Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

KOMUNIKASI
Komunikasi Budaya Tinggi dan Rendah antara Budaya Sunda
dan Budaya Batak

OLEH :
I PUTU ERI JUNIARTA

13120706035

PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN, SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS DHYANA PURA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi erat kaitannya dengan budaya. Ketika proses komunikasi berlangsung, maka
dalam proses itu pula diperngaruhi oleh budaya yang dianut baik komunikator maupun
komunikan. Pada kenyataannya, komunikator dan komunikan tidak memegang budaya yang
sama. Ketika itulah manusia berkomunikasi melintasi budaya yang berbeda. Andrea I. Rich dan
Dennis M. Ogawa dalam bukunya intercultural communucation, A Reader bahwa komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar
suku bangsa, etnis, ras dan kelas sosial(Samovar&Porter,1976). Samovar dan Porter juga
menjelaskan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi diantara produsen pesan dan penerima pesan
yang latar belakang kebudayaannya berbeda.
Fenomena yang sedang berkembang saat ini di Cianjur adalah semakin banyaknya
pendatang yang berasal dari suku Batak. Perkembangan orang batak di Cianjur dapat dilihat dari
semakin banyaknya komplek permukiman yang penduduknya hampir seluruhnya orang Batak.
Sebuah kavling biasanya terdiri dari 10-20 rumah. Selain berkembangnya kavling batak, saat ini
juga banyak kegiatan ibadah yang dilakukan diberbagai tempat dari mulai rumah warga hingga
ruko yang diubah fungsinya menjadi gereja. Sedangkan, Orang Sunda khususnya Cianjur dikenal
dengan religiusitas muslim yang tinggi. Cianjur diidentikkan kota santri karena banyaknya
pesantren didaerah ini. Sedangkan orang batak sendiri mayoritas beragama kristen dan pada
umumnya memegang teguh agamanya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hambatan dan solusi dalam komunikasi budaya Batak (tinggi)?
2. Bagaimana hambatan dan solusi dalam komunikasi budaya Sunda (rendah)?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui hambatan dan solusi dalam komunikasi budaya Batak (tinggi)
2. Mengetahui hambatan dan solusi dalam komunikasi budaya Sunda (rendah)

BAB II
PEMBAHASAN
Teori Low Context Culture & High Context Culture yang dikemukakan oleh Edward T. Hall
didasari teori individual & collectivism. Low context culture terdapat pada masayrakat yang
menganut budaya individual, sedangkan High context culture terdapat pada masyarakat yang
menganut budaya individual. Edward T. Hall (1973) menjelaskan perbedaan konteks budaya
tinggi dan konteks budaya rendah. Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks
tinggi, yaitu kebanyakan pesan bersifat implisit tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang
sebenarnya tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi suara, gerakan tangan,
postur badan, ekspresi wajah, tatapan mata atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan
ruangan, benda-benda dan sebagainya). Pernyataan verbalnya bisa berbeda atau bertentangan
dengan pesan nonverbal.
Konteks budaya rendah ditandai dengan pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung,
lugas dan terus terang. Pada budaya konteks rendah mereka mengatakan maksud (They say what
they mean) dan memaksudkan apa yang mereka katakan (they mean what they way)
Faktor

High-context culture (Budaya Tinggi)

Low-context culture (Budaya Rendah)

Pola
Komunikasi

Banyak menggunakan metafora pesan-pesan


yang implisit. Tidak to the point
Orang sunda sangat kental dengan pola
komunikasi yang tidak to the point dengan
kata-kata halus dan cenderung mengarah ke
basa-basi dalam rangka menjaga kesopanan dan
perasaan lawan bicara agar tidak tersinggung.

Pesan yang disampaikan to the point


tidak berputar-putar
Orang Batak berbicara dengan logat keras,
ceplas ceplos dan to the point. hal ini
cerminan dari kejujuran dan ketegasan
dengan prinsip/ falsafah hidupLamotlamot hata ni Begu, Risi-risi hata ni
Jolmaartinya orang harus berbicara apa
adanya walaupunkadang menyakitkan tapi
merupakan pesan untuk hidup yang yang
lebih baik.

Sikap diri
Menerima/menyikapi kesalahan yang terjadi
apabila terjadi sebagai kesalahan pribadi, cenderung untuk
kesalahan
menginternalisasi banyak hal
budaya orang sunda sudah indentik dengan hal
hal yang lembut dan halus dan cenderung mau
mengalah

Menilai kesalahan terjadi karena faktor


eksternal/orang lain
Orang batak dikenal dengan perwatakan
orangnya yang keras dan tidak mau
mengalah.

