Pendahuluan
Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang terdapat dua buah untuk tiap mata. Ia
dapat digerakkan untuk menutup mata, dengan ini melindungi bola mata terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik
atau kimiawi serta membantu membasahi kornea dengan air mata pada saat berkedip. Dalam keadaan terbuka,
kelopak mata memberi jalan masuk sinar ke dalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan. Membuka dan
menutupnya kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persarafannya masing-masing. 1
Ptosis adalah istilah medis untuk suatu keadaan dimana kelopak mata atas (palpebra superior) turun di bawah
posisi normal saat membuka mata yang dapat terjadi unilateral atau bilateral. 2,3,4,5 Posisi normal palpebra superior
adalah 2 mm dari tepi limbus atas dan palpebra inferior berada tepat pada tepi limbus bawah. 6
Kelopak mata yang turun akan menutupi sebagian pupil sehingga penderita mengkompensasi keadaan
tersebut dengan cara menaikkan alis matanya atau meng-hiperekstensikan kepalanya. Bila ptosis menutupi pupil
secara keseluruhan maka keadaan ini akan mengakibatkan ambliopia. Pada ptosis kongenital, selain menyebabkan
ambliopia, juga dapat menimbulkan strabismus.5
Kulit
Palpebra memiliki kulit yang tipis 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit disini sangat halus dan
mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya, juga terdapat sejumlah kelenjar keringat. 8
2.
Otot orbikularis
Otot skelet yang berfungsi untuk menutup mata. Otot ini terdiri dari lempeng yang tipis yang serat-seratnya
berjalan konsentris. Otot ini dipersarafi oleh nervus fasialis yang kontraksinya menyebabkan gerakan mengedip,
disamping itu otot ini juga dipersarafi oleh saraf somatik eferen yang tidak dibawah kesadaran. 8
3.
Tarsus
Jaringan ikat fibrous 25 mm, merupakan rangka dari palpebra. Didalamnya terdapat kelenjar meibom yang
membentuk oily layer dari air mata.8
4.
Septum Orbita
Terletak di bawah otot orbikularis post septalis pada kelopak mata atas dan bawah. Septum orbita ini adalah
jaringan ikat yang tipis, merupakan perluasan dari rima orbita.8
5.
Etiologi
Secara garis besar ptosis dapat dibedakan atas 2, yaitu :
1.
a. Faktor mekanik
Akibat berat yang abnormal dari palpebra dapat menyulitkan otot levator palpebra mengangkat palpebra. Hal ini
dapat disebabkan oleh inflamasi akut atau kronik berupa edema, tumor atau materi lemak yang keras, misalnya
xanthelasma.
b. Faktor miogenik
Ptosis pada satu atau kedua kelopak mata sering merupakan tanda awal myasthenia gravis dan kejadiannya diatas
95% dari kasus yang ada.
d. Faktor trauma
Trauma tumpul maupun tajam pada aponeurosis levator maupun otot levator sendiri juga menyebabkan ptosis. Pada
pemeriksaan histologik, defek terjadi karena adanya kombinasi faktor miogenik, aponeurotik dan sikatriks.
Perbaikan terkadang terjadi dalam 6 bulan atau lebih, jika tidak ada perbaikan maka tindakan pembedahan dapat
menjadi alternatif.
2.
Ptosis kongenital; akibat kegagalan perkembangan m.levator palpebra. Dapat terjadi sendiri maupun bersama
dengan kelainan otot rektus superior (paling sering) atau kelumpuhan otot mata eksternal menyeluruh (jarang). Hal
ini bersifat herediter.4
Insidens
Sampai saat ini insidens ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital dapat mengenai seluruh ras,
angka kejadian ptosis sama antara pria dan wanita. Ptosis kongenital biasanya tampak segera setelah lahir maupun
pada tahun pertama kelahiran.3
Klasifikasi
Berdasarkan kejadiannya, ptosis dibagi atas :12
A.
1.
Kongenital
Bila cukup berat dapat menyebabkan ambliopia dan harus segera ditangani dengan pembedahan. Dapat menyertai
Marcus Gunn syndrome (kelainan nervus III dan nervus V), dimana kontraksi m.levator palpebra terjadi bila rahang
membuka ke samping pada sisi yang berlawanan.
B.
2.
Bilateral : infantile myastenia gravis atau anak dari ibu yang menderita MG.
3.
Ptosis yang menyertai Sturge Weber, von Recklinghausen syndrome dan alkohol fetal syndrome.
Didapat (acquired)
1.
Terkait dengan penyakit muskular, kelainan neurologis, faktor mekanik. Pada beberapa kasus memerlukan
penanganan secepatnya.
2.
Myastenia Gravis
3.
Botulinism
4.
Paralysis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi vaskular.
5.
Distrofi miotonik.
6.
7.
