Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Melon
Melon

termasuk

keluarga

tanaman

labu-labuan

(Cucurbitaceae).

Kedudukan tanaman melon dalam sistematika tumbuhan, diklasifikasikan sebagai


berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub-divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Cucurbitales

Family

: Cucurbitaceae

Genus

: Cucumis

Spesies

: Cucumis melo L.

(Rukmana, 1994)

Tanaman melon mirip dengan tanaman ketimun. Merupakan tanaman


semusim dengan akar menyebar tetapi dangkal, menjalar di tanah atau
ditambatkan pada lanjaran/turus bambu. Tanaman ini juga mempunyai banyak
cabang (Tjahjadi, 1989).
Melon dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bila ditanam di tempat
yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman melon. Faktor tanah, iklim dan air
sangat mempengaruhi pertumbuhan melon. Tanaman melon membutuhkan tanah
yang subur yang kaya akan unsur hara tanah. Keadaan iklim seperti suhu, curah
hujan, sinar mata hari, kelembaban, ketinggian tempat. Air mutlak diperlukan

Universitas Sumatera Utara

tanaman melon sebagai pengangkut unsur hara dari dalam tanah ke bagian atas
tanaman, tanaman melon sangat peka terhadap air yang menggenang sehingga
sistem drainase pada lahan melon harus mendapat perhatian utama (Prajnanta,
1997; Tjahjadi, 1987).
Berdasarkan penampilan kulit buahnya, melon digolongkan menjadi
melon tipe berjaring (netted melon) dan tipe tanpa jaring (winter melon).
a. Tipe melon berjaring (netted melon)
Tipe ini mempunyai ciri-ciri kulit buahnya tebal, keras, kasar, berjaring
dan tahan lama. Tipe netted melon terdiri dari dua tipe yaitu musk melon
(Cucumis melo var. reticulatus) (contoh: melon sky rocket) dan cantaloupe
(Cucumis melo var. cantelupensis) (contoh : melon rock).
b.

Tipe melon tanpa jaring (winter melon)


Melon tipe ini berkulit buah tipis, halus, mengkilap dan umumnya kurang

tahan lama disimpan. Contoh tipe winter melon adalah casaba melon (Cucumis
melo var. inodorous) (Contoh: melon Honey Dew) (Rukmana, 1994).
2.2

Manfaat Buah Melon


Melon (Cucumis melo) merupakan salah satu buah yang banyak

disediakan dalam setiap jamuan makan sebagai hidangan pencuci mulut. Rasa
melon yang khas menjadikan buah ini semakin digemari hampir segenap lapisan
masyarakat. Melon saat ini tidak hanya dikonsumsi sebagai buah segar saja.
Selain sebagai buah meja, melon juga dihidangkan dalam bentuk jus melon di
restoran-restoran. Berbagai produk makanan maupun minuman, seperti sirup dan
permen, menyajikan melon sebagai pilihan rasa. Bahkan anak-anak mulai
dimanjakan produsen susu cair dengan adanya susu cair dengan rasa melon. Bagi

Universitas Sumatera Utara

ibu-ibu atau gadis-gadis yang biasa peduli dengan sabun kecantikan, saat ini di
pasar swalayan telah tersedia sabun kecantikan dengan aroma khas melon
(Prajnanta,1997).
Melon menjadi salah satu buah sumber energi karena mengandung kalori,
lemak, dan karbohidrat yang cukup tinggi. Kandungan vitamin C pada melon akan
mencegah terjadinya sariawan dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap
penyakit (Prajnanta,1997).
Di samping lezat, renyah dan menyegarkan, buah melon juga mengandung
gizi yang cukup tinggi dan komposisinya lengkap. Kandungan gizi buah melon
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1: Kandungan dan komposisi gizi buah melon per 100 gram bahan
Komposisi Gizi
Banyaknya(Jumlah)
22,0 kal
Energi
0,60 g
Protein
0,10 g
Lemak
5,30 g
Karbohidrat
Serat
0,30 g
0,50 g
Abu
12,00 mg
Kalsium
30,00 mg
Fosfor
183,00 mg
Kalium
Zat besi
0,50 mg
Natrium
6,00 mg
Vitamin A
2.140,00 SI
Vitamin B1
0,03 mg
Vitamin B2
0,02 mg
Vitamin C
35,00 mg
Niasin
0,80 mg
Air
93,50 g
Sumber : Food and Nutrition Research Center. Handbook No. 1 Manila
(1964).

Universitas Sumatera Utara

2.3

Vitamin
Vitamin merupakan suatu senyawa organik yang sangat diperlukan tubuh

untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak


dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus
diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Sebagai perkecualian adalah
vitamin D, yang dapat dibuat dalam kulit asalkan kulit mendapat cukup
kesempatan kena sinar matahari (Winarno, 2002).
Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang dapat
larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin yang larut
dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang dapat larut
dalam lemak adalah vitamin A,D,E dan K, serta provitamin A yaitu -karoten.
Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-sayuran dan buah-buahan
(Sudarmadji, 1989).
2.3.1

Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan

rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih,
tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192C. Senyawa ini
bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C sangat mudah larut
dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1
g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam
benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam
bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan
cahaya (Andarwulan, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini (Ditjen
POM, 1995):

Gambar 1. Rumus Bangun Vitamin C


Vitamin C (Asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap pengaruhpengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar
air, dan katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktivan sebagai vitamin C. Asam
dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih
lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktivan vitamin C lagi
(Andarwulan, 1992).

Asam askorbat

Asam Dehidro
Askorbat

Asam diketogulonat

Asam
Oksalat

Gambar 2. Reaksi Oksidasi Vitamin C (Silalahi, 1985).

