bab. 2. Landasan Teori

IV.2. Sesar
IV.2.1. Terminologi Sesar
Sesar adalah bidang rekahan atau zona rekahan pada batuan yang telah
mengalami pergeseran (Ragan, 1973). Menurut Billings (1986), sesar adalah
rekahan atau kekar yang bagian blok sebelah-menyebelah dari bidang rekahannya
saling bergerak satu sama lainnya.
Beberapa istilah yang sering dijumpai (lihat Gambar 4.1), yaitu :
a. Jurus sesar (strike of fault) adalah arah garis perpotongan bidang sesar
dangan bidang horizontal, biasanya diukur dari arah utara (arah AC).
b. Kemiringan sesar (dip of fault) adalah sudut yang dibentuk oleh bidang
sesar dengan bidang horizontal, diukur tegak lurus strike (arah BC).
c. Net slip adalah besar pergeseran relatif suatu titik yang semula berimpit
pada bidang sesar akibat adanya sesar (jarak AB).
d. Strike slip adalah besar pergeseran relatif yang searah dengan strike sesar
(jarak AC).
e. Dip slip adalah besar pergeseran relatif yang searah dengan dip sesar
(jarak AB).
f. Pitch (rake) adalah sudut lancip pada bidang sesar yang dibentuk oleh
perpotongan antara jurus dengan gores garis ( ).
g. Gores garis adalah garis-garis pada bidang sesar sebagai hasil pergeseran
sesar.

Gambar 4.1. Blok diagram yang menunjukkan net slip dan rake dari suatu sesar (Pluijm, 1996).

Bab. 2. Landasan Teori

Adanya sesar di lapangan ditandai oleh kenampakan sebagai berikut :


a. Adanya perubahan lapisan batuan secara tiba-tiba.
b. Adanya perulangan atau hilangnya suatu seri lapisan batuan.
c. Adanya kenampakan karakteristik pada sesar seperti cermin sesar, seretan
(drag), breksi sesar dan lainya.
d. Adanya mineralisasi pada suatu daerah yang hancur batuannya.
e. Adanya bentukan bentang alam yang bangunnya khas, seperti bukit yang
bergeser, gawir, kelurusan lembah atau sungai, pembelokan sungai secara
tiba-tiba.
IV.2.2. Klasifikasi Sesar
Menurut Billings (1986), secara genetik, sesar dapat diklasifikasikan
berdasarkan atas arah pergerakan relatif sepanjang bidang sesar. Berdasarkan
klasifikasi genetik ini, sesar dapat dibagi menjadi :
a. Sesar naik (thrust fault) yaitu sesar dengan pergerakan hanging wall
bergeser relatif naik terhadap foot wall. Jenis sesar ini mengindikasikan
adanya proses shortening.
b. Sesar turun (gravity fault atau normal fault) yaitu sesar dengan pergerakan
hanging wall bergeser relatif turun terhadap foot wall. Jenis sesar ini
mengindikasikan adanya proses lengthening.
c. Sesar geser mendatar (strike-slip fault) yaitu sesar dengan pergerakan
antar bloknya relatif paralel terhadap strike dari bidang sesarnya. Sesar jenis
ini ada dua jenis yaitu mengiri (sinistral) dan menganan (dextral).
Perbedaan jenis dari sesar mencerminkan adanya perbedaan gaya-gaya
pembentuknya. Jika 1 adalah gaya terkuat, 2 adalah gaya menengah, dan 3
adalah gaya terlemah, maka sesar turun (gravity fault atau normal fault) dibentuk
oleh gaya dengan kedudukan 2 dan 3 relatif horizontal dan 1 relatif vertikal
(Gambar 4.2a). Sesar naik (thrust fault) dibentuk oleh gaya dengan kedudukan 1
dan 2 relatif horizontal dan 3 relatif vertikal (Gambar 4.2b). Sedangkan sesar
geser mendatar (strike-slip fault) dibentuk oleh gaya dengan kedudukan 1 dan 3
relatif horizontal dan 2 relatif vertikal (Gambar 4.2c).