Classification
Mild
Moderate
Severe
Gambaran Klinik
Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak mata atas dengan atau tanpa riwayat
trauma lahir, paralisis n. III, horner syndrom ataupun penyakit sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya disertai
dengan ambliopia sekunder.3
Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang karena mata bagian atas tertutup oleh
palpebra superior. Pada kasus lain, beberapa orang (utamanya pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi
dengan cara memiringkan kepalanya ke belakang (hiperekstensi) sebagai usaha untuk dapat melihat dibalik palpebra
superior yang menghalangi pandangannya. Biasanya penderita juga mengatasinya dengan menaikkan alis mata
(mengerutkan dahi). Ini biasanya terjadi pada ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup seluruhnya, dapat terjadi
ambliopia.1,14,15
Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-lahan tapi progresif yang akhirnya menjadi
komplit.15
Gambar 3. Jatuhnya kelopak mata atas adalah keluhan utama pasien ptosis16
Ptosis pada myasthenia gravis onsetnya perlahan-lahan, timbulnya khas yaitu pada malam hari disertai
kelelahan, dan bertambah berat sepanjang malam. Kemudian menjadi permanen. Ptosis bilateral pada orang muda
merupakan tanda awal myasthenia gravis.5,15
Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak penderita lahir, namun kadang pula manifestasi klinik
ptosis baru muncul pada tahun pertama kehidupan. Kebanyakan kasus ptosis kongenital diakibatkan oleh suatu
disgenesis miogenic lokal. Bila dibandingkan dengan otot yang normal, terdapat serat dan jaringan adipose di dalam
otot, sehingga akan mengurangi kemampuan otot levator untuk berkontraksi dan relaksasi. Kondisi ini disebut
sebagai miogenic ptosis kongenital. 3
Pada kepustakaan lain digambarkan juga perbedaan klinik antara congenital myogenic and neurogenic ptosis
dan congenital aponeurotic ptosis. 3
Gejala
Berkurang
Kelopak
pandangan
mata
mengikuti
arah
Normal
Kelopak mata jatuh
Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan fisis pada pasien ptosis dimulai dengan empat pemeriksaan klinik : 17
1.
2.
Margin-reflex distance
3.
4.
Levator function
5.
Bells Phenomenon
9,5
+4
8
15
7,5
+2
11
14
1.
Margin-Reflex Distance
Jarak ini merupakan jarak tepi kelopak mata dengan reflek cahaya kornea pada posisi primer, normalnya 4
mm. Refleks cahaya dapat terhalang pada kelopak mata pada kasus ptosis berat dimana nilainya nol atau negatif.
Bila pasien mengeluh terganggu pada saat membaca maka jarak refleks-tepi juga harus diperiksa. 17
3.
4.
Levator Function
Untuk mengevaluasi fungsi otot levator, pemeriksa mengukur penyimpangan total tepi kelopak mata, dari
penglihatan ke bawah dan ke atas, sambil menekan dengan kuat pada alis mata pasien untuk mencegah kerja otot
frontalis. Penyimpangan normal kelopak atas adalah 14-16 mm. Sebagai tambahan, jarak refleks kornea - kelopak
mata dan jarak tepi kelopak atas-lipatan kelopak atas diukur. 17
6.
Bells Phenomenon
Penderita disuruh menutup/memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa membuka kelopak mata atas, kalau bola
mata bergulir ke atas berarti Bells Phenomenon (+).
Jarak penyimpangan fungsi kelopak mata :17
Sedang : 5-8 mm
Photograph with this patient looking down, a ruler is used to measure the motion of the eyelid with the forehead
muscles blocked.
Photograph with the patient looking up with the thumb blocking the frontalis forehead muscle's contribution to the
eyelid.
Gmbar 4. Cara pengukuran fungsi otot levator13
Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun untuk mengetahui adanya
kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut kiranya dapat dilakukan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan mata dibutuhkan misalnya bila untuk melihat adanya massa tumor yang
menyebabkan terjadinya ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya misalnya pada
pupil yang abnormal. 3,14
Diagnosis
Diagnosis ptosis tidak sulit untuk ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan yang tepat
maka selain diagnosis, juga dapat diketahui causa dari ptosis dan derajat beratnya ptosis sehingga dapat ditentukan
tindakan dan penanganan yang tepat.
Penatalaksanaan
Apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual seperti
ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi. 1,3
Penanganan ptosis pada umumnya adalah pembedahan. Pada anak-anak dengan ptosis tidak memerlukan
pembedahan secepatnya namun perlu tetap diobservasi secara periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila
telah terjadinya ambliopia, pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika hanya untuk memperbaiki
kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan dapat ditunda hingga anak berumur 3-4 tahun.12,14
Indikasi pembedahan6
1.
Fungsional
Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai ptosis pada anak-anak.
2.
Kosmetik
Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi pandangan hanya mungkin jika fungsi levator tidak
terganggu.
2.
3.
4.
Myasthenia gravis
Prinsip-Prinsip Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan anestesi lokal. Pada ptosis ringan,
jaringan kelopak mata yang dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar pembedahan ptosis yaitu memendekkan otot
levator palpebra atau menghubungkan kelopak mata atas dengan otot alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya
dilaksanakan hanya setelah ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa pembedahan
memiliki banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan sebelumnya dengan ahli bedah yang akan menangani pasien
tersebut.14
1.