Penggunaan
komunikasi
nonverba

cenderung untuk menggunakankomunikasi


verbal daripada non-verbal
Budaya orang batak yang cenderung

Menggunakan komunikasi non-verbal dengan


ekstensif.
Orang Sunda relatif lebih menggunakan

komunikasi nonverbal. Seperti gerakan


tangan,anggukan kepala dan diam.

berbicara secara tegas dan langsung pada


pokok masalah menjelaskan pentingnya
penggunaan komunikasi verbal

Ekspresi

reserved, mendem jero, ilmu padi(semakin


ekspresif, kalau tidak suka/tidak
berisi semakin merunduk rendah hati.
setujuterhadap sesuatu akan
Orang sunda lebih senang memendam perasaan disampaikan,tidak dipendam
bersifat pemalu dan terlalu perasa secara
suku bangsa Batak Toba tidak lepas dari
emosional dan terkesan agak penurut kepada
budayanya yaitu terbuka dalam segala hal.
orang lain. Termasuk ketika marah, orang sunda Diam diartikan menolak atau tidak setuju
lebih banyak diam dibandingkan
dalam budaya batak mencerminkan
mengungkapkan marahnya secara verbal.
pentingnya ekpresi mengenai persetujuan
lebih orang sunda dikenal lebih kalem dan tidak
banyak berbicara. Diam dalam budaya sunda
diartikan sebagai persetujuan

Orientasi
kepada
kelompok

Pemisahan yang jelas antaraKelompok saya VS


bukan kelompok saya.
Budaya Batak lebih memiliki orientasi pada
kelompok lebih tinggi. Tercermin dengan
adanya marga dalam kelompok kekerabatan
yang sangat dipegang teguh.apabila merantau
memegang prinsi halak hita atau mencari
sesama orang batak sendiri

Ikatan
kelompok

Memiliki ikatan kelompok yang sangat kuat,


Cenderung untuk tidak memiliki ikatan
baik itu keluarga maupun kelompok masyarakat kelompok yang kuat- lebih individual
Pandangan orang Batak terhadap marganya
mencerminkan kuatnya ikatan kelompok dalam
masyarakat batak, termasuk menentukan
pasangan hidup yakni tidak boleh berasal dari
marga yang sama.

Terbuka tidak terikat dalam satu kelompok,


bisa berpindah-pindah sesuai kebutuhan
Masyarakat Sunda cenderung luwes dalam
melihat perbedaan dalam kelompoknya dan
luar kelompoknya dengan menjadikan
kelompok lain sebagai referensi untuk
menilai kelompoknya. Selain itu pola
hubungan tetap terbangun diantara
kelompoknya dan kelompok lain.

Masyarakat Sunda memiliki sifat pertalian yang


kuat dalam masyarakat. Jalinan kekerabatan dan
silaturahmi yang selalu terjaga menjadi modal
orang Sunda dalam kehidupan bermasyarakat.
Komitmen
terhadap
Hubungan
dengan sesama

Komitmen yang tinggi terhadap hubungan jangka


panjang-hubungan baik lebih penting daripada
hubungan tugas/pekerjaan

Komitmen yang rendah terhadap hubungan


antar sesama- hubungan tugas/pekerjaan lebih
penting dari hubungan baik

Orang Sunda dikenal dengan sistem kekerabatannya Orang Batak lebih mengutamakan
yang kental. Sikap saling mengenal, saling bahutugas/pekerjaan. Dalam bahasa Batak Toba
membahu (gotong-royong) menjadi ciri dari
dikenal dengan hosom (dendam), elat(dengki,

masyarakat Sunda. Dalam memandang persepsi


tugas dan relasi, masyarakat Sunda lebih cenderung
mengutamakan relasi sosial dan menjadikannya
sebagai media untuk melaksanakan tugas secara
bersama-sama (gotong-royong)
Fleksibilitas
Waktu bukanlah sebuah titik, melainkan sebuah
terhadap waktu garis-proses lebih penting daripada hasil akhir
Budaya batak lebih disiplin mengenai waktu.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

iri), late (dengki, iri) dan teal (sombong)


sehingga orang batak memiliki sifat kompetitif
dan daya saing yang tinggi. Dengan demikian
orang batak pun dinilai lebih profesional.

Waktu adalah sebuah titik, jika tidak


dimanfaatkan dengan baik akan terbuang
percuma-hasil akhir lebih penting daripada
proses.
Konsep waktu dalam masyarakat Sunda
cenderung kurang terorganisir dan bersifat
luwes

Budaya Batak memiliki kecenderungan dominasi Low Context Culture daripada High Context
Culture. Sedangkan Budaya Sunda memiliki kecenderungan dominasi High Context Culture
dibandingkan Low Context Culture.
3.2 Saran:
Saran yang dapat diberikan adalah :
1. Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia. Komunikasi akan berhasil bila terjadi
komunikasi pribadi (person to person) bukan antara kelompok saja.
2. Menghormati budaya lain apa adanya, bukan sebagaimana kita kehendaki. Sebuah budaya
adalah cara hidup yang telah dijalankan orang sehingga mereka hidup menurut kehendak
mereka. Tidak ada kebudayaan yang tidak baik, oleh karena itulah semuanya perlu dihormati.
Dengan mengurangi etnosentrisme dan tidak menganggap budaya sendiri lebih tinggi dari
budaya orang lain.
3. Menghormati hak anggota budaya lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak.
Dengan memandang orang lain tidak dari perspektif budaya kita, namun berfikir bahwa
seseorang bertindak dengan baik menurut budaya yang dianutnya walaupun berbeda bahkan
bertentangan dengan budaya kita. Memahami budaya lain seperti orang sunda memahami
intonasi keras orang batak yang tidak selalu berarti marah.

Daftar Pustaka
http://fernandezsilaban14.blogspot.com/2013/05/orang-batak-yang-kasar-kata-nya.html
http://pepyteknokra.wordpress.com/2010/01/10/analisis-kebudayaan-suku-sunda-kecendrungansikap-dan-prilaku-yang-mengarah-pada-kebudayaan-lcc-atau-hcc/

Anda mungkin juga menyukai