Bab. 2. Landasan Teori

IV.2.3. Sesar geser mendatar (wrench fault)


Wrench fault merupakan jenis sesar yang pergerakannya di sepanjang
bidang vertikal (De Sitter, 1956). Sesar ini dapat dibedakan menjadi sesar geser
menganan (dextral fault) dan sesar geser mengiri. Jika pengamat melihat ke arah
bidang sesar, pergerakan blok yang mendekat dapat terjadi baik blok kanan yang
mendekat (dextral fault) maupun blok kiri yang mendekat (sinistral fault). Ada
sebutan yang berbeda di Amerika untuk jenis sesar ini, yaitu rifts dan strike-slip
faults yang digunakan untuk sesar besar dan tear faults yang digunakan untuk
sesar yang berdimensi lebih kecil. Akan tetapi, terminologi yang umum dipakai di
Inggris adalah wrench fault.
Sesar geser mendatar dibentuk oleh gaya yang bersifat kompresif. Gaya
yang berkedudukan vertikal adalah gaya menengah (2), sedangkan gaya terkuat
(1) dan terlemahnya (3) berkedudukan pada bidang horisontal. Pada umumnya
kondisi gaya yang berada di kerak bumi bagian atas akan menjadi kompresional
ataupun tensional yang menyudut. Gaya tensional pada arah horisontal akan
menjadi gaya terlemahnya, sedangkan gaya terkuat akan dihasilkan dari berat
batuan yang mengarah pada bidang vertikalnya. Sehingga akan dihasilkan sesar
turun. Dalam kasus gaya tekan horisontal yang menyudut dapat juga
menghasilkan baik wrench faults, jika gaya ekstensionalnya horisontal, maupun
thrust faults, jika gaya ekstensionalnya vertikal. Berdasarkan pada alasan tersebut
diharapkan thrust fault dapat dijumpai dekat dengan permukaan, sedangkan
wrench fault pada tempat yang lebih dalam (De Sitter, 1956).
Pergerakan pada sesar geser mendatar yang besar memberikan kesulitan
tersendiri untuk menyebutnya sebagai wrench fault. Ada beberapa alasan yang
sangat sulit untuk membuktikan apapun kecuali arah (strike) dari bidang sesar.
Yang pertama yaitu bahwa sesar ini dapat juga digantikan secara lateral oleh
thrust fault, dikarenakan keduanya merupakan produk dari gaya kompresi lateral.
Kedua yaitu bahwa bukti-bukti pergeseran umumnya berada di bawah permukaan
yang cukup dalam dan bahkan singkapan-singkapannya juga tertutup oleh
endapan aluvial, terjadi juga pada sesar dengan pergeseran yang kecil.

Bab. 2. Landasan Teori

Dalam De Sitter (1956) menyebutkan beberapa karakteristik dari sesar


geser mendatar, yaitu :
1. Singkapan sesar biasanya merupakan garis lurus.
2. Besar kemiringan (dip) bidang sesar sedikit berbeda dari bidan vertikal.
3. Sesar ini dapat merupakan breksi sesar atau milonit yang ada sepanjang
garis sesar.
4. Umumnya ekspresi topografinya sangat utama terjadi jika perpindahannya
kecil.
5. Besar pergeseran sepanjang bidang sesar sangat bervariasi dari beberapa
centimeter hingga ratusan kilometer.
6. Jika arah gaya utama diketahui dari interpretasi struktur lain (seperti arah
lipatan), maka arah sesar geser mempunyai selisih kurang dari 45 dari arah
gaya utamanya.
7. Panjang dari bidang sesar sangat bervariasi dari sesar yang sangat kecil
hingga ratusan kilometer.
8. Sesar ini dapat dibatasi dengan sesar naik berdasarkan dari sudut
obliquenya terhadap strike bidang sesar (rake).
9. Sesar geser mendatar dapat membentuk splay dan dapat dibedakan dengan
arah utamanya.
10. Pensesaran geser mendatar secara umum merupakan fase terakhir dalam
proses perlipatan.
11. Pergeseran vertikal (vertical throw) sepanjang bidang sesar sangat
bervariasi yang disebabkan karena adanya beberapa pembelokan sesar.
12. Pola en enchelon tidak umum dijumpai, tetapi umumnya wrench fault
disusun oleh sesar-sesar kecil yang paralel dengan karakter yang sama dengan
jumlah yang banyak.

Bab. 2. Landasan Teori

Gambar 4.2. Jenis-jenis sesar dan arah gaya pembentuknya, dengan 1> 2> 3. (a)
sesar turun, (b) sesar naik, dan (c) sesar geser mendatar (Hobbs, 1976).