Ptosis kongenital ringan (1,5-2 mm) dengan fungsi levator yang masih baik (8 mm atau lebih) : reseksi 10 13 mm.
2.
3. Ptosis kongenital berat (4 mm atau lebih) dengan fungsi yang kurang sampai buruk : reseksi 22 mm atau lebih atau
lakukan sling frontalis
Advancement of the levator aponeurosis atau Tucking19
Prosedur ini biasanya diindikasikan pada ptosis di dapat (acquired). Juga dapat dilakukan pada ptosis kongenital.
Sebelum Pembedahan
Setelah Pembedahan
Frontalis sling
Pada kasus ptosis berat dengan fungsi palpebra 1-2 mm, frontalis sling merupakan pendekatan yang paling baik. 18
Kebanyakan operasi ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau otot-otot tarsus superior (atau
keduanya). Banyak cara, dari kulit maupun dari konjungtiva, kini dipakai. Pada tahun-tahun terakhir ini, titik berat
diletakkan pada keuntungan membatasi operasi pada perbaikan dan reseksi aponeurosis levator, terutama pada
ptosis yang didapat.6
Pasien dengan sedikit atau tanpa fungsi levator memerlukan sumber pengangkatan alternatif.
Menggantungkan palpebra pada kening (alis) memungkinkan pasien mengangkat palpebra dengan bantuan gerak
alami muskulus frontalis. Fascia lata autogen biasanya dianggap sebagai alat terbaik untuk menggantung. 6
Prognosis
Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.3
Ptosis kongenital tipe mild dan moderate dapat mengalami perbaikan seiring dengan waktu tanpa
komplikasi yang berat.
Ptosis kongenital yang menyebabkan hambatan penglihatan sebaiknya segera ditangani dengan
pembedahan
Preventive
Tidak terdapat tindakan preventive untuk mencegah terjadinya ptosis.14
Daftar Pustaka
1.
Ilyas, Sidharta (ed). Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta. 2002; hal : 57,73-5.
2.
3.
Suh, Donny Wun. Ptosis, Congenital. Editor(s) : Michael J Bartiss, Donald S Fong, Mark T Duffy, Lance L Brown,
Hampton Roy. Department of Ophthalmology, University of Nebraska Medical Center. Avaiable at
http://www.emedicine.com/ ph/topic345. Last update : November 13, 2003.
4.
5.
Vaugham, Daniel. Ptosis. Dalam General Opthalmology. edisi 9, lange Medical Publications, California, 1980, hal : 50
6.
Vaughn, Daniel. Blepharoptosis. Dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta. 2000; hal : 86-7.
7.
Ilyas, Sidharta. Anatomi Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta. 1998; hal :1
8.
Koswandi, Arthur., Lianury, Robby N. Mata. Dalam Histologi. Jilid 4. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Ujung Pandang. hal : 126-7.
9.
10. Miller, Stephen. Disease Of The Ednexa Of The Eye. Dalam Disease Of The Eye (Parsons). Churchchill Livingstone.
London. 1978; hal : 524.
11. Newman, Steven A. Eyelid Malposition and Involutional Changes. Dalam Basic And Clinical Science Course-Orbit,
Eyelids, and Lacrimal System. Bagian 7. The Foundation Of The Academy Of Oftalmology, San Fransisco, 2001,
hal : 190,191,200 dan 204
12. -. Ptosis. Available at http://pedclerk.bsd.uchicago.edu/ptosis.html.
13. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper eyelid). American Board of Plastic Surgery.
Available at http://www.plasticsurgery4u.com /procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.html. Last
update : Januari 8, 2004.
14. Stonely, Dorothy Elinor. Ptosis. The Thompson Corporation. Available at http://www.ehendrick.org/healthy /001140.htm.
2003.
15. Doyle, Martin. Disease Of The Eyelid. Dalam A Synopsis Of Ophthalmology. A John Wright & Sons LTD Publication.
Chicago. 1975; hal : 147
16. -. Ptosis : Drooping of The Upper Eyelid. Medical Marketting. Physicians Advertising & Promotion. Availabe at
http://www.oculo-doc.com/myasthenia_gravis_ptosis.htm
17. Newman, Steven A. The Pasient With Eyelid or Facial Abnormalities. Dalam Basic And Clinical Science Course-Neuro
Opthalmology. Bagian 5. The Foundation Of The American Academy Of Ophthalmology. San Fransisco. 2001;
hal : 263.
18. Evans, N.M. The Eyelids. Dalam Opthalmology. Oxford University Press. Oxford. 1995; hal : 17-20
19. Sparth, George L. Plastic Surgery. Dalam Opthalmic Surgery. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1982; hal : 582589.
20. Bermant Michael. Eyelid Ptosis (drooping of upper eyelid) Plastic Surgery. American Board of Plastic
Surgery. Available at http://www.plasticsurgery4u.com/ procedure folder/eyelid_recon_folder/eyelid_ptosis.html.
Last update : Januari 8, 2004.