UTS Antropologi Cina Benteng
UTS Antropologi Cina Benteng
UTS Antropologi Cina Benteng
gunung dan seluas lautan. Sesuai Feng Shui, letak tiga klenteng tersebut
berarti bersandar pada gunung dan memandang lautan.
Pada tahun 1513 seorang pelaut asal Portugis bernama Tom Pires
mengakui keberadaan komunitas Tionghoa di daerah Pasar Lama. Selain
Mandarin.
Identitas
sebagai
keturunan Tionghoa
masih
kebudayaan
dalam
bentuk
artefak
yang
memiliki
II.3 Gagasan
Gagasan yang menjadi pokok utama dari suku Cina Benteng lebih
mengarah pada tujuan untuk mempertahankan kebudayaan yang ada.
Sebagai contoh, salah satu keturunan Cina Benteng menggagaskan
untuk membangun museum kebudayaan Cina Benteng. Museum ini
diberi nama Benteng Heritage. Tujuan dari pembangunan museum ini
adalah untuk memperkenalkan dan melestarikan kebudayaan Cina
Benteng. Selain itu organisasi keagamaan dan social seperti Boen Tek
Bio juga ikut melestarikan kebudayaan Cina Benteng melalui kegiatan
seperti mengundang kesenian gambang kromong pada perayaan
sembayang Se Jit Dewi Kwan Im.
II.4 Hati
Wujud kebudayaan hati sulit untuk dijelaskan dan bersifat abstrak.
Sering kali dikaitkan dengan landasan pemikiran yang digunakan
sebagai motif. Hal yang dapat dilihat dari suku Cina Benteng adalah
mempertahankan
kebudayaan.
Untuk
mempertahankan
tradisi,
III.2 Epistemologi
Tidak terdapat pengetahuan khusus tentang asal usul manusia
menurut suku Cina Benteng. Semua kepercayaan dihubungkan dengan
agama mayoritas Cina Benteng, yaitu Khonghucu, Buddha, dan Tao.
Salah satu mitos yang diceritakan adalah wanita hamil tidak boleh
keluar rumah pada sore hari. Selain itu ada juga kepercayaan lokal yang
bersifat mistis terhadap benda-benda seperti keris atau batu. Oleh
karena itu benda tersebut diurus layaknya manusia.
imlek.
Selanjutnya
adalah
sembahyang
rebutan
yang
sembahyang
bacang
yang
diadakan
setiap
tahun
untuk
BAB IV PROBLEMATIKA
Setiap kebudayaan pasti memiliki masalah. Masalah yang dihadapi juga
beragam untuk setiap kebudayaan. Pada kebudayaan Cina Benteng sendiri,
menurut hasil wawancara kepada Bapak Oey Tjin Eng masalah yang terbesar
adalah masalah diskriminasi. Masalah diskriminasi memang tidak hanya dialami
oleh masyarakat Cina Benteng, tetapi hampir semua suku juga mengalami
masalah ini. Menurut Bapak Oey Tjin Eng, masalah diskriminasi tidak akan
pernah terselesaikan karena masyarakat keturunan Tionghoa adalah masyarakat
yang tergolong minoritas di Indonesia.
Bukti nyata yang dapat dilihat ialah perayaan imlek atau tahun baru cina
yang dilakukan di Indonesia. Sebelum kekuasaan Gus Dur sebagai Presiden
Republik Indonesia, perayaan imlek bagi kaum Tionghoa tidak boleh dilakukan
atau dilakukan secara tertutup. Selain itu juga pada kejadian kerusuhan tahun
1998, ratusan orang Tionghoa dibunuh dan diperkosa. Contoh-contoh tersebut
dapat menggambarkan tindak diskriminasi yang dihadapi oleh orang-orang
keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia seperti suku Cina Benteng.
Namun setelah naiknya Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia,
mulai terjadi pemberantasan diskriminasi kepada keturunan Tionghoa. Seperti
pernyataan resmi bahwa Imlek menjadi hari libur nasional. Kemudian kesenian
seperti Barongsai dan Ular Naga atau Liong diperbolehkan untuk dipelajari dan
dipertontonkan di perayaan-perayaan tertentu.
Bila dilihat dari sudut pandang kebudayaan, budaya Cina Benteng
dianggap cukup sukses dan dapat bertahan. Walaupun di jaman modern seperti
saat ini pengaruh teknologi dan budaya barat mulai masuk dan mempengaruhi
kebudayaan kita namun kebudayaan Cina Benteng dianggap dapat mengimbangi
perubahan jaman yang terjadi. Hal ini juga didukung dengan kepercayaan
masyarakat Cina Benteng yang kental untuk mempertahankan budaya dan
menghormati leluhur. Sehingga budaya Cina Benteng tidak dipengaruhi
perkembangan jaman.
Walaupun tidak seluruh unsur budaya dapat dipertahankan, namun secara
garis besar kebudayaan Cina Benteng tidak banyak berubah. Contoh unsur
kebudayaan yang berubah adalah kepercayaan. Saat ini beberapa keturunan Cina
Benteng sudah menganut kepercayaan seperti agama Katolik atau Kristen. Namun
sebagian besar dari mereka masih melaksanakan tradisi. Seperti tradisi Imlek yang
dianggap sebagai perayaan budaya tidak sebagai perayaan agama. Kemudian
sembahyang Ceng Beng yang dianggap sebagai perayaan untuk menghormati
leluhur, bukan sebagai perayaan keagamaan.
10
BAB V KESIMPULAN
Suku Cina Benteng merupakan keturunan Tionghoa yang berasal dari suku
Hokian yang tiba di Teluk Naga dan menikah dengan warga setempat. Ciri khas
dari suku Cina Benteng adalah sudah tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa
Mandarin dan mempertahankan kebudayaan agar tidak hilang. Sebagian besar
menganut kepercayaan Khonghucu, Buddha, dan Tao. Suku Cina Benteng juga
menghormati leluhur dengan cara melakukan sembahyang dan perayaan-perayaan
yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dianut.
Karena terjadi perkawinan campur dengan warga setempat, maka terdapat
akulturasi budaya yang terdapat di kebudayaan Cina Benteng. Akulturasi budaya
terjadi pada unsur bahasa dan kesenian.
Masalah utama yang dihadapi suku Cina Benteng adalah masalah
diskriminasi yang sulit untuk diselesaikan. Hal ini dikarenakan Cina Benteng
merupakan keturunan Tionghoa yang dianggap kaum minortitas di Indonesia.
Tetapi masalah tersebut tidak berdampak secara langsung terhadap kebudayaan
Cina Benteng karena keyakinan masyarakat Cina Benteng untuk mempertahankan
kebudayaan dan tradisi yang kuat.
11
LAMPIRAN
Wawancara dengan Humas Klenteng dan Pusat Budaya Boen Tek Bio Bapak Oey
Tjin Eng
12
13