Sesar tidak selalu menerus dan dapat berhenti pada suatu tempat.
Berhentinya suatu sesar dapat menyebabkan geometri dari sesar itu sendiri
berubah, sehingga akomodasi strain dapat terjadi. Selain itu sesar dapat
menghasilkan suatu transverse structures akibat adabya perubahan akomodasi
strain (Hobbs,et al, 1976).
Transverse structure merupakan suatu struktur yang melintang pada
tempat sesar berhenti karena adanya akomodasi strain yang berkaitan dengan
lengthening dan shortening. Proses pemendekan (shortening), biasa juga disebut
transpersion, akan menghasilkan struktur lipatan dan juga sesar naik (Gambar
4.3b). Sedangkan proses pemanjangan (lengthening) akibat adanya sesar geser
mendatar, biasa juga disebut transtension, akan menghasilkan struktur sesar turun
yang dapat membentuk graben (Gambar 4.3c).

Bab. 2. Landasan Teori

Gambar 4.3. Accomodation strain pada tempat pemberhentian sesar.


(a) Splay fault yang mencabang dari sesar utamanya. (b) Pemberhentian sesar yang membentuk
sesar naik dan lipatan atau transpersion. (c) Pemberhentian sesar yang membentuk sesar turun atau
transtension (Hobbs,et al, 1976).

IV.2.4. Model Gaya Pembentuk Sesar


IV.2.4.1 Model Moody and Hill
Model Moody and Hill ini pertama kali dikemukakan tahun 1956. Model
ini pada dasarnya membagi struktur geologi menjadi beberapa orde.
Apabila gaya dari orde 1 kuat maka akan menghasilkan gaya kompresi
untuk orde 2 dan orde 3 (Gambar 4.4). Tetapi apabila gaya dari orde 1 lemah,
maka hanya orde 1 saja yang akan terbentuk. Model ini dapat diterapkan pada
daerah dengan batuan yang homogen dan belum pernah terjadi struktur geologi.
Pemerapan model ini masih sangat sulit dikarenakan pada umumnya suatu
daerah pasti sudah pernah mengalami proses tektonik. Selain itu kesulitan dari
penerapan model ini juga dipengaruhi oleh faktor kehomogenitasan batuan
penyusun suatu daerah.
Pada Gambar 4.4 dijelaskan bahwa sesar ordo pertama yang bergerak
dekstral dan sesar komplementarinya akan membentuk sudut 30 terhadap arah
gaya utamanya. Pada sesar ordo pertama, arah gaya utama merupakan garis
pembagi kedua sesar, sehingga untuk ordo kedua dan ketiga besar sudut antara
arah sesar dengan garis pembaginya juga sebesar 30. Sedangkan lipatan ordo
pertama yang terbentuk akan tegak lurus terhadap gaya utamanya.

Bab. 2. Landasan Teori

Gambar 4.4. Model Moody and Hill (Moody and Hill, 1956 dalam Kampschuur, 1983)

Keterangan :
A. Primary stress direction
B. Primary 1st order wrench (right lateral)
C. Complementary1st order wrench (left lateral)
D. Primary fold direction
E. 2nd order fault
F. 2nd order drag fold
G. 3rd order

10

Bab. 2. Landasan Teori

IV.2.4.2 Model Harding ( Strain Stress Ellipsoid Model )


Strain stress ellipsoid model adalah sebuah model analisa struktur yang
dikemukakan oleh Harding pada tahun 1972 (Gambar 4.5). Model analisa struktur
ini digunakan untuk menentukan arah gaya kompresi pembentuk struktur, baik
kekar maupun sesar. Melalui model strain stress ellipsoid ini dapat diperkirakan
pula pada arah mana dapat terjadi normal fault dan thrust fault serta arah sumbu
lipatan. Arah dari normal fault akan sejajar dengan gaya kompresi utamanya, dan
sebaliknya thrust fault akan berarah tegak lurus degan gaya kompresi utamanya.
Model ini dapat diterapkan pada batuan yang heterogen.

Gambar 4.5. Strain Ellipse (Wilcox, Harding, dan Seely, 1972)

Dari model strain ellipse yang lebih dikenal dengan Model Harding
memberikan gambaran adanya sesar geser mendatar (wrenching fault) yang
mempunyai orientasi atau strike searah dengan sumbu XX. Sesar geser mendatar
dekstral akan menghasilkan gaya kompresi maksimum yang dapat disebut dengan
conjugate force (BB). Kompresi ini akan menghasilkan retakan yang dapat
berkembang menjadi sesar, yaitu CC yang membentuk sudut 10 hingga 30 dan
DD yang membentuk sudut 70 hingga 90 terhadap strike sesar. Kedua retakan
tersebut , CC dan DD, mempunyai sudut perpotongan antara 60 hingga 70.

11

Bab. 2. Landasan Teori

Garis AA merupakan sumbu panjang dari elips yang juga merupakan arah dari
gaya ekstesi (kompresi minimum).

12

Anda mungkin juga menyukai