Universitas Sumatera Utara

Vitamin C dapat ditemukan di alam hampir pada semua tumbuhan


terutama sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Karena itu
sering disebut Fresh Food Vitamin (Budiyanto, 2004).
Jumlah vitamin C yang terkandung dalam tanaman tergantung pada
varietas dari tanaman, pengolahan, suhu, masa pemanenan dan tempat tumbuh
(Counsell, 1981).
2.3.2

Fungsi Vitamin C
Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen.

Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari
jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan mempercepat proses penyembuhan
(Wardlaw, 2003).
Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan atau
skorbut. Bila terjadi pada anak (6-12 bulan), gejala-gejala penyakit skorbut ialah
terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi, dan demam. Pada anak yang
giginya telah keluar, gusi membengkak, empuk dan terjadi pendarahan. Pada
orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan
vitamin C dalam makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan perdarahan
pada gusi, gingivalis, kaki menjadi empuk, anemia dan deformasi tulang. Akibat
yang parah dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas (Winarno,
2002).
Kebutuhan harian vitamin C bagi orang dewasa adalah sekitar 60 mg,
untuk wanita hamil 95 mg, anak-anak 45 mg, dan bayi 35 mg, namun karena
banyaknya polusi di lingkungan antara lain oleh adanya asap-asap kendaraan

Universitas Sumatera Utara

bermotor dan asap rokok maka penggunaan vitamin C perlu ditingkatkan hingga
dua kali lipatnya yaitu 120 mg (Silalahi, 2006).
2.4

Metode Penetapan Kadar Vitamin C


Ada beberapa metode dalam penentuan kadar vitamin C yaitu:

a. Metode titrasi iodimetri


Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium dimana dalam hal ini potesial
reduksi iodum +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang
lebih kecil ( +0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat dilakukan titrasi
langsung dengan iodium (Andarwulan, 1992; Rohman, 2007).
Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri ini dilakukan dengan
menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman
pada saat tercapainya titik akhir titrasi (Rohman, 2007).
Menurut Andarwulan (1992), metode iodimetri tidak efektif untuk
mengukur kandungan vitamin C dalam bahan pangan, karena adanya komponen
lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut
mempunyai titik akhir yang sama dengan warna titik akhir titrasi vitamin C
dengan iodin.

Asam askorbat

Asam dehidroaskorbat

Gambar 3. Reaksi antara vitamin C dan Iodin (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

b. Metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol


Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan
berwarna biru sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda.
Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan
menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit
saja sudah akan terlihat terjadinya warna merah muda (Sudarmadji, 1989).
Titrasi dan ekstraksi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena
banyak faktor yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat
penyiapan sampel atau penggilingan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan
menggunakan asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam
oksalat. Penggunaan asam-asam di atas juga berguna untuk mengurangi oksidasi
vitamin C oleh enzim-enzim oksidasi yang terdapat dalam jaringan tanaman.
Selain itu, larutan asam metafosfat-asetat juga berguna untuk pangan yang
mengandung protein karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C yang
terikat dengan protein . Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang
lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa. (Andarwulan, 1992;
Counsell, 1981).
Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak
digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini
lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak
mengganggu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan
praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Untuk perhitungan

Universitas Sumatera Utara

maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan


vitamin C standar (Andarwulan, 1992; Ranganna, 2000; Sudarmadji, 1989).

Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol


c. Metode Spektrofotometri Ultraviolet
Metode ini berdasarkan kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air
untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang gelombang maksimum pada
265 nm dan A11 = 556a . Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali
mengalami kerusakan, maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan secepat
mungkin. Untuk memperbaiki hasil pengukuran, sebaiknya ditambahkan senyawa
pereduksi yang lebih kuat daripada vitamin C. Hasil terbaik diperoleh dengan
menambahkan larutan KCN (sebagai stabilisator) ke dalam larutan vitamin
(Andarwulan, 1992; Moffat, 2005).
2.5

Analisis Kembali Vitamin C yang Ditambahkan pada Sampel


(Analisis Recovery)
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis dengan

kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan


kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Kecermatan (Recovery) ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi


(Spiked placebo recovery) dan metode penambahan baku (Standard addition
method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke
dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran
tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang
ditambahkan (kadar analit sebenarnya). Dalam metode penambahan baku
dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada
sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan
kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan
tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004; USP, 2007).
Rumus perhitungan persen Recovery:
% Recovery =

BA
C

X 100 %

Keterangan: A = Kadar vitamin C sebelum penambahan baku vitamin C


B = Kadar vitamin C setelah penambahan baku vitamin C
C = Kadar vitamin C baku yang ditambahkan
2.6

Analisis Data Secara Statistik

2.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan


Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap satu
macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila
dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti
sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang
(Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Untuk memastikan hasil yang sangat menyimpang ditolak atau diterima,


perlu dilakukan analis is data secara statistika. Pada taraf kepercayaan 95% ( =
0,05), hasil analisis ditolak jika Qhitung > Qtabel (Rohman, 2007).
2.6.2

Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis


Uji presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada
sampel. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif (Relative Standard
Deviation) atau koefisien variasi (Harmita, 2004).
Rumus perhitungan persen RSD (Harmita, 2004):
% RSD =

SD
100%
X

Keterangan: SD = standar deviasi


X = kadar rata-rata sampel

Data hasil perhitungan koefisien variasi (%RSD) dapat dilihat pada


Lampiran 13, halaman 53.
2.6.3

Pengujian Beda Nilai Rata-Rata


Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel,

maka dilakukan uji beda rata-rata kadar sampel yang diuji dengan uji F
menggunakan software SPSS. Data berbeda secara signifikan jika F
dan data tidak berbeda secara signifikan jika F

hitung

< F

tabel.

hitung

>F

tabel

Jika data yang

diperoleh berbeda secara signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis Duncan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai