PENDAHULUAN
retinomotor melalui
pengamatan proses adaptasi cahaya (light adaptation process) pada kondisi alami
dilakukan melalui pengamatan posisi sel kon (cone cell) dan pigmen. Ikan teri
memiliki sifat fototaxis positif, yaitu ikan teri cenderung akan bergerak ke arah
sumber cahaya. Sifat ikan teri tersebut dapat dimanfaatkan untuk efektifitas
penangkapan.
Menurut Gunarso (1985), ada jenis ikan yang bersifat fototaxis positif, yaitu
bahwa ikan akan bergerak ke arah sumber cahaya karena rasa tertariknya, sebaliknya
beberapa jenis ikan bersifat fototaxis negatif yang memberikan respon dan tindakan
yang sebaliknya dengan yang bersifat fototaxis positif. Karena adanya sifat fototaxis
positif ini, maka ada beberapa jenis ikan ekonomis penting yang dapat dipikat dengan
cahaya buatan pada malam hari. Bagi beberapa ikan bahwa adanya cahaya juga
merupakan indikasi adanya makanan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ikan
yang dalam keadaan lapar akan lebih mudah terpikat oleh adanya cahaya daripada
ikan yang dalam keadaan tidak lapar. Bahkan adakalanya ikan-ikan tersebut akan
muncul ke permukaan, ke arah cahaya dengan tiba-tiba walaupun mungkin setelah
selang beberapa menit ikan akan menyebar dan meninggalkan tempat tersebut.
Respon ikan muda terhadap rangsangan cahaya adalah lebih besar daripada respon
ikan dewasa dan setiap jenis ikan mempunyai intensitas cahaya optimum dalam
melakukan aktifitasnya.
Penelitian mengenai tingkah laku dan respon retinomotor ikan-ikan pelagis
pada bagan informasinya sangat kurang, sementara data tersebut sangat penting
untuk mengetahui lama waktu pencahayaan selama operasi penangkapan ikan. Bila
dihubungkan dengan lama waktu pengangkatan jaring pada bagan, dimana nelayan
mengangkat jaring pada saat melihat ikan berkumpul di bawah lampu dan pada waktu
itu lama penyinaran cahaya terlalu singkat, atau baru sebentar ikan datang berkumpul
disekitar lampu, dapat menyebabkan kurang efektifnya proses penangkapan. Hal ini
disebabkan karena ikan belum nyaman berada di bawah lampu atau berada di atas
jaring. Begitupun bila terlalu lama penyinaran lampu pada kelompok ikan akan
menyebabkan ikan-ikan mengalami kejenuhan berada di bawah cahaya lampu, hal ini
dikarenakan adanya respon maksimum terhadap rangsangan cahaya yang diberikan.
Dari uraian tersebut di atas, pada ikan teri (Stolephorus sp) masih diperlukan
penelitian pada skala laboratorium, untuk mengetahui tingkah lakunya dan berapa
lama pencahayaan yang diberikan pada ikan teri baru teradaptasi cahaya secara
sempurna. Menurut Notanubun (2010), studi terhadap besarnya nilai intensitas cahaya
yang mampu menarik ikan pada setiap jenis ikan perlu dilakukan. Hal ini penting,
selain agar ikan target tepat berada dalam area penangkapan, juga untuk menghindari
pengurasan ikan tangkapan dan pemborosan biaya penangkapan. Sebab tidak jarang,
dalam operasi penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya ikan-ikan yang belum
layak ditangkap (belum memijah) atau bahkan masih juvenil ikut tertangkap sebagai
hasil tangkapan ikan sampingan, bila ini dilakukan terus-menerus, maka kerusakan
sumberdaya ikan tinggal menunggu waktunya.
Menganalisis berapa lama pencahayaan yang diberikan pada ikan teri (Stelopherus
berdasarkan fisiologi dan histologi penglihatan dalam merespon alat tangkap yang
dapat digunakan dalam menentukan startegi penangkapan serta kaitan untuk
pengembangan alat tangkap agar efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
1.4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Awal Maret Akhir Oktober 2015,
pengambilan sampel dilakuakan di Peraiaran Jepara analisis data histologi organ
penglihatan ikan dilakukan di Laboratorium Fishing Gear Material, FPIK UNDIP dan
data respon ikan terhadap intensitas cahaya lampu LED (Light Emitting Diode) yang